Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap bangunan pasti memerlukan pondasi sebagai dasar yang kuat dan
kokoh. Pondasi sebagai dasar bangunan harus mampu memikul seluruh beban
bangunan dan beban lainnya yang diperhitungkan, serta meneruskannya kedalam
tanah sampai kelapisan atau kedalaan tertentu. Bangunan teknik sipil secara
umum meliputi dua bagian utama yaitu struktur bawah (sub structure) dan
struktur atas (upper structure). Struktur bawah yaitu pondasi ,diperhitungkan
setelah perhitungan struktur atas selesai, agar pondasi dapat berfungsi untuk
menahan beban struktur atas. Pondasi secara umum dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu pondai dangkal dan pondasi dalam. Pemilihan jenis pondasi ini
tergantung kepada jenis struktur atas, konstruksi beban ringan atau beban berat
dan juga jenis tanahnya. Untuk konstruksi beban ringan (rumah tinggal atau ruko)
dan kondisi lapisan permukaan yang cukup baik, biasanya jenis pondasi dangkal.
Untuk konstruksi beban berat (high-rise building) jenis pondasi yang digunakan
adalah pondasi dalam.

Pada tulisan ini akan membahas perancangan pondasi dalam. Penyelidikan


tanah untuk pondasi ini menggunakan metode Standart Penetration Test (SPT).
SPT dikembangkan sejak tahun 1927 dan di terapkan secara luas diseluruh dunia.
Hal tersebut disebabkan, SPT menggunakan peralatan yang sederhana, mudah
operasinya, mudah pemeliharaanya dan murah.

1
BAB II
LANDASAN TEORI

Uji Penetrasi Standar atau yang umum dikenal dengan Standard Penetration
Test yang disingkat dengan SPT merupakan salah satu pengujian lapangan yang
paling dikenal dan hampir selalu dilakukan di dalam program pengujian lapangan
di Indonesia. SPT dikembangkan sejak tahun 1927 dan di terapkan secara luas
diseluruh dunia. Hal tersebut disebabkan SPT menggunakan peralatan yang
sederhana, mudah operasinya, mudah pemeliharaanya, dan murah.

Gambar 2.1 Alat Uji SPT

2.1. Prosedur Pengujian

1. Membuat lubang bor hingga kedalaman dimana uji SPT akan dilakukan.

2. Memasukkan tabung belah standard (standard split-barrel-sampler)..yang


selanjutnya disebut dengan tabung belah SPT, ke dasar lubang bor
dengan perantaraan batang pancang.

3. Memukul susunan tabung belah SPT tersebut sedalam 18 inchi ( 4557,2


mm) kedalam tanah dasar lubang bor.

4. Menghitung jumlah pukulan yang diperlukan untuk mendapatkan


penetrasi 12 inch (305 mm) terakhir. Jumlah pukulan tersebut (untuk
penetrasi 12 inchi terakhir) , disebut dengan nilai N.

2
5. Pemukulan dilakukan dengan menggunakan palu pemukul seberat 140
lbs ( 63,5 kgr) yang dilepas secara jatuh bebas dari ketinggian 30 inchi (
762mm).

Pemukulan 6 inchi pertama dimaksudkan untuk menempatkan tabung belah


pada lapisan tanah yang tidak terganggu. Jumlah pukulan untuk penetrasi dua
interval 6 in berikutnya disebut dengan nilai N dari SPT. Jika penetrasi yang
disyaratkan ( 2 x 6 in) tidak tercapai karena dijumpai tanah keras/batuan, maka
jumlah pukulan pada 12 in pertama yang digunakan sebagai nilai N. Jika hal
kedua ini juga tidak tercapai, biasanya nilai N disebut dengan menyatakan
kedalaman penetrasi yang dapat dicapai, contoh: 70/100 artinya diperlukan 70
pukulan untuk penetrasi 100 mm. Sebuah catatan, untuk Negara-negara yang
menggunakan system satuan SI, seperti Indonesia, pemancangan SPT biasanya
dilakukan sampai penetrasi 450 mm ( bukan 457,2 mm); dan tinggi jatuh 760 mm
( bukan 762 mm).

Sejak tahun 1956, pengujian ini distandarisasi dalam ASTM D 1586 dengan
judul “ Standard Methods for Penetration Test and Split-Barrel Sampling of
Soils”. Walaupun sudah distandarisasi, ternyata pengujian ini sulit menghasilkan
nilai N yang sama sekalipun dilakukan dalam jarak yang berdekatan. Dalam
istilah teknik, SPT ini sukar direproduksi. Padahal, reproduksi dan kecepatan hasil
uji merupakan syarat penting dalam pengujian lapangan. Kesulitan ini berakibat
parameter nilai SPT yang didapat sukar digunakan untuk perencanaan terutama
jika diperlukan perbsndingan dengsn nilai SPT ditempat lain dan korelasi dengan
parameter tanah lainnya yang diperlukan untuk perencanaan.
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh para ahli, kesulitan
mereproduksi uji SPT disebabkan oleh factor-faktor berikut:
1. Variasi pada pertangkat SPT yang digunakan.

2. Variasi tinggi jatuh yang tidak selalu 760 mm.

3. Gesekan yang terjadi antara palu penumbuk deengan batang pengarah


yang digunakan.

3
4. Pemakaian mata tabung belah SPT yang telah aus, bengkok ataui
bahkan sudah rusak.

5. Kegagalan dalam menempatkan mata tabung belah SPT pada dasar


lubang bor yang tidak terganggu.

6. Dasar lubang bor yang tidak bersih.

Standard Penetration Test atau disingkat dengan SPT adalah salah satu
pengujian lapangan yang cukup populer di Indonesia. Pertama kali digunakan
pada tahun 1927, setelah itu pengunaan alat ini dilakukan secara rutin di lapangan.
Pengujian SPT ini dapatdilakukan dengan cara yang cukup sederhana dan mudah
sehingga tidak memerlukan ketrampilan khusus untuk pengoperasiannya. Cara
pengujian tanah dengan SPT termasuk cara yang cukup ekonomis untuk
memperoleh data pada profil tanah.
Alat uji SPT merupakan sebuah tabung yang dapat dibelah ( split tube, split
spoon) yang dilengkapi dengan driving shoe agar tidak mudah rusak pada saat
penetrasi. Driving shoe ini bisa dilepas dan diganti. Pada bagian atas alat ini
dilengkapi dengan kopling supaya dapat disambung dengan batang bor ke
permukaan tanah. Pada bagian ujung dilengkapi dengan pengambil contoh
(sampler insert) yang dipasang di bagian untuk mengambil contoh tanah. Prosedur
pengujian dengan SPT adalah sebagai berikut:
1. Lubang bor disiapkan sampai kedalaman uji yang diinginkan.

2. Memasukkan alat split sampler secara tegak lurus.

3. Menumbuk dengan alat penumbuk seberat 63,5 kgr/140 lbs, tinggi jatuh
= 760 mm), dan mencatat jumlah tumbukan setiap penetrasi 15 cm. Hal
ini dilakukan 3 kali ( I : 0 – 15 cm jmlh pukulan No, II : 15 cm – 30 cm,
jumlah pukulan—N1, III: 30cm – 45 cm, jumlah pukulan N2). Nilai N-
SPT merupakan jumlah pukulan ke II dan ke III, sehingga: N = N1 + N2.

4. Split sampler diangkat keatas kemudian dibuka. Perlu diperhatikan


bahwa sampel yang diperoleh dengan cara ini dalam keadaan terganggu.

4
5. Sampel yang diperoleh dimasukkan kedalam plastik untuk diuji di
laboratorium. Pada plastik tersebut harus dicantumkan : nama proyek dan
lokasi, kedalaman, dan nilai N.

Gambar 2.2. Proses Uji SPT

5
2.2. Pelaporan Uji SPT
Pelaporan hasil pengujian SPT sangat sederhana dan langsung tidak seperti
pada pelaporan uji sondir. Nilai N1 ( jumlah pukulan 6 inci kedua) tercatat, dan
N2 ( jumlah pukulan 6 inchi kedua) tercatat,maka nilai N (SPT) adalah N = N1 +
N2.

Kedlmn(m) N1 N2 N=N1+N2
0 0 0 0
1 5 6 11
2 4 9 13
3 6 10 16
4 10 11 21
5 12 16 28
6 15 15 30
7 5 11 16
8 8 17 25
9 10 18 28
10 15 18 33
11 18 21 39
12 17 33 50
13 17 35 52
14 10 15 25
15 16 19 35
16 11 11 22
17 19 28 47
18 23 29 52
19 27 33 60
20 34 25 59
21 30 21 51
22 23 22 45
23 21 22 43
24 21 30 51
25 21 35 56
26 30 34 64

Gambar 2.3. Grafik Hasil Uji SPT


2.3. Analisis Daya Dukung Tiang SPT
Persamaan umum yang diterapkan pada analisis daya dukung tiang
berdasarkan data SPT adalah sebagai berikut:

Qult = μb x Nb x Ab + μs x N x As (Ton)

Dimana ,
Nb : harga SPT pada ujung tiang
μb,s : harga koefisien perlawanan ujung dan selimut tiang
N : harga rerata SPT sepanjang tiang.
Pada penerapannya di dalam perencanaan, nilai N biasanya dilakukan koreksi
sebagai berikut:
Koreksi ujung tiang: Nb = 0,5 (N1 + N2) < 40
N1 : nilai SPT pada ujung tiang
N2 : nilai SPT rerata dari ujung tiang hingga 4D diatas ujung tiang
Untuk tanah pasir yang sangat halus ( fine sand ) atau tanah pasir kelanauan ( silty
sand) yang terletak dibawah muka air tanah, nilai SPT cenderung lebih tinggi
disebabkan oleh rendahnya permeabilitas. Oleh sebab itu, nilai N SPT dikoreksi
sebagai berikut:
(𝑁 − 15)
𝑁 ∗ = 15 + … 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑁 > 15
2
Dimana:
N* : nilai SPT terkoreksi
N : nilai SPT asli di lapangan

7
Beberapa peneliti merekomendasikan besarnya harga koefisien gesek untuk
terutama persamaan 3.17 sebagai berikut .

8
Kdlm. Nv =
(m) N2 N3 N2+N3 N*(kor) Jenis Tanah N*(rerata) s Qs
0 0 0 0 Pasir

1 6 6,5 12,5 13,75 Pasir 17,625 0,2 7,751879873


2 13 15 28 21,5 Pasir

3 12,5 14 26,5 20,75 Pasir

4 12 13 25 20 Pasir 20,375 0,2 44,80696522


Pasir
5 11 11,5 22,5 18,75 Kelempungan
18,125 0,35 13,95063488
Pasir
6 10 10 20 17,5 Kelempungan
Pasir
7 9 9 18 16,5 Kelempungan
Pasir
15,91666667 0,35 18,37635353
8 8 8 16 15,5 Kelempungan
Pasir
9 8 8,5 16,5 15,75 Kelempungan

10 8 9 17 16 Pasir
17,875 0,2 7,861835616
11 10 14,5 24,5 19,75 Pasir

12 12 20 32 23,5 Pasir
22,625 0,2 9,95099473
13 13,5 15 28,5 21,75 Pasir

14 15 10 25 20 Pasir
21,25 0,2 9,346238144
15 15 15 30 22,5 Pasir
Pasir
16 15 20 35 25 Kelempungan
Pasir
27,75 0,35 32,03835458
17 18,5 22 40,5 27,75 Kelempungan
Pasir
18 22 24 46 30,5 Kelempungan

19 26 27 53 34 Pasir
36,625 0,2 32,21703266
20 30 30 60 37,5 Pasir

9
21 30 30 60 37,5 Pasir

22 30 30 60 37,5 Pasir

23 20,5 21,5 42 28,5 Pasir


24 0,2 10,55575132
24 11 13 24 19,5 Pasir

10
BAB III
PERHITUNGAN PONDASI

3.1. Analisis Daya Dukung Tiang

3.1.1. Tahanan Selimut Tiang

Ujung tiang berada pada kedalaman 24 m dengan diameter 0,35m.


Perhitungan tahanan selimut tiang adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1. Perhitungan tahanan selimut dengan uji SPT

(𝑁 − 15)
𝑁 ∗ (𝑘𝑜𝑟) = 15 + 1
2

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑁𝑖 ∗ 𝑠𝑒𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔


𝑁 ∗ 𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 =
∑ 𝑁𝑖

𝑄𝑠 = 𝑁 ∗ 𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑥 μs x As

Dari tabel diatas didapatkan daya tahan selimut tiang pondasi sebesar
186,8560 ton.

3.1.2. Tahanan Ujung Tiang

Tahanan ujung tiang dapat dihitung menggunakan rumus berikut.

𝑄𝑏 = 𝜇𝑏 𝑥 𝑁𝑏 𝑥 𝐴𝑏

Keterangan :

Qb = tahanan ujung tiang

b = koefisien gesek

Nb = nilai SPT dari ujung tiang

11
Ab = Luas penampang

Perhitungan tahanan ujung tiang adalah sebagai berikut.

𝜇𝑏 = 40

Nb = 23,3

Ab = (1/4) x 3,14 x 0,352 = 0,0962 m2

Qb = 40 x 23,3 x 0,0962

= 89,4765 Ton

Dari perhitungan di atas didapat daya tahan ujung tiang pondasi sebesar
89,4765 ton

12
3.2. Analisis Gaya

3.2.1. Analisis Gaya Vertikal

Gaya vertikal dihitung untuk mencari momen yang terjadi secara vertikal
serta menentukan jumlah pondasi yang diperlukan untuk menahan pondasi.

q
P
K W1 40 60
0 30
W7 W8
W1 60
W9 W1
1
40
40
W1
40
W2 αh
2 αv

W1
3 100
W3
-3.00 -3.00
h W1
4 W1
5
40
W1 W4
60 6 W1
400
7 Dasar sungai
W5

Ls
W6

O A
Gambar 3.1. Analisis Gaya Vertikal

13
Sebuah pangkal jembatan beton bertulang (gambar terlampir) (γ = 2,5 T/m3)
dengan pondasi batu kali (γ = 2,2 T/m3) diameter 3 m, lebar 4 m. Panjang
abutmen tegak lurus bidang gambar adalah 12m. Tanah dibelakang dan dibawah
pangkal jembatan dapat dilihat pada data Bor terlampir . Beban tetap vertikal yang
bekerja pada pangkal jembatan tersebut adalah : berat sendiri , beban dari struktur
atas jembatan 125 Ton/N, dan beban lapis keras 2 Ton/m3. Berikut adalah
perhitungan analisis gaya vertikal.

Tabel 3.2.
Lengan ke-
I L(m2) Wi (ton) Momen ke-A
A
1 1,8 32,4 1,5 48,6

1 12 1,5 18
2
0,8 9,6 1,5 14,4

3 1 78 1,5 117

1 12 1,5 18
4
3 36 1,5 54

5 4 72 1,5 108

7 0,4 7,2 1,8 12,96

8 0,8 7,2 2 14,4

9 1,5 36 2,55 91,8

10 1,5 17,28 2,75 47,52

11 1,1 19,008 2,95 56,0736

12 1,5 11,52 3,15 36,288

13 0,6 18,36 3,15 57,834

14 1,25 38,25 3,13 119,7225

15 0,4 12,24 0,25 3,06

16 1,5 12,24 3 36,72

17 1,5 18 3 54

P - 1500 1,5 2250

TOTAL 1949,298 3158,378


Perhitungan Gaya dan Momen Vertikal

14
Total gaya vertikal yang akan ditopang tiang pondasi adalah 1949,298 Ton
dan momen gaya vertikal terhadap titik A adalah 3158,378 Ton.m .

Dari hasil perhitungan gaya vertikal, dapat dihitung jumlah tiang yang
dibutuhkan. Perhitungan jumlah tiang sebagai berikut .

𝑉 = 1949,298 𝑇𝑜𝑛
𝑄𝑖𝑗𝑖𝑛 = = 741,825 Ton

15
𝑉 1949,298
𝑛 = = = 2,63
𝑄 741,825

Jumlah aktual tiang yang diperlukan adalah 3 tiang.

3.2.2. Analisis Gaya Horisontal


Gaya horisontal dihitung untuk mencari momen yang terjadi secara
horisontal akibat tekanan tanah aktif dan pasif juga kohesi. Gambar dibawah
adalah sebuah pangkal jembatan dengan pondasi rencana diameter 2 m, panjang 4
m. Panjang abutmen tegak lurus bidang gambar adalah 12m. Tanah dibelakang
dan dibawah pangkal jembatan dapat dilihat pada data Bor terlampir . Beban tetap
horisontal adalah tekanan tanah aktif (Ea) dan pasif (Ep) dan beban kejut (K).
Berikut adalah perhitungan analisis gaya horisontal.

Tabel 3.3. Perhitungan Tekanan Tanah Pasif

i Wi (ton) Jarak Ke - A Momen ke-A


Ep1 98,15 5,2 510,3821

Ep2 272,64 2 545,28

Ep3 180,17 1,333333 240,2304

Kohesi 78,84137 2,3 181,3352

Tabel 3.4. Perhitungan Tekanan Aktif

Jarak Ke - Momen ke-


i Wi (ton)
A A
Ea1 25,80 7,75 199,95

Ea2 25,80 7,333333 189,2

Ea3 63,96 3,25 207,87

Ea4 332,59 3,25 1080,924

16
Ea5 176,69 2,166667 382,8273

Dari perhitungan diatas gaya horisontal yang terjadi adalah selisih dari

tekanan tanah aktif dan pasif yaitu sebesar 629,80 - 624,84 = 4,96 Ton mendorong

dari kanan ke kiri. Momen yang terjadi akibat gaya horisontal adalah sebesar

2060,77 – 1477,23 = 583,54 Ton.m.

3.3. Analisis Stabilitas

3.3.1. Stabilitas Terhadap Guling

Perhitungan ini untuk mengetahui seberapa aman pondasi terhadap gaya

guling yang di akibatkan gaya horisontal. Angka aman minimum yang

direncanakan adalah 1,5. Perhitungan stabilitas guling adalah sebagai berikut.

M guling = momen gaya horisontal aktif


= 3158,378 Ton.m
M tahan = momen gaya horisontal pasif + momen gaya vertikal
= 1477,23 + 2060,77
= 3538,00 Ton.m
M tahan/ M guling = 3538,00 / 3158,378

17
= 2,25

Angka stabilitas yang di dapat adalah 2,25. Angka tersebut lebih besar dari

ketetapan minimum yang berarti perencanaan benar.

3.3.2. Stabilitas Terhadap Geser

Perhitungan ini untuk mengetahui seberapa aman pondasi terhadap gaya

geser yang di akibatkan gaya horisontal. Angka aman minimum yang

direncanakan adalah 1,5. Perhitungan stabilitas geser adalah sebagai berikut.

F geser = gaya horisontal tanah aktif


= 2060,77 Ton
F tahan = gaya horisontal pasif + (gaya vertikal x ff) + (L x kohesi)
= 1945,27 + (1949,298 x tan30) + ( 1.8x12x3)
= 3134,82 Ton
F tahan/ F geser = 3134,82 / 2060,77
= 1,52

Angka stabilitas yang di dapat adalah 1,52. Angka tersebut lebih besar dari

ketetapan minimum yang berarti perencanaan benar.

3.4 Perhitungan Pondasi Tiang

18
3.4.1 Pembahasan

19
Dasar Pur 2 m
Tebal 0.6 m
Volume tanah atas pur 1.75 ton/m3
Berat Volume beton 2.4 ton/m3
Panjang 8 m
Lebar 6 m
Tinggi 1.4 m
Ukuran Kolom 0.5 x 0.5 M2

Wtanah 117.6
Wpur 69.12
P1 200
P2 250
P3 300
P4 100

Total ∑w 1036.72

x y
4 3 470.4 352.8
4 3 276.48 207.36
1 5 200 1000
7 5 1750 1250
1 1 300 300
7 1 700 100
Total / Total ∑w 3.565939 = 3.6 3.096458 = 3.1

Total ∑w 1036.72
N= = = 15.00685 = 16 tiang
𝑄 𝑖𝑗𝑖𝑛 69.0831

20
3.2 Gambar Sketsa Tiang

3.4.2 Cek Kontrol Beban Darurat 1

P1 125 Mx1 15 My1 5


P2 150 Mx2 10 My2 5
P3 250 Mx3 5 My3 10
P4 100 Mx4 10 My4 10
Pur + Tanah 186.72 40 30
Total 811.72

Ex = 0.009 x y xbar ybar


1 5 125 625
Ey = -0.232 7 5 1050 750
W pur = 69.12 ton/m3 1 1 250 250
7 1 700 100
W Tanah = 117.6 ton/m3 4 3 746.88 560.16
3.57 2.86

→M total Beban darurat 1


Mx= ∑P x Ey = 625 x -0.232 -188.2969365 KNm
My=∑P x Ex = 625 x 0.009 7.336214214 KNm

21
→X2 Terhadap Titik Berat Awal Banyak Tiang
X1,2,3,4 -0.57 4 1.28
X5,6,7,8 -2.57 4 26.34
X9,10,11,12 1.03 4 4.28
X13,14,15,16 3.03 4 36.82
68.72

→Y2 Terhadap Titik Berat Awal Banyak Tiang


Y1,5,9,13 2.40 4 23.11
Y2,6,10,14 0.80 4 2.58
Y3,7,11,15 -2.30 4 21.09
Y4,8,12,16 -0.70 4 1.94
46.79

P Xi Yi Gaya
P1 -0.57 2.40 41.00
P2 -0.57 0.80 47.44
P3 -0.57 -2.30 59.91
P4 -0.57 -0.70 53.48
P5 -2.57 2.40 40.79
P6 -2.57 0.80 47.22
P7 -2.57 -2.30 59.70
P8 -2.57 -0.70 53.26
P9 1.03 2.40 41.17
P10 1.03 0.80 47.61
P11 1.03 -2.30 60.09
P12 1.03 -0.70 53.65
P13 3.03 2.40 41.38
P14 3.03 0.80 47.82
P15 3.03 -2.30 60.30
P16 3.03 -0.70 53.86
1.5 x Qijin = 1.5 x 69.08313 = 103.62
Gaya paling Max = 60.30 < 103.62 (Aman)

22
3.4.3 Cek Kontrol Beban Darurat 2
P1 200 Mx1 22 My1 15
P2 200 Mx2 20 My2 15
P3 200 Mx3 15 My3 12
P4 200 Mx4 20 My4 12
Pur + Tanah 186.72 77 54
Total 986.72

x y xbar ybar
Ex = 0.4888 1 5 200 1000
Ey = -0.0184 7 5 1400 1000
1 1 200 200
W pur = 69.12 ton/m3 7 1 1400 200
W Tanah = 117.6 ton/m3 4 3 746.88 560.16
4.05 3.08

→M total Beban darurat 2


Mx= ∑P x Ey = 625 x -0.0184 -18.177097 KNm
My=∑P x Ex = 625 x 0.4888 482.2969365 KNm

→X2 Terhadap Titik Berat Awal Banyak Tiang


X1,2,3,4 -0.57 4 1.28
X5,6,7,8 -2.57 4 26.34
X9,10,11,12 1.03 4 4.28
X13,14,15,16 3.03 4 36.82
68.72

→Y2 Terhadap Titik Berat Awal Banyak Tiang


Y1,5,9,13 2.40 4 23.11
Y2,6,10,14 0.80 4 2.58
Y3,7,11,15 -2.30 4 21.09
Y4,8,12,16 -0.70 4 1.94
46.79

P Xi Yi Gaya
P1 -0.57 2.40 56.76
P2 -0.57 0.80 57.39
P3 -0.57 -2.30 58.59
P4 -0.57 -0.70 57.97
P5 -2.57 2.40 42.73

23
P6 -2.57 0.80 43.35
P7 -2.57 -2.30 44.55
P8 -2.57 -0.70 43.93
P9 1.03 2.40 67.99
P10 1.03 0.80 68.62
P11 1.03 -2.30 69.82
P12 1.03 -0.70 69.20
P13 3.03 2.40 82.03
P14 3.03 0.80 82.65
P15 3.03 -2.30 83.86
P16 3.03 -0.70 83.24
1.5 x Qijin = 1.5 x 69.08313 = 103.62
Gaya paling Max = 83.86 < 103.62 (Aman)

3.3 Gambar Potongan Memanjang

24
BAB IV
PENUTUP

Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh data sebagai berikut.

1. Tahanan selimut tiang ultimit adalah (Qsult) adalah sebesar 186,8560 Ton
dan tahanan ujung tiang (Qu) sebesar 89,4765 Ton.
2. Diperlukan 3 tiang pondasi untuk menahan abutmen.
3. Jumlah pondasi tiang yang direncanakan adalah 16 tiang.
4. Pondasi aman terhadap guling dan geser dengan angka keamanan lebih
dari 1,5.
5. Tegangan yang terjadi lebih besar dari tegangan yang diijinkan. Hal ini
dapat menyebabkan konstruksi runtuh atau penurunan yang ekstrim.
Untuk mengatasi hal tersebut luasan dasar pondasi bisa diperluas agar
tegangan yang terjadi lebih kecil.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Makalah Penyelidikan Tanah dengan Sondir. Online. Sumber:


https://tekniksipil006.wordpress.com/2014/10/12/makalah-
penyelidikan-tanah-dengan-sondir/
Das B.M. 1996, Principles of Fondation Engineering, Southen Illinois University
at Carbondale, PWS-KEN Boston, Second Edition .
Hari Christady H. 2011, Mekanika Tanah II edisi kelima, Jogyakarta Gajahmada
Universitas Press.
Hatmoko, J. T., 2017. Praktik Perancanangan Struktur Bawah (PR-5). Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai