Anda di halaman 1dari 45

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti kuning.
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Untuk pendekatan terhadap pasien
ikterus perlu ditinjau kembali patofisiologi terjadinya peninggian bilirubin indirek
atau direk.1
Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika
(parenkimatosa) dan ikterus post hepatika (obstruksi). Ikterus obstruksi (post
hepatika) adalah ikterus yang disebabkan oleh gangguan yang mencegah cairan
empedu (dengan kandungan bilirubin di dalamnya) untuk masuk ke dalam sistem
pencerna setelah sebelumnya dikeluarkan dari kantung empedu.3
Obstructive jaundice dapat ditemukan pada semua kelompok umur. Insidens
di Amerika Serikat diperikirakan mencapai 5 kasus per 1000 pasien. Hatfield et
al, melaporkan bahwa kasus obstructive jaundice terbanyak adalah 70% karena
karsinoma kaput pankreas, 8% pada batu common bile duct, dan 2% adalah
karsinoma kandung empedu.4
Obstructive jaundice disebabkan oleh dua grup besar penyebab dari kondisi
intrahepatik dan ekstrahepatik.Pada banyak pasien ikterus dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang
sederhana, diagnosis dapat ditegakkan. Namun tidak jarang diagnosis pasti masih
sukar ditetapkan, sehingga perlu difikirkan berbagai pemeriksaan lanjutan.2
Pada dasarnya penatalaksanaan penderita ikterus obstruksi bertujuan untuk
menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran empedu. Bila
penyebabnya adalah batu, dilakukan tindakan pengangkatan batu dengan cara
operasi laparotomi atau papilotomi dengan endoskopi / laparoskopi.2
2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Obstructive jaundice adalah salah satu jenis ikterus yang terjadi ketika aliran
empedu ke usus terblokir dan menetap dalam aliran darah. Hal ini mungkin
disebabkan karena saluran empedu terblokir yang dapat disebabkan oleh batu
empedu, atau tumor dari saluran empedu yang memblokir area di mana saluran
empedu bertemu dengan duodenum.5

2.2 Epidemiologi
Obstructive jaundice dapat ditemukan pada semua kelompok umur.
Peningkatan prevalensi kasus ini terjadi pada middle-age yakni mulai meningkat
pada usia > 40 tahun. Tidak ada perbedaan gender terhadap prevalensi kejadian
pada kasus ini. Pada satu studi di Pakistan menyatakan bahwa koledokolitiasis
adalah penyebab tersering yang terjadi pada wanita dan neoplasia adalah
penyebab tersering yang terjadi pada laki-laki.4
Insiden di Amerika Serikat diperkirakan mencapai 5 kasus per 1000 pasien.
Hafield et al, melaporkan bahwa kasus obstructive jaundice terbanyak adalah
70% dikarenakan oleh kanker kaput pancreas, 8% pada batu common bile duct,
dan 2% adalah karsinoma kandung empedu.4
Obstructive jaundice merupakan kelainan yang sering terjadi akibat adanya
gangguan dari transport bilirubin yang disebabkan oleh sumbatan atau obstruksi.
Obstruksi yang terjadi bisa intrahepatik ataupun ekstrahepatik. Penyebab paling
sering pada obstructive jaundice adalah batu saluran empedu dan karsinoma
pankreas.4

2.3 Etiologi
Secara garis besar, penyebab obstructive jaundice terbagi menjadi 2 bagian,
yaitu kondisi intrahepatik dan ekstrahepatik. Obstructive jaundice intrahepatik
pada umumnya terjadi pada tingkat hepatosit atau membran kanalikuli bilier,
3

sedangkan obstructive jaundiceekstrahepatik disebabkan oleh karena adanya


sumbatan pada saluran atau organ diluar hepar.4,6,7
Adapun penyebab terjadinya obstructive jaundice adalah sebagai berikut:
1. Obstructive jaundiceintrahepatik
a. Obstructive jaundice yang berhubungan dengan penyakit hepatoseluler,
penyebab tersering adalah hepatitis (steatohepatitis, hepatitis virus akut A,
hepatitis B, hepatitis karena obat), penyakit hati karena alkohol, serta sirosis
hepatis. Peradangan intrahepatik mengganggu ekskresi bilirubin
terkonjugasi dan menyebabkan ikterus.8,9,10
b. Obstructive jaundice yang berhubungan dengan duktopenia seperti sindrom
Alagille’s, kolestatik familial progresif tipe 1, ”non sindromic bile duct
paucity”, obat-obatan hepatotoksik, reaksi penolakan kronik setelah
transplantasi hati dan stadium dari lanjut sirosis bilier primer.8,9,10
2. Obstructive jaundiceekstrahepatik
Obstructive jaundice yang berhubungan dengan perubahan atau obstruksi
traktus portal seperti batu duktus koledokus, striktur kandung empedu, sklerosis
primer kolangitis, karsinoma pankreas dan pankreatitis kronik.8,9,10

2.4 Patofisiologi
Ikterus terjadi karena peningkatan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah. Hal
ini disebabkan karena terjadinya gangguan metabolisme bilirubin pada
mekanisme berikut, diantaranya adalah produksi yang berlebihan, penurunan
ambilan hepatik, penurunan konjugasi hepatik, dan penurunan ekskresi bilirubin
ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik
ekstrahepatik).9,10,11
1. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi/indirek
a. Produksi yang berlebihan
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang
sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi
bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia
paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun,
4

mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang


besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik.9,10
Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin
tak terkonjugasi/indirek akan melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya,
bilirubin indirek meningkat dalam darah. Karena bilirubin indirek tidak larut
dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urin. Tetapi,
pembentukkan urobilinogen akan meningkat yang mengakibatkan
peningkatan ekskresi ke dalam feses sehingga feses akan berwarna gelap.
Beberapa penyebab ikterus hemolitik: hemoglobin abnormal (sickle sel
anemia), kelainan eritrosit (sferositosis herediter), antibodi serum (Rh.
Inkompatibilitas transfusi), dan malaria tropika berat.9,10
b. Penurunan ambilan hepatik
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati dilakukan dengan
memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima.
Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat
mempengaruhi uptake ini.9,10
c. Penurunan konjugasi hepatik
Terjadinya gangguan konjugasi bilirubin dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi
enzim glukoronil transferase. Hal ini dapat terjadi pada: Sindroma Gilberth,
Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II.9,10

2. Hiperbilirubinemia konjugasi/direk
Hiperbilirubinemia konjugasi/direk dapat terjadi akibat penurunan ekskresi
bilirubin ke dalam empedu. Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh
kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik. Ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh
hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi
sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler yang dapat
berkaitan dengan terjadinya hal ini, diantaranya: hepatitis, sirosis hepatis, alkohol,
zat yang meracuni hati, tumor dan lain-lain.9,10
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
5

terkonjugasi yangdisertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik


dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang akolik (seperti
dempul).Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah9,10 :
 Obstruksi saluran empedu di dalam hepar: sirosis hepatis, abses hati,
hepatokolangitis, tumor maligna primer dan sekunder
 Obstruksi di dalam lumen saluran empedu: batu empedu, askaris
 Kelainan di dinding saluran empedu : atresia bawaan, striktur traumatik, tumor
saluran empedu
 Tekanan dari luar saluran empedu: tumor kaput pankreas, tumor ampula vateri,
pankreatitis, metastasis tumor di ligamentum hepatoduodenale

