Anda di halaman 1dari 15

Sirosis Hepatis pada Laki-laki yang Memiliki Riwayat Hepatitis B

Yakin Arung Padang


102016028
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 1151
Email: yakin.2016fk028@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Sirosis hati merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatic yang berlangsung progresif, ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Terjadinya fibrosis hati, menggambarkan kondisi
ketidakseimbangan antara produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Komplikasi
hipertensi portal merupakan kondisi yang menyumbang risiko mordibilitas dan mortalitas secara
signifikan. Secara klinis perlu dibedakan antara sirosis kompensata dan dekompensata yang
didasarkan pada tingkat hipertensi portal dan terjadinya komplikasi klinis namun tidak selalu
disertai peristiwa biologis lain yang relevan termasuk perubahan regenerasi dan hilangnya fungsi
hati tertentu secara progresif
Kata kunci: Sirosis hati, fibrosis, kompensata, dekompensata
Abstract
A heart was cirrhosis a pathological describing the stadium for progressive hepatic fibrosis,
characterized by distortions of architecture and the creation of hepar nodulus regenerative. The
liver fibrosis, described the conditions the imbalance between production and the process of
degradation extracellular matrix. Complications are the condition of the portal hypertension risk
mordibility mortality and contributing significantly. Clinically need to distinguish the cirrhosis
kompensata dekompensata and based on the hypertension portal and the clinical complications
but not be followed by other relevant biological events including the regeneration and loss of
function certain heart progressively
Keywords: Liver cirrhosis, fibrosis, kompensata, dekompensata

1
Pendahuluan
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi proses-proses
penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme
kolesterol, dan penetralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita,sehingga dapat kita
bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.Pada keadaan tertentu
hati dapat saja mengalami gangguan fungsi, salah satunya yaitu mengalami sirosis.Sirosis hati
merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat
disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul dan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur.
Pada kesempatan kali ini akan dibahas lanjut kasus skenario yang didapat tentang sirosis
hati agar kita dapat mengetahui apa saja dan bagaimana proses penyebab sirosis hati itu sendiri,
sehingga dapat memberikan terapi dan penanganan yang tepat agar prognosisnya akan menjadi
lebih baik.

Anamnesis
Pada anamnesis yang ditanyakan meliputi identitas pasien, keluhan pasien, riwayat
penyakit yang diderita dan sebagainya. Identitas pasien dapat ditanyakan nama, umur, alamat
dan pekerjaan.Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien ke dokter. Keluhan
tambahan yaitu keluhan-keluhan yang lain disamping keluhan utama. Riwayat penyakit sekarang
adalah penjabaran dari keluhan utama.Riwayat penyakit dahulu terutama yang berkaitan dengan
keluhan/penyakit yang diderita saat ini.riwayat penyakit keluarga untuk menandai adanya faktor
herediter atau penularan. Pada keluhan utama kita dapat menanyakan apakah ada ikterus, memar,
distensi abdomen, rasa tidak enak, anoreksia, edema perifer, bingung atau tremor?.Kemudian
ditanyakan juga Kapan pertama kali menyadari timbulnya gejala?pernahkah ada perburukan, dan
jika ya, mengapa? pernahkah ada perubahan obat atau bukti adanya infeksi? apakah urin pasien
gelap? apakah tinja pasien pucat?. Selanjutnya untuk riwayat penyakit dahulu, apakah pasien
pernah ikterus?adakahn riwayat hematemesis atau melena? adakah riwayat hepatitis
sebelumnya? jika ya, didapat dari mana (misalnya tranfusi darah, penggunaan obat intravena)?.
Riwayat penyakit keluarga, adakah riwayat penyakit hati dalam keluarga atau riwayat penyakit
diabetes melitus (pertimbangkan hemakromatosis). Riwayat pengobatan, sudah mengkonsumsi
obat apa saja, atau sudah mendapat pengobatan apa dan apakah keadaan membaik atau tidak.1,2

