Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Pengertian Biaya
Biaya (cost) adalah sesuatu yang kita keluarkan atau kita korbankan
dengan harapan kita akan mendapatkan keuntungan atau manfaat secara ekonomis
dimasa mendatang misalnya untuk pembelian aktiva tetap, pembelian aktiva
tersebut adalah biaya pembelian aktiva. Dengan mengeluarkan uang untuk
pembelian aktiva ini maka ada akun kas yang kita keluarkan sedangkan efek dari
pembelian aktiva ini kita mengharapkan manfaat ekonomis dari aktiva tersebut
dimasa mendatang. Sedangkan untuk konsep beban dan expense sendiri adalah
ssuatu yang kita korbankan atau kita keluarkan dalam rangka memperoleh
pendapatan (Witjaksono, 2013).
Menurut Fuad et al (2006 : 153), biaya yaitu satuan nilai yang dikorbankan
dalam suatu proses produksi untuk mencapai suatu hasil produksi. Beban arus
barang dan jasa, yang dibebankan kepada pendapatan (revenue) untuk
menentukan laba (income), atau harga perolehan yang dikorbankan dalam rangka
memperoleh penghasilan dan dipakai sebagai pengurang penghasilan disebut
beban (expense), sedangkan nilai uang dari alat-alat produksi yang dikorbankan
disebut harga pokok.
Konsep biaya yang berbeda untuk tujuan yang berbeda, merupakan konsep
yang paling penting dalam pembahasan akuntansi manajemen. Banyak konsep
biaya harus dipahami secara tepat agar apabila diterapkan akan sesuai dengan
tujuannya. Manajemen perlu untuk menerapkan konsep biaya yang tepat agar bisa
digunakan untuk membantu proses perencanaan, pengendalian dan pengambilan
keputusan operasi. Ketidaktepatan atau penyalah tafsiran biaya, bisa berakibat
pengambilan keputusan yang kurang tepat (Witjaksono, 2013).
Berikut ini dikemukakan definisi biaya sebagaimana dikemukakan oleh
Simamora (2012 : 40), mengatakan bahwa biaya (cost) adalah kas atau setara yang

5
6

dikorbankan (dibayarkan) untuk barang atau jasa yang diharapkan memberikan


manfaat (pendapatan) pada saat ini atau dimasa yang akan dating bagi perusahaan.
Disebut setara kas (cash equivalent) karena sumber daya non kas dapat ditukarkan
dengan barang atau jasa yang dikehendaki.Biaya dikeluarkan ketika suatu sumber
daya dikonsumsi untuk tujuan tertentu.
Pengertian biaya dalam artian luas dan sempit menurut Mulyadi (1990)
yaitu: Dalam artian luas adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam
satuan uang yang terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan
tertentu, sedangkan dalam arti sempit adalah merupakan bagian dari harga pokok
yang dikorbankan di dalam usaha untuk memperoleh penghasilan, sedangkan
harga pokok dapat pula disebut sebagai bagian dari harga perolehan atau harga
beli aktiva yang ditunda pembebanannya dengan realisasi penghasilan. Istilah
biaya dalam akuntansi, didefinisikan sebagai pengorbanan yang dilakukan untuk
mendapatkan barang atau jasa, pengorbanan mungkin diukur dalam kas, aktiva
yang ditransfer, jasa yang diberikan dan lain-lain, hal ini diperkuat oleh pendapat
Witjaksono (2013 : 6) mengemukakan bahwa biaya adalah suatu pengorbanan
sumber daya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Berdasarkan dari definisi-definisi di atas tentang biaya maka digunakan
akumulasi data biaya untuk keperluan penilaian persediaan dan untuk penyusunan
laporan-laporan keuangan di mana data biaya jenis ini bersumber pada buku-buku
dan catatan perusahaan. Tetapi, untuk keperluan perencanaan analisis dan
pengambilan keputusan, sering harus berhadapan dengan masa depan dan
berusaha menghitung biaya terselubung (imputed cost), biaya deferensial, biaya
kesempatan (oppurtunity cost) yang harus didasarkan pada sesuatu yang lain dari
biaya masa lampau. Oleh sebab itu merupakan persyaratan dasar bahwa biaya
harus diartikan dalam hubungannya dengan tujuan dan keperluan penggunaannya
sehingga suatu permintaan akan data biaya harus disertai dengan penjelasan
mengenai tujuan dan keperluan penggunaannya, karena data biaya yang sama
belum tentu dapat memenuhi semua tujuan dan keperluan (Salman, 2013).
Banyak pakar telah mendefinisikan arti dari biaya (cost). Arti atau makna
dari biaya (cost) telah berkembang sesuai dengan perkembangan pola pikir
7

akuntan dan searah dengan perkembangan teknologi dan lingkungan bisnis.


Menurut Salman (2013 : 20), biaya (cost) didefinisikan sebagai “suatu nilai tukar,
pengeluaran, pengorbanan yang dilakukan untuk menjamin perolehan manfaat “.
Definisi tersebut adalah definisi biaya secara konseptual.
Berdasarkan dari definisi-definisi diatas tentang biaya maka digunakan
akumulasi data biaya untuk keperluan penilaian persediaan dan untuk penyusunan
laporan-laporan keuangan. Data biaya jenis ini bersumber pada buku-buku dan
catatan perusahaan. Tetapi, untuk keperluan perencanaan analisis dan
pengambilan keputusan, kita sering harus berhadapan dengan masa depan dan
berusaha menghitung biaya terselubung (imputed cost), biaya deferensial, biaya
kesempatan (oppurtunity cost) yang harus didasarkan pada sesuatu yang lain dari
biaya masa lampau. Oleh sebab itu merupakan persyaratan dasar bahwa biaya
harus kita artikan dalam hubungannya dengan tujuan dan keperluan
penggunaannya. Suatu permintaan akan data biaya harus disertai dengan
penjelasan mengenai tujuan dan keperluan penggunaannya, karena data biaya
yang sama belum tentu dapat memenuhi semua tujuan dan keperluan (Salman,
2013).

2.1.2 Penggolongan Biaya


Informasi biaya yang lengkap diperlukan oleh manajemen untuk tujuan-
tujuan tertentu antara lain: perencanaan, pengukuran, pengawasan, dan penilaian
terhadap operasi perusahaan. Oleh karena itu, biaya yang banyak ragamnya perlu
diadakan penggolongan sesuai dengan kebutuhan manajemen. Ada beberapa cara
penggolongan biaya dimana masing-masing cara penggolongan dimaksudkan
untuk memenuhi berbagai kebutuhan yangberbeda.
Penggolongan biaya diperlukan untuk mengembangkan data biaya
yangdapat membantu manajemen dalam pencapaian tujuan perusahaan. Menurut
Harnanto dan Zulkifli (2010 : 15) biaya atau cost dapat digolongkan sebagai
berikut :
8

1. Penggolongan biaya berdasarkan obyek


Pengertian obyek cost adalah obyek yang menjadi sasaran cost. Obyek
biaya dapat berupa produk, departemen atau kegiatan.pemisahan biaya
berdasarkan obyek sangat bermanfaat bagi manajemen untuk
mengendalikan biaya, membantu dalam menganalisasi biaya apabila
terjadi infisiensi dengan menentukan dimana biaya tersebut terjadi. Biaya
atau cost ini terdiri dari (Harnanto dan Zulkifli, 2010):
a. Biaya Langsung (Direct Cost)
Biaya langsung merupakan biaya yang dapat diidentifikasi ke suatu
obyek biaya tertentu, sebab biaya tersebut hanya dikeluarkan untuk
manfaat obyek biaya itu sendiri.Biaya ini dapat langsung dihubungkan
dengan obyeknya.
b. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)
Biaya tidak langsung merupakan biaya yang dikeluarkan untuk lebih
dari satu obyek biaya dan tidak dapat ditelusuri ke salah satu obyek
biaya tertentu.Untuk itu, pembebanan biaya ini ke berbagai obyek
biaya menggunakan alokasi tertentu.
2. Penggolongan biaya berdasarkan periode mempertemukannya dengan
pendapatan.
Apabila dihubungkan dengan periode mempertemukannya dengan
pendapatan, biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya produk (product
cost) dan biaya periode (period cost). Biaya produk (product cost)
merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh atau
memproduksi produk. Biaya ini dibandingkan dengan pendapatan pada
periode penjualan produk. Biaya periode (period cost) merupakan biaya
yang diidentifikasi dengan interval tertentu, karena biaya ini tidak
diperlukan untuk memperoleh produk. Biaya ini diakui sebagai biaya pada
periode terjadinya, dan tidak boleh dimasukkan sebagai elemen biaya
produk (Harnanto dan Zulkifli, 2010).
9

3. Penggolongan biaya berdasarkan fungsi pokok perusahaan


Dalam perusahaan manufaktur biaya diklasifikasikan menjadi biaya
produksi, biaya pemasaran serta biaya administrasi dan umum. Biaya
produksi yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku
menjadi produk jadi. Biaya pemasaran yaitu biaya yang dikeluarkan untuk
menjual produkatau jasa dan biaya ini terjadi dalam rangka mendapatkan
dan memenuhi pesanan. Biaya administrasi dan umum, adalah biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk mengarahkan, mengendalikan dan untuk
mengoperasikan perusahaan. Biaya pemasaran sertaadministrasi dan
umum disebut juga biaya komersial (Harnanto dan Zulkifli, 2010).
4. Penggolongan biaya berdasarkan hubungan biaya dengan volume
kegiatan.
Biaya menurut hubungannya dengan volume kegiatan diklasifikasikan
menjadi (Harnanto dan Zulkifli, 2010):
a. Biaya tetap (fixed cost), adalah biaya yang jumlah totalnya sampai
tingkat kegiatan tertentu relatif tetap dan tidak terpengaruh oleh
perubahan volume kegiatan sedangkan biaya per unitnya berubah-
ubah berbandingterbalik dengan volume kegiatan.
b. Biaya variabel (variable cost), adalah biaya yang jumlah totalnya
berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan
sedangkan biaya perunitnya tidak berubah.
c. Biaya semi variabel (semi variable cost), adalah biaya yang sebagian
tetap dan sebagain berubah sebanding dengan perubahan volume
kegiatan.
5. Penggolongan biaya atas dasar waktu.
Untuk tujuan perhitungan rugi-laba dan penentuan harga pokok produk
secara teliti, maka biaya diklasifikasikan atas dasar hubungan dengan
pembebanannya ke dalam periode akuntansi tertentu. Pengklasifikasian
biaya atas dasar waktu dapat dibagi dalam (Harnanto dan Zulkifli, 2010):
a. Biaya periode sekarang atau pengeluaran penghasilan (revenue
expenditure) adalah biaya yang telah dikeluarkan dan menjadi biaya
10

