Anda di halaman 1dari 3

Denpasar Kota Kultural Tahun 2070

Kota Denpasar terletak di bagian selatan Pulau Bali. Bentang wilayah denpasar
terbentang di antara 08 35’ 31’’ – 08 44’ 49’’ LS dan 115 10’ 23’’ – 115 16’ 27’’ BT. Kota
Denpasar secara administrasi memiliki 4 wilayah kecamatan , 43 Desa/Kelurahan yang
tersebar di wilayah seluas 12.778 Ha atau 2,27 % dari luas wilayah Provinsi Bali. Sedangkan
bila dilihat dari penggunaan lahannya, dari wilayah yang ada sekitar 2.509 Ha merupakan
lahan sawah, 505 Ha merupakan lahan pertanian bukan sawah dan sisanya merupakan lahan
bukan pertanian seperti jalan, permukiman, perkantoran, sungai dan lain-lain. Pola
pemanfaatan lahan sedemikian rupa , Kota Denpasar memiliki banyak potensi yang dapat
diandalkan. Salah satu keunikan Provinsi Bali yaitu terdapat 2 Batas Wilayah yaitu Batas
Gambar : Peta Desa Pakraman Denpasar Wilayah secara administrasi dan Batas Wilayah secara adat.
Kebijakan tersebut sampai sekarang masih berlanjut dan
menjadi salah satu daya tarik wisata khususnya wisata
khusus mengenai edukasi budaya adat istiadat. Salah satu
Wilayah adat yang sempat kami kunjungi dan menjadi objek
penlitian yaitu Desa Pakraman Denpasar. Desa Pakraman
memiliki banyak sekali cirikhas yang dapat dijadikan daya
tarik wisata maupun penelitian. Potensi tersebut seperti
Pola Tatanan Wilayah Desa adat yang berdasarkan pada
kepercayaan Hindu serta aturan adatnya serta Ciri Khas pola
ruangan yang dimiliki oleh masyarakat bali. Namun seiring
bergantian masa , Keberadaan Ciri Khas Pemukiman Bali dan
Aturan adat menjadi terancam. Sehingga kami tertarik untuk
membahas faktor – faktor yang dapat mengancam Aturan Tata Nilai
Adat Bali di Desa Pakraman Denpasar serta bagaiman Meminimalisir atau
“Mengurai Gulma” yang mengancam dan strategi agar keberadaan Tatanilai
bukan sekedar bahan cerita sejarah namun juga masih di junjung keberadaannya
dan masih terlihat di era Modern.
Desa Pakraman Denpasar terdiri dari 105 Banjar sekaligus menjadi desa adat
terbesar. Desa Pakraman Denpasar memiliki Pura Kahyangan Tiga yakni Pura
Kahyangan tiga,
Pura Puseh lan
Desa berlokasi di
Jln Gajah Mada,
Pura Dalem
Kahyangan di Jln
Tangkuban Perahu.Pura
umum yang terdapat di Desa
Pakraman cukup banyak .
Desa Pakraman Denpasar
memiliki Tari Sakral yaitu Tari
Baris Tengklong Poleng, Tari
Baris Wayang . Sedangkan
Seka di Desa Pakraman
Denpasar yaitu Sekaa Gong,
Sekaa Santhi, Sekaa
Angklung dam Sanngar Tari.
Ciri Khas aturan adat
istiadat yang mengandung
nilai budaya dan menghasilkan

Intangible Assets : Rio Agustino Mbabho B S


Denpasar Kota Kultural Tahun 2070

sesuatu yang nampak dapat di Kategorian sebagai warisan budaya tak benda (Intangible
Assets) Menurut UNESCO ; Intangible assets atau warisan budaya tak benda adalah berbagai
praktek , representasi ekspresi , pengetahuan , keterampilan : serta instrumen – instrumen,
obyek , artefak dan lingkungan budaya yang terkait meliputi berbagai komunitas, kelompok,
dan dalam beberapa hal tertentu, perseorangan yang diakui sebagai bagian warisan budaya
mereka. Warisan budaya tak benda ini , diwariskan dari generasi ke generasi, secara terus
menerus diciptakan kembali oleh berbagai komunitas dan kelompok sebagai tanggapan
mereka terhadap lingkungannya, interaksi mereka dengan alam, serta sejarahnya dan
memberikan mereka makna jati jiri dan keberlanjutan, untuk memajukan penghormatan
keanekaragaman budaya dan kreatifitas manusia. Pertimbangan akan diberikan hanya
kepada warisan budaya tak benda yang selaras dengan instrumen – instrumen internasional
yang ada serta segala persyaratan saling menghormati antar berbagai komunitas , kelompok
dan perseorangan dan pembangunan berkelanjutan , Diwujudkan antara lain di bidang –
bidang sebagai berikut : Pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta
serta ,Adat istiadat masyarakat , ritus dan perayaan serta situs
Salah satu warisan budaya tak benda yang diakui UNESCO milik Indonesia yaitu Tata
Nilai seni membuat perahu pinisi Sulawesi Selatan dan masih banyak lagi warisan budaya tak
benda yang belum tereksplor. Salah satunya Tatanan pemukiman Desa Pakraman Denpasar
yang berlandaskan ajaran Hindu sehingga muncul aturan Tri Mandala (Utama , Madya , Nista)
dan terdapat ciri khas tersendiri di Desa Pakraman yaitu Pola perempatan agung atau Catus
Patha yang sarat akan implementasi tata nilai ajaran Agama Hindu. Perempatan agung
memiliki berbagai fungsi, salah satunya sebagai alur atau jalur melakukan perarakan mayat
sebelum di-ngaben , perakaran akan memutar ke arah kanan sebagai wujud “kembali ke
Alamiah” dan terdapat fungsi lain disetiap elemen – elemen perempatan agung, Seperti
diketahui elemen perempatan agung yaitu Puri Agung, Ruang Terbuka, Pasar, Bale Banjar,
Laman/Bencingah, Pura Melanting, Halaman Bale Banjar dan Pohon Beringin
(Dwijendra,2003:20).Letak setiap elemen diatur berdasarkan aturan tri mandala yaitu bagian
Utama untuk elemen yang suci , Bagian madya untuk elemen bale banjar serta RTH
sedangkan untuk bagian Nista yaitu tempat elemen Pasar atau kegiatan ekonomi terkadang
juga terdapat setra atau kuburan bali. Pola penempatan elemen di perempatan agung dari
bali mula/aga sampai sekarang mengalami perubahan secara letak lokasi serta fungsinya.
Perubahan tersebut dapat dilihat di gambar dibawah ini .

Perubahan Pola Catus Patha


Hasil Observasi 2018
Perubahan tersebut tentu terdapat dampak yang ditimbulkan seperti Puri Agung yang
dulunya sebagai pusat pemerintahan/kerajaan , budaya dan pusat ritual adat sekarang hanya
sebagai pusat ritual adat dan budaya. Perubahan tersebut terjadi karena terdapat berbagai
faktor yang mempengeruhi. Menurut hasil analisis kami sektoral Intangible Assets
menggunakan Analisis Korelasi Bivariate dan Tingkat signifikan (Sarwono,2009:67) yang
diawali dengan Uji Signifikansi Variabel – variabel yang diduga mempengaruhi terdapat
variabel – variabel yang memiliki hubungan nyata terhadap perubahan pola pemukiman adar
Desa Pakraman Denpasar yaitu: Penunjang Kebutuhan Pemerintahan, Pertambahan Jumlah
Penduduk, Lemahnya Kebijakan Pengendalian Fungsi Ruang Tradisional, Perubahan
Aktivitas, Perubahan Sosial Budaya, Peningkatan Perekonomian Masyarakat.

Intangible Assets : Rio Agustino Mbabho B S


Denpasar Kota Kultural Tahun 2070

Indikator yang
berhubungan terhadap
perubahan pola pemukiman
adat Desa Pakraman
Denpasar perlu di perhatikan
agar keberadan tata nilai tidak
terancam karena adanya arus
perubahan modernisasi di
Denpasar dan diperparah
dengan status Kota Denpasar
sebagai ibu kota tentu akan
berdampak terhadap
keberadaan tatanan pola
pemukiman adat. Diperlukan
adanya strategi atau langkah
yang dapat mengurai ancama
atau “Gulma” bagi
keberadaan Pola adat Catus
Patha. Kami melakukan
analisis SWOT untuk menentukan strategi yang sesuai dengan karakteristik Kekuatan,
Kelemahan, Peluang, dan Ancaman. Berdasar hasil analisis SWOT, Srategi yang sesuai
dengan karakteristik permasalahan Pola Pemukiman Adat Bali , Desa Pakraman Denpasar
yaitu Strategi Diservifikasi, Langkah – langkah utama menjalankan Strategi tersebut yaitu :
Pertama , Perencanaan Regenerasi berbasis budaya seperti pembangunan perpustakaan
adat atau sekolah yang berbasis adat bali .Kedua ,Peningkatan sinergitas antara pemerintah
dan pemangku adat Desa Pakraman Denpasar dalam menjaga dan meningkatkan kelestarian
permukiman Desa Pakraman Denpasar serta perlunya Pengembangan konsep permukiman
adat sebagai model permukiman yang berbudaya dan berkelanjutan
Tentunya strategi – strategi tersebut diharapkan akan berdampak positif terhadap
keberadaan Pola pemukiman Adat bali Catus Patha di Desa Pakramana Denpasar. Terdapat
salah satu kalimat yang saya teringkat ketika melakukan perjalanan studio perencanaan kota
kultural di Denpasar yaitu “Janganlah Jual Budayamu untuk menghidupimu tetapi
Hidupkan Budayamu maka kamu akan dihidupkan olehnya dengan tatanan nilai yang
baik” Pesan yang begitu
mendalam bagi kami
khususnya saya. Budaya
perlu dilestarikan dan
dihidupkan supaya kita
juga hidup dalam budaya
yang menjadi JATI DIRI
kita. (1/1/2019)

Intangible Assets : Rio Agustino Mbabho B S

Anda mungkin juga menyukai