Anda di halaman 1dari 19

KONSEP DASAR DHF (Dengue Hemorhagic Fever)

1. Definisi
Dengue Hemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigtan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy, 1995).
Demam berdarah (DB) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus
Aedes, misalnya Aedes aegypty atau Aedes albopictus. Terdapat empat jenis virus
dengue berbeda, namun berelasi dekat yang dapat menyebabkan demam berdarah. Virus
dengue merupakan virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Penyakit demam
berdarah ditemukan di daerah tropis dan subtropis di berbagai belahan dunia, terutam di
musim hujan yang lembap. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap
tahunnya terdapat 50 – 100 juta kasus infeksi virus dengue di seluruh dunia.
Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty
dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 1995)

2. Etiologi
Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue yang merupakan
virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat
menyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah
terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus
dengue yang berbeda. Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi
pertama justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat
terinfeksi untuk kedua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus
dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu
kali akibat adanya sistem imun tubuh yang telah terbentuk.
Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Aedes
aegypty dan Aedes albopictus. Aedes aegypty adalah vektor yang paling banyak
ditemukan menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah
menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Virus dengue tersebut
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah,
sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Sesudah masa inkubasi virus di dalam
nyamuk selama 8 – 10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue
tersebut ke manusia sehat yang digigitnya. Nyamuk betina juga dapat menyebarkan virus
dengue yang dibawanya ke keturunannya melalui telur (transovarial). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh virus dengue, serta dapat pula
berperan sebagai sumber infeksi bagi monyet lainnya bila digigit oleh vektor nyamuk.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
Aedes aegypti, nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
yang merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita: 2000;
420)

3. Faktor Resiko
Tingkat risiko terjangkit penyakit demam berdarah meningkat pada seseorang
yang memiliki antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi pertama. Selain itu, risiko
demam berdarah juga lebih tinggi pada wanita, seseorang yang berusia kurang dari 12
tahun, atau seseorang yang berasal dari ras Kaukasia.
Berikut merupakan ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang
merupakan vektor pembawa penyakit Dengue:
a. Hidup di dalam ruangan, tempat genangan air dan kumuh
b. Sulit untuk ditangkap karena mereka bergerak sangat cepat, melesat maju mundur
c. Mereka menggigit pada pagi atau siang hari
d. Bersembunyi di bawah perabot dan sering menggigit orang di sekitar kaki atau
pergelangan kaki.
e. Gigitan relatif tidak sakit, sehingga orang mungkin tidak melihat mereka sedang
tergigit.
f. Nyamuk demam berdarah dewasa lebih memilih untuk beristirahat di daerah gelap.
Tempat beristirahat favorit berada di bawah tempat tidur, meja dan kursi, di lemari
pakaian atau lemari, di tumpukan cucian kotor dan sepatu, dalam wadah yang
terbuka, di ruang yang gelap dan tenang, dan bahkan pada objek gelap seperti pakaian
atau perabot.
g. Nyamuk demam berdarah terkadang dijuluki ‘kecoa nyamuk’ karena benar-benar
dijinakkan dan lebih memilih untuk tinggal di sekitar rumah-rumah penduduk.
Mereka berkembang biak bukan di rawa-rawa atau saluran dan sangat jarang
menggigit pada malam hari.
h. Nyamuk demam berdarah lebih suka menggigit manusia pada siang hari. Sebuah cara
yang efektif untuk membunuh nyamuk dewasa adalah untuk menerapkan sisa
insektisida ke daerah dimana mereka lebih suka untuk beristirahat.
Beberapa faktor penularan DBD sebagai berikut:
- Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cepat
- Mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana trransportasi dan
terganggu atau melemahnya pengendalian populasi sehingga memungkinkan
terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa) DBD.
- Kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk
menyediakan rumah yang layak dan sehat
- Pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar
- Pendidikan dan pekerjaan masyarakat, jarak antar rumah, keberadaan tempat
penampungan air, keberadaan tanaman hias dan pekarangan.

4. Epidemiologi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dan mengakibatkan spektrum menifestasi klinis yang bervariasi antara yang
paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam dengue yang disertai renjatan atau
dengue shock syndrome (DSS). Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali
lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke negara-negara baru dan dalam dekade ini,
dari kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wilayah
tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia.
Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di daerah
perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain Amerika
Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan
sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan
22.000 kematian setiap tahun. Diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen
populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus
dengue melalui gigitan nyamuk setempat.
Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik
bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian pada anak, 90%
diantaranya menyerang anak dibawah 15 tahun. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu
terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) DBD di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun
1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800
orang lebih. Pada tahun-tahun berikutnya, jumlah kasus terus meningkat tetapi jumlah
kematian mengalami penurunan yang berarti dibandingkan tahun 2004. Misalnya, jumlah
kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau case
fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan
kematian 1.384 orang atau CFR 0.89%. Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi
adalah pada kelompok umur <15 tahun (95%) dan mengalami pergeseran dengan adanya
peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15 – 44 tahun, sedangkan proporsi
penderita DBD pada kelompok umur >45 tahun sangat rendah seperti yang terjadi di
Jawa Timur berkisar 3,64%.

5 Patofisiologi DHF
Resiko syok
Hipovolemia

syok

kematian

6. Tanda dan Gejala DHF


- Gejala utama DHF dapat dikategorikan menjadi empat yakni demam tinggi, fenomena
pendarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi.
a. Demam
Penyakit ini didahului oleh demem tinggi yang mendadak, tanpa sebab yang
jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, naik turun, tidak mempan
dengan obat antipiretik. Biasanya pada hari ke 3,4,5 demam turun dan ini
merupakan fase kritis yang harus dicermati pada hari ke 6 karena dapat terjadi
syok.
b. Tanda-tanda pendarahan
Jenis pendarahan terbanyak adalah pendarahan kulit seperti uji tornikuet (+),
petekie, pendarahan konjungtiva. Pendarahan lain dapat berupa pendarahan
gusi, mimisan, melena, hematemesis, atau hematuria. Hasil uji tornikuet
dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekie dalam diameter 2,8 cm di
lengan bawah bagian depan termasuk lipatan siku.
c. Hepatomegali (pembesaran hati)
d. Syok
Syok terjadi setelah demam turun dengan disertai keluarnya keringat,
perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral extremitas teraba dingin.
Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi sebagai akibat dari
perembesan plasma. (Suroso, dkk, 2004: hal 13)

- Tanda dan gejala pasien DHF berdasarkan pengkajian pasien (Hadinegoro, 2006:10)

A Pola Nutrisi dan Metabolik


Gejala : Penurunan nafsu makan, mual muntah, haus, sakit saat menelan
Tanda : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, nyeri tekan
pada ulu hati
B Pola eliminasi
Tanda : Konstipasi, penurunan berkemih, melena, hematuri, (tahap lanjut)
C Pola aktifitas dan latihan
Tanda : Dispnea, pola nafas tidak efektif, karena efusi pleura
D Pola istirahat dan tidur
Gejala : Kelelahan, kesulitan tidur, karena demam/ panas/ menggigil
Tanda : Nadi cepat dan lemah, dispnea, sesak karena efusi pleura, nyeri
epigastrik, nyeri otot/ sendi
E Pola persepsi sensori dan kognitif
Gejala : Nyeri ulu hati, nyeri otot/ sendi, pegal-pegal seluruh tubuh
Tanda : Cemas dan gelisah
F Persepsi diri dan konsep diri
Tanda : Ansietas, ketakutan, gelisah
G Sirkulasi
Gejala : Sakit kepala/ pusing, gelisah
Tanda : Nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, dispnea,
perdarahan nyata (kulit epistaksis, melena hematuri), peningkatan
hematokrit 20% atau lebih, trombosit kurang dari 100.000/mm
H Keamanan
Gejala : Adanya penurunan imunitas tubuh, karena hipoproteinemia

