Anda di halaman 1dari 10
) : LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BIDANG PENELITIAN EDIBLE COATING DARI GEL LIDAH BUAYA SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU. a PRODUK DENGAN APLIKASI SPRAY 2 Disusun oleh : v ’ Shafeeg Ahmad 34050809 Ade Nurisman 34104066 Wahyu Fitrianto 34050865 . Arif Rakhman Hakim F34052686 f Nur Hidayat 34061189 Wy INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ' 2008 Dibiayai oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Program Kreativitas Mahasiswa Nomor 001/SP2H/DP2M/11/2008 tanggal 26 Februari 2008 EE PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA 1. Judul kegiatan Edible Coating dari Gel Lidah Buaya Sebagai Altematif Bahan untuk Mempertahankan Mutu Produk dengan Aplikasi Spray 2. Bidang kegiatan : Penelitian 5 3. Bidang Imu : Pertanian 4, Ketua pelaksana kegiatan a Nama lengkap Shafeeg Ahmad b NRP +: F34050809 © Program studi : Teknologi Industri Pertanian 4 Alamat rumah / telp + JL. Bateng 93 RT 02/08 Kee. Darmaga Kab. Bogor 5. Anggota pelaksana kegiatan : 4 orang 6. Dosen pendamping a Nama lengkap dan gelar _: Dr. lr. Krisnani Setyowati, M.Se b NIP + 131667788 7. Biaya kegiatan total : a DIKTI Rp. 5.310.000,00 b Sumber lain rd 8. Jangka waktu pelaksanaan _—: Januari 2008 ~ Mei 2008 Bogor,1 Juli 2008 Menyetujui, yen; TIN FATETA IPB Ketua Pelafisana Kegiatan Ahmad RP. F34050809 Dosen Pendamping — .Ir,K#snani Setyowati, M.Sc NIP. 131667788 a ABSTRAK Komoditas buah-buahan dan produk hortikultur lainnya memiliki sifat Khas, yaitu cepat rusak dan masth terus berespirasi setelah dipanen sehingga ‘akan mengalami penguraian kandungan mutrisinya. Dengan menahan laju respiraninya maka laju penguraian mutrisi juga akan terhambat, Oleh karena itu, banyak metode untuk mempertahankan mutu produk hortikultur yang berkembang ‘saat ini bertujuan unutk menghambat laju respirasi dari produk tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan coating (pelapisan) pada permukaan buah Banyak bahan alami yang dapat digunakan untuk melakukan coating, misalnya dari jenis setulosa, kasein, zein, protein kedelai, dan citosan. Bahan coating yang dipilih harus memenuhi beberapa kriteria sebagai edible coating, antara lain: mampu menahan permeasi oksigen dan ap air, tidak berwarna, tidak berasa, tidak menimbulkan perubahan pada sifat makanan, dan {entu saja harus aman dikonsumsi. Dari segi kriteria, salah satu alternatif bahan yang cocok adalah lidah buaya karena memiliki sturktur polisakarida pada daunnya, struktur ini dapat menahan permeasi oksigen dan uap air ke dalam dan keluar produk Beberapa penelitian oleh para ahi menyatakan bahwa lidah buaya memiliki kemampuan antimikrobial yang cukup baik terhadap beberapa mikroba patogen. Hasil percobaan yang kami lakukan juga menunjukkan bahwa coating dari lidah buaya cukup efektif dalam mempertahankan mutu produk. Aplikasi spray yang kami pilih membuat pelapisan coating pada produk menjadi lebih mudah dibandingkan metode yamg selama ini digunakan yaitu metode celup (deep coating) Keyword : coating, lidah buaya, antimikrobial, spra 1, PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hampir semua orang mengetahui bahwa komoditas buah-buahan dan produk hortikultur lainnya memiliki sifat khas, yaitu cepat rusak dan masih terus berespirasi setelah dipanen kemudian akan mengatami penguraian Kandungan nutrisinya. Untuk mengatasi masalah ini sudah beragam cara dilakukan, namun hampir dapat dikatakan tidak ada yang sempurna. Konsep dari mempertahankan ‘umur produk-produk hortikultura adalah dengan menghambat laju respirasi yang terjadi untuk mencegah degradasi nutrisi-nutrisi di dalamnya, Untuk itu digunakan pelapisan di permukean Ivar buah, salah satu cara yang telah banyak dikenal adatah dengan melakukan coating. Untuk mefakukan coating pada buah dan sayuran, banyak bahan alami yang dapat digunakan, misalnya dari jenis selulosa, kasein, zein, protein kedelai, dan citosan. Bahan coating yang dipilih harus memenuhi beberapa kriteria sebagai edible coating, beberapa ksiteria tersebut antara lain: pertama, harus mampu menahan permeasi oksigen dan uap air, kedua, sebagai coating yang akan ditapiskan pada makanan, bahan haruslah tidak berwarna, tidak berasa, tidak menimbulkan perubahan pada sifat makanan; dan tentu saja harvs aman dikonsumsi Dari segi kriteria, salah satu bahan yang cocok adalah lidah buaya. Lidah buaya memiliki sturktur polisakarida pada daunnya, struktur ini dapat menahan permeasi oksigen dan uap air ke dalam dan keluar produk. Lidah buaya juga memiliki wama yang transparan, dan bau yang tidak begitu menyengat. Dari segi Keamanannya, tidah buaya sudah tidak diragukan lagi karena sudah lama dimanfaatkan, baik pemanfaatan eksternal maupun internal, Dari penelitian-penelitian oleh beberapa orang ahli, lidah buaya ternyata memiliki kemampuan antimikrobial yang cukup baik, bahkan dapat menghambat pertumbuhan mikroba-mikroba patogen seperti Escherichia coli, Micrococcus Inteus, Staphylococcus aureus, dan beberapa mikroba patogen lainnya, Kemampuan antimikrobial pada lidah buaya hampir ada pada setiap bagian daunnya, baik pada gel, maupun pada kulit luarnya. Aktivitas antimikrobial ini sangat berpotensi apabila dimanfaatkan untuk membuat keadaan yang aseptik, misalnya pada penyembuhan luka ataupun pada penggunaan edible coating pada buah-buahan yang digunakan untuk menghambat pembusukan, Di Indonesia jarang sekali terdapat komoditas hortikultur yang mendapat perlakuan coating. Penyebabnya antara lain adalah belum terbiasanya petani Indonesia dengan hal itu. Selain itu, pemberian coating dengan metode yang sudah ada juga akan merepotkan dan menambah biays produksi. Harga per galon salah satu produk edible coating mencapai 77 pounsterling (sekitar Rp I juta) atau Rp 75 ribu per liter. Bayangkan jika petani harus mencelup satu per satu hasil panennya ke dalam larutan coating lalu meniriskannya dan menunggunya sampai ering. Tentu hal itu akan sangat merepotkan bagi petani kita yang kebanyakan adalah petani gurem dengan fasilitas dan modal yang terbatas. Tidak adanya perlakuan coating pada komoditas hortikultur yang ditangani secara minimalis, menyebabkan komoditas hortikultur tidak mempunyai suatu lapisan pelindung yang bisa menjaga kualitasnya dan memperpanjang umur simpannya. Bukan hanya bagi petani, tetapi hal ini juga menjadi masalah bagi para pedagang karena dengan begitu buah atau sayur akan cepat busuk sesuai dengan sifat aslinya Dengan teknik coating yang ada, tidak mungkin pedagang-pedagang buah yang umumnya pedagang kecil mau melakukannya. 2. PERUMUSAN MASALAH. Setelah dipetik, komoditi hortikultur sangat siskan terkontaminasi oleh fungi dan mikroba, Akibatnya buah dan sayur itu akan mengalami kerusakan dan kadar kerusakanaya tergantung pada jenis komoditi, suhu simpan, kebersihan selama penyimpanan dan sebagainya. Apabila terjadi kerusakan, maka buah dan sayur akan mengalami perubahan fisiologis, kimia, sifat organoteptik (rasa, bau, dan tekstur), dan keamanannya untuk dikonsumsi. Perubahan-perubahan ini akan ‘menurunkan mutu buah dan sayuran secara drastis. Buah dan sayur yang rusak biasanya tidak baik dan bahkan tidak sehat untuk dimakan, Laju kerusakan dari komoditi hortikultur tersebut sebenarnya dapat diperlambat dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan pemberian coating. Akan tetapi, teknik coating yang sudah ada dirasa tidak praktis dan mahal oleh para petani, Oleh karena itu harus ada suatu metode yang memungkinkan bagi petani komoditi hortikultur untuk dapat melakukan coating secara praktis dan dengan alat yang sederhana, Salah satunya adalah dengan mengubah teknik coating dengan cara pencelupan menjadi teknik semprot/spray. Dengan cara ini petani tidak akan lagi merasa repot untuk mencelupkan hasil panennya dalam larutan coating, dan teknik ini bisa mempercepat pengeringan lapisan coating. Adanya persyaratan datam memilih bahan yang akan digunakan sebagai edible coating sangat berpengaruh pada tingkat keberhasilannya, Adapun kriteria dari sebuah edible coating antara lain dapat menghambat difusi oksigen dan uap air ke dalam bahan yang di-coating, menghambat pembusukan oleh mikroba, dan keamanannya untuk dikonsumsi. Dari beragam jenis bahan yang lazim digunakan sebagai coating, Aloe vera dapat memenuhi ketiga persyaratan tersebut. Hanya saja pemanfaatan Aloe vera sebagai bahan edible coating masih jarang digunakan, khususnya di {ndonesia, Padahal kriteria untuk ke arah ini cukup baik. 3. TUJUAN Progam ini bertujuan untuk meningkatkan umur simpan komoditi horfikultur dengan penggunaan edible coating. Tujuan khusus program ini adalah I. Memanfaatkan potensi lidah buaya sebagai edible coating 2, Mempermudah penggunaan coating melalui aplikasi spray pada komoditi hortikuttur 4, LUARAN YANG DIHARAPKAN Luaran yang diharapkan adalah dapat menciptaken komposisi larutan edible coating dari lidah buaya untuk komoditi hortikultur yang mudah digunakan dengan aplikasi spray bagi masyarakat 5. KEGUNAAN PROGRAM Program ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan bagi mahasiswa, Manfaat dari program ini antara lait 1. -mempermudah dalam penggunaan edible coating untuk memperpanjang ‘umur simpan komoditi hortikultur 2. -menambah kerja sama tim 3. mendidik mahasiswa sebagai calon sarjana/peneliti dalam menyusun proposal, melakukan penelitian, dan mencapai tujuan penelitian, IL TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengawetan Produk Hasil Pertanian Metode pengawetan hasil pertanian telah dipelajari sepanjang sejarah peradaban manusia untuk menemukan metoda pengawetan yang paling efektif, Teknik-teknik tradisional pengawetan bahan hasil pertanian yang telah dikembangkan meliputi (i) perubahan kondisi temperature (pemanasan dan pendinginan), (ii) penurunan water activity, (ii) pengendalian PH, (iv) pengendalian/pemodifikasian penyimpanan atmosfir, (v) _pengo-lahan ‘makanan awetan, (vi) penambahan bahan antimikroba, (vii) iradiasi dan (viti) pengemasan (Wagner dan Moberg, 1989). Antimikroba (AM), dalam kehidupan modern, sering digunakan untuk mengontrol pertumbuhan miroorganisme pathogen dan bakteri pembusuk pada produk olahan hasil pertanian, Demi keamanan produk, penambahan bahan AM kimia atau sintetik berlabel non-food grade application, secara undang-undang sangat dilarang. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No 7, Tahun 1996 tentang Pangan, Bab II, Bagian Kedua (Bahan jelaskan bahwa pemerintah Pangan Tambahan) ayat 1 sampai dengan 3 melarang penggunaan bahan tambahan yang mencemari produk ofahan hasil pertanian baik secara biologi maupun kimia yang dapat merugikan dan membahayakan bagi kesehatan manusia (Undang-Undang RI No. 7, 1996) Oleh Karena itu penggalian bahan antimikroba (AM) yang diturunkan dari bahan-bahan alami sangat perlu untuk dikaji Bermacam-macam bahan anti mikroba telah digunakan dengan cara menambahkan tangsung kedalam produk hasil pertanian (Dickson, 1992) Cara ini disinyalir menyebabkan afier taste pada produk yang kadang tidak disukai oleh konsumen. Teknik ini juga sangat tidak efektif (over dosis) karena pada umumnya spektrum pertumbuban mikroba pembusuk dan patogen hanya berada di permukaan produk. Dengan alasan tersebut, coating atau film pembawa aditif AM akan menjadi teknik yang sangat menarik untuk dikembangkan (Yalpani et al., 1992) 2.2 Lidah Buaya Senyawa antioksidan potensial telah berhasil diisolasi dari ekstrak ‘metanol aloe vera (Aloe barbadensis Miller) dengan teknik kombinasi kromatografi kolom (cokima chromatography) dan kromatografi lapis tipis (thin layer chromatography). Analisis secara_ in vitro menggunakan homogenat otak tikus, menunjukkan bahwa aktivites antioksidan senyawa tersebut sama kuatnya dengan yang ditunjukkan oleh alfatokofero! (vitamin E), Hasil identfikasi menunjukkan bahwa senyawa tersebut tergotong ke dalam golongan fenolik (Lee et al, 2000). Fase pertumbuhan (umur panen) ternyata berpengaruh penting tertadap komposisi dan aktivitas antioksidan tanaman lidah buaya. Pengujian dilakukan tethadap konsentrasi dan aktivitas antioksidan senyawa golongan flavonoid dan polisakarida dari lidah buaya berumur 2, 3, dan 4 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa Jidah buaya yang berumur 3 tahun mempunyai kandungan polisakarida dan flavonoid lebih besar dibandingkan yang berumur 2 dan 4 tahun.Urutan aktivitas antioksidan masing-masing dibandingkan dengan kontrolnya, ysitu BHT (benzoyl hydroxytoluene) dan alfatokoferol, diurutkan dari yang paling kuat hingga paling lemah: lidah buaya umur 3 tahun > BHT > idah buaya umur 4 tahun> aifa-tokoferol> lidah buaya umur 3 tahun menunjukkan aktvitas penangkapan terhadap radikal bebas paling kuat (72,19 persen) dibandingkan BHT (70,52 persen) dan alfa-tokofero! (65,20 persen) (Sada et al., 2003). Unsur-unsur vyang ditemukan pada daun lidah buaya menunjukkan adanya hubungan yang saling sinergis dalam mempertahankan integritas status antioksidan dalam tubuh, Pengujian dengan menggunakan tikus irradiasi yang diberi fitrat jus ddaun lidah buaya sebanyak 0,25 ml/kg berat badan/hari, selama 5 hari sebelam irradiasi dan 10 hari setelah irradiasi, menunjukkan adanya perbaikan yang nyata terhadap aktivitas enzim superoksida dismutase (SOD) dan katalase pada organ paru-paru, ginjal, dan jantung (Sade et al, 2003). SOD dan katalase merupakan enzim dan sekaligus antioksidan intraseluler yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit 2.3. Anti Microbial (AM) Film/Coating/Packaging Beberapa teknik pengemasan terbaru seperti pengalengan, pengemasan aseptik atau pengemasarvpenyimpanan atmosfir terkendali telah terbukti meminimalisasi jumlah mikroba produk terkemas. Walaupun demikian pengemasan dengan kaleng tidak dapat diaplikasikan untuk produk segar seperti buah dan sayur. Pengemasan kaleng hanya dapat digunakan untuk produk-produk olahan hasil pertanian. Pengemasan aseptik memerlukan hidrogen peroksida yang harganya cukup mahal atau bahkan penggunaan ‘HQ; dalam jumlah berlebihan sangat dilarang. Dalam beberapa kasus, bakteri patogen anaerob dapat tumbuh pada produk-produk yang dikemas/disimpan dengan teknik pengemasan atmosfir terkendali. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknik pengemasan yang efektif menghambat pertumbuhan mikroba, murah dan dapat diaplikasikan pada produk-produk segar seperti buah dan sayur. ‘Anti Microbial (AM) film/coating/packaging material mempunyai efektivitas memperlama fasa lag adaptasi dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga dapat memperpanjang umur simpan dan menjaga kualitas dan keamanan produk terkemas (Han, 2000). Lebih lanjut, AM film/coating/packaging adalah penyederhanaan dari proses _pengemasan aseptik (Hotchkiss, 1997) Kemasan AM atau AM packaging telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini, Walaupun demikian penerapan kemasan AM dalam skala komersial masih sangat jarang. Pada prinsipnya bahan AM bisa dikorporasikan dengan bahan polimer apa saja, hanya saya edible/biodegradable film/coating \ebin mendominasi kajian. Edible film/coating merupakan alternative sebagai bahan kemasan yang ramah lingkungan karena bersifat biodegradable (Ksochta er ai, 1994) Menurut Krochta ef a/ (1994) edible film adalah lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi produk (coating) atau diletakkan diantara komponen produk yang berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa (misalnya uap air, gas, zat terlarut, cahaya) dan untuk meningkatkan penanganan suatu makanan, Menurut Gennadios dan Weller (1990), tidak ada perbedaan yang jelas antara edible film dan edible coating. Biasanya edible coating langsung digunakan dan dibentuk diatas permukaan produk sedangkan edible film dibentuk secara terpisah (contoh: kantung tipis) barus digunakan untuk ‘mengemas produk, Bahan dasar pembuatan edible coating adalah bahan hidrokoloid (protein, polisakarida), dan lipid), Protein dapat diperoleh dari jagung, kedelai, keratin, kolagen, gelatin, lipid (Iemak) dan komposit (campuran hidrokoloi kasein, protein susu, albumin telur dan protein ikan. Polisakarida dapat iperoleh dari selulosa dan turunannya (metal selulosa, karboksil metal selulosa, hidroksi profil metal selulosa), tepung dan turunannya, pektin ekstrak gangang laut (alginate, karagenan, ager), gum (gum arab, gum karaya),

Anda mungkin juga menyukai