Oleh
Tim Visi Indonesia 2033
P i d h Ibu
Pemindahan Ib Kota
K t ke
k Kalimantan
K li t
Lorongg Keluar dari Berbagai
g Paradoks Pembangunan,
g ,
Menuju Indonesia yang Tertata
7
Kebijakan Strategis Pemerataan Pembangunan
Agenda pemindahan ibukota tentunya bukan semata didasarkan pada pertimbangan
ancaman terhadap dan ketidaklayakan Jakarta, melainkan didasarkan pada visi ke depan
tentang tata kelola pembangunan kawasan dan antarkawasan secara nasional. Oleh
j
karena tujuan pemindahan Ibu Kota itu bukan bersifat tunggal,
p gg maka ia harus berisi
beberapa rencana tindakan strategis di bidang ekonomi, pembangunan kawasan,
pemerintahan, politik, hukum, kebudayaan, dan tatanan sosial, yang kesemuanya
bergerak saling mendukung, bukan merupakan masing-masing dinamika yang terpisah.
P i d h Ibu
Pemindahan Ib Kota
K adalah
d l h juga
j strategii untukk meredakan
d k ketegangan-ketegangan
k k
dalam proses membangun yang selama ini mengalirkan energi secara tidak adil dan
merata serta menimbulkan banyak paradoks dalam langkah-langkah yang diklaim untuk
memperbaiki taraf hidup warga negara, negara mewujudkan keadilan,
keadilan kesejahteraan,
kesejahteraan
kemakmuran dan sebagainya. Perlu kiranya disadari, dengan episentrum yang mahakuat
di Jakarta saat ini, ditambah porsi 80% industri yang berlokasi di Jawa, maka program
g
transmigrasi penduduk keluar JJawa,, p
p percepatan
p pembangunan
p g daerah tertinggal
gg di luar
Jawa, pengembangan pendidikan di luar Jawa, dan sebagainya, tidak akan bisa efektif dan
optimal karena kuatnya daya tarik dari episentrum Kota Jakarta dan Pulau Jawa untuk
menarik kembali berbagai sumber daya yang ada di luar Jawa, termasuk yang dialokasikan
lewat berbagai kebijakan tadi.
8
Untuk tujuan pengentasan kemiskinan, dalam jangka menengah dan jangka
panjang,
panjang hal ini dapat memecahkan dua karakteristik masalah kemiskinan sekaligus,
sekaligus
yaitu karakteristik kemiskinan di Jawa dan luar Jawa. Kemiskinan di Jawa memiliki
karakteristik kemiskinan ’Asia’, yang disebabkan penduduk yang terlampau banyak
dan padat. Sementara itu, kemiskinan di Indonesia bagian tengah dan timur
berkarakter kemiskinan ’Afrika’ yaitu kemiskinan karena minimnya infrastruktur dan
ditandai dengan penduduk yang jarang. Pembangunan pusat-pusat pertumbuhan baru
g
di Indonesia bagian tengah
g dan timur dapat
p menciptakan
p stimulasi untuk mengatasi
g
persoalan ini dengan menciptakan keseimbangan baru secara bertahap.
Agenda pemindahan ibu kota itu tentu saja harus diiringi oleh beberapa tindakan
g
strategis pendukungg lainnya
p y di bidangg ekonomi, p pembangunan
g kawasan,
pemerintahan, politik hukum, kebudayaan, dan tatanan sosial, yang kesemuanya
bergerak saling mendukung, bukan gerakan yang masing-masing otonom.
Pemindahan ibu kota adalah jalan untuk meredakan ketegangan-ketegangan dalam
proses membangun yang selama ini mengalirkan energi secara tidak adil dan
menimbulkan banyak paradoks dalam langkah-langkah yang diklaim untuk
memperbaiki taraf hidup warga negara, mewujudkan keadilan, kesejahteraan,
k
kemakmuran,
k d sebagainya.
dan b
9
Agenda pemindahan ibu kota ke Kalimantan adalah agenda kunci untuk menata
Indonesia sejauh ia diiringi dengan agenda-agenda strategis lainnya,
Indonesia, lainnya yang di dalamnya
termasuk agenda menata Kota Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Pemindahan ibu
kota ke Kalimantan adalah jalan untuk menata perekonomian nasional agar betul-
betul bisa meraih pertumbuhan yang berkualitas, karena memperbesar peluang untuk
memanfaatkan sumber daya alam, daya dukung lingkungan, dan manusia secara
efisien.
p y nation building,
Dalam konteks upaya g, p
pemindahan ibu kota ke Kalimantan jjuga g
akan menghasilkan tonggak nasionalisme baru Indonesia, karena penempatan Ibu
Kota di titik tengah nusantara itu bisa menjadi simbol kebersamaan antara berbagai
g
’bagian’ Indonesia, simbol untuk berbagi,
g yyangg akan mendorongg semua warga g negara
g
merasa lebih memiliki Indonesia. Kalimantan di sekitar bagian selatan agak ke timur,
adalah titik tengah nusantara diantara rentang Sabang-Merauke dan rentang Miangas
dan Pulau Rote.
13
Model Pembangunan Kota Lestari
P
Permasalahan
l h lingkungan
li k d beban
dan b b urbanisasi
b i i yang berat
b t membuat
b t Jakarta
J k t
kewalahan mewujudkan dirinya sebagai kota yang berkelanjutan. Pemindahan
Ibukota NKRI yang diiringi oleh pengembangan kota baru sebagai fungsi ibukota
merupakan
k peluang
l membangun
b salah
l h satu model
d l Kota Lestari.
Membangun Kota Lestari tentunya tidak dapat diserahkan semata kepada sektor
swasta yang berorientasi keuntungan. Kota Lestari mengandung misi-misi
permukiman berkelanjutan yang hanya dapat dijalankan dengan kepemimpinan
sektor publik yang kuat dan didukung sektor swasta dan masyarakat secara sinergis.
Sebagai
g model Kota Lestari di tanah air,, ibukota baru adalah simbol Indonesia
Baru dengan segala kebaikan pembangunan kota dan penataan permukimannya.
Ibukota baru direncanakan menampung kepadatan penduduk yang terencana hingga
berjumlah lebih kurang 1 juta penduduk saja.
saja Ibukota baru sebagai model kota lestari
adalah ajang diterapkannya berbagai pendekatan pengembangan permukiman dan
kota yang belum berhasil diwujudkan hingga kini.
14
Upaya Reformasi Tata Kelola Pembangunan
St t i pembangunan
Strategi b k t k t sebagai
kota-kota b i upaya pemerataan
t pembangunan
b
wilayah di tanah air yang sudah dirumuskan sejak lama tidak kunjung terwujud
karena lemahnya kemampuan pemerintah untuk menggerakkan investasi swasta di
luar Jawa.
Jawa Pemindahan ibukota NKRI dapat dipandang sebagai peluang bagi
pemerintah untuk membangun sektor publik yang kuat untuk menggerakkan
investasi di luar Jawa secara efektif.
Pelepasan fungsi Jakarta sebagai pusat pemerintahan merupakan upaya yang
paling memungkinkan dibanding melepas fungsi-fungsi lain seperti pusat keuangan,
pusat bisnis, pusat jasa dan perdagangan, pusat pendidikan, dan sebagainya.
Pemindahan Ibukota NKRI sebagai sebuah prakarsa sektor publik yang dipimpin
oleh pemerintah pusat harus dipandang sebagai instrumen paling strategis untuk
meningkatkan kemampuan pemerintah dalam membangun pola spasial investasi
g mengendalikan
swasta sekaligus g arah p
pertumbuhan wilayah
y dan kota-kota.
15
Manfaat Ekonomi Ibu Kota Baru
Pemindahan ibu kota ke Kalimantan,
Kalimantan meskipun akan memakan biaya sekitar Rp
100 triliun, tidak dikeluarkan sekaligus. Pembiayaan dilakukan dalam jangka waktu
10 (sepuluh) tahun, dengan rata-rata Rp 10 triliun pertahun. Biaya tersebut
merupakan investasi bangsa yang akan menghasilan keuntungan berlipat-lipat dalam
jangka panjang, untuk masa depan NKRI sepanjang usianya. Ibu Kota yang baru
akan menambah daya tarik Indonesia di mata dunia internasional, dan daya tarik itu
akan mendatangkan nilai devisa bagi negara melalui aliran masuk investasi maupun
wisatawan.
i S j h kita
Sejauh ki bisa
bi mendorong
d persebaran
b k d
kedatangan pemodal
d l dan
d
wisatawan asing itu ke berbagai wilayah di Indonesia, peningkatan devisa itu tentu
akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Pengeluaran Rp 100 triliun untuk waktu sepuluh tahun,
tahun atau kurang dari 1%
nilai APBN, jelas jauh lebih rendah dibandingkan kerugian akibat kemacetan di
Jakarta yang sekarang mencapai di atas Rp 20 triliun per tahun, dan degradasi
lingkungan
g g yyangg terus meningkatg dari tahun ke tahun. Apabila
p kerugian
g akibat
kemacetan tersebut digabungkan lagi dengan kerugian akibat banjir, kemerosotan
daya dukung lingkungan, kemerosotan kualitas hubungan sosial, dan sebagainya
dengan nilai yang terus meningkat dari tahun ke tahun, investasi memindahkan ibu
k menjadi
kota j di jauh
j h lebih
l bih besar
b l i manfaatnya.
lagi f
16
Dari total investasi untuk infrastruktur dan sarana yang dibangun di Ibu Kota
baru ini tentu sebagian akan berfungsi juga sebagai penjual jasa-jasa pemerintahan
kepada publik. Infrastruktur dan sarana itu misalnya adalah jaringan listrik, instalasi
air bersih, bandara, pelabuhan dan beberapa lainnya. Artinya, untuk jenis
infrastruktur dan sarana tertentu, dalam jangka panjang investasi yang dikeluarkan
bisa dikembalikan dari pembayaran yang dikenakan kepada pengguna jasa.
Karakteristik Kalimantan
Usulan pemindahan ibu kota ke Kalimantan harus diletakkan dalam agenda
membangun multigrowth pole nasional yang selanjutnya diiringi oleh agenda
membangung multigrowth
g ppole p
perwilayah.
y Ibu kota yyangg baru -karena p
posisi dan
lokasinya- akan berada dalam jaringan kota-kota nasional yang sehat, seimbang, saling
memperkuat dan membentuk tatanan kewilayahan yang harmonis.
Dengan bentuk jaringan baru kota-kota nasional, dalam jangka panjang akan
tercipta efisiensi ekonomi nasional karena tiap jenis industri berada relatif di dekat
sumber bahan energi dan bahan baku yang dibutuhkan. Kota-kota besar serta kota-
kota industri di Jawa juga terhindar dari kongesti bongkar muat pelabuhan laut,
k
kongesti traffic
ff penerbangan,
b d kemacetan
dan k l l lintas
lalu l d jalan
di l raya.
17
Usulan pemindahan ke Kalimantan juga telah mempertimbangkan manfaat agregat
dibanding pemindahan ke lokasi lain. lain Pertama,
Pertama Kalimantan,
Kalimantan tepatnya Kalimantan bagian
selatan, adalah kawasan tengah Indonesia, yang membuat biaya pergerakan dari Pulau Jawa yang
dihuni oleh 59% penduduk nasional tidak terlalu tinggi. Kedua, Kalimantan adalah sumber
utama bahan baku energi nasional, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas. Ketiga, sumber air
memadaid untukk kebutuhan
k b jangka
k panjang, sejauh program pelestarian
l l k
lingkungan b l
berjalan
baik dan teknologi pengolahan air digunakan sebagaimana mestinya. Keempat, Kalimantan
merupakan daerah dengan kepadatan penduduk paling rendah di Indonesia bersama Papua.
Kelima Kalimantan adalah pulau yang paling aman dari ancaman bencana gempa bumi di
Kelima,
Indonesia. Keenam, Kalimantan adalah salah satu wilayah yang mengalami proses pertumbuhan
dan sirkulasi modal yang tidak adil dan sangat tidak seimbang di Indonesia. Dengan prosi
jumlah penduduk yang hanya 5,6% persen dari total penduduk nasional, Kalimantan memberi
kontribusi sebesar 9,3% terhadap PDB nasional. Sementara daerah lain, porsi sumbangannya
terhadap PDB nasional hampir sama atau kurang dari porsi prosentase jumlah penduduknya
terhadap nasional. Tetapi, yang lebih menyedihkan adalah, porsi investasi di Kalimantan
terhadap total investasi nasional yang hanya 0,6%.
0 6% Hal ini amat kontras dengan porsi investasi
yang tertanam di Jawa yang besarnya mencapai 72,3% dari total investasi secara nasional. Ini
jelas mengisyaratkan bahwa Kalimantan adalah daerah yang terancam tidak berkembang secara
ekonomi karena sebagian besar pendapatan yang dihasilkan di daerah ini dibawa ke Jawa.
18
Mengapa Bukan Jonggol, Sentul, atau Karawang?
Alternatif pemindahan ibukota ke Jonggol atau Sentul -seperti yang selama ini
banyak dimunculkan- hanyalah ide menggeser ibukota semata dan tidak didasari
agenda pemerataan pembangunan wilayah dan kota-kota. Untuk mengurangi laju
migrasi penduduk dari daerah lain ke Jabodetabek, ide ini justru mengandung
kontradiksi dengan tujuan manajemen kependudukan selama ini, karena ia akan
terus merangsang orang untuk datang dari berbagai daerah dan memberikan tekanan
pada JJakarta untuk semakin membesar menuju
p j megaurban
g yyangg berkembangg secara
menjalar (urban sprawl) dan berserakan (scattered). Di luar hal tersebut, ide
pemindahan Ibu Kota ke Sentul atau Jonggol tidak menjawab persoalan-persoalan
besar yyangg akan dihadapi
p bangsa
g Indonesia ke depan.
p
Jonggol adalah kawasan pertanian penghasil padi yang terintegrasi dengan
Karawang sebagai lumbung padi Jawa Barat. Menjadikan Jonggol sebagai kota baru
pusat pemerintahan RI jelas akan berdampak beralih fungsinya lahan pertanian di
Jonggol hingga ke Karawang, akibat munculnya kawasan-kawasan perumahan di
sekeliling Jonggol.
Adanya argumentasi yang mengatakan bahwa biaya pemindahan kota pusat
pemerintahanh kek Kalimantan
K l sangat mahal
h l dibanding
d b d ke k Jonggol
J l
19
atau kawasan lain di sekitar Jakarta, adalah argumentasi sesat dan menyesatkan
masyarakat Mereka yang meminta pemindahan ibukota pemerintahan ke Jonggol,
masyarakat. Jonggol
ke Sentul atau ke Karawang itu, sepertinya menyuruh masyarakat membayangkan
aktifitas pemindahan ibukota adalah kegiatan memindahkan pohon-pohon yang
sudah ditanam dan gedung-gedung yang telah didirikan di Jakarta.
Jakarta Bayangan keliru
ini lalu membuat orang berkesimpulan bahwa biaya pemindahan ibukota ke Jonggol
menjadi lebih murah karena yang dibayangkan adalah biaya pengangkutan barang.
Ini jelas logika yang sesat dan menyesatkan. Dimanapun lokasi pendirian ibukota
yang baru, proses kerjanya akan sama dan biayanya relatif sama, mulai dari disain
kota, penetapan lahan, penataan lahan, pembangunan infrastruktur dasar,
konstruksi,, p
pembangunan
g sistem dan sebagainya.
g y Yangg membuat biayay p
pembangunan
g
kota baru itu berbeda justeru harga lahan dan harga pembebasan lahan. Karena
faktor terakhir ini, maka justeru pemindahan ibukota pusat pemerintahan ke Jonggol
itu akan lebih mahal berdasarkan nilai teknis proyek. Sedangkan berdasarkan
manfaat, jelas pembangunan ibukota pemerintahan di Kalimantan jelas memberi
manfaat jauh lebih besar untuk masa depan bangsa Indonesia.
20
Bertolak dari tujuan pemindahan ibukota seperti itu, maka ibukota
P
Pemerintahan
i t h RI yang baru b it hendaklah
itu h d kl h dibangun
dib b d
berdasarkan
k sejumlah
j l h kriteria
k it i
wajib. Kriteria-kriteria wajib tersebut adalah:
1. Terpadu antara fungsi-fungsi permukiman, pusat pendidikan, pusat penelitian,
k
kawasan industri
d jasa, dan
d rekreasi
k serta didukung
dd k sistem transportasi, prasarana
permukiman dan fasilitas-fasilitas kota yang memadai (Revisi UU 29/2007
tentang Ibu Kota Negara);
2. Memiliki konsep manajemen kota yang kuat dan mampu mengendalikan
pemanfaatan ruang-ruang kota dan wilayahnya secara efektif (Implementasi UU
Penataan Ruangg 26/2007);
/ );
3. Memiliki sistem transportasi publik yang terpadu inter-moda dan terpadu dengan
pusat-pusat aktivitas kota berdasarkan konsep TOD (Transit Oriented Development);
4 Pengembangannya didasarkan pada integrated urban infrastructure management;
4.
5. Memiliki Kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun (Implementasi UU
4/1992 dan PP 80/1999);
21
6. Menyediakan perumahan yang layak bagi seluruh warganya, melalui
pengembangan permukiman campuran multistrata yang bebas dari eksklusivisme
lingkungan permukiman;
7. Pengembangan permukiman berbasis komunitas (community housing);
8. Penerapan konsep green building, sustainable landscape dan juga sustainable settlements;
9. Pembangunan kapasitas dan pengembangan kelembagaan (capacity building and
institutional development)
p )ppengelolaan
g Ibukota NKRI;;
10. Memiliki agenda pembangunan sosial dan budaya yang jelas untuk mewujudkan
masyarakat kewargaan (citizenship) dan masyarakat demokratis;
11 Memproteksi dan menjamin reservasi seluruh panjang kawasan pantai,
11. pantai atau
kawasan tepian sungai, atau tepian danau dan situ, sebagai ruang publik, dimana
tidak seorangpun terhalang untuk mengaksesnya secara bebas;
12 Pemerintahan
12. P i t h K t yangg berbentuk
Kota b b t k Daerah
D h Administratif
Ad i i t tif Khusus
Kh yangg
Walikotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan melewati tahap Uji
Kelayakan oleh sebuah Tim atau Dewan Kota.
22
23
24
25
BIODATA TIM PERANCANG
26 64
ANDRINOF A. CHANIAGO lahir di Padang, 3 November 1962. Saat ini bekerja
sebagai Pengajar pada Departemen Ilmu Politik FISIP UI,UI untuk mata kuliah-mata
kuliah: Ekonomi-Politik pada Program S1 dan S2; Politik Perkotaan pada Program
Sarjana Ekstensi, dan Isu-isu Politik Dalam Kebijakan Publik pada Program S2 FISIP
UI. Selain itu, penulis juga menjadi Senior Fellow The Habibie Center .
Bersama beberapa
B b b peneliti
li i mendirikan
di ik Center
C f Indonesian
for I d i Regional
R i l and d Urban
Ub
Studies (CIRUS) pada tahun 1999, dan mendirikan CIRUS Surveyors Group
(CSG) pada 2008. Saat mahasiswa pernah menjadi Ketua Badan Perwakilan
Mahasiswa dan menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa FISIP UI. Juga pernah
aktif pada beberapa organisasi sosial (nonprofit),
(nonprofit) yakni sebagai Anggota Dewan
Redaksi Jurnal Galang, (jurnal pemikiran tentang penggalangan dana sosial atau
filantrofi); dan menjadi Ketua III Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI);
Menyelesaikan S-1 dari Jurusan Ilmu Politik, FISIP UI, dan S2 (Magister)) dari Program Magister
Perencanaan dan
d Kebijakan
b k Publikbl k dari
d FE UI, serta Diploma
l The
h Nationall Development
l Courses dari
d Fu
Hsing Kang College, Taipei, Taiwan, (2004); Mengkuti Short Courses dan Training, antara lain, (1)
Economic Globalization, di Wuhan, China, 2007; (2) Taiwan Economic Development and Planning, di Taipei,
Taiwan, 2006; (3) Sustainable Urban Development di Touyuan City, Taiwan, 2004; dan (4) Conflict
Mediation di Oslo dan Troms O,
Mediation, O Norwegia,
Norwegia 2003.
2003 Menulis buku berjudul,
berjudul Gagalnya Pembangunan:
Kajian Ekonomi Politik Akar Krisis Indonesia (LP3ES, Jakarta, 2001), dan sejumlah tulisan pada buku,
jurnal dan media massa.
27
AHMAD ERANI YUSTIKA lahir di Ponorogo, 22 Maret 1973. Menyelesaikan
gelar sarjana dari Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP)
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 1996. Setelah lulus aktif
memublikasikan tulisan di berbagai media massa dan jurnal ilmiah. Pada tahun
2001 menuntaskan studi postgraduate (MSc.) dan tahun 2005 menyelesaikan
studi doktoral,
doktoral semuanya di University of Göttingen (George-August Univesitat
Göttingen) Jerman dengan spesialisasi ekonomi kelembagaan.
Buku yang pernah diterbitkan antara lain: Perspektif Baru Pembangunan Indonesia:
Catatan Kritis terhadap Isu Isu-Isu
Isu Aktual (Brawijaya University Press dan P3BE,
Malang, 1997); Industrialisasi Pinggiran (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000);
Pembangunan dan Krisis: Memetakan Perekonomian Indonesia (PT Grasindo,
Jakarta, 2002); Economic Analysis of Small Farm Households (Brawijaya Univesity Press, Malang, 2003);
Negara vs Kaum Miskin (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003); Transaction Cost Economic of the Sugar Industry
in Indonesia (Wissenschafttsverlag Vauk Kiel KG, Germany, 2005). Selain itu, juga menjadi editor buku:
Emansipasi Kebijakan Lokal: Ekonomi dan Bisnis Paskasentralisasi Pembangunan (Bayumedia, Malang, 2003);
Perekonomian Indonesia: Deskripsi, Preskripsi, dan Kebijakan (Bayumedia, Malang, 2005); dan Menjinakkan
Liberalisme: Revitalisasi Sektor Pertanian dan Kehutanan ((Pustaka Pelajar,
j , Yogyakarta,
gy , 2005).
)
Sejak tahun 1997 bekerja sebagai dosen di kampus almamater dan pernah menjabat sebagai sebagai
Direktur Eksekutif ECORIST (The Economic Reform Institute). Pada tahun 2006 terpilih sebagai Dosen
Berprestasi I (Teladan I) Universitas Brawijaya. Sekarang menjabat sebagai Direktur Utama INDEF.
28
MOHAMMAD JEHANSYAH SIREGAR dikenal dengan Jehan Siregar sejak
tahun 1995 hingga
gg sekarangg menjadij staf p
pengajar
g j dan ppeneliti di Kelompok
p
Keahlian Perumahan dan Permukiman, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan
Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (KKPP, SAPPK ITB).
Setelah menamatkan Sarjana Arsitektur di ITB tahun 1995, di tempat yang sama
J h
Jehan mendapatkan
d p tk M gi t di alur
Magister l studi
t di Perumahan
P h d
dan P
Permukiman
ki p d
pada
tahun 1999, hingga kemudian memperoleh gelar Ph.D pada 2006 di bidang
Perencanaan Kota dari The University of Tokyo, Jepang. Konsistensi di bidang
perumahan dan permukiman terlihat dari fokus studi sejak tingkat sarjana, yaitu
Studio Tugas Akhir berjudulAplikasi Konsep Support dalam Desain Rumah Susun
Sederhana, Tesis berjudul Model Perumahan untuk Keluarga Muda Kelas
Menengah Perkotaan, dan Disertasi di bidang kebijakan perumahan berjudul
Identifying Policy Networks in the Development of Indonesian Housing Policy.
Selain
S l i mengajar
j di Program
P S j
Sarjana A it kt dan
Arsitektur d Magister
M i t Perumahan
P h dand Permukiman
P ki ITB sejak
ITB, j k tahun
t h
1993 Jehan Siregar sudah terlibat dalam berbagai kegiatan pendampingan masyarakat, terutama di kawasan
Kota Bandung dan Jawa Barat. Antara 1997 hingga 2002 sebagian besar kegiatannya ada di Lembaga
Pengakbdian Masyarakat ITB. Sejak tahun 2001 terlibat dalam berbagai kegiatan di Direktorat Jenderal
Perumahan dan Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum, di Kementerian Perumahan Rakyat sejak tahun
2005, di Direktorat Perumahan Bappenas, dan di UN-Habitat Jakarta sejak tahun 2007. Beberapa karya yang
dihasilkan di antaranya adalah RPJM Perumahan dan Permukiman 2000-2004, Rencana Pembangunan
Rusunawa 2000-2004, dan berbagai makalah di bidang perumahan, permukiman, pengembangan komunitas,
pertanahan dan penataan ruang
29
TATA MUSTASYA menyelesaikan pendidikan pascasarjana (Master of Arts)
bidangg Manajemen
j Pembangunan
g di Universityy of Turin and ITC-ILO (2009) dan
sarjana bidang Ekonomi Pembangunan, FE UI (2001). Sejak lulus UI, ia bergelut
di bidang riset, analisa, dan advokasi kebijakan dengan konsentrasi politik dan
pembangunan. Dalam kurun yang sama, ia menjadi editor freelance dan penulisa
kolom di beberapa media nasional, seperti Kompas, The Jakarta Post, Media Indonesia
d Sinar
dan Si a Harapan.
Ha apa
Pengalamannya di dunia riset antara lain: Policy and Advocacy Officer Oxfam
Great Britain-Indonesia (2007-2009); Analyst/Researcher The Indonesian Institute,
Center for Public Policyy Research (2005-2007);; Researcher The Habibie Center
(2004), Researcher and Community Development Officer Indonesian Partnership
on Local Governance Initiatives (2002-2003). Pengalaman lainnya adalah Country Lead, Biofuels
Advocacy and Media Campaign, Oxfam International in Indonesia 2008-2009 dan Lead, Monitoring,
Evaluation and Learning-Oxfam GB in Indonesia, Media, Advocacy and Communications Team (2007-
2009).
Selain itu, ia aktif mengikuti berbagai konferensi dan seminar, baik sebagai peserta maupun pembicara,
misalnya: kontributor “International Institute for Environment and Development (IIED) Regional
Advisory Panel Meeting
Meeting”, Bangkok,
Bangkok Thailand (2008),
(2008) peserta aktif “Poverty
Poverty Footprint Workshop
Workshop”,
Bangkok, Thailand (2008), utusan “Asian Forum on Corporate Social Responsibility”, Ho Chi Minh
City Vietnam (2007), pembicara dan utusan “Roundtable on Sustainable Biofuels for Asia Outreach”,
Shanghai, China (2007), dan utusan Oxfam International Policy and Lobby Team “Conference of
Parties for Climate Change, Bali, Indonesia (2007).
30