Berdasarkan mekanisme gangguan metabolisme bilirubin, maka secara umum


ikterus terbagi menjadi 3 yaitu ikterus prehepatik, ikterus intrahepatik, dan ikterus
posthepatik atau yang disebut obstructive jaundice atau surgical
jaundice.Obstructive jaundice disebut juga ikterus posthepatik karena penyebab
terjadinya ikterus ini adalah pada daerah posthepatik, yaitu setelah bilirubin
dialirkan keluar dari hepar. Sedangkan, nama surgical jaundice dipakai karena
pada ikterus tipe ini terapi utamanya adalah dengan pembedahan.12,13,14
1. Fase prehepatik
Ikterus yang disebabkan oleh hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis
(rusaknya sel darah merah).7,11
a. Pembentukan bilirubin. Sekitar 250-350 mg bilirubin atau sekitar
4mg/kgBB terbentuk setiap harinya, 70-80% berasal dari pemecahan sel
darah merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari protein
heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati.
Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama
peningkatan pembentukan bilirubin.9,10,11
b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, oleh karena itu transport
bilirubin indirek dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat
melewati membran gromerulus, sehingga pada keadaan normal bilirubin
tidak muncul dalam air seni.9,10,11
6

2. Fase Intrahepatik
Ikterus yang terjadi menyangkut peradangan atau karena adanya kelainan pada
hati yang mengganggu proses pembuangan bilirubin.7,11
a. Liver uptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan
berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.9,10,11
b. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami
konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin
diglukuronida/bilirubin konjugasi/bilirubin direk. Bilirubin tidak
terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut dalam air kecuali bila
jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti
albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus
dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan
oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin
pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid/bilirubin
terkonjugasi/bilirubin direk.9,10,11

3. Fase Posthepatik/Obstructive jaundice


Ikterus yang terjadi menyangkut penyumbatan ekskresi bilirubin pada saluran
atau organ diluar hepar. Pada keadaan normal, bilirubin direk dikeluarkan ke
dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mereduksi
bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam
tinja yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke
dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai mencapai air seni sebagai
urobilinogen.4,6,9,12,13,14

Pada obstructive jaundice, terjadi obstruksi dari pasase bilirubin direk


sehingga bilirubin tidak dapat diekskresikan ke dalam usus halus dan akibatnya
terjadi aliran balik ke dalam pembuluh darah. Akibatnya kadar bilirubin direk
meningkat dalam aliran darah dan penderita menjadi ikterik. Ikterik paling
pertama terlihat adalah pada jaringan ikat longgar seperti sublingual dan sklera.
Karena kadar bilirubin direk dalam darah meningkat, maka sekresi bilirubin dari
7

ginjal akan meningkat sehingga urin akan menjadi gelap dengan bilirubin urin
positif. Sedangkan karena bilirubin yang diekskresikan ke feses berkurang, maka
pewarnaan feses menjadi berkurang dan feses akan menjadi berwarna pucat
seperti dempul (akolik).4,6,9,12,13,14

2.5 Manifestasi Klinis


Obstructive jaundice disebabkan oleh dua grup besar penyebab dari kondisi
intrahepatik dan ekstrahepatik4,13
1.Obstructive jaundiceintrahepatik
Terdapat tiga fase :
 Fase pra-ikterik
Periode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual,
muntah,diare, konstipasi, penurunan berat badan, malaise, sakit kepala,
demam ringan, sakit sendi, ruam kulit.4,13
 Fase ikterik (temuan paling menonjol).
Urine gelap berkabut (disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin),
hepatomegali dengan nyeri tekan, pembesaran nodus limfa, pruritus
(akibat akumulasi garam empedu pada kulit); gejala fase pra-ikterik
berkurang sesuai menonjolnya gejala.4,13
 Fase pasca ikterik.
Gejala sebelumnya berkurang tetapi diperlukan empat bulan untuk
pemulihan komplit.4,13

2.Obstructive jaundice Ekstrahepatik.


Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua
jenis gejala yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung empedu sendiri dan gejala
yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu.4,13
Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis seperti:
 Gangguan epigastrium
Seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran
kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan yang
8

berlemak atau digoreng.4,13


 Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik
bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan
muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan
makanan dalam porsi besar.4,12,15
 Ikterus
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan
persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan
gejala yang khas yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan
diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal
yang mencolok pada kulit yang menunjukkan terakumulasinya garam empedu
di subkutan yang menyebabkan rasa gatal.13,15
 Perubahan warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu
dan biasanya pekat yang disebut “clay-colored”.4,13
 Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu abosorpsi vitamin A,D,E dan K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamn ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin A
dapat menggangu pembekuan darah yang normal.4,13
9

Gambar 1. Manifestasi Klinis Obstructive jaundice16

2.6 Penegakan Diagnosis


Diagnosis bisa ditegakkan dengan melakukan anamnesis yang baik
danmelakukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang
mendukung.17,18,19

Anamnesis
Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses,
rasa gatal, keluhan saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan berkurang,
alkoholisme, riwayat transfusi, obat-obatan, suntikan atau tindakan pembedahan.
17,18,19

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, dan limpa.Pada
pemeriksaan fisik, ditemukan beberapa kelainan dari setiap penyebab obstructive
jaundice.Seperti pada kolangitis, ditemukan adanya demam, ikterus dan nyeri
tekan pada epigastrium.Ikterik tanpa adanya nyeri ataupun hanya ditemukan nyeri
pada bagian punggung biasa dijumpai pada kelainan pankreas. Anoreksia,
penurunan berat badan, dan anemia yang diiringi dengan adanya ikterik,
menandakan bahwa terjadinya ikterik tersebut karena adanya proses malignansi.
10

Selain itu, dengan adanya kandung empedu yang dapat dipalpasi juga
mengindikasikan proses malignansi yang sedang terjadi pada kandung empedu.
Pada kolestasis kronik akan dijumpai tanda bekas garukan pada lengan dan
tungkai, xantelasma dan jari tabuh. Pada pemeriksaan fisik ikterus karena sirosis
hepatis akan ditemukan beberapa kelainan seperti spidernevi, eritema palmaris,
white nails, vena kolateral dan asites.17,18,19

Tabel 2.1. Diagnosis Klinis Pasien Ikterus

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium4,6,7,17,18
a. Pemeriksaan rutin
 Darah : Perlu diperhatikan jumlah leukosit, bila jumlahnya meningkat, maka
berarti terdapat infeksi. Perhatikan juga apakah terdapat peningkatan
prothrombin time (PT).
 Urin : Penting untuk mengetahui apakah warna urin merah kecoklatan seperti
teh secara makroskopis, serta terdapat kandungan bilirubin dalam urin atau
tidak
 Feses : untuk mengetahui apakah feses berwarna dempul atau tidak.
11

b. Tes faal hati


Merupakan tes untuk mengetahui gambaran kemampuan hati untuk mensintesa
protein (albumin, globulin, faktor koagulasi), dan memetabolisme zat yang
terdapat dalam darah, meliputi:
 Albumin
Apabila nilai albumin menurun, maka perlu dicurigai adanya gangguan fungsi
hepar, infeksi kronis, edema, ascites, sirosis, serta perdarahan.
 Alanin Aminotransferase (ALT/SGOT)
Apabila terjadi peningkatan kadar ALT, maka perlu dicurigai adanya
penyakit hepatoseluler, sirosis aktif, obstruksi bilier, dan hepatitis. Nilai
peningkatan yang signifikan adalah adalah dua kali lipat dari nilai normal.
 Aspartase Aminotransferase (AST/SGPT)
Apabila terjadi peningkatan, dapat dicurigai adanya penyakit hati, pankreatitis
akut, juga penyakit jantung seperti MI.
 Gamma Glutamil Transferase (Gamma GT)
GGT merupakan enzim marker spesifik untuk fungsi hati dan kerusakan
kolestatis dibandingkan ALP. GGT adalah enzim yang diproduksi di saluran
empedu sehingga meningkat nilainya pada gangguan empedu, seperti
kolesistitis, koletiasis, sirosis, atresia bilier, obstruksi bilier. GGT sangat
sensitif tetapi tidak spesifik. Jika terjadi peningkatan hanya kadar GGT
(bukan AST, ALT) bukan menjadi indikasi kerusakan hati.
 Alkali fosfatase
Enzim ini merupakan enzim yang berasal dari tulang, hati, dan
plasenta.Konsentrasi tinggi dapat ditemukan dalam kanalikuli bilier, ginjal,
dan usus halus. Pada penyakit hati, kadar alkali fosfatase akan meningkat
karena ekskresinya terganggu akibat obstruksi saluran bilier.
 Bilirubin
Peningkatan kadar bilirubin indirek lebih sering terjadi akibat adanya
penyakit hepatoseluler, sedangkan apabila terjadi peningkatan bilirubin direk
biasanya terjadi karena adanya obstruksi pada aliran ekskresi empedu.
12

Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang
menyebabkan obstructive jaundice, dan merupakan langkah awal sebelum
melangkah ke pemeriksaan yang lebih lanjut apabila diperlukan. Yang perlu
diperhatikan adalah:4,6,15,17,18
a. Besar, bentuk, dan ketebalan dinding kandung empedu.
b. Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. bila saluran empedu
lebih dari 5 mm berarti terdapat dilatasi. Apabila terjadi sumbatan pada daerah
duktus biliaris, yang paling sering terjadi adalah pada bagian distal, maka akan
terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat kemudian diikuti
pelebaran bagian proksimal. Perbedaan obstruksi letak tinggi atau letak rendah
dapat dibedakan. Pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal, tidak tampak
pelebaran duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris
intra dan ekstra hepatal, maka ini disebut dengan obstruksi letak rendah
(distal).
c. Ada atau tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas
tinggi disertai bayangan akustik (acoustic shadow), dan ikut bergerak pada
perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor, akan
terlihat masa padat pada ujung saluran empedu dengan densitas rendah dan
heterogen.
d. Apabila terdapat kecurigaan penyebab obstructive jaundice adalah karena
karsinoma pankreas, dapat terlihat adanya pembesaran pankreas lokal maupun
menyeluruh, perubahan kontur pankreas, penurunan ekhogenitas, serta dapat
ditemukan adanya pelebaran duktus pankreatikus.

PTC (Percutaneus Transhepatic Cholaniography)


Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat duktus biliaris serta untuk
menentukan letak penyebab sumbatan. Dengan pemeriksaan ini dapat diperoleh
gambaran saluran empedu di proksimal sumbatan. Bila kolestasis karena batu,
akan memperlihatkan pelebaran pada duktus koledokus dengan didalamnya
tampak batu radiolusen. Bila kolestasis karena tumor, akan tampak pelebaran
13

saluran empedu utama (common bile duct) dan saluran intrahepatik dan dibagian
distal duktus koledokus terlihat ireguler oleh tumor.4,6,18

ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography)


Pemeriksaan ERCP merupakan tindakan langsung dan invasif untuk
mempelajari traktus biliaris dan system duktus pankreatikus. Indikasi pemeriksaan
ERCP, yaitu:18
a. Penderita ikterus yang tidak atau belum dapat ditentukan penyebabnya apakah
sumbatan pada duktus biliaris intra atau ekstrahepatik, seperti:
 Kelainan di kandung empedu
 Batu saluran empedu
 Striktur saluran empedu
 Kista duktus koledokus
b. Pemeriksaan pada penyakit pankreas atau diduga ada kelainan pankreas serta
untuk menentukan kelainan, baik jinak ataupun ganas, seperti:
 Keganasan pada sistem hepatobilier
 Pankreatitis kronis
 Tumor pankreas
 Metastase tumor ke sistem biliaris atau pankreas

2.7 Diagnosa Banding19

Tabel 2.2. Diagnosa Banding Obstructive jaundice


Prehepatik Hemolisis
Viral Hepatitis
Alcoholic hepatitis and cirrhosis
Intrahepatik
Primary biliary cirrhosis
Drug-induced jaundiced
14

Stone in CBD
Carcinoma caput pancreas
Pancreatic pseudocyst
Chronic pancreatitis
Posthepatik Sclerosing cholangitis
Bile duct stricture
Ascariasis in the bile duct
Ampullary Stenosis
Ampullary Carcinoma

2.8 Tatalaksana
Pengobatan ikterussangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika
penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya ikterusakan
menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya.1,4
Untuk penatalaksanaan penderita obstructive jaundice sendiri bertujuan untuk
menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran empedu.Jika
penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan
tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu di duktus, atau insersi stent, dan
drainase via kateter untuk striktura (sering keganasan) atau daerah penyempitan
sebagian. Bila penyebabnya adalah batu, dilakukan tindakan pengangkatan batu
dengan cara operasi laparotomi atau papilotomi dengan endoskopi/laparoskopi.
Bila penyebabnya adalah tumor dan tindakan bedah tidak dapat menghilangkan
penyebab obstruksi karena tumor tersebut maka dilakukan tindakan drainase
untuk mengalihkan aliran empedu tersebut.6,8,21
Terapi pembedahan untuk mengembalikan fungsi aliran empedu dari hepar ke
duodenum adalah melakukan drainase interna yang dilakukan secara langsung
dengan menyambungkan kembali saluran empedu ke usus halus.Bila hal ini tidak
memungkinkan karena keadaan penderita terlalu lemah untuk dilakukan
pembedahan besar, maka dalam keadaan darurat dapat dilakukan drainase
eksterna dengan melakukan pemasangan pipa saluran melalui kulit ditembuskan
ke hepar sampai ke saluran empedu (Percutaneous Transhepatal
15

Drainage).Apabila keadaan penderita sudah stabil kembali, maka penderita harus


segera dilakukan pembedahan interna (DI).4,7,15,20,21,22
Untuk sumbatan maligna yang non-operabel, drainase bilier paliatif dapat
dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara
endoskopik (ERCP).7
Pada sejumlah pasien ikterus bedah yang mempunyai risiko tinggi dapat
dilakukan "ERCP terapeutik".Prinsip dari ERCP terapeutik adalah memotong
sfingter papila Vateri dengan kawat yang dialiri arus listrik sehingga muara papila
menjadi besar (spingterotomi endoskopik).Kebanyakan tumor ganas yang
menyebabkan obstruksi biliaris sering sekali inoperabel pada saat diagnosis
ditegakkan.Papilotomi endoskopik dengan pengeluaran batu telah menggantikan
laparatomi pada pasien dengan batu di duktus kholedokus. Pemecahan batu di
saluran empedu mungkin diperlukan untuk membantu pengeluaran batu di saluran
empedu.6,8,20,21,22

Gambar2.ERCP sebagai alat terapeutik (a) spingterektomi, (b) stent

Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada


keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan penyakit dasarnya sudah mencukupi.
Pruritus pada keadaan irreversibel (seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif
terhadap kolestiramin 4-16 g/hari PO dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat
garam empedu di usus. Jika terjadi kerusakan hati yang berat,
hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pemberian fitonadion (vitamin
K1) 5-10 mg/hari SK untuk 2-3 hari.Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D
16

diberikan dalam keadaan kolestasis yang ireversibel.Suplemen vitamin A dapat


mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini dan steatorrhea yang berat
dapat dikurangi dengan pemberian sebagian lemak dalam diet dengan medium
chain triglyceride.

Kriteria Merujuk
Tabel 2.3. Kriteria Merujuk
Virus hepatitis Kompetensi
-Hep A 4A
-Hep B 3A
Intra Hepatik
-Hep C 2
Tumor hati 2
Sirosis Hepatis 2
Intra Luminal :
-Ascariasis 4A
-Batu empedu 2
Intra Mural :
Ekstra
-Kolesistitis 3B
Hepatik
-Atresia bilier 2
-Kolangiokarsinoma 2
Ekstra Luminal :
-Tumor kaput pancreas 2

 Kompetensi 1 : mengenali dan menjelaskan


 Kompetensi 2 : mendiagnosis dan merujuk
 Kompetensi 3 : mendiagnosis, melakukan tatalaksana awal dan merujuk
3A : Bukan gawat darurat
3B : Gawat darurat
 Kompetensi 4 : mendiagnosis, melakukan tatalaksana secara mandiri dan tuntas
4A : Kompetensi yang dicapai saat lulus dokter
17

4B : Dicapai setelah selesai internsip atau Pendidikan Kedokteran


Berkelanjutan (PKB).

Edukasi dan Pencegahan


Edukasi dan pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor-faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya obstructive jaundice, antara lain:
a. Berhenti merokok karena merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya
kanker pankreas sebesar 25-35%
b. Hindari makanan tiggi lemak karena dapat menyebabkan batu saluran empedu
c. Hindari konsumsi alkohol karena dapat menimbulkan pankreatitis akut dan
berkembang menjadi pankreatitis kronik serta dapat menyebabkan hepatitis
dan sirosis

2.9 Prognosis
Bahaya akut dari obstructive jaundice adalah terjadinya infeksi saluran
empedu (kolangitis akut), terutama apabila terdapat nanah di dalam saluran
empedu dengan tekanan tinggi seperti kolangitis piogenik akut atau kolangitis
supuratif.Kematian terjadi akibat syok septik dan kegagalan berbagai organ.
Selain itu, sebagai akibat obstruksi kronis dan atau kolangitis kronis yang
berlarut-larut pada akhirnya akan terjadi kegagalan faal hati akibat sirosis biliaris.
Obstructive jaundice yang tidak dapat dikoreksi baik secara medis, kuratif
maupun tindakan pembedahan mempunyai prognosis yang jelek diantaranya akan
timbul sirosis biliaris.
Bila penyebabnya adalah tumor ganas yang mempunyai prognosis jelek,
penyebab morbiditas dan mortalitas adalah:
1. Sepsis, khususnya akibat kolangitis
2. Gagal hati, akibat obstruksi kronis saluran empedu
3. Gagal ginjal
4. Perdarahan gastrointestinal
18

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT DAN FOLLOW UP

3.1. Status Orang Sakit

Nomor RM : 00.68.89.57
Tanggal Masuk Dokter Ruangan : dr. Fuji
: 14 Oktober 2016

Dokter Chief of Ward : dr. Inda


Jam
: 18.30 WIB Damayanti

Dokter Penanggung Jawab Pasien :


Ruang : RA1 III.2.1 dr. Ilhamd, Sp.PD, M.Ked (PD)

ANAMNESA PRIBADI
Nama : TIURMA MANIK
Umur : 64 TAHUN
Jenis Kelamin : PEREMPUAN
Status Perkawinan : SUDAH MENIKAH
Pekerjaan : IBU RUMAH TANGGA
Suku : BATAK
Agama : KRISTEN PROTESTAN
Alamat : PARMONANGAN KEC. PANGURURAN

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Mata kuning
Telaah : Hal ini telah dialami os sejak ± 3 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Kuning berawal dari mata kemudian menyebar
ke seluruh tubuh.Riwayat demam sebelum munculnya
19

kuning pada badan tidak dijumpai. Mual dan muntah tidak


dialami oleh os. Riwayat BAB seperti dempul dan BAK
seperti teh pekat dijumpai ± 3 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Riwayat gatal-gatal pada seluruh tubuh tidak
dijumpai. Riwayat nyeri pada perut tidak dijumpai. Os
mengeluhkan nafsu makan berkurang dan berat badan
menurun ± 10 Kg dalam 2 bulan ini. Perut os membesar
sejak ± 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Riwayat
sakit kuning sebelumnya disangkal. Riwayat BAB
berwarna hitam seperti ter tidak dijumpai. Riwayat muntah
darah tidak dijumpai. Riwayat minum alkohol dan merokok
tidak dijumpai. Riwayat minum jamu-jamuan dijumpai,
berupa temulawak dan rebusan rumput benalu. Riwayat
narkoba tidak dijumpai. Riwayat transfusi darah tidak
dijumpai. Riwayat sesak napas, tekanan darah tinggi, dan
diabetes mellitus tidak dijumpai.
RPT : Tidak ada
RPO : Tidak ada

ANAMNESIS ORGAN

Jantung Sesak Nafas :- Edema :-

Angina Pektoris :- Palpitasi :-

Lain-lain :-

Saluran Batuk-batuk :- Asma,bronchitis :-

Pernafasan Dahak :- Lain-lain


:-

Saluran Nafsu Makan : menurun Penurunan BB :+

Pencernaan Keluhan menelan :- Keluhan Defekasi :-


20

Keluhan perut : besar Lain-lain :-

Saluran Sakit BAK :- BAK tersendat :-

Urogenital Mengandung batu :- Keadaan urin : teh pekat

Haid :- Lain-lain :-

Sendi dan Sakit pinggang :- Keterbatasan Gerak :-

Tulang Keluhan Persendiaan :- Lain-lain :-

Endokrin Haus/Polidipsi :- Gugup :-

Poliuri :- Perubahan suara :-

Polifagi :- Lain-lain :-

Saraf Pusat Sakit Kepala :- Hoyong :-

Lain-lain :-

Darah dan Pucat :- Purpura :-

Pembuluh Darah Perdarahan :- Petechiae :-

Lain-lain :-

Sirkulasi Perifer Claudicatio Intermitten : - Lain-lain :-

ANAMNESA KELUARGA : Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS
Keadaan Umum
Keadaan Penyakit
Sensorium : Compos mentis Pancaran wajah : Lemah
21

Tekanan darah : 110/70 mmHg Sikap paksa :-

Nadi : 88 x/I Refleks fisiologis :+

Pernafasan : 20 x/i Refleks patologis :-

Temperatur : 36,5oC

Anemia ( -/ - ), Ikterus ( + / + ), Dispnoe ( - )

Sianosis ( - ), Edema ( - ), Purpura ( - )

Turgor Kulit :Baik

Keadaan gizi :

= 70 %

IMT : BB / (TB)2

: 42 / (1,57)2

: 17,03underweight

KEPALA

Mata : Konjungtiva palp. inf. pucat (-/-), ikterus (+/+), pupil isokor,
reflex cahaya direk (+/+) / indirek (+/+), kesan: ikterik
Lain-lain :-

Telinga : Dalam batas normal


22

Hidung : Dalam batas normal

Mulut : Dalam batas normal

Lidah : Dalam batas normal

Gigi geligi : Dalam batas normal

Tonsil/faring : Dalam batas normal

LEHER

Struma tidak membesar, tingkat : (-)

Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-),mobilitas (-),
nyeri tekan (-)

Posisi trakea : Medial TVJ : R-2 cm H2O.

Kaku kuduk (-), lain-lain (-)

THORAKS DEPAN

Inspeksi

Bentuk : Simetris Fusiformis

Pergerakan : simetris, tidak ada ketinggalan bernapas

Palpasi

Nyeri tekan :-

Fremitus suara : Stem Fremitus Kanan = Kiri

Iktus : Teraba 1 pada 1 jari medial LMCS


23

Perkusi

Paru

Batas Paru Hati R/A : Relatif ICS V / Absolut VI

Peranjakan : 1 cm

Jantung Batas atas jantung : ICS II

Batas kiri jantung :1 cm Medial LMCS pada ICS V

Batas kanan jantung :LPSD

Auskultasi

Paru

Suara pernafasan : Vesikuler

Suara tambahan :-

Jantung

M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-), lain-lain(-),

Heart rate :88 x/menit, intensitas : cukup

THORAX BELAKANG

Inspeksi : Simetris Fusiformis

Palpasi : Stem Fremitus Kanan = Kiri

Perkusi : Sonor

Auskultasi :SP :Vesikuler

ST : -
24

ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk : Simetris membesar

Gerakan Lambung/usus :-

Vena kolateral :-

Caput medusa :-

Palpasi

Dinding Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba

HATI

Pembesaran :-

Permukaan :-

Pinggir :-

Nyeri Tekan :-

LIMFA

Pembesaran : (-), Schuffner (-), Haecket (-)

GINJAL

Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)

UTERUS/OVARIUM : (-)

TUMOR : (-)
25

Perkusi

Pekak hati :-

Pekak beralih :+

Undulasi :+

Auskultasi

Peristaltik usus : Normoperistaltik

Lain-lain : Double sound (+)

PINGGANG :-

INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan

GENITAL LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)

Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan

Spincter Ani : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ampula : Tidak dilakukan pemeriksaan

Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan

Sarung tangan : Tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS

Deformitas sendi :-

Lokasi :-
26

Jari tabuh :-

Tremor ujung jari :-

Telapak tangan sembab :-

Sianosis :-

Eritma Palmaris :-

Lain-lain :-

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan

Edema - -

Arteri femoralis + +

Arteri tibialis posterior + +

Arteri dorsalis pedis + +

Reflex KPR + +

Refleks APR + +

Refleks Fisiologis + +

Refleks Patologis - -

Lain-lain - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih Tinja

Hb:11,0g/dL Warna : coklat pekat Warna : coklat


27

Eritrosit: 3,59 x 106/mm3 Protein:- Konsistensi: lunak

Leukosit:8,51x 103/mm3 Reduksi:+1 Eritrosit:-

Trombosit: 268 x 103/mm3 Bilirubin:+ Leukosit: -

Ht: 32% Urobilinogen:+ Amoeba/Kista: -

LED: 14 mm/jam

Eosinofil: 4,2% Sedimen Telur Cacing

Basofil: 0,5% Eritrosit: 0-1 /lpb Ascaris: -

Neutrofil:77,5% Leukosit:3-5 /lpb Ankylostoma: -

Limfosit: 12,9% Epitel: 0-1 /lpb T. Trichiura: -

Monosit: 4,9% Silinder:- /lpb Kremi: -

Kalium : 2.0

Albumin : 2.1

RESUME

ANAMNESIS Keluhan Utama : Jaundice

Telaah :

- Dialami os ± 3 minggu SMRS


- Menyebar dari mata ke seluruh tubuh
- Riwayat BAB seperti dempul dan urin warna teh
pekat ± 3 minggu SMRS
- Anoreksia (+) dan penurunan berat badan (+) 6
kg
- Asites ± 2minggu SMRSdalam waktu 1 bulan
28

- Riwayat minum jamu-jamuan (+)

STATUS PRESENS Keadaan Umum : Sedang

Keadaan Penyakit : Sedang

Keadaan Gizi : Kurang

PEMERIKSAAN FISIK Sensorium : Compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88 x/i

Pernafasan : 20 x/i

Temperatur : 36,5oC

Pemeriksaan Fisik

Mata: konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-),


ikterus (+/+)

Thoraks :
Inspeksi : simetris fusiformis, spider nevi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor, batas paru hati Relatif ICS V /
Absolut VI
Auskultasi : SP vesikuler, ST (-)

Abdomen :
Inspeksi : simetris membesar, vena kolateral (-),
caput medusa (-)
Palpasi : Soepel, H/L/R tidak teraba
Perkusi : shifting dullness (+), undulasi (+)
Auskultasi : Double sound (+)

Ekstremitas : edema (-), eritema palmaris (-)


29

LABORATORIUM Darah : Kesan hipokalemia dan


hipoalbuminemia
RUTIN
Kemih : Bilirubin (+)

Tinja : Kesan normal

DIAGNOSA BANDING 1. Obstructive jaundice ec CBD Stone + Asites


non sirotik dd sirotik + Hipoalbuminemia +
Hipokalemia
2. Obstructive jaundice ec Ca caput pankreas +
Asites non sirotik dd sirotik +
Hipoalbuminemia + Hipokalemia
3. Obstructive jaundice ec Ca ampula vateri +
Asites non sirotik dd sirotik +
Hipoalbuminemia + Hipokalemia
DIAGNOSA Obstructive jaundice ec Ca caput pankreas+
SEMENTARA Asites non sirotik dd sirotik + Hipoalbuminemia +
Hipokalemia
PENATALAKSANAAN Aktivitas : Tirah baring

Diet : Diet Hati III

Tindakan suportif : IVFD D 5% 10 gtt/mikro

Medikamentosa :

- Spironolakton tab 1 x 100mg


- KCl 2 Flc dalam 500 cc NaCl 0,9%, 20
gtt/I mikro
- IVFD Albumin 20% 1 fls
- Inj. Cefotaxime 1 gr/8 jam
30

Rencana Penjajakan Diagnostik/Tindakan Lanjutan

1. Urinalisa Rutin 8. Elektrolit

2. Feses Rutin 9. USG abdomen

3. Darah Rutin 10. CT Scan abdomen

4. Foto Thorax 11. Analisa sitologi dan kultur cairan


asites

5. Liver Function Test 12. ERCP

6. HST, Fibrinogen, D-dimer 13. Tumour Marker CEA, CA 19-9

7. Renal Function Test 14. Viral marker (HbsAg, anti HCV,


anti HAV)
31

3.2. Follow Up

Tanggal S O A P
17/10/16 Kuning (+) Sens: CM - Obstructive - Tirah baring
06.00 dan perut TD : 120/70 mmHg jaundice ec CBD - Diet hati III
WIB membesar HR : 82 x/i stone dd Ca caput - IVFD D 5% 10
(+) RR : 18 x/i pancreas dd Ca gtt/i mikro
Temp : 36,8C ampula vateri - Spironolactone
UOP : 1000cc/24 jam - Asites non sirotik 1x100mg
LPB : 77cm dd sirotik - Inj. Cefotaxime
LPD : 78cm - Hipoalbuminemia 1 gr/8 jam
Mata :Conj. Anemis (-/-), (2,1) Kalium : (4-2) x 50
sclera ikterik (+/+) - Hipokalemia x 0,14
Leher : TVJ R-2 cmH2o (2,0) 40/25 = 1,6
Thorax : SP : vesikuler - 2 Flc KCl
ST : Ronki -/- dalam 500 cc
Abdomen : Hepar teraba NaCl 0,9% (20
5cm bawah arcus costae gtt/i mikro)
,peristaltik (+) normal
Hasil Lab (13/10/16) R/ Cek Kalium
Hb/Leu/Plt : postsubstitusi,CE
11,5/10.580/316.000 A, CA 19-9
Albumin : 2,1 - CT Scan whole
Bil. Total : 26,1 abdomen dengan
Bil. Direct : 19,1 IV kontras
Ur/Cr : 17/0,47 - Analisa, sitologi,
kultur cairan asites
- Rencana tapping
cairan (besok,18-
10-16)
- DR, RFT, LFT,
32

Albumin,
Globulin, HST, D-
dimer, fibrinogen,
elektrolit.
- USG
18/10/16 Kuning (+), Sens: CM - Obstructive - Tirah baring
06.00 lemas (+) TD : 120/70 mmHg jaundice ec CBD - Diet hati III
WIB HR : 80 x/i stone dd Ca caput - IVFD D 5% 10
RR : 16 x/i pancreas dd Ca gtt/i mikro
Temp : 36,8C ampula vateri - Spironolactone
UOP : 1000cc/24 jam - Asites non sirotik 1x100mg
LPB : 79cm dd sirotik - Inj. Cefotaxime 1
LPD : 75cm - Hipoalbuminemia gr/8 jam
Mata :Conj. Anemis (-/-), (2,1)
sclera ikterik (+/+) - Hipokalemia R/ - Tapping cairan
Leher : TVJ R-2 cmH2o (2,0) hari ini alat
Thorax : SP : vesikuler - CEA = 54.88 sudah disiapkan
ST : Ronki -/- - Rencana CT-
Abdomen : Peristaltik (+) Scan 
normal memastikan hasil
Edema : -/- lab terbaru
terlebih dahulu
- Sub . kalium
- Konsul HOM
untuk status
19/10/16 Kuning (+), Sens: CM - Obstructive - Tirah baring
05.30 perut terasa TD : 120/80 mmHg jaundice ec CBD - Diet hati III
WIB tidak HR : 88x/i stone dd Ca caput - IVFD D 5% 10
nyaman RR : 24 x/i pancreas dd Ca gtt/i mikro
Temp : 36,8C ampula vateri - Inj. Cefotaxime 1
33

LPB : 89 cm - Asites non sirotik gr/8 jam


LPD : 97 cm dd sirotik Albumin = (2,5-
KGD : puasa : 130mg - Hipoalbuminemia 2,1) x 50 x 0,8 =
Mata : Conj.Anemis (-/-), (2,1) 16
sclera ikterik (+/+) - Hipokalemia - IVFD Albumin
Leher : TVJ R-2 cmH2o (2,0) 20% 1 fls
Thorax : SP : Vesikuler - Spironolactone 1
ST : Ronkhi basah -/- x 100 mg
Abdomen : Peristaltik (+) - KSR 2x600 mg
normal
Ekstremitas : Oedem - R/ - Cek
sup/inf (-/-), albumin,
Hasil Lab (18/10/16) elektrolit,Post
Analisa cairan asites Substitusi
- Total protein : 0,8 KCl belum
- LDH : 36 habis
- Glukosa : 121 - Cek Kalium
- pH : 8 urine, CT-Scan
- WBC : 0,080 (hari ini)
- RBC : 0,001
- PMN/MN :
88,8/11,2

USG (18/10/16)
IHBD dilatasi + asites
non sirotik
20/10/16 Lemas (+), Sens: CM - Obstructive - Tirah baring
05.30 kuning (+) TD : 120/70 mmHg jaundice ec CBD - Diet hati III
WIB HR : 83 x/i stone dd Ca caput - IVFD D 5% 10
RR : 27 x/i pancreas dd Ca gtt/i mikro
Temp : 37 oC ampula vateri - Spironolakton 1
34

LPB : 76 cm - Asites non sirotik x 100 mg


LPD : 80 cm dd sirotik - Inj. Cefotaxime 1
Mata : Conj. Anemis (-/- - Hipoalbuminemia gr/8 jam
), sclera ikterik (+/+) (2,1) - KSR 2x60 mg
Leher : TVJ R-2 cm H2O - Hipokalemia(3,9) R/ Cek elektrolit
Thorax :  teratasi post
- SP : Vesikuler substitusi,Susul
- ST : - hasil CT-Scan
Abdomen : Tampak
membesar simetris.
Hepar teraba 5 jari
bawah arkus kosta,
pinggir rata, permukaan
reguler.
Ekstremitas : Oedem
sup/inf (-/-)
21/10/16 Kuning (+), Sens: CM - Obstructive - Tirah baring
05.30 lemas (+) TD : 130/80 mmHg jaundice ec CBD - Diet hati III
wib HR : 85 x/i stone dd Ca caput - IVFD D 5% 10
RR : 24 x/i pancreas dd Ca gtt/i mikro
Temp : 37,2oC ampula vateri - Spironolakton 1
LPB : 82 cm - Asites non sirotik x 100 mg
LPD : 78,6 cm dd sirotik - Inj. Cefotaxime 1
UOP : 360 cc/24 jam - Hipoalbuminemia gr / 8 jam
BB : 42 kg (2,6)  teratasi - KSR 2x60 mg
- Hipokalemia
Mata : Conj. Anemis (-/- (2,0) R/ Gastroscopi 
), sclera ikterik (+/+) hari ini
Leher : TVJ R-2 cm H2O Cek HST ulang
Thorax : post substitusi
- SP : Vesikuler
35

- ST : -
Abdomen : Tampak
membesar simetris.
Hepar teraba 5 jari
bawah arkus kosta,
pinggir rata, permukaan
reguler.

Ekstremitas : Oedem
sup/inf (-/-)
22/10/16 Kuning (+), Sens: CM - Obstructive - Tirah baring
05.30 lemas (+) TD : 110/70 mmHg jaundice ec CBD - Diet hati III
wib HR : 83 x/i stone dd Ca caput - IVFD D 5% 10
RR : 27 x/i pancreas dd Ca gtt/i mikro
Temp : 37 oC ampula vateri - Spironolakton 1
LPB : 76 cm - Asites non sirotik x 100 mg
LPD : 80 cm dd sirotik - Inj. Cefotaxime 1
Mata : Conj. Anemis (-/- - Hipoalbuminemia gr / 8 jam
), sclera ikterik (+/+) (2,1) - KSR 2x60 mg
Leher : TVJ R-2 cmH2o - Hipokalemia
Thorax : (2,0)
- SP : Vesikuler
- ST : -
Abdomen : Tampak
membesar simetris.
Hepar teraba 5 jari
bawah arkus kosta,
pinggir rata, permukaan
reguler.

Ekstremitas : Oedem
36

sup/inf (-/-)
23/10/16 Kuning (+), Sens: CM - Obstructive - Tirah baring
05.30 lemas (+) TD : 120/80 mmHg jaundice ec CBD - Diet hati III
wib HR : 83 x/i stone dd Ca caput - IVFD D 5% 10
RR : 27 x/i pancreas dd Ca gtt/i mikro
Temp : 37 oC ampula vateri - Spironolakton 1
LPB : 76 cm - Asites non sirotik x 100 mg
LPD : 80 cm dd sirotik - Inj. Cefotaxime 1
Mata : Conj. Anemis (-/- - Hipoalbuminemia gr / 8 jam
), sclera ikterik (+/+) (2,1) - KSR 2x60 mg
Leher : TVJ R-2 cmH2o - Hipokalemia
Thorax : (2,0)
- SP : Vesikuler
- ST : -
Abdomen : Tampak
membesar simetris.
Hepar teraba 5 jari
bawah arkus kosta,
pinggir rata, permukaan
reguler.
Ekstremitas : Oedem
sup/inf (-/-)
CA 19-9 >1200
24/10/16 Jaundice Sens: CM - Obstructive - Tirah baring
05.30 (+), perut TD : 120/70 mmHg jaundice ec Ca - Diet hati III
wib membesar HR : 83 x/i caput pancreas dd - IVFD D 5% 10
(+), RR : 27 x/i Ca ampula vateri gtt/i mikro
Temp : 37 oC dd CBD Stone - Spironolakton 1
LPB : 76 cm - Asites non sirotik x 100 mg
LPD : 80 cm - Hipokalemia - Inj. Cefotaxime 1
37

Mata : Conj. Anemis (-/- (2,0) gr / 8 jam


), sclera ikterik (+/+) - KSR 2x60 mg
Leher : TVJ R-2 cmH2o
Thorax :
- SP : Vesikuler
- ST : -
Abdomen : Tampak
membesar simetris.
Hepar teraba 5 jari
bawah arkus kosta,
pinggir rata, permukaan
reguler.
Ekstremitas : Oedem
sup/inf (-/-)
38

BAB 4
DISKUSI KASUS

NO TEORI KASUS
1. Definisi
Istilah jaundice berasal dari Pasien mengeluhkan kuning pada
bahasa Perancis “jaune”, yang mata kemudian menyebar ke seluruh
berarti “kuning” atau ikterus tubuh
(berasal dari bahasa Yunani,
icteros) menunjukkan pewarnaan
kuning pada kulit, sklera atau
membran mukosa sebagai akibat
penumpukan bilirubin yang
berlebihan pada jaringan.
2. Etiologi
Penyebab paling sering pada Pada pasien didapatkan hasil CT
ikterus obstruksi atau obstructive SCAN kontras IV dengan dd Ca
jaundice adalah adanya batu caput pancreas dan Ca ampula vateri.
saluran empedu dan keganasan Pada USG didapati multiple CBD
yang terjadi pada pankreas. stone. Pada hasil pemeriksaan lab
Penyebab lain yang relatif jarang didapati peningkatan CEA serta CA
adalah pankreatitis, kolangitis, 19-9. Hal ini lebih mengarahkan
karsinoma ampula vateri, dan kepada etiologi Ca caput pankreas.
lain-lain.
3. Manifestasi Klinis Pada pasien ini dijumpai :
1. Ikterus 1. Kuning seluruh tubuh
2. Nyeri perut 2. Nyeri perut
3. Warna urin pekat seperti teh 3. Warna urin seperti teh pekat
4. Penurunan berat badan
4. Feces seperti dempul
5. Penurunan nafsu makan
(pucat/akholis)
39

5. Pruritus
6. Anoreksia, nausea dan
penurunan berat badan
7. Demam
8. Pembesaran hepar dan
kandung empedu
4. Pemeriksaan fisik  Anorexia dijumpai pada os sejak
Pada pemeriksaan fisik, 1 bulan terakhir
ditemukan beberapa kelainan  Penurunan berat badan juga
dari setiap penyebab obstructive ditemukan ± 6 kg dalam 1 bulan
jaundice. Anoreksia, penurunan
berat badan, dan anemia yang
diiringi dengan adanya jaundice,
menandakan bahwa terjadinya
jaundice tersebut karena adanya
proses malignansi. Selain itu,
dengan adanya kandung empedu
yang dapat dipalpasi juga
mengindikasikan proses
malignansi yang sedang terjadi
pada kandung empedu.
40

5. Pemeriksaan penunjang  Pada pasien terjadi peningkatan


 Dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan bilirubin direk
Bilirubin :Peningkatan kadar menandakan adanya obstruksi
bilirubin indirek lebih sering pada aliran ekskresi empedu yang
terjadi akibat adanya diakibatkan oleh proses post
penyakit hepatoseluler, hepatik. Pada pasien akibat Ca
sedangkan apabila terjadi caput pankreas.
peningkatan bilirubin direk  Pada pemeriksaan pasien USG,
biasanya terjadi karena dijumpai kesan multiple stone
adanya obstruksi pada aliran CBD sinistra.
ekskresi empedu yang  CEA : 54,88 ng/mL.
diakibatkan oleh proses post  Pada pasien hasil CA 19-9 >
hepatik. 1200
 Pemeriksaan USG sangat  Hasil CT Scan kontras IV: suspek
berperan dalam mendiagnosa lesi hiperdens di abdomen tengah
penyakit yang menyebabkan disertai dilatasi bilier intrahepatic
obstructive jaundice, dan dengan diagnosis banding Ca
merupakan langkah awal caput pancreas,suspek massa
sebelum melangkah ke ampula vateri.
pemeriksaan yang lebih
lanjut apabila diperlukan.
Yang perlu diperhatikan
adalah: Besar, bentuk, dan
ketebalan dinding kandung
empedu, ada atau tidaknya
massa padat di dalam lumen,
serta bila terdapat kecurigaan
penyebab obstructive
jaundice adalah karena
karsinoma pankreas, dapat
41

terlihat adanya pembesaran


pankreas lokal maupun
menyeluruh, perubahan
kontur pankreas, penurunan
ekhogenitas, serta dapat
ditemukan adanya pelebaran
duktus pankreatikus.
 Tumour marker seperti CEA
digunakan untuk
memperkuat sangkaan tumor
sebagai etiologi dari
obstructivejaundice. CEA
biasanya didapati meningkat
pada malignansi
gastrointestinal. Dijumpai
40-45% meningkat pada Ca
pankreas. Marker yang lebih
sensitif adalah CA 19-9
karena 75-80% pasien
dengan Ca pankreas akan
ditemukan peningkatan CA
19-9.
 CT scan digunakan untuk
menggambarkan keseluruhan
abdomen dan pelvis yang
merupakan modalitas awal
untuk mendeteksi adanya
kelainan pada organ-organ
abdomen.
42

6. Penatalaksanaan Aktivitas : Tirah baring


Prinsip tata laksana Diet : Diet Hati III
obstructivejaundice adalah tata Tindakan suportif : IVFD D 5% 10
laksana etiologi dan gtt/mikro
simptomatik. Medikamentosa :
Tujuan penatalaksanaan adalah - Spironolakton tab 1 x 100mg
untuk menghilangkan - KCl 2 Flc dalam 500 cc NaCl
penyumbatan atau mengalihkan 0,9%, 20 gtt/I mikro
aliran empedu. Tindakan dapat - IVFD Albumin 20% 1 Fls
berupa pembedahan atau - Inj. Cefotaxime 1 gr / 8 jam
drainase.
43

KESIMPULAN

Pasien perempuan, TM usia 64 tahun, berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang telah didiagnosis menderita Obstructive Jaundice e.c Ca
caput pancreas dengan Asites non sirotik dengan hipoalbuminemia dan hipokalemia.
Pasien dirawat inap dengan diberi tatalaksana berupa tirah baring, diet hati III, IVFD D
5% 10 gtt/i mikro, Spironolakton tab 1 x 100mg, Inj. Cefotaxime 1 gr / 8 jam, KCl
2 Flc dalam 500 cc NaCl 0,9%, 20 gtt/I mikro, dan IVFD Albumin 20% 1 Fls. Saat
ini, pasien masih dirawat inap di RA1 ruang III.2.1.
44

DAFTAR PUSTAKA

1. Gillot, Caroline. Jaundice: Causes, Symptomps, and Treatements [serial


online] 2015 August Available from
http://www.medicalnewstoday.com/articles/165749.php
2. Bonheur, Jennifer Lynn. Billiary Obstruction [serial online] 2015 March
Available from http://www.emedicine.medscape.com/article/187001-
overview#a4.
3. NHS Choices. Jaundice [serial online] 2015 February Available from
http://www.nhs.uk/conditions/Jaundice/Pages/Introduction.aspx
4. Ahmadsyah I. Ikterus dalam bedah. In: Roeksoprodjo S, editor: Kumpulan
kuliah ilmu bedah. 1st ed. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.p. 83-8.
5. Gameraddin, M., Omer, S., Salih, S., Elsayed, S.A. and Alshaikh, A.(2015)
Sonographic Evaluation of Obstructive Jaundice. Open Journal of Medical
Imaging,5, 24-29.
6. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Dalam:Buku Ajar Ilmu
Bedah. 2ndEd. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC,
2003. Hal: 181-192.
7. Irwana, O. Ikterus. Fakultas Kedokteran, Universitas Riau. Pekanbaru. 2009.
8. Sulaiman HA. Pendekatan Terhadap Pasien Ikterus. Dalam: Laparoskopi dan
Biopsi Hati,Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi Ketiga. Editor:
Sjaifullah Noer HM. Jakarta : Balai penerbit FK UI 1997 :233-6.243-50.
9. Vlahcevic ZR, Heuman DM. Bilirubin Metabolism, Hyperblirubinemia and
Approach to The Jaundiced Patient. Diseases of the Liver, Gall Bladder and
Bile Ducts. In: Cecil’s Textbook of Medicine [CD ROM] Section 146.
10. Humes DH, L Herbert. Approach to The Patient with Jaundice. Billiary Tract
Disease. Disorders of the Pancreas Liver and Billiary Tract. In: Kelley’s
Textbook of Internal Medicine 4th edition. Lippincott, Williams & Wilkins
publisher. Boston, 2000. [CD ROM]
11. Davey P. Ikterus. In: At a Glace Medicine. Jakarta: Erlangga Medical Series,
2006.
45

12. Chandrasinghe PC, Liyang C, Deen KI, Wijesuriya SR. Obstructive


jaundicecaused by a biliary mucinous cystadenoma in a woman: a case
report.Journal of medical case report, 2013, 7: 278.
13. Kim JY, Kim SH, Eun HW, Lee MW, Lee JY, Han JK et al. Diffentiation
between biliary cystic neoplasms and simple cysts of the liver: accuracy of
CT. AJR 2010; 195: 1142-8.
14. Siregar, Erina. Pola Kuman di Duktus Biliaris Komunis dan Test
Resistensi/Sensitivitas Terhadap Antimikroba pada Pasien Obstructive
jaundice di Divisi Bedah Digestif. Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit
Hasan Sadikin, Universitas Padjajaran. Bandung. 2011.
15. Constantin tirziu. Jaundice obstruction syndrome. Current health sciences
journal 2010; 37: 2.
16. Guyton, Arthur, and John Hall, John. Textbook of Medical Physiology,
Saunders, September 2005, ISBN 978-0-7216-0240-10
17. Zen Y, Psdica F, Patcha VR, Capelli P, Zamboni G, Casaril A et al. Mucinous
cystic neoplasms of the liver: a clinicopathological study and comparison
with intraductal papillary neoplasms of the bile duct. Modern pathologi
journal 2011; 24: 1079-89.
18. Brunicardi FC. Schwartz’s principles of surgery. 8th ed. 2007. New york:
McGraw hill companies.
19. Arif, M. Et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Edisi III. Jakarta.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 503-05.
20. Hanada K, Liboshi T, Ishii Y. 2009. Endoscopic ultrasound-guided
choledochoduodenostomy for palliative biliary drainage in cases with
inoperable pancreas head carcinoma. Dig Endosc: S75-8
21. Lee JG. 2009. Diagnosis and management of acute cholangitis. Nat Rev
Gastroenterol Hepatol
22. Ferri FF. 2008. Cholelitiasis.Ferri’sClinical Advisor. Edisi 10. USA. Mosby
Elsevier

Anda mungkin juga menyukai