pada periode sekarang untuk mendapatkan penghasilan periode


sekarang.
b. Biaya periode yang akan datang atau pengeluaran modal (capital
expenditure) adalah biaya yang telah dikeluarkan dan manfaatnya
dinikmati selama lebih dari satu periode akuntansi. Pengeluaran modal
saat terjadinya dicatat sebagai aktiva dan dibebankan kepada periode-
periode akuntansi yang menikmatinya dengan cara mengalokasikan
sebagian harga perolehannya sebagai biaya depresiasi atau sebagai
amortisasi.
6. Penggolongan biaya berdasarkan hubungannya dengan perencanaan,
pengendalian dan pembuatan keputusan
Apabila dihubungkan dengan perencanaan, pengendalian dan pembuatan
keputusan, biaya dapat diklasifikasikan ke dalam sembilan golongan yaitu
(Harnanto dan Zulkifli, 2010):
a. Biaya standar dan biaya dianggarkan
Biaya standar (standard cost) merupakan biaya yang ditentukan di
muka (predetermined cost) yang merupakan jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produk. Biaya
yang dianggarkan merupakan perkiraan biaya total pada tingkat
produksi yang direncanakan.
b. Biaya terkendali dan tidak terkendali
Biaya terkendali (controllable cost) merupakan biaya yang dapat
dipengaruhi secara signifikan oleh manajer tertentu, sedangkan biaya
tidak terkendali (uncontrollable cost) merupakan biaya yang tidak
secara langsung dikelola oleh otoritas manajer tertentu.
c. Biaya tetap commited dan discretionary
Biaya tetap commited merupakan biaya tetap yang jumlah maupun
pengeluarannya dipengaruhi oleh pihak ketiga dan tidak bisa
terkendalikan oleh manajemen. Contoh biaya tetap commited adalah
biaya depresiasi, biaya gaji manajemen puncak, biaya asuransi dengan
kontrak jangka panjang dan sejenisnya. Biaya tetap discretionary
11

merupakan biaya tetap yang jumlahnya dipengaruhi oleh keputusan


manajemen. Contoh: biaya iklan, biaya riset dan pengembangan.
d. Biaya relevan dan tidak relevan
Biaya relevan (relevant cost) dalam pembuatan keputusan merupakan
biaya yang secara langsung dipengaruhi oleh pemilihan alternatif
tindakan oleh manajemen. Contoh biaya ini adalah biaya reparasi
apabila terjadi penggantian mesin produksi. Biaya tidak relevan
(irrelevant cost) merupakan biaya yang tidak dipengaruhi oleh
keputusan manajemen. Contoh: biaya asuransi mesin tetap
dikeluarkan baik perusahaan masih menggunakan mesin lama atau
mengganti dengan mesin baru.
e. Biaya diferensial (differential cost)
Biaya diferensial (diffrential cost) merupakan biaya relevan yang
berkaitan dengan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan
pemilihan alternatif masa yang akan datang (future cost).
f. Biaya kesempatan (opportunity cost)
Biaya ini merupakan pendapatan atau penghematan biaya yang
dikorbankan sebagai akibat dipilihnya alternatif tertentu. Biaya
kesempatan merupakan salah satu elemen biaya diferensial.
g. Biaya tutup usaha (shut down cost)
Merupakan biaya yang harus dibebankan walaupun perusahaan tidak
berproduksi. Contoh pajak bumi dan bangunan, biaya asuransi gedung
dan biaya gaji pegawai keamanan.
h. Biaya masa lalu dan biaya masa datang (historical and future cost)
Biaya masa lalu (historical cost) mempunyai arti yang hampir tidak
dibedakan dengan biaya dalam akuntansi keuangan. Biaya terdiri dari
dua komponen utama yaitu expired cost dan unexpired cost. Expired
cost merupakan biaya yang telah habis dikonsumsi pada tahun
berjalan. Biaya ini akan dilaporkan dalam laporan rugi laba.
Contohnya biaya depresiasi aktiva tetap. Unexpired cost adalah biaya
yang belum dikonsumsi tahun berjalan dan diharapkan terjadi di masa
12

yang akan datang. Biaya ini akan dilaporkan dalam neraca. Contoh:
nilai buku aktiva tetap.
i. Biaya terhindarkan dan biaya tak terhindarkan (avoidable and
unavoidable cost)
Biaya terhindarkan adalah biaya yang dapat dihindari dengan
dibuatnya suatu alternatif keputusan. Sedangkan biaya tidak
terhindarkan adalah biaya yang tidak dapat dihindari pengeluarannya.

2.1.3 Harga Pokok Produksi


Untuk menentukan laba rugi perusahaan dan sarana informasi untuk
menetapkan harga jual pada produk tersebut diperlukan penentuan harga pokok
produksi. Dalam hal ini harga pokok produksi sangat penting dalam menentukan
harga jual. Harga pokok produksi ini dapat menetukan harga jual agar
memperoleh laba yang sesuai dengan keinginan perusahaan. Pengertian harga
pokok dari beberapa pengamat akutansi istilah harga pokok juga digunakan untuk
menunjukan pengorbanan ekonomi dalam pengolahan bahan baku menjadi produk
jadi. Harga pokok produksi adalah total harga pokok produk yang diselesaikan
selama periode berjalan (Supriyono, 1999).

2.1.4 Indentifikasi Harga Pokok Produksi


Harga pokok produksi (cost of goods manufactured) mencerminkan total
biaya barang diselesaikan selama periode berjalan. Biaya yang hanya dibebankan
ke barang yang diselesaikan adalah biaya manufaktur bahan langsung, tenaga
kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Terdapat tiga unsur harga pokok
produksi yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya produksi
tidak langsung atau biaya overhead pabrik (Almigo, 2004).
a. Biaya Bahan Baku
Biaya bahan baku meliputi harga pokok dari semua bahan yang secara
praktis dapat diidentifikasi sebagai bagian dari produk selesai. Tidak
semua bahan yang dipakai dalam pembuatan suatu produk memang
diklasifikasikan sebagai bahan baku. Paku dan lem pada perusahan
13

produsen mebel umpamanya barang kali tidak diklasifikasikan sebagai


bahan baku. Hal ini di sebabkan oleh karena biaya yang didapat dari hasil
ketelitian harga pokok produknya. Bahan-bahan yang relatif kecil nilainya
disebut bahan penolong dan di klasifikasikan sebagai bagian dari biaya
produksi tidak langsung.Biaya bahan baku langsung adalah semua biaya
bahan yang membentuk bagian integral dari barang jadi dan yang dapat
dimasukkan langsung dalam kalkulasi biaya produk. Pertimbangan utama
dalam mengelompokkan bahan ke dalam bahan baku langsung adalah
kemudahan penelusuran proses pengubahan bahan tersebut sampai
menjadi barang jadi (Almigo, 2004).
b. Biaya Tenaga Kerja
Meliputi gaji dan upah dari seluruh tenaga kerja yang secara praktis dapat
diidentifikasikan dengan kegiatan pengolahan bahan menjadi produk
selesai. Gaji dan upah operator mesin merupaka biaya tenaga kerja
langsung. Gaji dan upah tenaga kerja yang ikut membantu terlaksananya
kegiatan produksi mungkin saja tidak digolongkan sebagai biaya tenaga
kerja langsung. Oleh karena itu, terhadap gaji dan upah tenaga kerja
dibebankan menjadi biaya tenaga kerja langsung dan biaya tenaga kerja
tak langsung. Biaya tenaga kerja tak langsung meliputi semua biaya tenaga
kerja selain yang di kelompokkan sebagai biaya tenaga kerja langsung.
Biaya tenaga kerja langsung adalah karyawan atau karyawati yang
dikerahkan untuk mengubah bahan langsung menjadi barang jadi. Biaya
untuk ini meliputi gaji para karyawan yang dapat dibebankan kepada
produk tertentu (Almigo, 2004).
c. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik meliputi biaya produksi selain biaya bahan baku
langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Oleh karena itu biaya overhead
pabrik meliputi juga biya bahan penolong, gaji dan upah tenaga kerja tidak
langsung dan biaya produksi tak langsung lainnya. Biaya depresiasi atau
biaya sewa mesin-mesin produksi pada perusahaan yang memproduksi
lebih dari satu macam produk. Overhead pabrik pada umumnya
14

didefinisikan sebagai bahan tidak langsung, pekerja tidak langsung, dan


bahan pabrik lainnya yang tidak secara mudah diidentifikasikan atau
dibebankan langsung ke pekerjaan produk atau tujuan akhir biaya. Biaya
overhead pabrik (BOP) terdiri dari biaya BOP tetap dan biaya BOP
variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap untuk tingkat
volume kegiatan tertentu, biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya
berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Ada juga yang
dinamakan biaya semi variabel adalah biaya yang berubah tak sebanding
dengan perubahan volume kegiatan. Biaya-biaya produksi yang termasuk
dalam biaya overhead pabrik dikelompokan menjadi beberapa bagian
golongan (Skousen, 2009) yaitu :
1. Biaya bahan baku penolong
2. Biaya reparasi dan pemeliharaan
3. Biaya tenaga kerja tidak langsung
4. Biaya yang timbul oleh sebab penilaian terhadap aktiva.
5. Biaya yang timbul akibat berlalunya waktu.
6. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan
pengeluaran uang tunai.

2.1.5 Perhitungan Harga Pokok Produksi


Di dalam analisa biaya yang konvensional komponen-komponen harga
pokok produk terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan
biaya overhead pabrik, baik yang bersifat tetap maupun variable. Konsep harga
pokok tersebut tidak selalu relevan dengan kebutuhan manajemen. Oleh karena itu
timbul konsep lain yang tidak diperhitungkan semua biaya produksi sebagai
komponen harga pokok produk. Jadi di dalam akuntansi biaya, dimana perusahaan
industri sebagai modal utamanya, terdapat dua metode perhitungan harga pokok
yaitu Full/Absortion/Conventional Costing dan Variable/Marginal/Direct
Costing. Perbedaan pokok diantara kedua metode tersebut adalah terletak pada
perlakuan terhadap biaya produksi yang bersifat tetap. Adanya perbedaan
perlakuan terhadap FOH (Fix Overhead) Tetap ini akan mempunyai pengaruh
15

terhadap perhitungan harga pokok produk dan penyajian laporan rugi-laba


(Sunarto, 2002).

2.1.6 Tujuan Perhitungan Harga Pokok Produksi


Adapun tujuan diadakannya perhitungan harga pokok produksi antara lain
(Machfodz, 1995):
1. Sebagai salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan
harga jual produk didasarkan pada biaya produksi ditambah biaya lain
yang telah dikeluarkan dan laba yang diinginkan.
2. Sebagai salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan
biaya produk untuk produk minyak kelapa.
3. Untuk menghitung besarnya laba kotor dari hasil penjualan produk yang
dihasilkan perusahaan, yaitu hasil penjualan dikurangi harga pokok produk
yang dijual.
4. Sebagai dasar dalam penilaian persediaan yang akan dicantumkan dalam
neraca dan laporan rugi laba.
Pada perusahaan manufaktur, penilaian persediaan didasarkan pada harga
pokok, karena dengan diketahuinya harga pokok tiap jenis persediaan dapat
diketahuinya nilai persediaan yang dicantumkan dalam laporan keuangan, baik
dalam neraca maupun dalam laporan rugi laba.

2.1.7 Manfaat Penentuan Harga Pokok Produksi


Tujuan utama dari penentuan harga pokok berdasarkan adalah sebagai
dasar untuk menetapkan harga di pasar penjualan, untuk menetapkan pendapatan
yang diperoleh pada penukaran, serta sebagai alat untuk menilai efisiensi dari
proses produksi (Machfodz, 1995).
Harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu
bermanfaat bagi manajemen (Machfodz, 1995) yaitu :
1. Menentukan harga jual produk
2. Memantau realisasi biaya produksi
3. Menghitung laba atau rugi periodik
16

4. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses
yang disajikan dalam neraca.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan dan manfaat dalam penentuan harga pokok
produksi yaitu (Machfodz, 1995):
1. Sebagai dasar dalam penetapan harga jual
2. Sebagai alat untuk menilai efisiensi proses produksi.
3. Sebagai alalt untuk memantau realisasi biaya produksi.
4. Untuk menentukan laba atau rugi periodik.
5. Menilai dan menentukan harga pokok persediaan.
6. Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan bisnis.

2.1.8 Metode Full Costing


Full Costing adalah metode penentuan harga pokok produk dengan
memasukkan seluruh komponen biaya produksi sebagai unsur harga pokok, yang
meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik
variabel dan biaya overhead pabrik tetap. Di dalam metode full costing, biaya
overhead pabrik yang bersifat variabel maupun tetap dibebankan kepada produk
yang dihasilkan atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal
atau atas dasar biaya overhead pabrik sesungguhnya (Samryn, 2001).
Pendekatan full costing yang biasa juga disebut sebagai pendekatan
tradisional menghasilkan laporan laba rugi dimana biaya-biaya diorganisir dan
disajikan berdasarkan fungsi-fungsi produksi, administrasi, dan penjualan.
Laporan laba rugi yang dihasilkan dari pendekatan ini banyak digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pihak luar perusahaan. Full costing merupakan metode yang
memperhitungkan seluruh biaya produk baik tetap maupun variabel dalam
menentukan nilai persediaan yang akan dijual perusahaan (Samryn, 2001).
Salah satu cara untuk mengatasi perubahan laba yang sering naik atau
turun secara tajam adalah dengan menggunakan tarif biaya overhead yang normal
yaitu tarif yang didasarkan atas aktivitas produksi yang konstan selama beberapa
tahun daripada didasarkan hanya atas aktivitas yang diharapkan terjadi sekarang,
sehingga harga pokok per unit diharapkan konstan dari tahun ke tahun. Namun
17

demikian, sekalipun menggunakan tarif overhead yang normal, laba bersih bisa
berfluktuasi dengan tajam jika selisih pembebanan overhead (selisih lebih atau
kurang) yang timbul karena perbedaan produksi dan penjualan dibebankan pada
harga pokok penjualan (Samryn, 2001).
Metode full costing, yaitu metode penentuan harga pokok produksi yang
memperhitungkan semua unsur biaya kedalam harga pokok produksinya, yang
terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead
baik yang variabel maupun yang tetap. Dimana perhitungan biaya full costing
dapat dilakukan sebagai berikut (Samryn, 2001):
Harga Pokok Produksi
Biaya bahan baku XXX
Biaya tenaga kerja langsung XXX
Biaya overhead pabrik XXX +
Harga pokok produksi XXX
Penjualan XXX
Harga Pokok Produksi (XXX) _
Laba kotor XXX
B.Penjualan & Adm dan Umum (XXX) _
Laba bersih XXX

2.1.9 Pengertian Harga Jual


Harga adalah nilai barang atau jasa yang diungkapkan dalam satuan rupiah
atau satuan uang lainnya. Sedangkan harga jual adalah nilai yang dibebankan
kepada pembeli atau pemakai barang dan jasa. Dalam hal ini harga jual
merupakan suatu yang digunakan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari
barang dan jasa serta pelayanannya. Harga jual dalam arti sempit adalah
merupakan jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa. Dalam arti
luas, harga jual adalah jumlah dari nilai yang dipertukarkan konsumen untuk
manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa (Kotler, 1998).
Harga jual suatu produk ditentukan dari harga pokok produksi, jika
perhitungan harga pokok produksi tidak tepat maka akan mempengaruhi
18

penentuan harga jual produk yang tidak tepat juga. Misalnya perhitungan harga
pokok produksi yang tinggi , maka akan menghasilkan penentuan harga jual yang
tinggi pula, akibatnya suatu produk tidak mampu bersaing di pasar. Begitu juga
sebaliknya ,jika perhitungan harga pokok produksi rendah maka akan
menghasilkan penentuan harga produksi yang rendah pula akibatnya perusahaan
tidak mencapai laba yang maksimal walaupun harga jual dapat bersaing di pasar
(Kotler, 1998).
Titik berat daripada proses penetapan harga adalah harga pada berbagai
pasar. Untuk ini, harga suatu barang mungkin merupakan struktur yang kompleks
dari pada syarat-syarat penjualan yang saling berhubungan. Setiap perubahan dari
pada struktur tersebut merupakan keputusan harga dan akan mengubah
pendapatan yang diperoleh. Peranan perusahaan dalam proses penetapan harga
jual barangnya sangat berbeda-beda, tergantung dari pada bentuk pasar yang
dihadapinya ada tiga bentuk penetapan harga jual,(Soemarsoe, 1999) yakni :
1. Penetapan harga jual oleh pasar (Market Pricing)
Dalam bentuk penetapan harga jual ini, penjual tidak dapat mengontrol
sama sekali harga yang dilempar di pasaran. Harga disini betul-betul
ditetapkan oleh mekanisme penawaran dan permintaan. Dalam keadaan
seperti ini, penjual tidak bias menetapkan harga jual (Soemarsoe, 1999).
2. Penetapan harga jual oleh pemerintah (Government Controlled Pricing)
Dalam beberapa hal, pemerintah berwenang untuk menetapkan harga
barang/jasa, terutama untuk barang/jasa yang menyangkut kepentingan
umum. Perusahaan/penjualan yang bergerak dalam eksploitasi barang/jasa
tersebut di atas tidak dapat menetapkan harga jual barang/jasa (Soemarsoe,
1999).
3. Penetapan harga jual yang dapat dikontrol oleh perusahaan (Administered
or Business controlled pricing)
Pada situasi ini, harga ditetapkan sendiri oleh perusahaan. Penjual
menetapkan harga dan pembeli boleh memilih “membeli atau tidak”.
Harga ditetapkan oleh keputusan dan kebijaksanaan yang terdapat dalam
perusahaan, walaupun faktor-faktor mekanisme penawaran dan
19

permintaan, serta peraturan-peraturan pemerintah tetap diperhatikan.


Sampai seberapa jauh perushaan dapat menetapkan harga, tergantung pada
tingkat diferensiasi produk, besar perusahaan dan persaingan (Soemarsoe,
1999).

2.1.10 Tujuan Penentuan Harga Jual


Adapun tujuan pokok penentuan harga jual adalah sebagai berikut
(Soemarsoe, 1999):

1. Mencapai target return on investment atau target penjualan


2. Memaksimumkan laba
3. Meningkatkan penjualan dan mempertahankan atau memperluas pesan
pasar
4. Mengurangi persaingan
5. Menstabilkan harga.
Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai 2 tujuan dalam penentuan
harga, yang pertama adalah tujuan primer seperti target penjualan tertentu (berapa
laba yang diharapkan), dan yang kedua adalah tujuan sekunder seperti perluasan
pangsa pasar.

2.1.11 Sistem Activity Based Costing (ABC)


Peritungan biaya berdasarkan aktivitas (Activity Based Costing) adalah
pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya ke objek
biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang dilakukan
untuk objek biaya tersebut. Dasar pemikiran pendekatan perhitungan biaya ini
adalah produk atau jasa perusahaan merupakan hasil dari aktivitas dan aktivitas
tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya (Boone
et al: 2000).
Sedangkan menurut Mulyadi (2003) Activity Based Costing merupakan
sistem informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi
personel dalam melakukan pengurangan baiya dalam jangka penjang melalui
20

pengelolaan aktivitas. Activity Based Costing menurut Garrison (2006) adalah


metode perhitungan biaya yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya
bagi manajer untuk keputusan strategis dan keputusan lainnya yang
mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap.

2.1.12 Konsep Dasar Activity Based Costing (ABC)


Ada dua keyakinan dasar yang melandasi sistem Activity Based Costing
(ABC) menurut Mulyadi (2003) yaitu:
1. Cost is caused adalah biaya ada penyebab, dan penyebab biaya adalah
aktivitas. Dengan demikian, pemahaman yang mendalam tentang aktivitas
yang menjadi penyebab timbulnya biaya akan menempatkan personel
perusahaan pada posisi dapat mempengaruhi biaya. Sistem Activity Based
Costing (ABC) berangkat dari keyakinan dasar bahwa sumberdaya
menyediakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas bukan sekedar
menyebabkan timbulnya biaya yang harus dialokasikan.
2. The Cause Of Cost Can Be Managed adalah penyebab terjadinya biaya
yaitu aktivitas dapat dikelola. Melalui pengelolaan terhadap aktivitas yang
menjadi penyebab terjadinya biaya, personel perusahaan dapat
mempengaruhi biaya. Pengelolaan terhadap aktivitas memerlukan
berbagai informasi tentang aktivitas.

2.1.13 Identifikasi Aktivitas


Menurut Mulyadi (1990) komponen utama yang membentuk activity
based costing adalah sumber daya (resources); pemicu konsumsi sumber daya
(resources driver); aktivitas (activity); pemicu aktivitas (activity driver); objek
biaya (cost objects).
1. Sumber daya (resources), adalah segala unit ekonomi yang digunakan
perusahaan untuk mengadakan aktivitas, seperti: bahan baku, tenaga kerja,
perlengkapan yang digunakan dan faktor produksi lainnya.
2. Pemicu konsumsi sumber daya (resources driver), dasar yang digunakan
untuk melacak sumber daya yang digunakan di dalam setiap aktivitas.
21

Atau ukuran kuantitas dari sumber daya yang dikonsumsi oleh suatu
aktivitas, contoh luas ruangan yang disewa untuk setiap aktivitas, jumlah
jam kerja yang dihabiskan untuk setiap aktivitas.
3. Aktivitas (activity), suatu unit dasar pekerjaan yang dilakukan oleh
perusahaan dengan tujuan membantu perencanaan, pengendalian, dan
pengambilan keputusan bagi manajemen. Jumlah biaya aktivitas
ditentukan dengan melacak sumber daya yang dipakai oleh aktivitas
dengan pemicu konsumsi sumber daya. Aktivitas sangat dibutuhkan untuk
membebankan biaya ke objek biaya, dikenal dengan aktivitas biaya yang
dihubungkan dengan faktor pemicu biaya (cost driver).
4. Pemicu aktivitas (activity driver), suatu ukuran frekuensi dan intensitas
dari permintaan akan suatu aktivitas oleh suatu produk atau jasa layanan.
Pemicu aktivitas ini sama seperti pemicu sumber daya guna melacak biaya
aktivitas ke objek biaya, yang dipakai untuk membebankan biaya ke
produk atau jasa layanan.
5. Objek biaya (cost objects), adalah tempat biaya di mana biaya atau
aktivitas diakumulasikan atau diukur. Objek biaya dapat berupa
pelanggan, produk, jasa layanan, kontrak, proyek, atau unit kerja lain yang
memerlukan pengukuran biaya tersendiri.
Ada beberapa tahapan penerapan activity based costing menurut Bastian
dan Nurlela (2009:26), yaitu:
1. Mengidentifikasi, mendefinisikan aktivitas dan pool aktivitas.
Tahapan utama dan pertama dalam menerapkan activity based costing
(ABC) adalah mengidentifikasi aktivitas yang menjadi dasar system
tersebut. Tahapan ini mungkin sulit dilakukan, karena memakan waktu
dan membutuhkan pertimbangan yang cukup rumit. Prosedur umum yang
dilakukan pada tahap ini, dengan melakukan wawancara terhadap semua
orang yang terlibat atau semua tingkat supervisi atau semua manajer yang
menimbulkan overhead dan meminta mereka untuk menggambarkan
aktivitas utama yang mereka lakukan, biasanya akan diperoleh catatan
aktivitas yang cukup beragam dan rumit. Adapun aktivitas yang cukup
22

beragam tersebut, dapat digabungkan menjadi lima tingkat aktivitas, yaitu


aktivitas tingkat unit; batch; produk; pelanggan; dan pemeliharaan
organisasi. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas tingkat unit.
Dilakukan oleh setiap unit produksi. Biaya aktivitas unit bersifat
proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi. Contoh: biaya
pekerja untuk operator peralatan produksi, ini menjadi aktivitas tingkat
unit, karena pekerja tersebut cenderung dikonsumsi secara
proporsional dengan jumlah unit produksi
b. Aktivitas tingkat batch.
Dilakukan setiap batch yang diproses, tanpa memperhatikan berapa
unit yang terdapat dalam batch tersebut. Contoh: membuat pesanan
pelanggan, penataan peralatan, pengaturan pengiriman pesanan
pelanggan, ini merupakan aktivitas tingkat batch. Biaya tingkat batch
lebih tergantung pada jumlah batch yang dihasilkan, bukan jumlah unit
yang diproduksi, jumlah unit yang dijual atau ukuran lainnya.
c. Aktivitas tingkat produk.
Aktivitas ini berkaitan dengan produk yang spesifik dan umumnya
dikerjakan tanpa memperhatikan berapapun unit yang diproduksi atau
berapapun batch yang dihasilkan atau dijual. Contoh: biaya
perancangan produk, biaya untuk mengiklan produk, biaya gaji staf
dan manajer produksi.
d. Aktivitas tingkat pelanggan.
Aktivitas ini berkaitan dengan pelanggan yang spesifik meliputi
aktivitas menelepon pelanggan dalam rangka penjualan, pengiriman
katalog, dukungan teknis purna jual yang untuk semua produk.
e. Aktivitas pemeliharaan organisasi. Aktivitas pemeliharaan organisasi.
Aktivitas ini dilakukan tanpa memperhatikan produk apa yang
diproduksi, berapa unit yang dibuat, berapa batch yang dihasilkan dan
pelanggan mana yang dilayani. Contoh: aktivitas kebersihan kantor,
23

pengadaan jaringan komputer, pengaturan pinjaman dan penyusunan


laporan keuangan untuk internal maupun eksternal.
2. Menelusuri biaya overhead secara langsung ke aktivitas dan objek biaya.
3. Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas.
4. Menghitung tarif aktivitas.
5. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas
dan ukuran aktivitas.
6. Menyiapkan laporan untuk manajemen.
Penggabungan aktivitas dalam sistem ABC, setiap aktivitas harus
dikelompokkan dalam tingkatan yang sesuai, dengan memperhatikan aktivitas-
aktivitas yang mempunyai korelasi yang tinggi dalam satu tingkat. Contoh:
jumlah pesanan pelanggan yang diterima akan memiliki korelasi yang tinggi
dengan jumlah pengiriman berdasarkan pesanan pelanggan, sehingga kedua
aktivitas tingkat batch ini dapat digabung, tanpa mengurangi keakuratannya.
1. Menelusuri biaya overhead secara langsung ke aktivitas dan objek biaya.
Tahap kedua dalam menerapkan sistem ABC adalah sejauh mungkin
menelusuri biaya overhead secara langsung ke objek biaya, yang
menyebabkan timbulnya biaya, kemudian menentukan pemicu biayanya,
seperti produk, pesanan pelanggan, dan pelanggan.
2. Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas.
Pada umumnya biaya overhead diklasifikasikan dalam sistem akuntansi
perusahaan berdasarkan departemen atau divisi, di mana biaya tersebut
terjadi. Tetapi pada beberapa kasus ada beberapa atau semua biaya bias
ditelusuri langsung ke pool biaya aktivitas, seperti: pemrosesan pesanan,
di mana semua departemen pembelian dapat ditelusuri ke aktivitas ini.
Dalam sistem ABC sangat umum overhead terkait dengan beberapa
aktivitas. Untuk kondisi seperti tersebut, biaya departemen dapat dibagi ke
beberapa kelompok atau pool aktivitas dengan menggunakan proses
alokasi tahap pertama, yaitu membebankan overhead ke pool biaya
aktivitas.
24

3. Menghitung tarif aktivitas.


Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk pembebanan biaya overhead ke
produk dihitung, dengan menentukan total aktivitas sesungguhnya yang
diperlukan untuk mmeproduksi bauran produk dan untuk melayani
pelanggan yang saat ini. Kemudian menentukan tarif aktivitas dengan
membagi total biaya pool aktivitas masing-masing aktivitas dengan total
pemicu aktivitas.
total biaya 𝑝𝑜𝑜𝑙 aktivitas
Tarif pembebanan / 𝑝𝑜𝑜𝑙 𝑟𝑎𝑡𝑒 =
Total pemicu aktivitas

4. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas


dan ukuran aktivitas.
Langkah berikut dalam penerapan sistem ABC disebut alokasi tahap
kedua, di mana tarif aktivitas digunakan untuk membebankan biaya ke
produk atau pelanggan dengan cara mengalikan tarif pool aktivitas dengan
ukuran aktivitas yang dikonsumsi masing-masing produk atau jasa
layanan.
5. Menyiapkan laporan untuk manajemen.
Tahap ini adalah tahap laporan yang disusun, dengan menggabungkan
bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead yang ke produk
atau jasa layanan berdasarkan aktivitas.
Activity based costing merupakan suatu sistem perhitungan biaya dengan
penjumlahan seluruh biaya akuntansi yang memproduksi barang dan jasa yang
Pembebanan = pool rate x jumlah aktivitas yang dikonsumsi Tarif pembebanan /
pool rate = total biaya pool aktivitas Total pemicu aktivitas jumlahnya lebih dari
satu biaya overhead untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer dalam
pengambilam keputusan. ABC dapat dijadikan salah satu alternatif referensi oleh
pengelola perusahaan untuk dapat mengidentifikasi berbagai biaya yang terserap
pada produk. Sistem ABC berusaha menelusuri seluruh biaya yang terserap dalam
pelaksanaan produksi sampai produk dapat dipasarkan. Pada intinya sistem ABC
menguraikan berbagai biaya yang belum jelas pengalokasiannya yang dalam hal
25

ini penekanannya pada biaya overhead yang biasanya sangat sulit


mengidentifikasikannya dan dengan teridentifikasinya seluruh biaya maka
diharapkan biaya per produk telah dapat mencerminkan seluruh biaya yang
terserap pada produk tersebut.

2.1.14 Kelebihan dan Kelemahan Activity Based Costing

Walaupun activity based costing (ABC) terlihat lebih unggul dari system
biaya tradisional, ABC tetap memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun
kelebihan ABC menurut Bastian dan Nurlela (2009:29), yaitu para manajemen
puncak akan setuju menerapkan suatu sistem yang baru di lingkungan organisasi
mereka, jika mereka percaya bahwa mereka akan memproleh manfaat yang lebih,
jika dibandingkan dengan sistem yang lama. Manfaat yang diperoleh dalam
penerapan activity based costing menurut Bastian dan Nurlela (2009:29) adalah
ABC menyajikan pengukuran yang lebih akurat, dapat memperbaiki pengambilan
keputusan, dan memungkinkan manajemen melakukan perbaikan secara terus
menerus. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Activity based costing (ABC) menyajikan pengukuran yang lebih akurat
tentang biaya yang timbul karena dipicu oleh aktivitas, membantu
manajemen untuk menigkatkan nilai produk dan nilai proses dengan
membuat keputusan yang lebi baik tentang desain produk, mengendalikan
biaya secara lebih akurat dan membantu perkembangan proyek-proyek
yang meningkatkan nilai.
2. Memperbaiki kualitas pengambilan keputusan.
Para manajemen puncak yang telah menerapkan activity based costing,
percaya bahwa semakin akurat perhitungan biaya atau jasa layanan yang
digunakan activity based costing, akan mengurangi kemungkinan
kesalahan dalam pengambilan keputusan.
3. Memungkinkan manajemen melakukan perbaikan secara terus menerus.
Banyak perushaan berusaha untuk mengurangi biaya, guna menawarkan
produk atau jasa layanan beraneka akan meningkatkan biaya. Dengan
26

menggunakan activity based costing, biaya yang dikeluarkan akan terlihat


dengan jelas pada setiap aktivitas di mana biaya yang tidak mempunyai
nilai tambah bagi pelanggan dapat dieliminasi lebih cepat.
Kelebihan activity based costing menurut Charles (1997) adalah sebagai
berikut:
1. Activity based costing (ABC) mengharuskan manajer melakukan
perubahan radikal dalam cara berfikir mereka mengenai biaya
2. ABC mengharuskan manajer melakukan perubahan radikal dalam cara
berfikir mereka mengenai biaya. Misal, pada awalnya sulit bagi manajer
untuk memahami bagaimana ABC dapat menunjukan bahwa produk
bervolume tinggi ternyata merugi padahal analisis margin kontribusi
menunjukkan bahwa harga jual melebihi biaya produksi variabel.
3. ABC berusaha untuk menunjukkan konsumsi sumber daya jangka panjang
dari setiap produk, namun tidak memprediksikan berapa banyak
pengeluaran yang akan dipengaruhi oleh keputusan tertentu.
ABC menunjukkan seberapa banyak aktivitas tingkat batch dan tingkat
produk yang didedikasikan untuk setiap produk dan bukan seberapa banyak
penghematan yang akan terjadi jika lebih sedikit produk atau batch diproduksi.

2.1.15 Perbedaan Traditional Costing Method dengan Activity Based Costing


Terdapat perbedaan mendasar antara traditional costing method dengan
activity based costing menurut Charles (1997) antara lain:
1. Activity based costing (ABC) menggunakan cost driver lebih banyak
dibandingkan traditional costing method yang hanya menggunakan satu
atau dua cost driver berdasarkan unit, sehingga ABC mempunyai tingkat
ketelitian lebih tinggi dalam penentuan harga pokok produk bila
dibandingkan dengan sistem tradisional.
2. ABC menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu untuk menentukan
berapa besar overhead pabrik yang akan dialokasikan pada suatu produk
tertentu. Traditional costing method mengalokasikan biaya overhead
berdasarkan satu atau dua basis alokasi saja.
27

3. Fokus ABC adalah pada biaya, mutu, dan faktor waktu, sedangkan
traditional costing concept lebih mengutamakan pada kinerja keuangan
jangka pendek, seperti laba. Sistem tradisional dapat mengukurnya dengan
cukup akurat. Tetapi apabila traditional costing method digunakan untuk
penetapan harga pokok dan untuk mengidentifikasikan produk yang
menguntungkan, angka-angkanya tidak dapat dipercaya dan diandalkan.
ABC membagi konsumsi overhead dalam 4 (empat) kategori yaitu: unit,
batch, produk, dan fasilitas. Traditional costing method membagi biaya overhead
dalam unit yang lain.

2.2 Penelitian Sebelumnya


Adapun penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu adalah
sebagai berikut:
1. Maria Magdalena (2010), Evaluasi Penentuan Harga Jual Produk Bakpia
(Studi Kasus pada Bakpia Yogja), Universitas Atma Jaya
Jakarta.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
apakah penentuan Harga Jual Produk Bakpia Djogdja sudah tepat atau
belum terutama untuk bakpia rasa kacang hijau. Penulis akan menghitung
Harga Jual Produk dan menganalisis data yang ada dengan menggunakan
metode penentuan Harga Jual Produk berdasarkan Harga Pokok Variabel
ditambah markup.Perhitungan Harga Pokok Produksi sebagai dasar
penentuan Harga Jual Produk secara tepat selama ini belum dilakukan oleh
pemilik Bakpia Djogdja.Oleh karena itu, