Anda di halaman 1dari 9

TUGAS PATOFISIOLOGI

SINDROMA UREMIA PADA GAGAL GINJAL


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ginjal adalah suatu organ dalam tubuh yang berfungsi untuk memelihara keseimbangan
homeostatik cairan, elektrolit, dan bahan-bahan organik yang adadalam tubuh melalui proses
filtrasi, reabsorbsi dan sekresi. Disamping itu, ginjal mempunyai fungsi endokrinyang penting,
seperti sintesis hormon eritropoitein serta sekresi renin dan aldosteron, dimana hormone
tersebutdigunakanuntukmengubah vitamin D menjadi bentuk aktif dan degradasi
menjadiberbagai jenis hormon. Ada 2 jenis penyakit gagal ginjal, yaitu gagal ginjal akut dan
gagal ginjal kronik. Gagal ginjal akut terjadi karena menurunnya fungsi ginjal secara mendadak
yang terlihat pada penurunan Glomerulo Filtration Rate (GFR) atau Tes Kliren Kreatinin
(TKK) dan terganggunya kemampuan ginjal untuk mengeluarkan produk-produk sisa
metabolisme. Gagal ginjal akut disebabkan oleh bermacam hal, seperti kekurangan cairan
tubuh secara berlebihan akibat diare dan/atau muntah, pendarahan hebat atau trauma pada injal
akibat kecelakaan, keracunan obat, dan luka bakar. Sedangkan gagal ginjal kronik adalah
keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan
(menahun) yang disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat progresif dan
umumnya tidak dapat pulih kembali (irreversible).

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan sindroma uremia?
b. Apa saja patofisiologis dan patogenesis dari sindroma uremia?
c. Apa saja yang menjadi faktor penyebab dari sindroma uremia?
d. Bagaimanatanda dan gejala dari sindroma uremia?
e. Bagaimana pengaturan diet bagi pasien gagal ginjal dengan sindroma uremia?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengertian dari sindroma uremia pada gagal ginjal kronik.
b. Mengetahui patofisiologi dan patogenesis dari sindroma uremia pada gagal ginjal
kronik.
c. Mengetahui faktor penyebab dari sindroma uremia pada gagal ginjal kronik.
d. Mengetahui tanda serta gejala dari sinroma uremia.
e. Memahami prinsip diet bagi pasien gagal ginjal dengan sindroma uremia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sindroma Uremia
Urea adalah suatu produk sisa yang berasal dari penguraian protein. Konsentrasi
urea saat filtrasi di glomerulus setara dengan konsentrasinya di dalam plasma yang
memasuki kapiler peritubulus. Walaupun hanya separuh dari filtrat ureayang dieliminasi dari
plasma setiap kali melalui nefron, laju pengeluaran ini adekuat. Apabila fungsi ginjal terganggu
(urea yang dikeluarkan kurang dari jumlah tersebut), konsentrasi urea dalam plasma
meningkat. Hal tersebut disebut sebagai uremia yang menandakan adanya urea secara
berlebihan dalam darah.
Menurut Faradila tahun 2010 uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang
terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
Penyajian dan hebatnya tanda dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien
yang lain, tergantung paling tidak pada besarnya penurunan massa ginjal yang masih berfungsi
dan kecepatan hilangnya fungsi ginjal.
2.2 Faktor Penyebab Sindroma Uremia
Penyebab penyakit uremia berbeda-beda, seperti radang ginjal, radang piala ginjal,
ginjal berkista, keracunan, atau kegagalan jantung. Salah satu efek metabolik uremia adalah
resistensi insulin, dimana dapat mempercepat penyakit kardiovaskuler yang menjadi penyebab
utama kematian pada pasien dengan gagal ginjal. Uremia juga dapat mengubah fungsi saraf
sehingga pasien dapat mengalami defek pada memori, kemampuan berencana, dan perhatian.
Berikut beberapa hal yang bisa menyebabkan penyakit uremia:

1. Kenaikan produksi urea dalam hati :


 Diet tinggi protein
 Meningkatnya pemecahan protein (infeksi, trauma, kanker)
 Perdarahan pada saluran pencernaan
 Obat-obatan tertentu seperti kortikosteroid.

2. Penurunan pembuangan urea :


 Menurunnya aliran darah melalui ginjal seperti hipotensi atau tekanan darah rendah dan
gagal ginjal.
 Obstruksi atau gangguan pada aliran kemih.
2.3 Tanda dan Gejala sindroma uremia

Gejala-gejala pada pasien dengan sindrom uremia pada gagal ginjal adalah:
Diare berdarah, sakit perut, kulit pucat, mudah marah, lelah, demam, memar dan perdarahan
yang tidak diketahui penyebabnya, urinasi menurun, perut bengkak, terdapat darah dalam urin,
kebingungan, muntah serta wajah, tungkai dan tangan bengkak
2.4 Patofisiologis dan Patogenesis Sindroma Uremia
Salah satu tipe dari sindroma uremia yakni Typical Hemolityc Uremic Syndrome
(HUS) adalah penyakit yang menyerang 5 dari 15 persen individu, terutama anak-anak, yang
terinfeksi oleh bakteri Escherichia coli (E.coli). Organisme ini melepaskan toksin ke dalam
usus dan diabsorbsi kedalam pembuluh darah dan di transport oleh sel darah putih (leukosit)
ke ginjal. Hasilnya, akan menyebabkan gagal ginjal akut. Hal yang sama juga bisa terjadi pada
otak dengan penyempitan dan kadang sampai koma, untuk pankreas dapat terjadi pankreatitis
dan resiko diabetes mellitus.

Patogenesis dari Typical Hemolityc Uremic Syndrome (HUS)

Sedangkan tipe yang lain yakni Atypical Hemolitic Uremic Syndrome (aHUS) bisa
menjadi kronik dan pasien seperti ini mungkin bisa kembali terserang penyakit yang sama.
Pasien dengan STEC HUS biasanya sembuh dari terapi dan biasanya memiliki respon yang
baik untuk pengobatan. Pasien dengan aHUS lebih cenderung mengalami komplikasi yang
serius seperti gagal ginjal dan tekanan darah tinggi. Pengobatan dengan eculizumab secara
bertahap dapat merubah outcome dari pasien. Streptococcal pneumoniae juga bisa disebabkan
oleh HUS (SpHUS) karena terjadi anemia hemolitik akut, trombositopenia dan penyakit ginjal
akut pada pasien Streptococcal pneumoniae (infeksi S. pneumoniae). Namun, epidemiologi
dari SpHUS telah berubah dengan kedaruratan serotype pneumococcal yang lain seiring
dengantelah dikenalkannya vaksin yang terbaru.

Pada gagal ginjal, fosfat akan cenderung tertahan dalam tubuh karena berkurangnya
nefron yang fungsional sehingga terjadi hiperfosfatemia. Hiperfosfatemia akan menyebabkan
hipokalsemia sehingga tubuh akan merespon dengan men-sekresi PTH dalam jumlah besar.
yaitu pengaktifan reseptor PTH yang akan merespon terhadap 1,25(OH)2 vitamin D3.
Pengaktifan reseptor PTH terhadap 1,25(OH)2 vitamin D3 akan memfasilitasi absorpsi kalsium
sehingga plasma kalsium akan mengalami peningkatan, dalam kondisi ini terjadi
ketidakseimbangan antara pemasukan kalsium ke plasma darah dengan penggunaan kalsium,
sehingga kalsium plasma yang tinggi akan mengalami deposisi di jaringan lunak.

Menurut Bucurescu (2008), uremia yang menggambarkan gangguan ginjal (insufisiensi


ginjal) dan gangguan multiorgan dihasilkan oleh akumulasi metabolit protein, asam amino,
serta gangguan proses katabolisme di ginjal, proses metabolik, dan proses endokrin. Tidak ada
metabolit tunggal yang menyebabkan uremia. Patofisiologi dari uremia adalah akumulasi
senyawa organik seperti metabolit protein dan asam amino, antara lain dapat berupa urea,
senyawa guanidine, asam urat, asam hippuric, beberapa macam asam amino, polipeptida,
polyamine, phenol dan konjugat phenol, asam phenols dan asam indolic, acetoin, asam
glukoronat, karnitin, myoinositol, sulfat, fosfat. Selain itu juga akibat dari peningkatan level
senyawa guanidine, yang meliputi guanidinosuccinic acid, methylguanidine, guanidine, dan
kreatinin. Senyawa senyawa hasil metabolit protein tersebut tidak dapat diekskresikan oleh
ginjal yang mengalami kegagalan dalam fungsinya sehingga meningkat dalam darah.
Patogenesis sindrom uremia tetap tidak terjelaskan. Racun yang bertanggung jawab atas gejala
klinis belum diidentifikasi, tetapi dipercaya bahwa racun uremik adalah molekul yang relatif
kecil dengan berat molekul kurang dari 300 dalton. Bukti tidak langsung untuk ini berasal dari
fakta bahwa sindrom terselesaikan dengan dialisis, dan molekul dalam kisaran berat molekul
ini dikeluarkan oleh prosedur dialisis.

