Anda di halaman 1dari 11

GEOGRAFI PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN

ANALISIS TINGKAT KEMISKINAN DAN PENDIDIKAN


PROVINSI LAMPUNG

Oleh
Nama : Wahyu Nopilia Achmad
Npm : 1613034018
Program Studi : Pendidikan Geografi

Mata Kuliah : Gografi Perencanaan dan Pembangunan


Dosen Pengampu : Drs. Buchori Asyik, M.Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JUSUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
PENDAHULUAN

Definisi kemiskinan yang digunakan di berbagai negara bermacam-macam.


Kemiskinan sering dipandang sebagai ketidakmampuan untuk membayar biaya
hidup minimal (Bank Dunia, 1990) walaupun beberapa ahli berpendapat bahwa
kemiskinan juga merupakan kurangnya akses terhadap jasa-jasa seperti pendidikan,
kesehatan, informasi, serta kurangnya akses masyarakat terhadap partisipasi
pembangunan dan politik. Definisi kemiskinan dapat juga dipandang dari sisi relatif
dan sisi absolut:
1. Kemiskinan Relatif Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena
pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan
masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar
minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu Negara pada waktu tertentu.

2. Kemiskinan Absolut Kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan


ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan,
sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup
dan bekerja. Indonesia menggunakan definisi kemiskinan secara absolut yang
mampu untuk membandingkan kemiskinan secara umum dan menilai efek dari
kebijakan program-program penanggulangan kemiskinan antar waktu.

Data-data kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS meliputi data makro dan data
mikro. Data makro kemiskinan adalah data yang hanya menunjukkan jumlah
agregat dan persentase penduduk miskin. Data ini dihasilkan dari Survei Sosial dan
Ekonomi Nasional (Susenas). Sedangkan data mikro kemiskinan dilakukan dengan
menggunakan kriteria akses terhadap kebutuhan dasar. Data mikro ini dihasilkan
dari Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS). Perbedaan antara data
kemiskinan makro dan mikro di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Perbandingan antara Data Kemiskinan Makro dan Data Kemiskinan
Mikro
DATA KEMISKINAN MAKRO DATA KEMISKINAN MIKRO
1. Metodologi: 1. Metodologi:
- Konsep: Basic Needs Approach - Konsep: Multi Dimensi
- Pendekatan Moneter - Pendekatan Non Moneter
- Didasarkan pada Garis Kemiskinan - Didasarkan pada Indeks atau Proxy
Makanan (2100 kkal/kapita/hari)+Non Means Test (PMT) dari ciriciri
Makanan esensial Rumah Tangga Miskin (variabel non-
moneter) yang dapat dikumpulkan
dengan mudah
2. Sumber data: Susenas tahunan 2. Sumber data: Pendataan Sosial
Ekonomi Tahun 2005 (PSE-05),
PPLS 2008, PPLS 20111.
Metodologi: - Konsep: Multi
Dimensi - Pendekatan Non Moneter -
Didasarkan pada Indeks atau Proxy
Means Test (PMT) dari ciriciri
Rumah Tangga Miskin (variabel non-
moneter) yang dapat dikumpulkan
dengan mudah
3. Data menunjukkan jumlah penduduk 3. Data menunjukkan jumlah RT
miskin di level nasional, provinsi, dan sasaran – by name by address
kabupaten/kota berdasarkan estimasi
4. Digunakan untuk perencanaan dan 4. Digunakan untuk target sasaran
evaluasi program kemiskinan dengan rumah tangga secara langsung pada
target geografis, tapi tidak dapat Program Bantuan dan Perlindungan
menunjukkan siapa dan dimana alamat Sosial (BLT, PKH, Raskin,
penduduk miskin Jamkesmas, dsb)
Perbedaan antara Data Kemiskinan Makro dan Mikro dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Angka kemiskinan yang selama ini digunakan oleh Pemerintah adalah angka
kemiskinan makro yang dihitung dengan menggunakan Susenas. Angka
kemiskinan makro digunakan untuk memberikan gambaran kondisi secara makro
dan untuk kepentingan perencanaan secara makro. Mulai tahun 2011, survei untuk
mendapatkan angka kemiskinan makro dilakukan 4 (empat) kali dalam setahun.
Selain angka kemiskinan makro, Badan Pusat Statistik (BPS) juga melakukan
sensus pendataan rumah tangga sasaran melalui PPLS yang akan menghasilkan
angka kemiskinan mikro. Angka tersebut digunakan untuk perencanaan
program/kegiatan secara mikro, khususnya untuk program/kegiatan yang sifatnya
targeted. Angka kemiskinan mikro dikeluarkan setiap 3 tahun sekali dan pada tahun
2011 dilakukan perubahan metode pendataan, yaitu dengan mendata 40%
penduduk dengan penghasilan terendah.

Data makro kemiskinan adalah data yang hanya menunjukkan jumlah agregat. Data
ini dihasilkan dengan menggunakan nilai garis kemiskinan, dimana penduduk
miskin didefinisikan sebagai penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per
kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Data ini digunakan untuk mengukur
kemiskinan absolut yang ditentukan berdasarkan ketidakmampuan seseorang untuk
mencukupi kebutuhan pokok minimum dengan menggunakan standar
pengukuran/variabel penentu yang sama untuk seluruh wilayah. Untuk mengukur
kemiskinan absolut, dibutuhkan batasan Garis Kemiskinan absolut, seperti anjuran
dari berbagai lembaga internasional seperti PBB, FAO, dan sebagaianya. Garis
kemiskinan absolut dapat dibandingkan antar waktu, antar daerah, maupun antar
negara (jika garis kemiskinan absolut yang digunakan sama).

Tingkat pendidikan adalah suatu kondisi jenjang pedidikan yang dimiliki oleh
seseorang melalui pendidikan formal yang dipakai oleh pemerintah serta disahkan
oleh departemen pendidikan. Tingkat pendidikan di indonesia masih tergolong
rendah diakibatkan faktor ekonomi di indonesia yang masih rendah juka kedua
faktor ini saling berkaita satu sma lainnya
PEMBAHASAN

Keterangan Kabupaten atau kota


01. Lampung Barat 08. Tulang Bawang

02. Tanggamus 09. Pesawaran

03. Lampung Selatan 10. Pringsewu

04. Lampung Timur 11. Mesuji

05. Lampung Tengah 12. Tulang Bawang Barat

06. Lampung Utara 13. Bandar Lampung

07. Way Kanan 14. Metro


1. Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Lampung
Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang memerlukan penanganan
serius di negara-negara miskin, berkembang maupun di negara-negara maju.
Kemiskinan akan menjadi sebuah awal dari timbulnya masalah-masalah sosial
lainnya seperti keterbelakangan pemikiran terkait pendidikan, kriminalitas,
kelaparan dsb yang secara tidak langsung akan mengganggu ketahanan atau
stabilitas negara. Oleh karena itu pemerintah tiap negara berlombalomba untuk
mengatasi masalah kemiskinan di negaranya dengan beragam penelitian dan
kebijakan-kebijakan, termasuk di Indonesia.

Lampung sebagai salah satu propinsi di Indonesia juga berjuang untuk mengatasi
kemiskinan di daerahnya dengan beragam kebijakan baik nasional maupun areaal
antara lain bantuan langsung tunai (BLT), pelayanan kesehatan gratis
(JAMKESMAS), pendidikan gratis dsb. Efektifitas kebijakan ini dapat dilihat dari
turunnya persentase penduduk miskin dari tahun ke tahun meski persentase
penurunannya bertahap, hal ini bisa dilihat dari tabel berikut:

NO Kabupaten atau Kota Jumlah Penduduk Miskin


1 Lampung Barat 17,3
2 Tanggamus 88,4
3 Lampung Selatan 169,5
4 Lampung Timur 180,8
5 Lampung Tengah 178,4
6 Lampung Utara 148,6
7 Way Kanan 69,2
8 Tulang Bawang 38,8
9 Pesawaran 73,5
10 Pringsewu 41
11 Mesuji 14,6
12 Tulang Bawang Barat 17,3
13 Bandar Lampung 116,3
14 Metro 18,1
Tabel Jumlah Penduduk Miskin Di Provinsi Lampung 2012
Hal ini merupakan kabar gembira, akan tetapi analisis terhadap kemiskinan ini perlu
tetap dilakukan secara berkelanjutan. Salah satunya dengan mencari alternatif
kebijakan pengentasan kemiskinan yang lebih intensif dan tepat sasaran. Kebijakan
ini lahir melalui pendekatan terhadap faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
kemiskinan di Provinsi Lampung. Cara yang sering digunakan untuk menjawab
pertanyaan ini adalah dengan analisis pemodelan regresi linier berganda. Namun,
aspek-aspek kemiskinan bukan hanya dipengaruhi oleh variabel-variabel belaka,
tetapi sangat mungkin dipengaruhi oleh keragaman aspek lokasi atau kedekatan
area. Kriteria penentuan penduduk miskin yang berbeda maka akan mempengaruhi
kebijakan yang diberikan kepada tiap kabupaten/kota.

Suatu analisis pemodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang


mempengaruhi persentase kemiskinan yang dipengaruhi oleh karakteristik wilayah
sangat penting. Pengamatan di wilayah tertentu dipengaruhi oleh pengamatan di
lokasi lain seperti yang dinyatakan pada hukum pertama tentang geografi yang
dikemukakan Anselin (1988) segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang
lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu
yang jauh. Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu
wilayah dengan wilayah yang lain. Pada beberapa kasus, variabel tak prediktor yang
diamati memiliki keterkaitan dengan hasil pengamatan di wilayah yang berbeda,
terutama wilayah yang berdekatan. Adanya hubungan spasial dalam variabel tak
prediktor akan menyebabkan pendugaan menjadi tidak tepat karena asumsi
keacakan galat dilanggar. Untuk mengatasi permasalahan di atas diperlukan suatu
model regresi yang memasukkan hubungan spasial antar wilayah ke dalam model.
Adanya informasi hubungan spasial antar wilayah menyebabkan perlu
mengakomodir keragaman spasial ke dalam model, sehingga model yang
digunakan adalah model regresi spasial.

Diantara metode-metode yang mampu menjelaskan pengaruh efek spasial atau


lokasi sekaligus variabel-variabel prediktor secara bersamaan, salah satunya adalah
Spatial Autoregressive Model (SAR) didasarkan pada efek lag spasial dan galat
spasial dengan menggunakan pendekatan area. Pada penelitian ini, matriks
pembobot spasial yang digunakan adalah pembobot linear cotiguity. Diharapkan
penggunaan model regresi spasial ini mampu menentukan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kemiskinan di Provinsi Lampung, hasilnya dapat dijadikan
salah satu rujukan dalam program pengentasan kemiskinan yang tepat sasaran.

Pada tabel tersebu kita dapat menegetahui bahwasan provinsi lampung memiliki
kabupten atau kota sebanyak 14 dan memilii tingkat kemiskinan yang cukup tinggi
sal satu kabupaten atau kota yang memiliki tingkat kemiskinan yang rendah adalah
mesuji sebanyak 14,6 sementara kabupaten lamung timur memilii tingkat
kemiskinan yang tinggi sebanyak 180,8. Penyebab tingkat kemikinan di kabupaten
mesuji rendah adalah faktor tingkat dan laju pertumbuhan penduduknya rendah dan
lapanan pekerjaan banyak sehingga tingkat kemiskinannya rendah semstara
kabuoaten lampung timur tingkat kemiskinannya inggi disebbakan ingkat
pertumbuhan penduduk serta laju pertumbuhan penduduknya banyak dan lapangan
pekerjaannya sedikit sehingga tingka esmikinannya tinggi.

2. Tingkat Pendidikan Di Provinsi Lampung


Provinsi Lampung mulai dari tingkat pendidikan TK,SD,SMP, dan SMA
pendidikanya menjadi yang dibilang masih rendah belum berkembang
pendidikannya sehingga masih banyak ketimpangan dari satu provinsi lainnya.
Namun secara umum, tujuan dan sasaran pembangunan urusan pendidikan di
Provinsi Lampung yaitu membentuk generasi lampung yang sesuai dengan tata
nilai keunggulan personal, yang memiliki kearifan intelektual, emosional dan
spiritual dengan menetapkan 3 sasaran yaitu: meningkatnya aksesibilitas dan
kualitas pendidikan meningkatnya kapasitas pemuda dan keolahragaan,
berkembangnya budaya baca dan meningkatnya sarana perpustakaan.

Arah kebijakan umum pembangunan urusan pendidikan di Provinsi Lampung


diarahkan untuk terbukanya akses pelayanan pendidikan prasekolah/ pendidikan
usia dini yang bermutu meningkatnya angka rata-rata lama sekolah serta
meningkatnya partisipasi pendidikan masyarakat miskin meningkatnya angka
melek huruf meningkatnya kualitas pendidik dan tenaga kependidikan dan
terwujudnya pelayanan prima serta meningkatnya efisiensi dan efektifitas
manajemen pendidikan. Kebijakan pemerataan akses dan pembangunan di
Kabupaten Purwakarta tahun 2013 bertumpu pada Visi dan Misi Pemerintah
Provinsi Lampung .

Permasalahan dan Solusi

Permasalahan dalam pelaksanaan program untuk Urusan Pendidikan pada


Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, diantaranya:

 Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas


 Kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan masih rendah
 Profesionalisme guru masih rendah dan distribusinya belum merata
 Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas
masih terbatas
 Manajemen dan tata-kelola pendidikan belum efektif
 Pembiayaan pendidikan yang berkeadilan belum terwujud
 Keterbatasan ketersediaan anggaran dibandingkan dengan usulan
program/ kegiatan
 Belum maksimalnya implementasi program/kegiatan
 Koordinasi dan monitoring yang relatif masih belum optimal.

Sedangkan solusi yang dilaksanakan dalam menghadapi permasalahan tersebut,


diantaranya:

 Memperluas kesempatan memperoleh pendidikan mencakup upaya untuk


meningkatkan pemerataan dan efisiensi internal pendidikan dasar
meningkatkan akses terhadap pendidikan menengah yang berkualitas
meningkatkan partisipasi pendidikan tinggi meningkatkan keberaksaraan,
meningkatkan pemerataan akses pendidikan dan meningkatkan akses
pendidikan agama dan pendidikan keagamaan
 Meningkatkan kesiapan anak bersekolah meningkatkan kemampuan
kognitif lulusan meningkatkan karakter dan soft-skill lulusan
meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan menengah meningkatkan
kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi meningkatkan
kualitas penelitian di pendidikan tinggi dan meningkatkan kualitas dan
relevansi pendidikan agama dan pendidikan keagamaan
 Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana yang berkualitas meliputi
percepatan penuntasan rehabilitasi gedung sekolah yang rusak peningkatan
ketersediaan buku mata pelajaran peningkatan ketersediaan dan kualitas
laboratorium dan perpustakaan dan peningkatan pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) serta peningkatan akses dan kualitas
layanan perpustakaan
 Meningkatkan manajemen dan tata-kelola pendidikan meliputi upaya
untuk meningkatkan manajemen, tata-kelola, dan kapasitas lembaga
mendorong otonomi perguruan tinggi dan meningkatkan kemitraan publik
dan swasta
 Mewujudkan pembiayaan pendidikan yang berkeadilan adalah
mewujudkan alokasi dan mekanisme penyaluran dana yang efisien, efektif,
dan akuntabel, serta menyelenggarakan pendidikan dasar bermutu yang
terjangkau bagi semua
 Pemilihan program/ kegiatan prioritas pada tahun anggaran berjalan yang
mempunyai daya ungkit bagi peningkatan capaian kinerja urusan
PENUTUP

Kesimpulan
Provinsi Lampung masih dikategorikan sebagai provinsi yang masih tinggi tingkat
kemisinannya serta tingkat pendidikannya yang masih rendah dibandingkt Provinsi
lainnya seperti provinsi di pulau jawa yang tingkat pendidikannya cukup tinggi
serta tinggkat kemiskinanyya cukup rendah.

Saran
Dalam hal ini sangat di perlukan peran pemerintah untuk mengatasi tingkat
kemiskinan di Provinsi Lampung yang cukup tinggi dan tingkat pendidikan yang
tergolong masih rendah.

Anda mungkin juga menyukai