Anda di halaman 1dari 24

KONSEP DASAR TEORI

A. PENGERTIAN
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri. (Depkes 2000)
Defisit perawatan diri adalahgangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri ( mandi, berhias, makan, toileting). (Nurjanna, 2004)
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemmapuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktifitas perawatan diriuntuk diri sendiri : mandi; berpakaian dan
berhias untuk diri sendiri: aktifitas makan sendiri; dan aktifitas eliminasi sendiri
(Herdman, 2012)
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri
adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan
untuk dirinya ( Poter & Perry, 2005)
B. JENIS- JENIS PERAWAWATAN DIRI
 Kurang perawatan diri : mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas mandi / kebersihan diri.
 Kurang perawatan diri: Mengenakan pakaian / berhias
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan
memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
 Kurang perawatan diri : makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan akivitas makan
 Kurang perawatan diri : toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004)

33
Komponen perawatan diri
Pada konsep manajemen keperawatan pasien yang dirawat inap akan
dikategorikan berdasarkan tingkat ketergantungan yang dialaminya. Swansburg
(1999) mengelompokkan ketergantungan pasien menjadi lima kategori, yaitu:
1. Kategori I: Perawatan Mandiri, meliputi:
a. Aktivitas makan dan minum dapat dilakukan secara ,mandiri atau dengan
sedikit bantuan. Merapikan diri, kebutuhan eliminasi dan kenyamanan posisi
tubuh dapat dilakukan secara mandiri
b. Keadaan umum : baik, seperti klien yang masuk tumah sakit untuk keperluan
pemeriksaan/ check up atau bedah minor
c. Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi, membutuhkan
penjelasan untuk setiap prosedur tindakan, membutuhkan penjelasan untuk
persiapan pulang dan emosi stabil
d. Pengobatan dan tindakan idak ada, atau hanya pengobatan dan tindakan
sederhana.
2. Kategori II : Perawatan Minimal, meliputi:
a. Aktivitas makan dan minum perlu bantuan dalam persiapnnya dan masih dapat
makan sendiri. Merapikan diri perlu sedikit bantuan. Kebutuhan eliminasi
perlu dibantu ke kamar mandi atau meggunakan urinal. Kenyamanan posisi
tubuh dapat melakukan sendiri dengan sedikit bantuan.
b. Keadaan umum tampak sakit ringan, perlu pemantuan tanda vital
c. Kebutuhan pendidikan kesehatan dan sukungan emosi membutuhkan waktu
10-15 menit per shift, sedikit bingung atau agitasi, tapi terkendali dengan obat
d. Pengobatan dan tindakan membutuhkan waktu 20-30 menit per shift, perlu
sering dievaluasi keefektifan pengobatan dan tindakan, perlu observasi status
mental setiap 2 jam.
3. Kategori III: Perawatan Moderat, meliputi:
a) Aktivitas makan dan minum harus dsuapi, masih dapat mengunyah dan
menelan. Merapikan diri tidak dapat melakukan sendiri. Kebutuhan eliminasi
disedikan pispot/ urinal, sering ngompol. Kenyamanan posisi tubuh
bergantung pada bantuan perawat.
b) Keadaan umum : gejala sakit, biasa hilang timbul, perlu pemantuan fisik dan
emosi tiap 2- 4 jam. Klien dengan infus, perlu dipantau setiap 1jam.

34
c) Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi membutuhkan waktu
10-30 menit per shift, helisah, menolak bantuan, cukup dikendalikan dengan
obat.
d) Pengobatan dan tindakan, membutuhkan waktu 30 – 60 menit per shift, perlu
sering diawasi terhadap efek samping pengobatan dan tindakan, perlu
observasi status mental setiap 1 jam.
4. Kategori IV : Perawatan Ekstensif ( Semi Total) meliputi:
a) Aktivitas makan dan minum tidak bisa menunyah dan menelan, perlu makan
lewat sonde. Merapikan diri perlu di urus semua, dimandikan, penataan rambut
dan kebersihan mulut. Kebutuhan eliminasi sering ngompol lebih dari 2 kali
per shfit. Kenyamanan posisi tubuh perlu dibantu oleh 2 orang.
b) Keadaan umum, tampak sakit berat, perlu sering dipantau.
c) Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi membutuhkan waktu
lebih dari 30 menit per shift, gelisah, agitasi dan tidak dapat dikendalikan
dengan obat.
d) Pengobatan dan tindakan, membutuhkan waktu lebih dari 60 menit per shift,
perlu observasi status mental setiap kurang dari 1 jam.
5. Kategori V : Perawatan Intensif (Total)
Pada kategori ini pemenuhan kebutuhan dasar seluruhnya bergantung pada
perawat. Keadaan umum harus diobservasi secara terus- menerus. Perlu frekuensi
pengibatan dan tindakan yang lebih sering, maka klien harus dirawat oleh seorang
perawat per shift.