Terdapat studi di mana relawan normal diinjeksi dengan urea telah menunjukkan tidak
ada ciri-ciri sindrom, bahkan ketika tingkat BUN meningkat sampai 200 mg / dl. Hal ini
menunjukkan bahwa sindrom uremia merupakan hasil dari akumulasi dari sejumlah molekul
kecil
2.5 Pengaturan diet pada pasien Gagal Ginjal dengan Sindroma Uremia

Tujuan diet pada pasien gagal ginjal :

1. Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan memperhitungkan sisa fungsi
ginjal, agar tidak memberatkan kerja ginjal.
2. Mencegah dan menurunkan kadar ureum yang tinggi.
3. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Mencegah atau mengurangi progresivitas gagal ginjal, dengan memperlambat penurunan
laju filtrasi glomerulus.

Syarat diet :

1. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB.


2. Protein rendah, yaitu 0,6 – 1,5 g/kgBB. Karena kebutuhan gizi pasien penyakit ginjal kronik
sangat tergantung pada keadaan dan berat badan perorangan, maka jumlah protein yang
diberikan dapat lebih tinggi atau lebih rendah daripada standar. Protein dapat ditingkatkan
dengan memberikan asam amino essensial murni.
3. Lemak cukup, yaitu 20 – 30 % dari kebutuhan energi total. Diutamakan lemak tidak jenuh
ganda
4. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi jumlah energi yang diperoleh dari
protein dan lemak.
5. Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, asites, oliguria, atau anuria. Banyaknya
natrium yang diberikan antara 1 – 3 g.
6. Kalium dibatasi (40 – 70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah > 5,5 mEq), oliguria,
atau anuria.
7. Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah pengeluaran cairan melalui
keringat dan pernafasan (± 500 ml)
8. Vitamin cukup, bila perlu diberikan tambahan suplemen asam folat, vitamin B6, C, dan D.
BAB III
PENUTUP
Sindroma uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Apabila fungsi ginjal
terganggu (urea yang dikeluarkan kurang dari jumlah tersebut), konsentrasi urea dalam plasma
meningkat. Hal tersebut disebut sebagai uremia yang menandakan adanya urea secara
berlebihan dalam darah. Penyebab penyakit uremia berbeda-beda, seperti radang ginjal,
radang piala ginjal, ginjal berkista, keracunan, atau kegagalan jantung. Salah satu efek
metabolik uremia adalah resistensi insulin, dimana dapat mempercepat penyakit
kardiovaskuler yang menjadi penyebab utama kematian pada pasien dengan gagal ginjal.
Uremia juga dapat mengubah fungsi saraf sehingga pasien dapat mengalami defek pada
memori, kemampuan berencana, dan perhatian. Orang yang mengalami gagal ginjal dengan
sindroma uremia diharapkan mengatur diet nya dengan membatasi natrium, kalium dan cairan
serta pemberian protein yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Alper A Brent. 2015. Uremia Treatment and Management.(online)


(http://emedicine.medscape.com/article/245296-treatment)
Almatsier,Sunita. 2010. Penuntun Diet Edisi Terbaru. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Ave, Kenosia. 2013. Typical Hemolytic Uremic Syndrome. National Organization for Rare
Disorders (NORD).(online) (https://rarediseases.org/rare-diseases/typical-hemolytic-
uremic-syndrome/#general-discussion.)

Eliastam, Michael. 2005. Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta: Penerbit EGC

Faradilla, Nova. 2009. Gagal Ginjal Kronik.


https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/06/ggk_files_of_drsmed_fkur.pdf
diakses pada tanggal 13 Desember 2015

Garna, Harry dkk. 2015. Angka Kejadian, Karakteristik, dan Stadium Penyakit Ginjal Kronik
pada Tuberkulosis Paru.(online)
(http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/dokter/article/view/1208)

Khan and Roth. 2012. Hemolytic Uremic Syndrome. (online)


(http://www.healthline.com/health/hemolytic-uremic-syndrome#Overview1) diakses
padaSenin, 14 Desember 2015 jam 19.54
Mitch, E William. 2000. Dietary therapy in uremia: The impact on nutrition and progressive
renal failure.(online) (http://www.nature.com/ki/journal/v57/n75s/full/4491643a.html)
Nahas AM. 2005. Chronic Kidney Disease: the global challenge.

Noris, Marina. 2005. Hemolytic Uremic Syndrome. J Am Soc Nephrol 16: 1035-1050, 2005.
(online) (https://jasn.asnjournals.org/content/16/4/1815.full.)

Playfair, J. H. M. & Chain, B. M. 2012. At a Glance of Imunologi. Jakarta: Penerbit Erlangga

Ramadhani, Harfiliantika. 2010. Definisi dan Manifestasi Uremia.(online)


(https://www.scribd.com/doc/41471701/Uremia) diakses pada 12 Desember 2015
Tandi M, Mongan A, Manoppo F. Hubungan antara derajat penyaki tginjal kronik dengan
nilai agregasi trombosit di RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. J eBM. 2014
Juli;2(2):509.

Anda mungkin juga menyukai