2
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemukan
pada pemeriksaan fisik, terutama sekali bagi penyakit yang memiliki gejala klinik spesifik.Dari
pemeriksaan umum dan fisik sering didapat keterangan – keterangan yang menuju ke arah
tertentu dalam usaha membuat diagnosis. Pada kasus ini pemeriksaan fisik yang biasa didapati
pada pasien sirosis hati adalah: (a) Spider telangiektasi (spider navy), Suatu lesi vaskular yang
dikelilingi beberapa vena kecil. Sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas; (b) Eritema
palmaris; Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Sering dikaitkan dengan
perubahan metabolisme hormon estrogen, dan tidak spesifik untuk sirosis hati; (c) Hepatomegali,
Ukuran hati yang sirosis bisa membesar, normal, ataupun mengecil. Sekiranya hati teraba, hati
yang tekah sirosis akan teraba keras dan nodular; (d) Splenomegali, Pembesaran lien sering
ditemukan pada sirosis hati non-alkoholik, disebabkan oleh hipertensi porta; (e) Asites,
Penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi portra dan hipoalbuminemia.
Turut ditemukan edema pada tungkai; (e) Ikterus, Hiperbilirubinemia sering didapatkan pada
sirosis stadium lanjut, ditandai dengan ikterus pada kulit dan membran mukosa.
Selain dari yang disebutkan di atas, didapatkan juga demam yang tidak tinggi akibat
nekrosis hepar, batu pada vesika felea akibat hemolisis, dan pembesaran kelenjar parotis,
terutama pada sirosis alkoholik. Berdasarkan skenario, didapat kan hasil pada pemeriksaan fisik
yaitu kesadaran compos mentis, TD 110/70 mmHg, nadi 110/menit, suhu 36°C, pernafasan
20x/menit, conjungtiva anemis,ada vena colateral abdomen.1,2

Pemeriksaan Laboratorium
Didapatkan gangguan dari parameter fungsi hati yaitu bilirubin(biasanya meningkat bila
dekompensata), albumin rendah dan globulin meninggi, serta masa protombin memanjang, juga
didapatkan gangguan dari parameter kerusakan hati dan kanalikulus biliaris yaitu SGOT
SGPT(meninggi ringan, dengan SGOT>SGPT), alkali fosfatase meninggi ringan. Bila terdapat
edema dan asites, dapat terjadi hiponatremia dilusional. Anemia biasanya akibat pendarahan
saluran cerna baik akut maupun kronik, juga bisa diperberat dengan defisiensi besi dan folat.3
Diagnosis sirosis hati dapat ditegakkan bila biopsi sesuai sirosis hati, atau memenuhi
minimal 2 dari kriteria berikut: imaging yang khas, ada varises esofagus atau gaster, ada asites,
dan masa protombin meninggi, yang bukan akibat penyakit lain. Biopsi hati tidak rutin dilakukan
karena resiko pendarahan, sehingga diagnosis lebih ditekankan pada pemeriksaan imaging.3

3
 USG (Ultrasonografi) : USG dilakukan rutin untuk pemeriksaan awal. Pada USG
didapatkan gambar hati mengecil, permukaan ireguler, ekogenitas inhomogen dan kasar,
pelebaran diameter vena porta>13mm, splenomegali, pelebaran diameter lienalis>11mm
(gambar1).

Gambar1. USG pada pasien sirosis

 EGD (Esofagogastro duodenoskopi): untuk memeriksa adanya varises esophagus maupun


gaster.3
 Biopsi hati: Diagnosis pasti sirosis hati dapat ditegakkan secara mikroskopis dengan
melakukan biopsi hati. Dapat dilakukan dengan cara biopsi hati perkutaneus atau biopsi
terarah sambil melakukan peritoneoskopi. Biopsi sulit dikerjakan dalam keadaan asites
yang banyak dan hati yang mengecil.4
 Pemeriksaan Cairan Asites: Dilakukan dengan pungsi asites. Melalui pungsi asites dapat
dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan
eksudat. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap cairan pungsi antara lain pemeriksaan
mikroskopis; kultur cairan, dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.4

Diagnosis Banding

Tuberculosis peritoneal
Tuberculosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral
yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.Penyakit ini jarang berdiri sendiri
biasanya merupakan kelanjutan proses tuberculosis di tempat lain terutama di paru. Karena
perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara perlahan-lahan dan manifestasi klinisnya tidak
khas, penyakit ini sering didiagnosis terlambat. Tidak jarang penyakit ini mempunyai keluhan
menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati atau neoplasma dengan gejala asites yang tidak
menonjol. Secara umum lebih sering dijumpai pada perempuan dibanding pria dengan
perbandingan 1,5:1 dan lebih sering pada decade ke 3 dan 4. Tuberculosis peritoneal dijumpai
pada 2% dari seluruh tuberculosis paru dan 59,8% dari tuberculosis abdominal. Peritoneum dapat
dikenai oleh tuberculosis melalui beberapa cara yakni melalui penyebaran hematogen terutama

4
dari paru-paru, melalui dinding usus yang terinfeksi, dari kelenjar limfe mesenterium dan melalui
tuba fallopii yang terinfeksi. Pada kebanyakan kasus tuberculosis peritoneal terjadi bukan
sebagai akibat penyebaran perkontinuinatum, tetapi sering karena proses laten yang terjadi pada
peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu. Dikenal 3
bentuk tuberculosis peritoneal yaitu (1) bentuk eksudatif yang dikenal juga dengan bentuk basah
dengan asites yang banyak, ini merupakan bentuk yang paling sering ditemui (95,5%), (2) bentuk
adesif, dikenal juga dengan bentuk kering atau palastik, cairan asites tidak banyak dibentuk, (3)
bentuk campuran disebut juga bentuk kista, terjadi melalui proses eksudasi dan adesi sehingga
terbentuk cairan dalam kantong-kantong perlengketan tersebut.5,6
Gejala klinis bervariasi, umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan, sering
pasien tidak menyadari hal ini.Keluhan yang paling sering adalah tidak ada nafsu makan, batuk
dan demam.Pada pemeriksaan fisik gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam,
pembengkakan perut dan nyeri, pucat atau kelelahan.Tergantung lamanya keluhan, keadaan
umum pasien bisa masih cukup baik, sampai keadaan yang kurus dan kahektik. Pada perempuan
sering dijumpai tuberculosis peritoneal disertai oleh proses tuberculosis pada ovarium atau tuba,
sehingga pada pemeriksaan alat genitalia bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang susah
dibedakan dengan kista ovarii.5,6

Hepatoma
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati.Ia juga
dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda
(contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan
lemak).Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatosit) membentuk sampai 80% dari jaringan hati.Jadi,
mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan
disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau Karsinoma (carcinoma).3Penyebab
kanker hati sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun kanker hati kanker hati primer
(karsinoma hepatoseluler) cenderung terjadi pada hati/liver yang rusak karena cacat lahir,
penyalahgunaan alkohol, atau infeksi kronis akibat penyakit seperti hepatitis B dan C,
hemochromatosis (terlalu banyaknya kadar besi dalam hati) dan sirosis. Lebih dari 50% orang
yang terdiagnosa kanker hati primer, telah mengalami sirosis hati.Mereka yang menderita
kondisi genetik yang disebut hemochromatosis memiliki risiko yang lebih besar.

5
Berbagai zat penyebab kanker yang berhubungan dengan kanker hati primer, termasuk
diantaranya: herbisida, aflatoksin (sejenis jamur tanaman pada gandum & palawija), dan bahan
kimia tertentu seperti vinil klorida dan arsen. Merokok plus penyalahgunaan alcohol juga dapat
meningkatkan risiko terkena kanker hati.6

Diagnosa Kerja
Perubahan arsitektur jaringan hati yang ditandai dengan regenerasi nodular yang bersifat
difuse dan dikelilinggi oleh septa- septa fibrosis. Perubahan tersebut mengakibatkan peningkatan
aliran porta, disfungsi sintesis hepatosit dan meningkatkan rasio tercadinya karsinoma hepatis.
Pada sisi lain sirosis hepatis juga merupakan perjalanan akhir berbagai mcam penyakit hati yang
ditandai dengan fibrosis yang mengakibatkan penumpukan matriks ekstraseluler seperti kolagen,
glikoprotein serta proteoglikan dalam hati sehingga terjadi penurunan fungsi sentetik hati,
penurunan kemampuan hati untuk detoksifikasi dan hipertensi portal. Serta karena adanya
pembentukan hubungan vascular intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan
arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika). Secara klinis Sirosis Hepatis dibagi menjadi sirosis
hati kompensata dan sirosis hati dekompensata. Beberapa penyebab sirosis hepatis adalah virus,
obat-obatan tertentu, ataupun penyakit autoimun hati. Cara penyembuhan terbaik bagi sirosis
hepatis adalah dengan melakukan pencangkokan hati.5

Epidemiologi
Prevalensi sirosis hati dan penyakit hati kronik di AS diperkirakan sebesar 5,5 juta kasus.
Prevalensi terbanyak pada laki-laki dan pada pravalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal
penyakit dalam berkisar antara 3,6%-8,4%. Kematian akibat sirosis hati di AS menurut
Centresfor Disease Control and Prevention (CDC) menempati posisi ke-10, dengan angka
25.192 kematian/tahun. Penyebab kematian pada sirosis hati antara lain koma hepatic (435
kematian/tahun), hipertensi portal (111 kematian/tahun), dan sindroma hepatorenal (443
kematian/tahun). Di California, kematian akibat sirosis hati meningkat dari 18,2 kasus /100.000
penduduk di 1999 menjadi 20,1 dari 10 besar penyebab kematian. Angka kesakitan akibat sirosis
hati di tahun 1999 adalah 76,1 kasus/100.000 penduduk, meningkat menjadi 83,2 kasus/100.000
penduduk di tahun 2003.3
Di Indonesia belum ada data mengenai mortalitas dan morbiditas sirosis hati. Namun
karena salah satu penyebab utama sirosis hati adalah hepatitis C, B, dan alcohol, sedangkan di

6
Negara berkembang seperti Indonesia pencegahan dan pengobatan hepatitis B dan C belum
sebaik Negara maju, maka walaupun tidak ada data, diperkirakan mortalitas dan morbiditas
sirosis hati tidak beda dari data Negara maju.3

Etiologi
Dinegara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi
virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian diindonesia menyebutkan virus hepatitis B
menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non B-non C).
Alkohol sebagai penyebab sirosis hati di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena
belum ada datanya.
Berdasarkan penyebabnya, sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi;
- Sirosis alkoholik. Penyakit hati alkoholik terjadi bila menkonsumsi
alkohol>60g/hari selama >10 tahun. Selain sirosis, alkohol juga mengakibatkan
perlemakan hati alkoholik, dan hepatitis alkoholik.
- Sirosis akibat infeksi :
a. Post hepatis (hepatitis B dan C)
b. Infeksi lain: bruselosis, ekinokokus, skistosomiasis, toksoplasmosis dan
sitomegalovirus
- Sirosis biliaris
a. Sirosis bilier primer
b. Sirosis bilier sekunder
- Sirosis kardiak, terjadi akibat bendungan hati kronik
- Sirosis gangguan metabolic
- Sirosis faktor keturunan
- Sirosis karena obat/zat hepato toksik
- Sirosis akibat NASH ( non alcoholic steatohepatis)
- Sirosis akibat autoimun

Secara morfologi, sirosis dibagi atas jenis mikronodular (portal, besar nodul kurang dari 3
mm), makronodular (pasca nekrotik, besar nodul lebih dari 3 mm) dan jenis campuran.3
Sedangkan dalam klinik dikenal 3 jenis yaitu portal, pascanekrotik, dan bilier. Penyakit-penyakit

7
yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis adalah malnutrisi, alkoholisme, virus
hepatis, kegagalan jantung yang menyebabkan nbendungan vena hepatika, penyakit wilson,
hemokromatosis, zat toksik dan lain-lain. Berdasarkan fungsinya, sirosis dapat dibedakan
menjadi (1) sirosis hati kompensata, pada stadium ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata
dan biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan skirining (2) sirosis hati dekompensata, pada
stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya: asites, edema dan ikterus.3

Patogenesis
Sirosis akibat alkohol. Akibat masukan alkohol dan destruksi hepatosit yang
berkepanjangan, akibat destruksi hepatosit dan penimbunan kolagen yang berkelanjutan, ukuran
hati menjadi menciut, tampak berbenjol-benjol dan menjadi keras karena terbentuk sirosis.
Deposit kolagen dalam ruangan perivenula mungkin merupakan manifestasi klinis yang paling
dini yang akhirnya menyebabkan sirosis. Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti.
Diperkirakan mekanismenya sebagai berikut: (a) Hipoksia sentrilobular, metabolisme
asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera
sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi (misal daerah perisentral); (b)
Infiltrasi/ aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractanst neutrofil oleh hepatosit yang
memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan hepatosit yang
melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease, dan sitokin; (c) Formasi acetal-dehyde-protein
adducts berperan sebagai neoantigen, dan menghasilkan limfosit yang tersensitasi serta antibody;
(d) Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol, disebut sistem yang
mengoksidasi enzim mikrosomal.
Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor nekrosis tumor,
interleukin-1, PDGF, dan TGF beta. Asetaldehid kemungkinan mengaktifasi sel stelata tetapi
bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis alkoholik. Sirosis akibat hepatitis virus. Diduga
melalui faktor mekanis, immunologis atau kombinasi keduanya.Namun yang utama adalah
terjadinya peningkatan aktivitas fibroblast dan pembentukan jaringan ikat. Secara mekanis, pada
daerah hati yang mengalami nekrosis konfluen, kerangka retikulum lobul yang mengalami
kolaps akan berlaku sebagai keramgka untuk terjadinya daerah parut yang luas. Dalam kerangka
jaringan ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahap hidup berkembang menjadi nodut
regenerasi. Secara teori imunologis, sirosis hepatits dikatakan dapat berkembang dari hepatitis
akut jika melalui proses hepatits kronik aktif terlebih dahulu. Mekanisme imunologis mempunyai

8
peranan penting dalam hepatitis kronis. Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak
cukup untuk menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung virus
ini merupakan ransangan untuk terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai
terjadi kerusakan sel hati. Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsy hati berulang pada
penderita hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa
berlangsung sangat lama, bahkan lebih dari 20 tahun.

Sirosis hati pasca nekrosis/ post hepatitis. Gambaran patologi hati biasanya mengkerut,
berbentuk tidak teratur, dan teridir dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang
padat dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran
nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim
regenerasi yang susunannya tidak teratur. Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir,
memperlihatkan adanya peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran
dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan
fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang
berlangsung secara terus-menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel
stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan
berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.3

Gejala Klinis
Pada tahap awal kondisi, seringkali tidak ada gejala. Tetapi ada terjadinya proses
perubahan mekanisme didalam tubuh seperti gagal untuk membuat protein yang cukup seperti
albumin yang membantu untuk mengatur komposisi cairan di dalam aliran darah dan tubuh,gagal
untuk membuat bahan kimia yang cukup diperlukan untuk pembekuan darah, kurang mampu
mengolah limbah bahan kimia dalam tubuh seperti bilirubin. Kurang dapat memproses obat-
obatan, racun, dan bahan kimia lainnya yang kemudian dapat membangun di dalam tubuh.Oleh
karena itu, gejala yang dapat terjadi, yang paling umum dari sirosis yaitu kelelahan dan kondisi
lemah, mual dan kembung, kehilangan nafsu makan yang menyebabkan penurunan berat badan.
Gejala awal sirosis (kompensata) sering tidak jelas dan seringkali ditemukan secara
kebetulan karena keluhan tidak khas, misalnya keluhan dyspepsia.Sirosis baru dicurigai setelah
kemudian didapati hepatomegali atau splenomegali, spider nevi, dan eritema palmaris, gejala
juga dapat meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, kembung, mual,

9
berat badan menurun.Bila sudah lanjut (dekompensata) gejala-gejala lebih menonjol terutama
bila timbul komplikasi dan hipertensi porta.Penderita sering datang ke dokter karena keluhan
asites atau ikterus atau muntah darah.sering didapatkan demam ringan yang berkepanjangan
karena bakteremia gram negatif. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah,
perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat,
muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental seperti mudah lupa, sukar konsentrasi,
bingung, agitasi, sampai koma. Hepatomegali sering ditemukan, semikian pula ikterus dan
asites.Pada banyak penderita, didapatkan pigmentasi yang meningkat pada wajah, spider nevi,
dan eritema palmaris.Secara rutin, harus dicari adanya flapping tremor.Sesuai dengan konsesus
Baveno IV, sirosis dapat diklasifikasikan menjadi 4 stadium klinis, yaitu stadium 1; tidak ada
varises dan tidak ada asites, stadium 2; varises tanpa asites, stadium 3; asites dengan atau tanpa
varises, stadium 4; perdarahan dengan atau tanpa asites.
Temuan klinis sirosis meliputi spider angio maspiderangiomata (atau spider telangektasi),
suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil.Tanda ini sering ditemukan dibahu,
muka dan lengan atas.Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan
peningkatan ratio estradiol/testosterone bebas.Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil,
malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat walau umumnya ukuran lesi
kecil.Eritema palamaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.Hal ini
dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.Tanda ini juga tidak spesifik pada
sirosis, ditemukan pula pada kehamilan, arthritis rematoid, hipertiroidisme, dan keganasan
hematologi.Perubahan kuku muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna
normal kuku.Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda
ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik.
Hepatomegali pada sirosis teraba keras dan nodular.Splenomegali sering ditemukan pada sirosis
yang penyebabnya non-alkoholik.Pembesaran terjadi akibat kongesti pulpa merah lien karena
hipertensi porta.Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia.Caput medusa juga terjadi akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau napas
yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil-sulfid akibat pintasan
porto sistemik yang berat. Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia.Bila
konsentrasi bilirubin < 2-3 mg/dL tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh.2,7

10
Komplikasi

A. Asites
Asites adalah pengumpulan cairan di dalam rongga abdomen.Asites terjadi karena
berbagai penyakit kronik yang mendasarinya seperti sirosis hati, gagal jantung, gagal
ginjal peritonitis Tb, keganasan, dll.Adanya asites juga merupakan tanda prognosis yang
kurang baik pada beberapa penyakit. Asites juga menyebabkan pengelolaan penyakit
dasarnya menjadi sulit
B. Peritonisis bacterial spontan (PBS)
Peritonisis bacterial spontan (PBS) adalah infeksi monomikrobial pada cairan
asites tanpa adanya sumber infeksi lokal. Penyakit ini merupakan komplikasi yang serius
pada penderita sirosis hati yang disertai dengan asites dengan kadar albumin yang
rendah. Penyebab dari PBS umumnya bersifat monobakterial seperti Escherichia coli,
Klebsiella spp, Sreptococcus dan enterococcus spp.
C. Sindroma hepatorenal (SHR)
Adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang.
Fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan cara darah mengalir
melalui ginjal. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari
ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-
jumlah urine yang memadai.Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome, yaitu yang terjadi
secara berangsur-angsur melalui waktu berbulan-bulan dan yang terjadi secara cepat
melalui waktu dari satu atau dua minggu.

Pencegahan
Angka kejadian sirosis hati cukup banyak.Sirosis hati merupakan penyakit sangat
berbahaya.Bila tidak segera tertangani bisa mengancam jiwa penderita.Untuk itu keberadaannya
perlu dicegah. Ada 6 cara yang patut dilakukan untuk mencegah sirosis hati. Jagalah kebersihan
diri.Mandilah sebersih mungkin menggunakan sabun.Baju juga harus bersih.Cuci tangan sehabis
mengerjakan sesuatu.Perhatikan pula kebersihan lingkungan.Hal itu untuk menghindari
berkembangnya berbagai virus yang sewaktu-waktu bisa masuk kedalam tubuh kita.Hindari
penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab sirosis hati.Caranya tidak mengkonsumsi
makanan dan minuman yang terkontaminasi virus.Juga tidak melakukan hubungan seks dengan

11
penderita hepatitis. Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas pakai
penderita hepatitis kemudian digunakan kembali untuk menyuntik orang lain, maka orang itu
bisa tertular virus. Ketika akan menerima transfusi darah harus hati-hati. Permeriksaan darah
donor perlu dilakukan utnuk memastiikan darah tidak tercemar virus hepatitis. Bila darah
mengandung virus hepatitis penerima donor akan tertular dan berisiko terkena sirosis. Hindari
mengkonsumsi alkohol, barang haram ini terbukti merusak fungsi organ tubuh, termasuk
hati.Bila sudah terlanjur sering mengkonsumsi minuman beralkohol, hentikan kebiasaan
itu.Lakukan vaksin hepatitis. Vaksin dapat mencegah penularan virus hepatitis sehingga dapat
juga terhindar dari sirosis hati.2,7

Penatalaksanaan
Tata laksana sirosis hepatis
Jenis Terapi
Kompensata Lebih ditujukan pada penyebab awalnya agar
mencegah perubahan ke arah yang lebih buruk.
Biasanya akibat virus hepatitis B dan C yang
kronis.

 Peg – interferon
 Preparat analog nukleotida (adefovir,
entekavir atau lamivudine) untuk hep B
 Ribavirin untuk hepatitis C

Tata laksana sirosis hepatis dekompensata disertai dengan komplikasi


Komplikasi Terapi Dosis
Asites  Tirah baring
 Diit rendah garam  5,2gram/ hari
 Obat antidiuretic : diawali  100-200 mg/ hari maks
dengan sprironolakton, bila 400mg dan 20-40mg/hari
respon kurang baik kombinasi maks 160 mg
dengan furosemide  8-10 g iv/L
 Parasintesis bila asites sangat
besar 4-6 liter & dilindungi  Jika (> 5 L)
pemberian albumin.

 Restriksi cairan  Jika Na serum <


125mmol/L

12
Ensefalopati Hepatikum  Laktulosa  30-45 ml sirup oral 3-4
kali/hari
 Neomisin  4-12 g oral 2 kali/ hari

Varises Eosophagus  Propranolol  40-80 mg oral 2 kali/hari

 Isosorbid mononitrat  20 mg oral 2 kali/hari


 Pendarahan akut berikan
somatostatin / okreotid kemudian
teruskan dengan skleroterapi /
ligase endoskopi
Peritonitis Bakterial  Pasien asites dengan jumlah
Spontan PMN > 250/mm3 mendapat
profilaksis untuk mencegah PBS
dengan sefotaksim dan albumin
 Albumin
 2g iv tiap 8 jam, 1,5g/kg
iv dalam 6 jam,1gr/kg iv
 Norfloksasin hari ketiga
 400mg oral 2 kali/hari

 Trimethoprim/sulfamethoxazole
 1tab oral/hari profilaksis,
1 tab 2 kali /hari untuk
perdarahan
gastrointestinal

Sindrom Hepatorenal Transjugular intrahepatic portosystemic shunt untuk menurunkan


hipertensi pporta dan perdarahan gastrointestinal bila terapi gagal
pertimbangkan untuk transplantasi hati.

Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh,
juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi
kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Penderita
digolongkan menjadi CTP – A (5-6 poin dengan angka kesintasan 100% pada tahun 1 dan tahun
2 sebesar 85%), CTP – B (7-9 poin dengan angka kesintasan 81% pada tahun 1 dan tahun 2

13
sebesar 60%) dan CTP - C (10-15 poin dengan angka kesintasan 45% pada tahun 1 dan tahun 2
sebesar 35%).3
Tabel 1. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati
Parameter Nilai
1 2 3
Ensefalopati Tidak Ada Terkontrol dengan Kurang Terkontrol
Terapi
Asites Tidak Ada Terkontrol dengan Kurang Terkontrol
Terapi
Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin (gr/dl) >3,5 1,8-3,5 < 1,8
INR/ masa protombin < 1,7 1,7-2,2 >2,2

Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD) digunakan
untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.

Kesimpulan
Sirosis adalah kondisi di mana hati perlahan memburuk dan rusak karena cedera kronis.
Penyebab sirosis yang sering ditemukan adalah hepatitis B, hepatitis C, hepatitis imbas obat dan
hepatitis alkoholik. Banyak orang dengan sirosis tidak memiliki gejala pada tahap awal penyakit.
Apabila fungsi hati memburuk, satu atau lebih komplikasi bisa terjadi, seperti varises esofagus
dan perdarahan. Pada beberapa orang, komplikasi mungkin menjadi tanda-tanda pertama dari
penyakit. Untuk prognosisnya bervariasi berdasarkan klasifikasi Child-Pugh.

14
Daftar Pustaka

1. Welsby PD.Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis.Jakarta: EGC;2010. h.25,33-4.

2. Aru W. Sudoyo, Bambang S, Idrus A, Marcellus simadibrata, Siti S editor. Buku ajar
ilmu penyakit dalam jilid III edisi V. Pusat informasi dan Penerbitan bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Jakarta;h. 640-76, 708-13, 999-1003.

3. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Bagian ilmu penyakit dalam FK


Ukrida; 2013.h.157-171

4. Bickley Lynn S, Szilagyi Peter G. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.
Edisi 8. Jakarta: ECG; 2009.

5. Dan L. Longo, Anthony S. Fauci. Harrison gastroenterologi dan hepatologi. Jakarta:


EGC; 2013.hal.377-9.

6. Richard N. Mitchell. Buku dasar patologis penyakit robbins dan cotran. Edisi 7. Jakarta:
EGC; 2011.hal.512-3.

7. Kusumobroto O Hernomo. Sirosis hati, dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati, edisi I,
Jakarta:Jayabadi, 2010.h. 335-45.

15

Anda mungkin juga menyukai