RENTANG RESPON PERAWATAN DIRI

ADAPTIF MALADAPTIF

Pola perawatan
Pola perawatan Tidak melakukan
Diri seimbang perawatan diri
Diri Kadang Dilakukan

35
C. ETIOLOGI
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2003) penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut:
 Kelelahan fisik
 Penurunan kesadaran

Proses Terjadinya Defisit Perawatan Diri

Stuart (2009) mendefinisikan stressoe predisposisi sebagai factor resiko yang


menjadi sumber dari individu untuk menghadapi stress baik yang biologis, psikososial
dan social kultural. Stuart (2009) membedakan stressor predisposisi menjadi tiga,
meliputi biologis, psikologis, dan social budaya. Stress predisposisi ini kejadiannya
telah berlalu. Penjelesan secara rinci tentang ketiga stressor predisposisi tersebut
sebagai berikut:

1. Faktor Predisposisi
a. Biologis, terkait dengan adanya neurupatologi dan ketidakseimbangan dari
neurotrasnmiternya. Dampak yang dapat dinilai sebagai manifestasi adanya
gangguan adalah pada perilaku maladaptive klien (Towsend, 2005). Sevara
biologi riset neurobiological memfokuskan pada tiga area otak yang dipercaya
dapat melibatkan deficit perawatan diri yaitu system limbik, lobus frontalis dan
hypothalamus.

Sistem Limbik merupakan cincin kortek yang berlokasi dipermukaan medial


masing-masing hemisfer dan mengelilingi pusat katup serebrum. Fungsinya
adalah mengatur persarafan otonom dan emosi (Siliswati,et,al, 2005 : DStuart,
2009). Fungsi system limbic berikutnya adalah menyimpan dan meyatukan
informasimerupakan cincin kortek yang berlokasi dipermukaan medial masing-
masing hemisfer dan mengelilingi pusat katup serebrum. Fungsinya adalah
mengatur persarafan otonom dan emosi (Siliswati,et,al, 2005 : DStuart, 2009).
Fungsi system limbic berikutnya adalah menyimpan dan meyatukan
informasihubungan dengan emosi, tempat penyimpanan memori dan pengolahan
informasi. Disfungsi pada system limbic menghadirkan beberapa gejala klinik
seperti hambatan emosi dan perubahan kepribadian, isyaratantara rangsangan dan
pengalaman masa lalu, emosi, perilaku saling mempengaruhi, adanya periode
peristiwa ketakutan, amukan, kemarahan dan keteganggan (Kaplan, Saddock &
Grebb, 1997). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa klien
dengan deficit perawatan diri mengalami gangguan pada system limbic sehingga
tidak bisa mengontrol perilaku untuk dapat merawat diri.

Lobus Frontal berperan penting menjadi media yang sangat berarti dalam
perilaku dan berfikir rasional, yang saling berhubungan dengan system limbic
(Suliswati, et al, 2005: Stuart, 2009). Menurut Townsend (2005) lobus frontal

36
terlibat dalam dua fungsi serebral utama yaitu control motoric gerakan voluntir
termasuk fungsi bicara, fungsi fikir dan control berbagai ekspresi emosi.
Kerusakan pada daerah lobus frontal dapat menyebabkan gangguan berfikir, dan
gangguan dalam bicara/ disorganisasi pembicaraan serta tidak mampu mengontrol
emosi sehingga berperilaku maladaptive. Klien deficit perawatan diri yang
mengalami kerusakan pada lobus frontal mengakibatkan timbulnya perilaku
maladaptive yaitu tidak mampu berperilaku unutk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.

Hypotalamus adalah bagian dari diensefalon yaitu bagian dalam serebrum


yang menghubungan otak tengah dengan hemisfer serebrum. Fungsi utamanya
adalah sebagai respon tingkah laku terhadap emosi dan juga mengatur mood dan
motivasi (Suiliswat, et al, 2005; Stuart, 2009). Kerusakan hipotalamus membuat
seseorang kehilangan mood dan motivasi sehingga kurang aktivitas dan malas
melakukan sesuatu. Apabila kerusakan hipotalamus terjadi pada klien defisit
perawatan diri, maka akan terjadi gangguan mood dan penurunan motivasi
sehingga mengakibatkan klien tidak dapat melakukan aktifitas perawatan diri.

Selain gangguan pada struktur otak, proses terjadinya gangguan deficit


perawatan diri berdasarkan factor biologis disebabkan juga oleh adanya kondisi
patologis dan ketidaksemibangan dari beberapa neurotransmitter.
Neurotransmitter itu adalah dopamine, serotonin, norepineprin dan asetilkolin.

Dopamine fungsinya mencakup regulasi gerak dan koorninasi, emosi,


kemampuan pemecahan masalah secara volunteer (Boyd & Nihart, 1998;
Suliswat, et al, 2005). Transmisi dopamine berimplikasi pada penyebab gangguan
emosi tertentu. Menurut Hawari (2001) fungsi kognitif (alam pikir), afektif (alam
perasaan) dan psikomotor (perilaku) pada klien skizofrenia dipengaruhi oleg
dopamine. Gangguan pada fungsi dopamine akan menyebabkan terjadinya
gangguan fungsi regulasi gerak dan koordinasi, emosi serta kemampuan
pemecahan masalah. Apabila gangguan fungsi dopamine ini terjadi pada klien
Skizofrenia, akan menyebabkan klien mengalami gangguan dalam regulasi gerak
dan koordinasi, emosi, serta kemampuan pemecahan masalah sehingga klien tidak
dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Serotonin berperan sebagai pengontrol nafsu makan, tidur, alam perasaan,


halusinasi, presepsi nyeri, muntah. Serotonin dapat mempengaruhi fungsi kognitif
yaitu alam pikir, afektif yaitu alam perasaan dan psikomotor yaitu perilaku
(Hawari, 2001). Menurut Wilkinson (2007) jika serotonin mengalami penurunan
akan mengakibatkan kecenderungan perilaku yang maladaptive. Pada klien
dengan deficit perawatan diri cenderung menunjukan perilaku maladaptive.
Perilaku maladaptive yang dapat dilihat yaitu tidak adanya aktifitas dalam
melakukan aktifitas perawatan diri seperti: mandi, berganti pakaian, makan dan
toileting.

37
Norepineprin ( Boyd & Nihart, 1998; Suliswati, et al, 2005) berfungsi untuk
kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; proses pembelajaran dan memori. Jika
terjadi penurunan kadar norepineprin akan mengakibatkan kelemahan yang
menunjukan kecenderungan klien menampilkan perilaku negative. Kelemahan
yang terjadi menyebabkan klien deficit perawatan diri perberilaku negative
seperti tidak melakukan aktivitas mandi, tidak berhias, tidak memperhatikan
makan dan minum serta tidak melakukan aktifitas toileting dengan benar.

Acetylcholine (Ach) (Boyd & Nihart, 1998) berperan penting untuk belajar
dan memori. Jika terjadi peningkatan acetylcholine akan dapat menurunkan atensi
dan mood. Penurunan atensi dan mood menyebabkan terjadinya perubahan fungsi
otak sebagai pusat pengatur perilaku manusia. Salah satu perilaku dari dampak
penurunan atensi dan mood ini adalah deficit perawatan diri. Pada klien deficit
perawatan diri terjadi penurunan atensi dan mood yang dapat dilihat dengan
adanya kurang perhatian untuk dirinya dan malas untuk beraktifitas. Defisit
perawatan diri tidak dapat dikendalikan hanya dengan psikofarmaka saja tetapi
melalui pendekatan psikoterapi yang mengubah perilaku maladaptive menjadi
perilaku adaptif salah satunya dengan menggunakan terapi perilaku: token
ekonomi.

Pada klien dengan deficit perawatan diri diperkirakan mengalami kerusakan


pada system limbic dan lobus frontal yang berperan dalam pemgendalian atau
pengontrolan perilaku, kerusakan pada hipotalamus yang berperan dalam
pengaturan mood dan motifasi. Kondisi kerusakan ini mengakibatkan klien deficit
perawatan diri tidak memiliki keinginan dan motivasi untuk berperilaku secara
adaptif melakukan aktifitas perawatan diri: mandi, berhias, makan minum dan
toileting. Klien deficit perawatan diri juga diperkirakan mengalami perubahan
pada fungsi neurotransmitter.

Perubahan dopamine, serotonin, norepineprin dan asetilkolin menyebabkan


adanya perubahan regulasi gerak dan koordinasi, emosi, kemampuan memecahkan
masalah; perilaku cenderung negative atau berperilaku maladaptive; terjadi
kelemahan serta penurunan atensi dan mood.

b. Psikologis, meliputi konsep diri, intelektualitas, kepribadian, moralitas,


pengalaman masa lalu, koping dan ketrampilan komunikasi secara verbal (Stuart,
2009). Beberapa aspek tersebut diperkirakan ikut berperan menjadi penyebab
secara psikologis terjadinya deficit perawatan diri.
Konsep diri, dimulai dari gambaran diri secara keseluruhan yang diterima secara
positif ayau negative oleh seseorang. Penerimaan gambaran diri yang negative
menyebabkan perubahan presepsi seseorang dalam memandang aspek positif yang
dimiliki. Peran merupakan bagian terpenting dari hadirnya konsep diri secara
utuh. Peran yang terlalu banyak dapat menjadi beban bagi kehidupan seseorang,

38
hal ini akan berpengaruh terhadap kerancuan dari peran dirinya dan dapat
menimbulkan depresi yang berat. Ideal diri adalah harapan, cita-cita serta tujuan
yang ingin diwujudkan atau dicapai dalam hidup secara realistis.
Identitas diri terkait dengan kemampuan seseorang dalam mengenal siapa dirinya,
dengan segala keunikannya. Harga diri merupakan kemampuan seseorang untuk
menghargai diri sendiri serta memberi penghargaan terhadap kemampuan orang
lain. Seseorang yang memandang dirinya secara negative sering mengabaikan
gambaran dirinya, tidak memperhatikan kebutuhannya dengan baik, sehingga
berakibat pula pada tidak terpenuhinya kebutuhan perawatan diri.
Intelektualitas ditentukan oleh tingkat pendidikan seseorang, pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan. Menurut Potter & Perry (2005) klien dengan defisist
perawatan diri cenderung memilki tingkat pengetahuan dan pendidikan yang
rendah, sehingga tidak mampu memutuskan untuk melakukan aktifitas perawatan
diri yang meliputi mansi, berhias, makan minum dan toileting.
Kepribadian, pada klien deficit perawatan diri biasanya ditemukan klien memilki
kepribadian yang tertutup. Klien tidak mudah menerima masukan dan informasi
yang berkaitan dengan kebersihan diri. Klien juga jarang bergaul dan cenderung
menutup diri. Klien memiliki ketidakmampuan untuk menevaluasi atau menilai
keadaan dirinya dan tidak mampu memutuskan melakukakn peningkatan keadaan
menjadi lebih baik.

Moralitas, klien deficit perawatan diri menganggap dirinya tidak berguna,


negative terhadap dirinya sendiri ini menyebabkan klien mengalami penurunan
motivasi untuk melakukan aktifitas perawatan diri. Kesimpulannya, adanya
penilaian diri yang negative menyebabkan tidak ad tanggung jawab secara moral
pada klien untuk melakukan aktifitas perawatan diri.
Menurut beberapa penjelasan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
konsep diri negative, inteketualitas yang rendah, kepribadian dan moralitas yang
tidak adekuat merupakan penyebab secara psikologis untuk terjadinya deficit
perawatan diri. Klien deficit perawatan diri memerlukan perhatian yang cukup
besar untuk dapat mengenmbalikan konsep diri yang seutuhnya.

c. Sosial Budaya, meliputi status social, umur, pendidikan, agama, dan kondisi
politik. Menurut Townsend (2005) ada beberapa hal yang dikaitkan dengan
masalah gangguan jiwa, salah satunya adalah dengan masalah status social.
Masyarakat dengan status social ekonomi yang rendah berpeluang lebih besar
untuk mengalami gangguan jiwa dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki
status social ekonomi tinggi. Factor social ekonomi tersebut meliputi kemiskinan,
tidak memadainya sarana dan prasarana, tidak adekuatnya pemenuhan nutrisi,
rendahnya pemenuhan kebutuhan perawatan untuk anggota keluarga, dan
perasaan tidak berdaya. Temasuk dalam factor social ekonomiadalah kemampuan
untuk menyediakan peralatan dan perlengkapan mandi: sabun, pasta gigi, sampo,
handuk, dll.

39
Potter & Perry (2005), mengemukakan factor-faktor yng memperngaruhi
praktik hygiene seseorang adalah citra tubuh, praktek social, status social
ekonomi, pendidikan yang rendah, pengetahuan, kultur budaya, motivasi kurang
dan kondisi fisik yang lemah.
Citra tubuh, merupakan konsep subyektif seseorang tentang penampilan fisiknya.
Citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan perawatan diri. Menurut Stuart
(2009) citra tubuh adalah kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak
disadari trerhadap tubuhnya, termasuk presepsii serta perasaan masa lalu dan
sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi. Dapat disimpulkann
bahwa citra tubuh sangat berpengaruh bagi seseorang terutama dalam hal
penampilan fisiknya, seseorang memiliki keyakinan terhadap ukuran, struktur,
fungsi dan penampilan diri untuk melakukan perawatan diri. Citra tubuh yang
negative meyebabkan penurunan motivasi melakukan aktifitas perawatan diri.
Tahap perkembangan, pelajaran kebersihan diri dari orang tua yang meliputi
kebiasaan keluarga, jumlah orang di rumah, dan ketersediaan peralatan kebersihan
diri merupakan beberapa factor yang dapat mempengaruhi perawatan kebersihan
diri. Remaja dapat menjadi lebih perhatian pada kebersihan diri karena ada
ketertarikan pada teman. Dapat disimpulkan bahwa perkembangan sangat
perpengaruh terhadap seseorang untuk melakukan perawatan diri sesuai dengan
usia dan kelompok kerja.

Pengetahuan, pengetahuan tentang pentingnya kebersihan diri dan


implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik kebersihan diri. Pembelajaran
yang diharapkan dapat menguntungan dalam mengurangi resiko lesehatan dan
memotivasi seseorang untuk memenuhi perawatan diri yang diperlukan. Semakin
rendah tingkat pengetahuan seseorang menyebabkan ketidakmampuan dalam
memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Kultur atau budaya, kepercayaan kebudayaan klien dan nilai pribadi


mempengaruhi perawatan diri. Kebudayaan di Asia kebersihan dipandang penting
bagi kesehatan. Beberapa Negara di Eropa, mandi biasa dilakukan hanya sekali
seminggu. Penjelasan diatas menunjukan bahwa kebiasaan yang dimiliki tiap
daerah ataupun bangsa dalam hal perawatan diri berbeda-beda, disesuaikan
dnegan letak geografis dan kebiasaan masyarakat setempat.
Motivasi, setiap orang memilki keinginan dan pilihan tentang waktu untuk mandi,
bercukur, dan melakukan perawatan rambut sesuai dengan kebutuhan. Seseorang
juga memilki pilihan mengenai bagaimana melakukan perawatan diri. Jika orang
tersebut tidak memilki motivasi, maka dia tidak mampu menentukan pilihan, hal
ini akan mempengaruhi terpenuhinya kebutuhan perawatan diri.

Kondisi fisik, orang yang mengalami atau menderita penyakit tertentu atau
yang menajalai operasi seringkali kekurangan energy fisik atau ketangkasan untuk
melakukan perawatan kebersihan diri. Menurut Wilkinson (2007) deficit

40
perawatan diri seringkali disebabkan oleh intoleransi aktifitas, hambatan mobilitas
fisik, nyeri, ansietas, gangguan kognitif atau presepsi.

Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa status


social ekonomi, pendidikan yang rendah, kurangnya pengetahuan, motivasi yang
kurang dan kondisi fisik yang lemah dapat mempengaruhi klien dalam
mempertahankan aktifitas pemenuhan perawatan diri, sehingga mengakibatkan
klien mengalami deficit perawatan diri.

Secara Umum:
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingungan memepengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

1. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/ lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri.
Menurut Depkes (2000) faktor- faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.

41
b. Prakik Sosial
Pada anak- anak selalu dimanja dalma kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya mmerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat enting karena pengetahuan yang baik
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada psien penderita diabetes mellitus
ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan
diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkuarang
dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.


a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik
yang sering terjadi adalah: Gangguan integritas kulit, gangguan
membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan
fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyama, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

42
2. Faktor Presipitasi

Stuart (2009) mendefiniskan stressor presipitasi sebagai suatu stimmulus yang


dipersepsikan oleh individu apakah dipersepsikan sebagai suatu kesempatan, tantangan,
ancaman/ tuntutan. Stressor presipitasi bisa berupa stimulus internal maupun eksternal
yang mengancam individu. Komponen stressor presipitasi terdiri atsa sifat, asal, waktu dan
jumlah stressor.

Sifat stesor, terjadinya defisit perawatan diri berdasarkan sifat teridir dari biologis,
psikologis, dan sosial budaya. Sifat stresor yang tergolong komponen biologis, misalnya
penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelanian struktur otak. Komponen psikologis,
misalnya : intelegensi, keterampilan verbal, moral, kepribadian, dan kontrol diri,
pengalaman yang tidak menyenangkan, kurangnya motivasi. Selanjutnya komponen sosial
nudaya, misalnya: adanya aturan yang sering bertentangan atara individu dan kelompok
masyarakat, tuntutan masyarakat yang tidak sesusai dengan kemampuan seseorang,
ataupun adanya stigma dari masyarakat terhadap seseorang yang mengalami gangguan
jiwa sehingga klien melakukan perilaku yang terkadang menentang hal tersebut yang
menurut masyarakat tidak sesuai dengan kebiasaan dan lingkungan setempat.

Asal stresor terdiri dari internal dan eksternal. Stresor internal atau yang berasal
dari sendiri seperti persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya, orang lain dan
lingkungannya, merasa tidak mampu, ketidakberdayaan. Stresor eksternal atau berasal dari
luar diri seperti kurangnya dukungan keluarga, dukungan masyarakat, dukungan
kelompok/ teman sebaya, dan lain- lain.

Stuart (2009) menjelaskan bahwa waktu dilihat sebagai dimensi kapan sresor
mulai terjadi dan berapa lama terpapar stressor sehingga menyebabkan munculnya gejala.
Lama dan jumah stresor yaitu terkait dengan sejak kapan, sudah berapa lama, bverapa kali
kejadiannya (frekuensi) serta junlah stresor. Bila baru pertama kalo terkena masalah, maka
penangannya juga memerlukan suatu upaya yang lebih intensif dengan tujuan untuk
pencegahan primer. Frekuensi dan jumlah stresor juga mempengaruhi individu, bila
frekuensi dan jumlah stresor lebih sedikit juga akan memerlukan penanganan yang
berbeda dibandingkan dengan yang mempunyai frekuensi dan jumlah stresor lebih banyak.
Dengan kata lain seorang perawat harus memahami kondisi stresor yang dialami oleh
seorang individu sehingga penangannya juga akan lebih baik.

43
Berbagai penyebab/ stresor dia atas, yang meliputi stessor predisposisi dan stresor
presipitasi yang dialami oleh klien defisit perawatan diri akan memnunculkan beberapa
respon. Respon – respon tersebut merupakan pikiran, sikap, tanggapan, perasaan dan
perilaku yang ditunjukkan klien terhadap kejadian yang dialami.

3. Penilaian Terhadap Stress

Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman
dalam berhubungan dengan orang lain. Biasnya klien berasal dari lingkungan yang penuh
permasalahn, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan
emosional dalm ahubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman.
Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha
mendapatkan rasa mana tetai hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan
sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hali ini menyebabkan ia mengembangkan
rasionalisasi dan mengaburkan realitas diri dengan kenyataan. Keadaan dimana seoranf=g
individu mengalami atau beresiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam menangani
stresor internal atau lingkungan dengan adekuat karena katidakadekuatan sumber- sumber
( fisik, psikologis,perlikau dan kognitif)

4. Sumber Koping

Menurut Herdman (2012), kemampuan individu yang harus dimiliki oleh klien defidit
perawatan diri adalah kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri dalam
pemenuhan kebutuhan mandi, berhias, makan dan minum, serta toiletinf. Sdangkan pada
klien defisit perawatan diri biasanya didapatkan data rendahnya motivasi klien yang sangat
mempengaruhi dalam kemapuan perawatan diri dan keterbatasan fisik serta
ketidakmampuan memanfaatkan dukungan sosial.

5. Mekanisme Koping

Mekanisme koping berdasatkan penggolonganyya dibagi menjadi 2 ( Stuart, GW, 2007)


yaitu:

1) Mekanisme koping adaptif

Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan


mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memnuhi kebutuhan perawatan diri
secara mandiri

44
2) Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah tidak
mau merawat diri.

D. TANDA GEJALA
1. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki
dan berbau, serta kuku panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berhias atau berpakaian, ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapih, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak
bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
4. Ketidakmampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan BAB atau BAK tidak
pada tempatnya, dan tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB atau
BAK.

E. MEKANISME KOPING
a. Regresi :
Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir mundur
kembali ke ciri tahap perkembangan sebelumnya. Nyoman, anak lelaki 4 tahun
sudah tidak BAB dab BAK dicelana serta artikulasi bicara sudah jelas, ketika
adiknya lahir ia kembali mengompol.
b. Penyangkalan :
Yaitu menghindari realita yang tidak menyebangkan dengan mengabaikan atau
menolak untuk mengakuinya. Contohnya: Ibu Made diberi tahu bahwa anaknya
meninggal, ia masuk ke kamar dan ketika melihat dan memeriksa jenazah
anaknya, ia menceritakan kepada tetangganya bahwa anaknya sedang tidur.
c. Isolasi diri, Menarik diri :
Yaitu memisahkan atau mengeluarkan dari komponen perasaan tentang pikiran,
kenangan atau pengalaman tertentu. Contohnya: Nn. Kadek Mahasiswa
keperawatan setiap kali memandikan pasien pria tidak merasa malu atau
canggung.
d. Intelektualisasi :

45
Pengguna logika dan alasan berlebihan untuk menghindari pengalaman yang
mengganggu perasaannya.
F. RENTANG RESPON KOGNITIF

Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri
sendiri adalah:

1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri


a. Bina hubungan saling percaya.
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Memimbing dan menolong klien merawat diri
a. Bantu klien merawat diri.
b. Ajarkan ketrampilan secara bertahap.
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari.
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi agar mudah dijangkau oleh klien.
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar
mandi yang dekat dan tertutup.

46
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Kurang perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan
diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat
kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias secara mandiri, dan toiletting:
Buang Air Besar (BAB), Buang Air Kecil (BAK) secara mandiri.

Berikut hal- hal yang haris dikaji pada pasien defisit perawtan diri:

 Subjektif:
Pasien mengatakan tentang:
1. Malas mandi
2. Tidak mau menyisir rambut
3. Tidak mau menggosok gigi
4. Tidak mau memotong kuku
5. Tidak mau berhias/ berdandan
6. Tidak bisa/ tidak mamu menggunakan ala mandi/ kebersihan diri.
7. Tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan dan minum
8. BAB dan BAK sembarangan
9. Tidak membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB dan
BAK
10. Tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar
 Objektif
1. Badan bau, kotor, berdaki, rambut kotor, gigi kotor, kuku panjang,
tidak menggunakan alat- alat mandi, tidak mandi dengan benar
2. Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapi, pakaian tidak
rapi, tidak mampu berdandan, memilih, mengambil, dan memakai pakaian,
memakai sandal, sepatu, memakai resleting, memakai barang- barang yang
perlu dalam berpakaian, melepas barang- barang yang perlu dalam berpakaian.
3. Makan dan minum sembarangan, berceceran, tidak menggunakan alat
makan, tidak mampu (menyiapkan makanan, memindahkan makanan ke alat
makan, memegang alat makan, membawa makanan dari piring ke mulut,
mengunyah, menelan makanan secara aman, menyelesaikan makan).

47
4. BAB dan BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri setelah
BAB dan BAK, tidak mampu (mnejaga kebersihan toilet, menyiram toilet)
(Kemenkes, 2012)
11. Tidak membersihkan diri dan teampat BAB Dokumentasi dan Asuhan Keperawatan
Panduan pengkajian pada pasien yang mengalami masalah kurang perawatan diri.
1. Status Mental
a. Penampilan :
 Tidak rapih.
 Penggunaan pakian tidak sesuai.
 Cara berpakaian tidak seperti biasanya.
 Kebersihan diri kurang.
 Badan bau keringat.
 Kuku panjang dan kotor.
b. Ketidakmampuan berhias/berdandan
 Rambut acak-acakan.
 Pakaian kotor dan tidak rapih.
 Pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri
 Ketidakmampuan mengambil makan sendiri.
 Makan berceceran.
 Makan tidak pada tempatnya.
d. Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri
 BAB/BAK tidak pada tempatnya.
 Tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.
2. Masalah keperawatan :
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………….

48
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang didapat ditetapkan diagnosa keperawatan: Kurang
Keperawatan Diri: (Kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK).

3. Tindakan Keperawatan

Tindakan Keperawatan untuk pasien

a. Tujuan:
1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
2) Pasien mampu melakukan berhias/ berdandan secara mandiri.
3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik.
4) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.

b. Tindakan keperawatan
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, perawat dapat melakukan
tahapan tindakan yang meliputi:
a) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
d) Melatih pasien mempraktekan cara menjaga kebersihan diri.

2) Melatih pasien berdandan/berhias


Perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu harus
dibedakan dengan wanita.

Untuk pasien laki-laki meliputi:

a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur untuk pasien pria

Untuk pasien wanita latihannya meliputi:

a) Berpakaian
b) Menyisir rambut

49
c) Berhias

3) Melatih pasien makan secara mandiri


Untuk melatih makan pasien perawat dapat melakukan tahapan sebagai berikut:
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan.
b) Mejelaskan cara makan yang tertib.
c) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan.
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.

4) Menganjurkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri


Perawat dapat melatih BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan berikut:
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai.
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB/BAK.

c. Tindakan keperawatan dengan menggunakan pendekatan Strategi Pelaksanaan


(SP)

 SP 1 Pasien: Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara merawat diri dan


melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri.

 SP 2 Pasien: Percakapan saat melatih pasien laki-laki berdandan:


1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Bercukur

 SP 3 Pasien: melatih berdandan untuk pasien wanita:


1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Berhias

 SP 4 Pasien: melatih pasien makan sendiri


1) Menjelaskan caramempersiapkan makan

50
2) Menjelaskan cara makan yang tertib
3) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan
4) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

 SP 5 Pasien: mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri


1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai.
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.

Tindakan Keperawatan Pada Keluarga

a. Tujuan
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami kurang perawatan diri.
b. Tindakan Keperawatan
Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri yang baik
maka saudara harus melakukan tindakan kepada keluarga agar keluarga dapat
meneruskan melatih pasien dan mendukung agar kemampuan pasien dalam perawatan
dirinya meningkat. Tindakan yang dapat saudara lakukan :
1. Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang di hadapi keluarga dalam
merawat pasien.
2. Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma.
3. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh
pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.
4. Ajurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan membantu
meningkatkan pasien dalam merawat diri (sesuai jadwal yang telah disepakati).
5. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien dalam
perawatan diri.
6. Latih keluarga cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri.
c. Tindakan keperawatan dengan menggunakan pendekatan Strategi Pelaksanaan (SP)
12. SP 1 Keluarga
Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang masalah perawatan diri
dengan cara merawat anggota keluarga yang mengalamimasalah kurang
perawatan diri.

51
13. SP 2 Keluarga
Melatih keluarga cara merawat pasien.
14. SP 3 Keluarga
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

Terapi Aktivitas Kelompok


Terapi kelompok yang dapat diberikan untuk pasien dengan masalah defisit perawatan
diri adalah :
 Sesi 1 : Manfaat perawatan diri.
 Sesi 2 : Menjaga kebersihan diri.
 Sesi 3 : Tata cara makan dan minum.
 Sesi 4 : Tata cara toileting.
 Sesi 5 : Tata cara berdandan.

Evaluasi
Format evaluasi untuk menilai kemampuan pasien, keluarga dan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kurang perawatan diri.

Evaluasi Kemampuan Pasien Defisit Perawatan Diri dan Keluarganya

Nama Pasien :

Ruangan :

Nama Perawat :

Petunjuk :

Berilah tanda checklist (√) jika pasien mampu melakukan kemampuan di bawah ini.

Tuliskan tanggal setiap dilakukan survei.

No Kemampuan Tanggal

A Pasien
1 Menyebutkan pentingnya kebersihan diri
2 Menyebutkan cara membersihkan diri

52
3 Mempraktikan cara membersihkan diri dan
memasukan dalam jadwal
4 Menyebutkan cara makan yang baik
5 Mempraktikan cara makan yang baik dan
memasukan dalam jadwal
6 Menyebutkan cara BAB/BAK yang baik
7 Mempraktikan cara BAB/BAK yang baik dan
memasukan dalam jadwal
8 Menyeburkan cara berdandan
9 Mempraktikan cara berdandan dan memasukan
dalam jadwal
B Keluarga
1 Menyebutkan pengertian perawatan diri dan
proses terjadinya masalah defisit perawatan diri
2 Menyebutkan cara merawat pasien defisit
perawatan diri
3 Mempraktekan cara merawat pasien defisit
perawatan diri
4 Membuat jadwal aktivitas dan minum obat
pasien di rumah (perencanaan pulang)

Evaluasi Kemampuan Perawat Dalam Merawat Pasien Defisit Perawatan Diri

Nama Pasien :

Ruangan :

Nama Perawat :

Petunjuk :

a. Berilah tanda (√) pada tiap kemampuan yang ditampilkan.


b. Evaluasi tindakan keperawatan untuk setiap SP dilakukan menggunakan instrumen
Evaluasi Penampilan Klinik Perawat MPKP.

53
c. Masukan nilai tiap Evaluasi Penampilan Klinik Perawat MPKP ke dalam baris nilai
SP nilai SP.

No Kemampuan Tanggal

A Pasien
Sp 1 Pasien
1 Menjelaskan pentingnya perawatan diri
2 Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
3 Membantu pasien mempraktikan cara menjaga
kebersihan diri
4 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal
kegiatan harian
Nilai SP 1 Pasien
SP 2
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Menjelaskan cara makan yang baik
3 Membantu pasien mempraktikan cara makan
yang baik
4 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal
kegiatan harian
Nilai SP 2 Pasien
SP 3 Pasien
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Menjelaskan cara eliminasi yang baik
3 Membantu pasien mempraktekan cara eliminasi
yang baik dan memasukan dalam jadwal
kegiatan harian
4 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal
harian
Nilai SP 3 Pasien
SP 4 Pasien
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

54
2 Menjelaskan cara berdandan
3 Membantu pasien mempraktikan cara berdandan
4 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal
kegiatan harian
Nilai SP 4
B Keluarga
SP 1 Keluarga
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
2 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit
perawatan diri, dan jenis defisit perawatan diri
yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3 Menjelaskan cara cara merawat pasien defisit
perawatan diri
Nilai SP 1 Keluarga
SP 2 Keluarga
1 Melatih keluarga mempraktikan cara merawat
pasien dengan defisit perawatan diri
2 Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung pasien defisit perawatan diri
Nilai SP 2 Keluarga
SP 3 Keluarga
1 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di
rumah termasuk minum obat (discharge
planning)
2 Menjelaskan tindak lanjut pasien setelah pulang
Nilai SP 3 Keluarga
Total Nilai: SP Pasien+SP Keluarga
Nilai Rata rata

55
DAFTAR PUSTAKA

Keliat,Budi Anna dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta:EGC
Kusumo, Satrio dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Lampung : IAIN Raden Intan
Lampung.
Kusumawati,Faridah dan Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

56

Anda mungkin juga menyukai