Syok Anafilaktik
NitaWulandari 30101307025
Pembimbing:
dr. Taufik, Sp.An
BAB I
PENDAHULUAN
2.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui penegakan
diagnosis dan penanganan Syok Anafilaktik sehingga dapat mengurangi
morbiditas maupun mortalitas.
1.2.2 Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus penulisan referat ini adalah:
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anafilaktik merupakan reaksi alergi yang dimediasi IgE. Jika seseorang
sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap
antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas yang merupakan suatu
reaksi anafilaktik yang dapat berujung pada syok anafilaktik.2,3 Hal ini
disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera
setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik
merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaktik yang merupakan
syok
distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi
mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang
dapat menyebabkan terjadinya kematian.4
2.2 Etiologi
Etiologi terjadinya reaksi anafilaktik yaitu:2
a. Obat-obatan (antibiotik golongan B-lactam, insulin, streptokinase)
b. Makanan (kacang-kacangan, telur, ikan laut)
c. Protein (antitoksin tetanus, transfusi darah)
d. Bisa binatang
e. Lateks
Selain itu, latihan maupun terpapar udara dingin (pada pasien dengan
Cryoglobulinemia) dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaktik. Riwayat
keluarga atopi tidak meningkatkan risiko kejadian anafilaktik, namun dapat
meningkatkan risiko kematian ketika reaksi anafilaktik terjadi.2
2.3 Patofisiologi
5
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran
makan ditangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen
tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13)
yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadisel Plasma (Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian
terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan
basofil.1,3,4
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen
yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E
spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator
vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan
vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.1,3,4
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membran sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin
(PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly
formed mediators. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang
kompleks (anafilaktik) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau
basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin
memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang
nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi. Serotonin
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi
otot polos.
Platelet activating factor (PAF) berefek bronkospasme dan
meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit.
Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin
leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.1,3,4
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan
terjadinya fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini
menyebabkan penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun
7
sistem kardiovaskular, dan GI tract. Satu atau lebih area mungkin terkena,
dan gejalanya tidak harus diawali gejala ringan (urtikaria) terlebih dahulu
sampai berat (obstruksi saluran nafas, atau syok).2
Gejala bervariasi dari ringan sampai berat, seperti gatal, urtika,
bersin, rhinorea, nausea, kram abdomen, diare, dispneu, palpitasi, dan pusing.
Keadaan syok ditandai dengan
1
0
2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Reaksi anafilaktik
mungkin terjadi jika ditemui beberapa gejala disertai gejala mendadak berikut
ini:2
a. Syok
b. Gejala respiratori (dispneu, stridor, wheezing)
c. Dua atau lebih gejala lain (angioedema, rhinorea, dan gejala GI tract).
2.7 Penatalaksanaan
Tindakan pertama yang paling penting dilakukan adalah
mengidentifikasi dan menghentikan kontak dengan alergen yang diduga
menyebabkan reaksi anafilaktik. Segera baringkan penderita pada alas yang
keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran
darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan
tekanan darah.1,3,4,6
Tindakan selanjutnya adalah penilaian airway, breathing, dan
circulation dari tahapan resusitasi jantung paru untuk memberikan kebutuhan
bantuan hidup dasar.
o Airway / penilaian jalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas
agar tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar,
posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi
jalan napas, yaitu dengan melakukan triple airway manuver yaitu ekstensi
kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut. Penderita dengan
sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif,
melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
o Breathing support segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada
tanda-tanda bernapas spontan, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke
hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial.
Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong
dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen 5-10
liter/menit.
o Circulation support yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.1,3,4,6
1
7
Obat-obatan
Sampai sekarang adrenalin masih merupakan obat pilihan pertama
untuk mengobati syok anafilaktik. Obat ini berpengaruh untuk meningkatkan
tekanan darah, menyempitkan pembuluh darah, melebarkan bronkus, dan
meningkatkan aktivitas otot jantung. Adrenalin bekerja sebagai penghambat
pelepasan histamin dan mediator lain yang poten. Mekanisme kerja adrenalin
adalah meningkatkan cAMP dalam sel mast dan basofil sehingga
menghambat terjadinya degranulasi serta pelepasan histamine dan mediator
lainnya. Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh
darah arteri dan memicu
10
Terapi Cairan.
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena
untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular
12
Observasi
Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok
anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan.
Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian
harus seoptimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan
transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus
tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung. Kalau syok
sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus
diobservasi dulu selama selama 24 jam, 6 jam berturut-turut tiap 2 jam sampai
keadaan fungsi membaik.
Hal-hal yang perlu diobservasi adalah keluhan, klinis (keadaan
umum, kesadaran, vital sign, dan produksi urine), analisa gas darah,
elektrokardiografi, dan komplikasi karena edema laring, gagal nafas, syok dan
cardiac arrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan
cardiovaskuler. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan,
infark miokard, aborsi, dan gagal ginjal juga pernah dilaporkan. Penderita yang
telah mendapat adrenalin lebih dari 2-3 kali suntikan, harus dirawat di rumah
sakit.8
14
15
Gambar3. AlgoritmaResusitasiSyokAnafilaktik
16
Pencegahan
Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam penetalaksanaan
syok anafilaktik terutama yang disebabkan oleh obat-obatan. Melakukan
anamnesis riwayat alergi penderita dengan cermat akan sangat membantu
menentukan etiologi dan faktor risiko anafilaktik. Individu yang mempunyai
riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap
banyak obat, mempunyai resiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya
syok anafilaktik.4
Melakukan skin test bila perlu juga penting, namun perlu diperhatian
bahwa tes kulit negatif pada umumnya penderita dapat mentoleransi
pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan
mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit
negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi
sebesar 1-3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila
tes kulit positif.4
Dalam pemberian obat juga harus berhati-hati, encerkan obat bila
pemberian dengan jalur subkutan, intradermal, intramuskular, ataupun
intravena dan observasi selama pemberian. Pemberian obat harus benar-
benar atas indikasi yang kuat dan tepat. Hindari obat-obat yang sering
menyebabkan syok anafilaktik. Catat obat penderita pada status yang
menyebabkan alergi. Jelaskan kepada penderita supaya menghindari
makanan atau obat yang menyebabkan alergi. Hal yang paling utama adalah
harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi reaksi anfilaksis
serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan.
Desensitisasi alergen spesifik adalah pencegahan untuk kebutuhan jangka
panjang.4
2.8 Prognosis
Penanganan yang cepat, tepat, dan sesuai dengan prinsip
kegawatdaruratan, reaksi anafilaktik jarang menyebabkan kematian. Namun
17
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA