Anda di halaman 1dari 7

KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx

Jurnal Kesehatan Masyarakat


http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas

POTENSI PENDIDIKAN GIZI DALAM MENINGKATKAN ASUPAN GIZI PADA


REMAJA PUTRI YANG ANEMIA DI KOTA MEDAN

Verarica Silalahio1, Evawany Aritonang2, Taufik Ashar3


1
Alumni Program Studi S2 FKM USU
2
Staf Pengajar Departemen Gizi FKM USU
3
Staf Pengajar Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Remaja putri merupakan kelompok anemia berisiko tinggi dibandingkan putra den-
Diterima 21 Oktober 2015 gan prevalensi di Indonesia 26,5%. Penelitian quasy experiment dengan desain pre-post
Disetujui 15 Januari 2016 intervention bertujuan menganalisis pengaruh pendidikan gizi terhadap pengetahuan
Dipublikasikan Januari 2016
gizi dan konsumsi zat gizi remaja putri. Sampel berjumlah 51 orang yang dilakukan
Keywords: di SMP Negeri 21 Medan tahun 2015. Pendidikan gizi diberikan dua kali dengan me-
Nutrition Education; tode ceramah, tanya jawab dengan booklet. Asupan gizi diketahui dengan metode food
Nutrient Intake,; recall 24 jam (dua kali). Hasil menunjukkan bahwa skor pengetahuan gizi meningkat
Adolescent Girls; Anemia. dari 62,39±12,05 poin menjadi 72,31±17,01 poin. Asupan gizi (protein, vitamin C, vita-
min A, asam folat, besi, zink, tembaga) mengalami penurunan sesudah intervensi. Ada
DOI perbedaan bermakna (p<0,05) skor pengetahuan gizi sebelum dan sesudah intervensi.
http://dx.doi.org/10.15294/ Tidak ada perbedaan (p>0,05) asupan gizi sebelum dan sesudah intervensi. Hasil ini
kemas.v11i1.3521
menunjukkan bahwa pendidikan gizi hanya meningkatkan pengetahuan gizi remaja pu-
tri, tetapi tidak meningkatkan asupan gizi.

POTENTIAL FOR NUTRITION EDUCATION IN IMPROVING NUTRITION


INTAKE IN ADOLESCENT WHICH ANEMIA IN MEDAN

Abstract
Adolescent girls are high risk to anemia rather than boys with prevalence in Indonesia
26,5%. This quasy experiment research with pretest-posttest group design study aimed to
analyze effect of nutrition education on knowledge and nutrition consumption in adolescent
girls. Samples with 51 subjects was conducted in Junior High School 21 Medan in 2015.
The nutrition education was given twice using lecture & question answer with booklet.
Nutrition consumption was gathered twice with food recall 24 hours method. The results
showed that knowledge nutrition score increased from 62.39±12.05 points to 72.31±17.01
points. Nutrients intake (protein, vitamin C, Vitamin A, folic acid, iron, zink, copper)
decreased in the post intervention. There was a significant difference (p<0.05) nutrition
knowledge pre and post intervention, and no difference (p>0.05) nutrition consumption
pre and post intervention. This imply that nutrition education only improved the adolescent
girls’ knowledge nutrition, but did not improved the nutrient intake.

© 2016 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Program Studi S2 FKM USU
Email : verasilalahi@rocketmail.com
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx

Pendahuluan yang diberikan intervensi pendidikan seksual


Anemia masih merupakan masalah secara signifikan lebih baik daripada sebelum
kesehatan utama masyarakat dunia, khususnya diberikan pendidikan seksual.
di negara sedang berkembang (WHO, 2008; Dampak anemia pada remaja putri
Milman, 2011). Sekitar 50-80% anemia di dunia dan status gizi yang buruk memberikan
disebabkan kekurangan zat besi (Milman, kontribusi negatif bila hamil pada usia remaja
2011). Prevalensi anemia pada remaja wanita ataupun saat dewasa yang dapat menyebabkan
(usia 15-19 tahun) sebesar 26,5% dan pada kelahiran bayi dengan berat badan lahir
wanita subur sebesar 26,9% (Depkes RI, 2005). rendah, kesakitan bahkan kematian pada ibu
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, proporsi dan bayi. Selain itu, anemia juga mempunyai
anemia di Indonesia pada kelompok umur 5-14 dampak negatif terhadap perkembangan
tahun adalah sebesar 26,4% (Kemenkes RI, fisik dan kognitif remaja (WHO, 2008). Sel
2014). darah putih yang berperan sebagai komponen
Remaja putri merupakan kelompok imunitas tubuh tidak dapat bekerja secara
risiko tinggi mengalami anemia dibandingkan efektif dalam keadaan defisiensi besi. Selain itu
remaja putra dimana kebutuhan absorpsi zat enzim mieloperoksidase yang berperan dalam
besi memuncak pada umur 14-15 tahun pada sistem kekebalan juga terganggu fungsinya
remaja putri, sedangkan pada remaja putra satu bila defisiensi besi (Almatsier, 2007). Hal yang
atau dua tahun berikutnya (WHO, 2011). Faktor sama juga dinyatakan oleh Barasi (2009) yaitu
risiko utama anemia defisiensi besi adalah anemia defisiensi besi dapat memengaruhi
asupan zat besi yang rendah, penyerapan zat fungsi sel darah putih sehingga menurunkan
besi yang buruk, dan periode kehidupan ketika kemampuannya untuk menghancurkan
kebutuhan akan zat besi tinggi seperti pada organisme yang menyerang.
masa pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui. Meskipun dampak anemia sangat
Kekurangan zat gizi lainnya seperti vitamin A, membahayakan terhadap kesehatan remaja dan
B12, folat, riboflavin, dan tembaga (Cu) serta prevalensi anemia pada usia 5-14 tahun cukup
adanya penyakit akut dan infeksi kronis seperti tinggi yaitu 26,4% (Kemenkes RI, 2014), namun
malaria, kanker, tuberkulosis, dan HIV juga program pemerintah khusus untuk pencegahan
dapat meningkatkan risiko anemia (WHO, anemia remaja saat ini tidak ada. Berbeda
2008; Milman, 2011). Selain itu kebutuhan zat dengan program suplementasi besi, program
besi yang tinggi pada remaja putri juga pada pemberian makanan tambahan, pendidikan
masa menstruasi (WHO, 2008). gizi hanya ditujukan untuk penanggulangan
Asupan gizi besi yang kurang pada anemia pada ibu hamil. Dibandingkan dengan
remaja dapat disebabkan pengetahuan remaja program suplementasi dan program pemberian
yang kurang tentang pangan sumber zat besi makanan tambahan yang sangat mahal
dan peran zat besi bagi remaja. Berdasarkan biayanya, maka pendidikan gizi merupakan
hal ini maka peningkatan pengetahuan melalui program dengan biaya lebih murah. Dalam
pendidikan gizi dapat memperbaiki perilaku kondisi ekonomi sulit di Indonesia saat ini
remaja untuk mengonsumsi pangan sumber zat maka pendidikan gizi merupakan intervensi
besi sesuai dengan kebutuhan gizinya. Berbagai yang tepat dalam mengatasi anemia pada
riset telah membuktikan bahwa pendidikan gizi remaja.
dapat mengubah perilaku yang baik. Goldberg Survei pendahuluan oleh peneliti dan
(2015), menyatakan adanya pendidikan gizi petugas Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
tentang alkohol dapat mengubah perilaku yang Puskesmas Simalingkar menemukan bahwa
dapat mencegah obesitas selama lebih dari dua remaja putri di SMP Negeri 21 Medan diduga
dekade. Selain itu, pendidikan gizi terbukti anemia karena sering mengalami pusing, lemas
sangat efektif untuk mencegah osteodystrophy dan ngantuk di kelas yang merupakan gejala
pada pasien hemodialisis (Karavetian, 2015). anemia. Hasil pemeriksaan hemoglobin di
Penelitian tentang intervensi pendidikan SMP Negeri 21 Medan didapatkan sebanyak
seksual yang dilakukan oleh Purwati (2015), 76 remaja putri (88,37%) mengalami anemia.
menemukan bahwa pengetahuan kelompok Hal ini menandakan bahwa anemia menjadi

97
Verarica Silalahio, dkk / Potensi Pendidikan Gizi dalam Meningkatkan Asupan Gizi

masalah kesehatan pada kelompok remaja putri program nutri survey. Efek pendidikan gizi
di lokasi tersebut. diukur dengan perubahan pengetahuan
Pemberian pendidikan gizi pada remaja dan tindakan remaja melalui 25 pertanyaan
putri diharapkan dapat menambah pengetahuan dengan topik pengertian, orang yang berisiko,
remaja putri tentang gizi khusunya tentang faktor risiko, tanda dan akibat anemia, cara
anemia, dan diharapkan dapat mengubah pola pencegahan dan cara penanggulangan serta
makan sehingga asupan gizi menjadi lebih zat-zat gizi yang berhubungan dengan anemia.
baik. Pemikiran yang terbuka dan karakteristik Sebelum intervensi, sampel diberikan pretest
remaja yang masih dalam tahap belajar secara pengetahuan gizi, dan asupan zat gizi (protein,
tidak langsung akan memengaruhi kebiasaan vitamin C, vitamin A, asam folat, besi, zink dan
mereka. Dengan pendidikan gizi, remaja akan tembaga). Intervensi pendidikan gizi diberikan
lebih mengenal kebiasaan baik dalam hal dua kali selama delapan minggu menggunakan
pemenuhan kebutuhan asupan gizi, sehingga metode ceramah dan tanya jawab dengan
dapat mempraktikannya dalam kehidupan booklet. Pada akhir penelitian dilakukan postest
sehari-hari. pengetahuan gizi dan asupan zat gizi (protein,
Berdasarkan hal ini maka penelitian vitamin C, vitamin A, asam folat, besi, zink dan
bertujuan (1) menganalisis efek pendidikan gizi tembaga).
terhadap pengetahuan gizi, (2) menganalisis Efek pendidikan gizi terhadap asupan zat
efek pendidikan gizi terhadap asupan zat gizi gizi dianalisis dengan uji beda pengetahuan gizi,
(protein, vitamin C, vitamin A, asam folat, besi, dan asupan gizi. Bila data berdistribusi normal,
zink dan tembaga). maka analisis dilakukan dengan uji statistik
parametrik yaitu uji t berpasangan. Sebaliknya,
Metode bila data tidak berdistribusi normal, maka
Jenis penelitian adalah quasy experiment digunakan uji statistik non parametrik yaitu uji
dengan rancangan pretest-posttest group di SMP Wilcoxon.
Negeri 21 Medan. Populasi adalah seluruh
remaja putri yang anemia. Sampel adalah total Hasil dan Pembahasan
populasi yang dipilih dengan kriteria inklusi Karakteristik Keluarga dilihat dari
dan eksklusi. Kriteria inklusi : 1) aktif sekolah tingkat pendidikan, pekerjaan orang tua dan
dan datang ketika dilakukan pemeriksaan status kepemilikan rumah. Berdasarkan alat
darah, 2) sehat dan tidak sakit diare, TBC, bantu kuesioner yang digunakan, didapatkan
atau penyakit lain saat penelitian, 3) tinggal bahwa pendidikan ayah dan ibu hanya terdiri
bersama orang tua dan 4) bersedia mengikuti dari dua tingkat pendidikan, yaitu SMP dan
penelitian dengan mengisi informed consent. SMA. Pendidikan berada dalam kategori
Kriteria eksklusi: 1) sedang menstruasi ketika rendah yaitu dominan SMP (52,9% pada
pemeriksaan darah dilakukan, 2) dalam tiga tingkat pendidikan ayah dan 84,3% pada
bulan terakhir mengonsumsi suplemen besi, tingkat pendidikan ibu). Pekerjaan ayah
3) pekerjaan orang tua dibidang kesehatan, 4) beragam dan paling banyak kategori lain-lain
pendidikan orang tua lebih dari lulusan Sekolah (satpam, supir, bengkel, tukang parkir, tukang
Menengah Atas (SMA), dan 5) penghasilan becak, tukang cuci, tukang urut, pemusik, dan
orang di atas dua juta per bulan. Setelah penjahit) sebesar 41,2%, sedangkan pekerjaan
penerapan kriteria inklusi dan eksklusi, maka ibu terbanyak adalah tidak bekerja (74,5%) atau
51 remaja putri sebagai sampel. status ibu rumah tangga. Pekerjaan ayah dan
Data karakteristik sampel dan ibu ini diasumsikan mempunyai pendapatan
karakteristik keluarga (pendidikan dan pekerjaan yang rendah. Berdasarkan status kepemilikan
orang tua) dikumpulkan menggunakan kue- rumah didapatkan bahwa sebagian besar
sioner. Data anemia awal diperoleh dengan keluarga sampel tinggal di dalam rumah
pemeriksaan darah menggunakan alat Easy kontrakan (58,8%). Hal ini mengasumsikan
Touch® GCHb oleh tenaga medis terlatih. Data bahwa spemenuhan kebutuhan gizi keluarga
asupan gizi dikumpulkan dengan formulir juga akan dipengaruhi oleh pendapatan yang
food recall 24 hours dan dianalisis dengan harus dikeluarkan untuk biaya kontrak rumah.

98
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx

Tabel 1. Karakteristik Keluarga mendapatkan pendidikan gizi yaitu dari 56,33%


Karakteristik n % menjawab benar menjadi 58,22 % menjawab
Pendidikan Ayah benar. Peneliti ini juga menyimpulkan bahwa
SMP 27 52,9
kelompok yang mendapatkan suplementasi zat
besi seminggu dua kali dan pendidikan gizi dua
SMA 24 47,1
minggu sekali mempunyai tingkat pengetahuan
Pendidikan Ibu
gizi lebih baik dibanding kelompok yang hanya
SMP 43 84,3
mendapatkan suplementasi dua kali seminggu
SMA 8 15,7 saja tanpa mendapatkan pendidikan gizi.
Pekerjaan Ayah Lebih lanjut, penelitian Zulaekah pada tahun
Guru 1 2,0 2012 menemukan bahwa pendidikan gizi
Pekerja Kantoran 5 9,8 dengan menggunakan booklet meningkatkan
Buruh 11 21,6 pengetahuan gizi sebesar 17,44 poin.
Tidak Bekerja 1 2,0 Penelitian tentang pengaruh
PNS/TNI/POLRI 2 3,9
suplementasi zat gizi dan pendidikan gizi
terhadap pengetahuan gizi, pemenuhan zat
Pedagang 10 19,6
gizi dan perbaikan status besi (Dwiriani,
Lainnya 21 41,2
2011) menyatakan bahwa pendidikan gizi
Pekerjaan Ibu meningkatkan skor pengetahuan gizi 28,6 dan
Guru 1 2,0 8,7 nilai MAR (Mean Adequacy Ratio) pada
Pekerja Kantoran 1 2,0 kelompok SGP (Suplementasi Multi Gizi Mikro
Buruh 2 3,9 Plus Pendidikan Gizi) dan secara signifikan
Tidak Bekerja 38 74,5 lebih tinggi dibandingkan kelompok SG
Pedagang 6 11,8 (Suplementasi Multi Gizi Mikro) dan Kontrol.
Lainnya 3 5,9 Penelitian Armani (2006), juga menemukan
Kepemilikan Rumah
bahwa pendidikan gizi meningkatkan
pengetahuan tentang gizi sehat dan pilihan
Milik Sendiri 21 41,2
gaya hidup terhadap makanan. Penelitian
Kontrak 30 58,8
Moore (2009), juga menemukan bahwa skor
Sumber : Data Primer pengetahuan gizi pada remaja putri dan ibu
Berdasarkan kuesioner yang digunakan meningkat secara nyata setelah diberikan
dalam menentukan skor pengetahuan program intervensi gizi.
didapatkan bahwa skor rata-rata pengetahuan Berdasarkan hasil food recall 24 jam
gizi mengalami kenaikan dari 62,39±12,05 yang dilakukan sebanyak dua kali didapatkan
sebelum intervensi menjadi 72,31±17,01 bahwa asupan protein menurun dari
sesudah intervensi (Tabel 2). Kenaikan ini 65,48±41,67 menjadi 53,25±35,54. Asupan
berbeda secara bermakna antara sebelum vitamin C menurun dari 58,78±95,38 menjadi
dengan sesudah intervensi (p<0,05). Hal ini 33,53±53,05. Asupan vitamin A menurun dari
menandakan bahwa pendidikan gizi yang 717,27±818,55 menjadi 574,32±585,36. Asupan
diberikan mampu meningkatkan pengetahuan asam folat menurun dari 162,77±129,15
gizi. menjadi 131,04±98,66. Asupan besi menurun
Hasil yang sama dengan penelitian dari 10,05±9,97 menjadi 8,54±11,42. Asupan
ini didapatkan juga pada hasil penelitian zink menurun dari 6,98±5,00 menjadi
Zulaekah (2007), yang menyebutkan bahwa 5,31±4,15. Asupan tembaga menurun dari
intervensi suplementasi zat besi pada anak 117,23±102,89 menjadi 98,83±160,76 (Tabel 2).
anemia yang disertai dengan pendidikan gizi Kemungkinan penyebab penurunan
dapat meningkatkan pengetahuan gizi tentang asupan zat gizi ini adalah pada masa libur
anemia pada anak dari nilai rata-rata 55,23 % sekolah, remaja putri tidak bisa mendapatkan
menjawab benar menjadi 71,21 % menjawab makanan lain di luar dari makanan yang
benar. Peningkatan ini lebih besar bila disediakan di rumah. Bila masa sekolah, remaja
dibandingkan dengan kelompok yang tidak putri bisa mendapatkan makanan lain dari

99
Verarica Silalahio, dkk / Potensi Pendidikan Gizi dalam Meningkatkan Asupan Gizi

Tabel 2. Skor Pengetahuan dan Asupan Gizi Sebelum dan Sesudah Intervensi
Kelompok Intervensi (n=51 orang)
Variabel Sebelum Sesudah p
Mean SD Mean SD
Skor Pengetahuan Gizi 62,39 12,05 72,31 17,01 <0,001a*
Protein (gr) 65,48 41,67 53,25 35,54 0,051a
Vitamin C (mg) 58,78 95,38 33,53 53,05 0,097b
Vitamin A (RE) 717,27 818,55 574,32 585,36 0,771a
Asam Folat (µg) 162,77 129,15 131,04 98,66 0,163a
Besi (mg) 10,05 9,97 8,54 11,42 0,269a
Zink (µg) 6,98 5,00 5,31 4,15 0,092b
Tembaga (µg) 117,23 102,89 98,83 160,76 0,039a*
Sumber : Data Primer
jajanan sedangkan bila masa libur sekolah, rumah. Menurut Hadi (2005), tingkat sosial
remaja putri tidak bisa mendapatkannya ekonomi yang membaik dalam keluarga
dikarenakan orang tua tidak memberikan akan semakin mempermudah ibu untuk
uang jajan. Selain itu, selama libur sekolah, mendapatkan berbagai macam bahan makanan
remaja putri juga jarang sarapan pagi. Hal ini yang sesuai dengan pilihan dan selera. Hasil
dikarenakan adanya anggapan bahwa bila tidak penelitian Kim (2014), juga menyatakan bahwa
sekolah, maka tidak perlu sarapan pagi karena kecenderungan prevalensi anemia semakin
tidak beraktivitas lebih dari biasanya. Menurut rendah seiring dengan semakin meningkatnya
Arisman (2010), mengonsumsi beberapa tingkat pendapatan pada keluarga remaja putri
makanan di pagi hari, mencoba makanan baru di Korea. Hal ini dikarenakan tiap individu pada
dan menyeleksi makanan jajanan yang bergizi keluarga dengan tingkat pendapatan tinggi
dapat menciptakan pola kebiasaan pangan banyak mengonsumsi zat besi dan vitamin C.
yang baik pada remaja. Pangan hewani merupakan sumber zat
Hasil uji statistik membuktikan bahwa besi terbaik karena kandungan zat besi yang
tidak ada perbedaan bermakna asupan lebih tinggi dan mempunyai bioavalabilitas
protein, vitamin C, vitamin A, asam folat, lebih tinggi yang lebih baik dalam absorpsi zat
besi dan zink sebelum dan sesudah intervensi besi dibanding zat besi dalam pangan hewani.
(p>0,05), namun ada perbedaan bermakna Zat besi dalam pangan hewani adalah besi hem
asupan tembaga sebelum dan sesudah yang dapat diabrospsi dengan baik. Sementara
intervensi (p<0,05). Meskipun secara statistik itu, dalam pangan nabati zat besinya adalah besi
menunjukkan ada perbedaan bermakna, non hem. Absrobsi besi non hem lebih rendah
namun rata-rata asupan tembaga pada sampel dan sangat dipengaruhi oleh komponen diet
mengalami penurunan. lainnya (Barasi, 2009). Selama masa remaja,
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan pertumbuhan cepat dan aktivitas tinggi dapat
gizi yang diberikan tidak mampu mengubah memengaruhi kebutuhan gizi. Perkembangan
pola makan remaja putri dikarenakan fisik dan psikososial juga dapat memengaruhi
penyediaan makanan bergantung pada pilihan makanan pada periode ini. Remaja
penyediaan makanan yang disediakan oleh mengalami peningkatan kemandirian dan
orang tua di rumah. Orang tua berperan besar teman sebaya mudah memengaruhi kelompok
dalam mengatur kebiasaan makan anaknya. ini, sehingga menyebabkan remaja lebih
Meskipun anak mendapatkan pendidikan sulit untuk merencanakan makanan yang
gizi, bila orang tuanya tidak mendapatkan sehat. Inilah faktor yang dapat memengaruhi
pendidikan gizi, maka konsumsi makanan timbulnya masalah kesehatan terkait gizi pada
cenderung tidak akan berubah. Selain remaja (Herbold, 2013).
itu, tingkat sosial ekonomi keluarga juga Perlu diperhatikan kombinasi makanan
memengaruhi ketersediaan makanan di sehari-hari, yang terdiri dari campuran sumber

100
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx

besi yang berasal dari hewan dan tumbuh- gizi pada anak dua minggu sekali, serta orang
tumbuhan serta sumber zat gizi lainnya yang tua/wali dan guru kelas satu bulan sekali dalam
dapat membantu absorbsi. Selanjutnya, menu waktu 3 bulan belum bisa mengubah asupan zat
sebaiknya terdiri atas nasi, daging/ikan/ gizi dari makanan terutama zat besi pada anak.
ayam, kacang-kacangan serta sayur-sayuran Ibu mempunyai peran penting dalam mengatur
dan buah-buahan yang kaya akan vitamin C dan mengendalikan arus makanan dalam
(Almatsier, 2007). Jenis dan jumlah zat-zat gizi keluarga, sehingga pengetahuan ibu khususnya
harus disediakan dengan cukup oleh makanan. tentang gizi sangat menentukan terhadap pola
Hidangan lengkap terdiri dari bahan makanan konsumsi makan dalam keluarga, khususnya
pokok, lauk pauk, sayuran, dan buah. Penderita kebiasaan makan anak. Walaupun pengetahuan
defisiensi besi umumnya memperlihatkan gizi ibu akan meningkat dengan pemberian
hidangan yang kurang mengandung daging pendidikan gizi, namun tingkat sosial ekonomi
atau bahan makanan hewan lain dan juga terutama pendapatan keluarga yang rendah
kurang sayur dan daun berwarna hijau dalam akan menjadi tantangan tersendiri bagi ibu
konsumsi makan (Sediaoetama, 2009). terutama dalam memilih bahan makanan yang
Rendahnya asupan gizi pada penelitian akan disajikan dengan keuangan yang terbatas.
ini dikarenakan ketersediaan pangan dalam Penelitian ini membuktikan bahwa
keluarga tidak berubah yang disebabkan oleh pendidikan gizi yang diberikan dengan metode
faktor pendidikan orang tua dan pendapatan ceramah tanya jawab dengan bantuan booklet
keluarga. Hal ini sesuai dengan penelitian berpotensi dalam meningkatkan pengetahuan
Gultom (2008) yang menyatakan bahwa faktor remaja putri tentang anemia. Namun tidak
penghasilan keluarga berhubungan bermakna berpotensi dalam meningkatkan asupan gizi
dengan kenaikan kadar hemoglobin anak protein, vitamin C, vitamin A, asam folat, besi,
balita (OR=3,04, 95%CI: 1,12-8,23). Chang zink dan tembaga.
(2009), mendapatkan bahwa asupan zat gizi
pada kelompok anemia lebih rendah daripada Penutup
kelompok tidak anemia. Rata-rata asupan zat Intervensi pendidikan gizi yang
gizi kelompok anemia dibandingkan dengan diberikan meningkatkan skor pengetahuan gizi
tidak anemia terdiri dari besi (sebesar 42,3% dari remaja putri, tetapi tidak mengubah asupan gizi
asupan zat gizi yang dianjurkan pada kelompok protein, vitamin C, vitamin A, asam folat, besi,
anemia dan 49,3% pada kelompok tidak zink dan tembaga. Ada perbedaan bermakna
anemia), vitamin C (sebesar 52,7% dari asupan skor pengetahuan gizi remaja putri yang anemia
yang dianjurkan pada kelompok anemia dan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan
64,6% pada kelompok tidak anemia), calcium gizi. Namun, tidak ada perbedaan bermakna
(sebesar 38,1% dari asupan yang dianjurkan asupan gizi remaja putri yang anemia sebelum
dan 40,4% pada kelompok tidak anemia) dan dan sesudah diberikan pendidikan gizi, kecuali
vitamin B1 (sebesar 75,7% dari asupan yang asupan tembaga.
dianjurkan pada kelompok anemia dan 83,9%
pada kelompok tidak anemia). Ucapan Terima Kasih
Selain itu, hasil penelitian Eicher Ucapan terima kasih disampaikan
(2009), menemukan bahwa anak yang kepada pihak sekolah yang telah memberikan
asupan makanannya kurang menyebabkan izin selama penelitian, dan kepada pihak
kemungkinan anemia sebesar 2,95 kali Puskesmas Simalingkar yang telah bekerja
dibandingkan anak yang asupan makanannya sama dalam melaksanakan penelitian hingga
baik. Hasil penelitian Gupta (2012), menemukan selesai.
bahwa tingginya prevalensi anemia pada
remaja di daerah perkotaan disebakan oleh Daftar Pustaka
kebiasaan makan remaja di perkotaan yang Almatsier, S., 2007. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:
buruk dibandingkan dengan kebiasaan makan PT Gramedia Pustaka Utama.
remaja di pedesaan. Penelitian Zulaekah (2007), Arisman, 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta:
memperlihatkan bahwa intervensi pendidikan EGC.

101
Verarica Silalahio, dkk / Potensi Pendidikan Gizi dalam Meningkatkan Asupan Gizi

Armani, R., dan Soflaei, M. 2006. Nutrition dengan Obesitas Anak Kelas 4 dan 5 di SD
Education Alone Improves Dietary Practices Hj. Isriati Baiturrahman Kota Semarang.
but Not Hematologic Indices of Adolescent Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia
Girls in Iran. Food Nutrition Bulletin, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
27(3):260-4. Muhammadiyah Semarang, 2(1):7-12.
Barasi, M.E., 2009. At a Glance: Ilmu Gizi. Jakarta: Herbold, N.H., dan Edelstein, S., 2013. Nutrisi.
Erlangga. (translation). Jakarta: EGC.
Chang, M.C., et al. 2009. A Study of Prevalence Karavetian, M., et al. 2015. Journal Patient Education
of Anemia in Adolescent Girls and and Counseling, 98 (9): 1116–1122.
Reproductive-Age Women in Kuala Lumpur. Kementrian Kesehatan RI, 2014. Riset Kesehatan
Archives of Medical Science (AMS), 5(1):63- Dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan
68. Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI, 2005. Gizi dalam Angka. Kim, J.Y., et al. 2014. Relationship between
Jakarta: Departemen Kesehatan. Socioeconomic Atatus and Anemia
Dwiriani, C.M., Rimbawan, Hardinsyah, Riyadi, Prevalence in Adolescent Girls based on the
H., dan Martianto, D., 2011. Pengaruh Fourth and Fifth Korea National Health and
Pemberian Zat Multi Gizi Mikro dan Nutrition Examination Surveys. European
Pendidikan Gizi terhadap Pengetahuan Gizi, Journal of Clinical Nutrition, 68:253–258.
Pemenuhan Zat Gizi dan Status Besi Remaja Moore, J.B, et al. 2009. The Effect of a Nutrition
Putri. Jurnal Gizi dan Pangan, 6(3): 171-177. Education Program on the Nutritional
Eicher-Miller, et al. 2009. Food Insecurity is Knowledge, Hemoglobin Levels, and
Associated with Iron Deficiency Anemia in Nutritional Status of Nicaraguan Adolescent
US Adolescents. Am. J. Clin Nutr., 90:1358- Girls. Public Health Nursing, 26(2):144-152.
71. Milman, N., 2011. Anemia-Still a Major Health
Goldberg, J.P.W., Catherine, M. 2015. Lessons Problem in Many Parts of the World! Review
Learned From Two Decades Of Research Article. Ann Hematol, 90:369–377.
In Nutrition Education And Obesity Purwati, Y., Rachman, I.T., dan Akhmadi. 2015.
Prevention: Considerations For Alcohol Pendidikan Seksual dan Perilaku Pemenuhan
Kebutuah Seksual Pasangan Masa Kehamilan.
Education. Journal Patient Education
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(2):178-185.
and Counseling, 98(9); 55-62. Sediaoetama, A.D., 2009. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa
Gultom, E.H, 2008. Faktor-Faktor yang dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat.
Berhubungan dengan Kenaikan Kadar WHO, 2008. Worldwide Prevalence of Anemia 1993–
Hemoglobin Anak Balita Anemia Setelah 2005: WHO Global Database on Anemia.
Suplementasi Besi 12 Minggu di Posyandu WHO, 2011. Prevention of Iron Deficiency Anemia
Kelurahan Pisangan Baru Matraman in Adolescents: Role of Weekly Iron and Folic
Jakarta Timur 2007. Tesis. Program Acid Suplementation.
Pascasarjana Studi Epidemiologi Fakultas Zulaekah, Siti, 2007. Efek Suplementasi Besi, Vitamin
Kesehatan Masyarakat Universitas C dan Pendidikan Gizi terhadap Perubahan
Kadar Hemoglobin Anak Sekolah Dasar yang
Indonesia.
Anemia di Kecamatan Kartasura Kabupaten
Gupta, A., et al. 2012. Anemia Among Adolescent
Sukoharjo. Tesis. Semarang: Universitas
Girls in Shimla Hills of North India: Does
Diponegoro Semarang Pasca Sarjana.
BMI and Onset of Menarche have A Role?
____________, 2012. Pendidikan Gizi dengan Media
Indian Journal of Medical Sciences 66(5&6):
Booklet terhadap Peningkatan Pengetahuan
126-130.
Gizi. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2):127-
Hadi, S., Sulistyowati, E., Mifbakhudin. 2005.
133.
Hubungan Pendapatan Perkapita,
Pengetahuan Gizi Ibu dan Aktivitas Fisik

102

Anda mungkin juga menyukai