7. Pemeriksaan Diagnostik DHF


Pemeriksaan diagnostic menurut Suroso, dkk,2004: hal 16
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
1) IgG dengue positif (dengue blood)
2) Trombosit menurun (<100.000/ul)
3) Hemoglobin meningkat >20%
4) Hematokrit meningkat 20% atau lebih
5) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
6) Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara
7) Hipoproteinemia (protein darah rendah)
8) Hiponatremia (NA rendah)
9) Pada analisa gas darah arteri menunjukkan asidosis metabolic PCO2 <35-40 mmHg,
HCO3 rendah.
b. Pemeriksaan urine
Pada pemeriksaan urine dijumpai albumin ringan.
c. Pemeriksaan seologi
Beberapa pemeriksaan serologis yang biasa dilakukan pada klien yang diduga terkena
DHF (Hadinegoro, 2006: 19) adalah:
a) Uji hemaglutinasi inhibisi (HI test)
b) Uji komplemen fiksasi (CF test)
c) Uji neutralisasi (N test)
d) IgM Elisa (Mac. Elisa)
e) IgG Elisa
d. Pemeriksaan radiology
a) Foto thorax
Pada foto thorax mungkin dijumpai efusi pleura.
b) Pemeriksaan USG
Pada USG didapatkan hematomegali dan splenomegali

8. Penatalaksanaan DHF
Pada dasarnya pengobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif. Menurut Ngastiyah
(2005: hal 344)
1. DHF tanpa renjatan
a. Tirah baring
b. Pemberian makanan lunak
c. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah dapat menyebabkan dehidrasi, maka
pasien diberikan banyak minum yaitu 1 ½ L-2 L dalam 24 jam. Dapat diberikan the
manis, sirup, susu, dan bila mau berikan oralit.
d. Demam tinggi diobati dengan obat antipiretik dan kompres air hangat
e. Jika kejang berikan luminal atau anti konvulsan lainnya untuk anak <1th dosis 50 mg
Im dan untuk anak >1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi, beri lagi
luminal dengan dosis 3mg/kb BB (anak<1th dan pada anak>1th diberikan 5 mg/kg
BB.
f. Infus diberikan apabila pasien terus muntah, tidak mau minum dan hematokrit
cenderung meningkat.
2. DHF disertai renjatan
Pasien yang mengalami renjatan harus segera dipasang infuse sebagai pengganti cairan
yang hilang akibat kebocoran plasma. Bila perlu berikan transfuse darah pada pasien
dengan pendarahan gastrointestinal yang hebat.

9. Pencegahan
1. Partisipasi Masyarakat
Upaya masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan secara individu atau
perorangan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah. Cara terbaik adalah
pemasangan kasa penolak nyamuk. Cara lain yang dapat dilakukan ialah (a) menggunakan
mosquito repellent (anti nyamuk oles) dan insektisida dalam bentuk spray, (b) menuangkan air
panas pada saat bak mandi berisi air sedikit, (c) memberikan cahaya matahari langsung lebih
banyak kedalam rumah (Soedarmo, 2005: 59).
2. Kebijakan Pemerintah
Penyusunan undang-undang harus mempertimbangkan komponen penting dalam program
pencegahan dan pengawasan virus Dengue dan nyamuk Aedes aegypti, yaitu mengkaji ulang dan
mengevaluasi efektifitas undang-undang, dirumuskan berdasarkan perundang-undangan sanitasi
yang telah diatur oleh Departemen Kesehatan, menggabungkan kewenangan daerah sebagai
pelaksana,mencerminkan koordinasi lintas sektor, mencakup seluruh aspek sanitasi lingkungan,
mencerminkan kerangka administrasi hukum yang ada dalam konteks administrasi secara
nasional dan sosialisasi undang-undang kepada masyarakat. Di Indonesia kelompok kerja
pemberantasan DBD disebut dengan POKJANAL DBD dan POKJA DBD tingkat
Desa/Kelurahan (Koban, 2005: 8). Diharapkan perilaku masyarakat akan berubah jika ada
peraturan dan kepastian hukum (law enforcement) yang mengikat dan mewajibkan setiap
anggota masyarakat untuk melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit DBD di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Apabila dilanggar akan dikenakan sanksi/hukuman yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku (Koban, 2005: 8).

3. Pemberantasan Vektor
Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan jentiknya. Menurut
Soedamo (2005: 60) jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penularan DBD meliputi:
3.1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa, dilakukan dengan cara penyemprotan
(pengasapan/fogging) dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat kebiasaan nyamuk
yang hinggap pada benda-benda tergantung, karena itu tidak dilakukan penyemprotan di
dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria. Insektisida yang
dapat digunakan adalah insektisida golongan organophosphat, misalnya malathion,
fenitrothion, dan pyretroid, sintetik misalnya lambda sihalotrin dan permetin (Soedamo,
2005: 60). Penyemprotan insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi penularan,
akan tetapi tindakan ini perlu diikuti dengan pemberantasan jentiknya agar populasi
nyamuk penular tetap dapat ditekan serendah-rendahnya. Sehingga apabila ada penderita
DBD tidak dapat menular kepada orang lain (Soedamo, 2005: 61).
3.2. Pemberantasan Larva (Jentik)
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2005: 14):
a. Kimia, yaitu dengan cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan
menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida). Ini dikenal dengan istilah
larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos. Formulasi
temephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang
digunakan 1 ppm atau 10 gr ( 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air.
Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Selain itu dapat
pula digunakan golonga insect growth regulator.
b. Biologi, yaitu dengan memelihara ikan pemakan larva yaitu ikan nila merah
(Oreochromosis niloticus gambusia sp.), ikan guppy (Poecillia reticulata), dan
ikan grass carp (Etenopharyngodonidla). Selain itu dapat digunakan pula Bacillus
Thuringiensis var Israeliensis (BTI) atau golongan insect growth regulator.
c. Fisik, yaitu dengan kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur). Menguras
bak mandi, bak WC, menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan,
drum dll), mengubur atau memusnahkan barang-barang bekas (kaleng, ban dll).
Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur
sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak
di tempat itu.

10. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit demam berdarah menurut Suroso, dkk (2004:hal 23) diantaranya :
a. Enselofalopati Dengue
Pada umumnya enselofalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan pendarahan. Enselofalopati Dengue dapat menyebabkan kesadaran pasien
menurun menjadi apatis atau somnolen, dapat juga disertai kejang.
b. Kelainan ginjal
Kelainan ginjal umi umnya terjadi pada fase terminal sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati
dengan mengganti volume intravascular
c. Oedem paru
Oedem paru merupakan komplikasi yang mungkin akan terjadi akibat pembarian
cairan yang berlebihan.
d. Syok, akibat kehilangan cairan yang berlebihan dan terjadinya perbesaran
plasma.
e. Asidosis metabolic, ini terjadi karena syok yang tidak diatasi secara adekuat.
f. Kematian

C. Asuhan Keperawatan pada pasien DHF


1. Pengkajian
1. Adanya faktor-faktor predisposisi:
a. Status imunologi seseorang
b. Strain virus/serotype virus yang menginfeksi
c. Usia
d. Lingkungan tempat tinggal yang kurang bersih
e. Kurangnya informasi mengenai DHF atau tingkat pengetahuan masyarakat tentang
DHF
2. Data khusus, meliputi:
a. Data subyektif
1) Lemah
2) Panas atau demam
3) Sakit kepala
4) Anoreksia (tidak mafsu makan, mual, sakit saat makan)
5) Nyeri ulu hati
6) Nyeri pada otot dan sendi
7) Pegal pada seluruh tubuh
8) Konstipasi
b.Data obyektif
1) Suhu tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
2) Mukosa kering, perdarahan pada gusi, lidah kotor
3) Tampak bintik merah pada kulit (ptekie) uji tournikuet positif, epistaksis,
(perdarahan pada hidung), ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
4) Nyeri tekan pada epigastrik
5) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limfa
6) Pada renjatan nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstrimitas dingin, gelisah,
sianosis perifer, nafas dangkal

3. Pemeriksaan Fisik
 Muka tampak merah. Pembengkakan sekitar mata, konjungtiva hiperemis, lakrimasi
dan fotopobia; Epitaksis; Bibir kering, kemungkinan sianosis; Perdarahan pada gusi.
 Pembesaran kelenjer limfe
 Nafas cepat, dispnea, takipnea
 Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta
perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena.
 Frekuensi BAK berkurang, BAB konstipasi atau diare, hematuria
 Dapat ditemukan nyeri tekan epigastrium, pembesaran hati, perdarahan dan ulserasi
gusi, hematemesis, dan malena
 Sadar sampai penurunan kesadaran, nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang
dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh.
 Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma).
 Kelainan pada beberapa fungsi antara lain :
a) Respirasi
Ditemukan batuk, pilek, sakit waktu menelan
b) Sirkulasi
Ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta
perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena
c) Eliminasi
Frekeunsi BAK berkurang, BAB konstipasi atau diare.
d) Makanan dan cairan
Mual, muntah, tak nafsu makan, diare, konstipasi.
e) Neurosensori
Sadar sampai penurunan kesadaran, nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,
tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada
seluruh tubuh.
f) Kulit
Terjadi petekie, ekimosis, hematoma, kemerahan pada kulit, kemerahan pada
muka
g) Aktivitas dan istirahat
Nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot
abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh.
h) Sistem hematologi
Perdarahan pada kulit ( petekie, ekimosis, hematoma ) serta perdarahan lain
seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena.

2. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke
ekstraseluler (kehilangan cairan secara aktif)
2. Hypertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
3. Nyeri epigastrik berhubungan dengan peningkatan sekresi gaster
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang

3.Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan
intraseluler ke ekstraseluler (kehilangan cairan secara aktif)
Kriteria Hasil

NOC : Fluid Balance

1. Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan perilaku yang perlu untuk memperbaiki
defisit cairan
2. Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine adekuat,
tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik
3. Volume cairan cukup, input cukup, output tidak berlebih

NIC : Fluid Management


No Intervensi Rasional
Menetapkan data dasar pasien
Kaji keadaan umum pasien (lemah,
untuk mengetahui dengan cepat
1 pucat, tachicardy) serta tanda – tanda
penyimpangan dari keadaan
vital
normalnya
Membrane mukosa, nadi normal
2 Memonitor status hidrasi
dan tekanan darah yang ortostatik
3 Pemberian cairan IV sangat
Berikan cairan IV sesuai program dokter
penting bagi pasien yang
mengalami defisit volume cairan
dengan keadaan umum yang
buruk karena cairan langsung
masuk kedalam pembuluh darah
dan pemberiannya dengan cara
berkolaborasi dengan dokter
Asupan cairan sangat
Anjurkan pasien untuk memperbanyak diperlukan untuk menambah
4
minum volume cairan tubuh

Untuk mengetahui penyebab


Kaji tanda dan gejala dehidrasi atau defisit volume cairan, jika
5 hipovolemik (riwayat muntah diare, haluaran urine < 25 ml/jam,
kehausan turgor jelek) maka pasien mengalami syok

Untuk mengetahui
6 Kaji perubahan haluaran urine dan keseimbangan cairan dan
monitor asupan haluaran tingkatan dehidrasi

2. Diagnosa: Hypertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

Kriteria Hasil

NOC: Fluid balance

1. Suhu tubuh 36-370 C


2. Pasien bebas dari demam.
NIC: fluid management, fluid monitoring

No Intervensi Rasional
1 Monitor temperatur tubuh Perubahan temperatur dapat
terjadi pada proses infeksi akut.

2 Observasi tanda-tanda vital (suhu, tensi, Tanda vital merupakan acuan


nadi, pernafasan tiap 3 jam atau lebih untuk mengetahui keadaan umum
sering). pasien.

3 Anjurkan pasien untuk minum banyak 1 Peningkatan suhu tubuh


½ -2 liter dalam 24 jam. mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan yang
banyak.

4 Berikan kompres dingin Menurunkan panas lewat


konduksi.

5 Berikan antipiretik sesuai program tim Menurunkan panas pada pusat


medis hipotalamus.

3. Diagnosa: Nyeri epigastrik berhubungan dengan peningkatan sekresi gaster

Kriteria Hasil

NOC : Pain Control

1. Nyeri berkurang atau hilang


2. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
3. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri

NIC : Pain Management


No Intervensi Rasional
Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
dengan skala nyeri (0 - 10), tetapkan tipe Untuk mengetahui berat nyeri
1
nyeri yang dialami pasien, respon pasien yang dialami pasien
terhadap nyeri

Dengan mengetahui faktor-faktor


Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut maka perawat dapat
2
reaksi pasien terhadap nyeri melakukan intervensi yang sesuai
dengan masalah klien

Berikan posisi yang nyata dan usahakan


Untuk mengurangi rasa nyeri
3 situasi ruang yang terang

Dengan melakukan aktivitas

Berikan suasana gembira bagi pasien, lain, pasien dapat sedikit


4
alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri melupakan perhatiannya
terhadap nyeri yang dialami

Tetap berhubungan dengan

Berikan kesempatan pada pasien untuk orang-orang terdekat atau teman


5 berkomunikasi dengan teman-teman atau membuat pasien bahagia dan

orang terdekat dapat mengalihkan perhatiannya


terhadap nyeri

Berikan obat analgetik (Kolaborasi Obat analgetik dapat menekan


6
dengan dokter) atau mengurangi nyeri pasien

4. Diagnosa: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang
Kriteria Hasil

NOC: nutritional status : food and fluid intake

1. Adanya minat/ selera makan.


2. Porsi makansesuai kebutuhan.
3. BB dipertahankan sesuai usia.
4. BB meningkat sesuai usia.
NIC: nutritional management, nutritional monitoring

No Intervensi Rasional
1 Monitor intake makanan Memonitor intake kalori dan
insufisiensi kualitas konsumsi
makanan.

2 Memberikan perawatan mulut sebelum Mengurangi rasa tidak nyaman


dan sesudah makan. dan meningkatkan selera makan.

3 Sajikan makanan yang menarik, Meningkatkan selera makan


merangsang selera dan dalam suasana sehingga meningkatkan intake
yang menyenangkan makanan.

4 Berikan makanan dalam porsi kecil tapi Makan dalam porsi besar/ banyak
sering. lebih sulit dikonsumsi saat pasien
anoreksia.

Timbang BB setiap hari. Memonitor kurangnya BB dan


5 efektifitas intervensi nutrisi yang
diberikan.

7 Konsul ke ahli gizi. Memberikan bantuan untuk


menetapkan diet dan
merencanakan pertemuan secara
individual bila diperlukan.

Daftar Pustaka

Widyastuti, Palupi. 2005. Pencegahan dan Pengendalian dengue dan demam berdarah dengue
Jakarta : EGC
WHO.2006. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian.
Ed 2. Jakarta : EGC
Sumihar, Rotua Sitorus. 2009. Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam
Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009
Gofir, Abdul. 2003. Diagnosa dan Terapi Kedokteran. Jakarta. Salemba Medika

Ners. Wiwik handayani S.Kep. dan dr.Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi jilid 1. Jakarta: Salemba
Medika.
Sritham, Sean. 2008. Disseminated Intravascular Coagulation.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/healthtopics.html. Diakses pada tanggal 18
September 2014 Pukul 6.06 WIB
Michael J. Fucci, DO. 2014. Disseminated Intravascular Coagulation.
http://www.med.nyu.edu/content?ChunkIID=96584. Diakses pada tanggal 18 September
2014 Pukul 6.15 WIB
Suyono, Selamet. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI
Effendy, Christantie. 1995. Perawatan Pasien DHF. Jakarta. EGC
World Health Organization. 2009. Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever)
Ngastiyah. 1995. Perawatan Anak Sakit. Jakarta. EGC
Gubler DJ. 2006. Dengue/dengue haemorrhagic fever: history and current status. Novartis
Found Symp Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta
Kristina, Isminah, Wulandari L. 2004. Demam Berdarah Dengue. Jakarta. Litbang Depkes

Chandra, Aryu. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko
Penularan. http://www.ejournal.litbang.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 18 September
2014 pukul 23.30 WIB
Achmadi, Umar Fahmi, dkk. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi: Demam Berdarah Dengue.
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai