Tentang BLUD
1. Kendala dalam penyusunan SPM UPTD Pasar karena belum ada contohnya
(belum ada Pasar yang sudah menjadi BLUD). Bagaimana standarnya
pelayanan minimalnya?
Jawab:
Harus ada yang memulai membuat SPM Pasar. Yang penting adalah
mengikuti prinsip penyusunan SPM.
Langkah penyusunan SPM:
1. Menciptakan lingkungan yang menyadari perlunya mengukur kinerja
2. Penyusunan indikator
3. Penerapan indikator:
4. Review
5. Evaluasi dan ongoing monitoring
Pertanyaan yang terkait dengan Kewenangan BLUD Penuh dan Bertahap:
1. Untuk status BLUD Bertahap, apa saja yang tidak boleh dilakukan?
Jawab:
Permendagri 61/2007, Pasal 27:
(1) Status BLUD bertahap diberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu
berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola langsung,
pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan standar,
kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan.
(2) Status BLUD bertahap tidak diberikan fleksibilitas dalam hal
pengelolaan investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang
dan/atau jasa.
Pertanyaan yang terkait dengan Pendapatan BLUD:
1. Apakah sistem keuangan BLUD harus dibuat dalam 2 bentuk yaitu SAK dan
SAP?
Jawab:
BLUD perlu menyusun SAK, karena BLUD dikelola dengan prinsip bisnis.
SAP perlu dibuat untuk keperluan konsolidasi dengan Pemda. Jadi BLUD
perlu membuat kedua-duanya. Seharusnya BLUD hanya membuat SAK
sesuai dengan Permendagri 61/2007 dan PPKD yang menyusun SAP. Namun
kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai BLUD membuat PPKD
sering terlambat merespon kebutuhan BLUD dalam hal konsolidasi laporan
keuangan. Oleh karena itu, BLUD yang bersangkutan membantu dengan cara
menyusun SAP juga disamping membuat SAK sesuai kewajibannya.
Pertanyaan yang terkait dengan RKA, RBA dan Ambang Batas:
1. Pada RBA terdapat ambang batas. Apakah DPA juga ada ambang batas?
Jawab:
Baik RBA maupun DPA sama-sama memiliki ambang batas.
2. Sudah ditetapkan sebagai BLUD sejak Nov. 2011 dan baru menyusun RBA
untuk anggaran tahun 2013. Namun diharuskan juga untuk membuat RKA.
Bagaimana pertanggungjawabannya?
Jawab:
RBA dibuat dengan prinsip accrual basis sedangkan RKA dibuat dengan
prinsip cash basis. Jadi pasti keduanya memiliki angka yang berbeda.
Pertanggungjawabannya juga beda. Yang jelas BLUD hanya harus membuat
RBA.
3. Awalnya PPKAD dan Bagian Hukum hanya memberi ambang batas 5% pada
RBA, namun kemudian pada peraturan kepala daerah ditetapkan sebesar
10%. Karena tingkat inflasi berubah-ubah, apakah diperbolehkan mengubah
peraturan kepala daerah tersebut agar BLUD tetap dapat memberikan
pelayanan dengan baik kepada masyarakat?
Jawab:
Ambang batas memang bisa berubah sesuai dengan tingkat inflasi. Oleh
karena itu, tidak boleh ada Perda mengenai Ambang Batas. Demikian juga
dengan peraturan kepala daerah, sebaiknya tidak mengatur persentasenya
(angkanya), namun mengatur mengenai persetujuan oleh kepala daerah,
dimana persetujuan ini dicantumkan dalam DPA dan RBA. Ambang batas
dihitung dengan membandingkan antara anggaran dengan realisasi selama
dua tahun terakhir dan antara anggaran dengan prognosa tahun berjalan.
Pertanyaan yang terkait dengan Dewan Pengawas:
Pasal 52:
Honorarium dewan pengawas ditetapkan sebagai berikut:
a. honorarium ketua dewan pengawas paling banyak sebesar 40%
(empat puluh persen) dari gaji pemimpin BLUD;
b. honorarium anggota dewan pengawas paling banyak sebesar 36%
(tiga puluh enam persen) dari gaji pemimpin BLUD; dan
c. honorarium sekretaris dewan pengawas paling banyak sebesar 15%
(lima belas persen) dari gaji pemimpin BLUD.
3. Ada Dewan Penyantun atau Dewan Pembina (yang kini disebut Tim
Pembina) yang memasukkan unsur legislatif. Ini diakui salah, namun tidak
bisa diubah karena sudah terlanjur berjalan selama beberapa tahun,
sehingga kemudian dibiayai dengan menggunakan biaya umum.
Jawab:
Harus segera diubah sesuai dengan aturan yang berlaku agar tidak
menyalahi peraturan.
RS tidak bisa pasif karena sesuai Pasal 43 Ayat (4), Dewan Pengawas
dibentuk dengan keputusan kepala daerah atas usulan pimpinan BLUD.
5. BLUD memiliki asset senilai Rp 30 M dan omset per Oktober 2012 sebesar
Rp 21 M. BLUD ini memiliki juga Badan Pengawas sebanyak 4 orang yang
terdiri dari Sekda, Inspektorat, Kepala DPPKAD dan Asisten 2. Saat ini ada
Tokoh Masyarakat yang memaksa untuk menjadi anggota Dewan Pengawas.
Jawab:
BLUD tidak mengenai istilah Badan Pengawas, melainkan Dewan Pengawas
yang dibentuk dengan keputusan kepala daerah atas usulan pimpinan BLUD.
Unsur-unsur yang membentuk Dewan Pengawas diatur oleh Pasal 45
sebagaimana jawaban pada pertanyaan sebelumnya. Jadi Sekda, Inspektorat,
Asisten 2 apalagi tokoh masyarakat tidak bisa menjadi Dewan Pengawas.
Jadi apa yang diterapkan tersebut sudah benar, yaitu persentasi honor
dikalikan dengan gaji, bukan remunerasi. Gaji merupakan bagian dari
remunerasi.
Menurut Pasal 50 Ayat (2) Permendagri 61/2007, Remunerasi merupakan
imbalan kerja yang dapat berupa gaji, tunjangan tetap, honorarium, insentif,
bonus atas prestasi, pesangon, dan/atau pensiun.
10. RS belum memiliki Dewas, yang ada adalah Tim Pembina. BPKP
menyarankan untuk membentuk Dewas sesuai dengan Permenkeu, yang
anggotanya terdiri dari DPKAD dan Sekda. Apakah ada saran dari Subdit
BLUD?
Jawab:
Sesuai pasal 43 Permendagri 61/2007, hanya BLUD dengan nilai omset atau
aset tertentu saja yang dapat (bukan wajib) memiliki Dewan Pengawas. Jadi
kembali pada kebutuhan RS, apakah memerlukan Dewas atau tidak.
Permendagri 61/2007 Pasal 45 Ayat (1) menyebutkan bahwa anggota
dewan pengawas dapat terdiri dari unsur-unsur:
a. pejabat SKPD yang berkaitan dengan kegiatan BLUD;
b. pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah; dan
c. tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLUD.
Sekda tidak bisa menjadi Dewan Pengawas.
Jangan lupa bahwa anggota Dewas harus memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan pada Pasal 45 Ayat (3), yaitu:
a. memiliki dedikasi dan memahami masalah-masalah yang berkaitan
dengan kegiatan BLUD, serta dapat menyediakan waktu yang cukup
untuk melaksanakan tugasnya;
b. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah
dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi anggota direksi atau
komisaris, atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga
menyebabkan suatu badan usaha pailit atau orang yang tidak pernah
melakukan tindak pidana yang merugikan daerah; dan
c. mempunyai kompetensi dalam bidang manajemen keuangan, sumber
daya manusia dan mempunyai komitmen terhadap peningkatan
kualitas pelayanan publik.
Pertanyaan yang terkait dengan Sistem Remunerasi:
1. Sebelum BLUD, ada peraturan daerah bahwa pengadaan barang dan jasa
boleh dilakukan secara langsung jika nilainya kurang dari Rp 10 juta. Saat
itu, ada pembelian senilai Rp 25 juta. Kemudian ada Keppres No 70 yang
membolehkan pembelian senilai di atas Rp 200 juta. Bagaimana cara
membayar utang dari pembelian sebelumnya yang dilakukan sebelum
adanya Kepres No 70 tersebut?
Jawab:
Ditunda sampai kapanpun utang tersebut tetap harus dibayar.
Mekanismenya menggunakan mekanisme BLUD, karena aturan keuangan
tidak berlaku mundur.
1. Sebelum ditetapkan sebagai BLUD, ada sejumlah obat yang dibeli dengan
dana APBD. Setelah menjadi BLUD, masih ada cukup banyak sisa obat dari
pembelian dengan dana APBD tersebut, apakah bisa dijual? Bagaimana
payung hukumnya?
Jawab:
Gunakan prinsip efisiensi. Obat yang disimpan terus menerus lama
kelamaan akan expired sehingga tidak efisien lagi bagi RSUD. Selain itu ada
biaya penyimpanan logistik. Oleh karenanya, tentu saja obat tersebut dijual
kepada masyarakat, dalam arti masyarakat mengganti biaya pembeliannya
dimana kemudian pendapatan dari penjualan obat ini digunakan untuk
pengadaan selanjutnya.
3. Jumlah masyarakat miskin di daerah ini lebih besar dari kuota, sehingga
hanya 60% dari total masyarakat miskin yang ditanggung oleh asuransi.
Sisanya yang 40% kebanyakan juga tidak memiliki kartu sehingga ini
menjadi piutang di RSUD (dengan nilai total saat ini mencapai Rp 300 juta).
Jawab:
RSUD harus punya kebijakan penghapusan piutang untuk piutang-piutang
yang jelas tidak bisa tertagih. Disisi lain, RSUD harus memperkuat upaya
advokasi agar masyarakat miskin ditanggung pemerintah/negara, karena itu
adalah kewajiban pemerintah, bukan kewajiban RSUD.
5. Tadinya ada keraguan Pemda terkait perubahan regulasi tarif dari Perda
menjadi Peraturan Kepala Daerah. Namun dengan adanya surat dari Subdit
BLUD kepada Gubernur, maka masalah tersebut saat ini sudah selesai, tarif
sudah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Masalah baru yang
muncul adalah BLUD tidak diperbolehkan membagi jasa pelayanan kalau
belum mendapatkan untung.
Jawab:
BLUD tidak akan pernah untung, dan secara prinsip, BLUD bukan untuk
mencari keuntungan. Jadi larangan tersebut tidak ada dasarnya.
6. RS belum memiliki SPI, minta penjelasan lebih lanjut dari Subdit BLUD,
bagaimana sebaiknya.
Jawab:
Sama dengan Dewan Pengawas, SPI tidak wajib. Jadi kalau tidak ada, secara
peraturan sebenarnya tidak masalah.
10. Persepsi kejaksaan dan Tipikor berbeda dimana KSO ini dilihat dari nilai
barangnya. Misalnya jika RS akan melakukan KSO untuk layanan CT Scan,
harga alat mencapai Rp 4 M sedangkan kewenangan RS hanya sampai
dengan maksimal Rp 1 M. Bagaimana ketentuan KSO sebenarnya?
Jawab:
Yang diatur dalam kewenangan tersebut adalah pengadaan barang dan jasa.
Contoh dalam kasus KSO CT Scan, RSUD tidak mengadakan (membeli) alat
CT Scan. RSUD juga tidak membayar jasa pihak ketiga untuk memberikan
layanan CT Scan, sehingga tidak ada pengeluaran berupa pengadaan barang
maupun membayar jasa pihak ketiga. Yang ada justru RSUD mendapatkan
hasil dari kerjasama tersebut.
Pertanyaan yang terkait dengan Laporan Keuangan:
3. Karena tidak semua fungsi di KP3M menjadi BLUD, maka ada masalah dalam
kelembagaan, yaitu kesulitan dalam mengkompilasi laporan keuangan. Jadi,
bentuk organisasi apa yang tepat? Di tempat lain bentuknya UPTD yang juga
menangani koperasi dan UMKM, sedangkan KP3M membawahi pertanian,
pasar, dan sebagainya. Saat ini KP3M lebih berfungsi sebagai kasir atau
pusat administrasi untuk dana-dana yang ada.
Jawab:
Secara kelembagaan, implementasi BLUD untuk KP3M kurang tepat.
1. Apakah pembayaran utang BLUD yang berupa belanja modal dan jasa
pelayanan bisa diakomodir? BLUD ditetapkan pada tahun 2011, namun baru
terlaksana tahun 2012. Ada kekurangan pembayaran jasa sehingga BLUD
utang pada karyawan. Bisakah hal ini direncanakan dalam RBA untuk
dibayarkan tahun depan, sehingga tidak perlu menunggu perubahan?
Jawab:
Tidak ada RBA Perubahan dalam BLUD. Jika ada SILPA tahun sebelumnya
yang sudah dimasukkan pada RBA tahun berjalan, seharusnya prediksi
surplus ini direncanakan dan digunakan untuk apa di awal tahun berjalan.
2. Terkait hasil audt oleh Pemda, tahun 2011ada utang yang baru dapat
dibayar pada bulan Meil 2012. Namun pembayaran ini tidak disahkan
karena seharusnya dibayar pada bulan Januari-Februari. Akibatnya, laporan
keuangan Pemda dan RS tidak balance. Bagaimana seharusnya?
Jawab:
Utang tetap harus dibayar. Jadi tidak ada alasan untuk tidak mensahkan
pembayaran utang tersebut.
Pertanyaan terkait dengan Tarif Layanan BLUD: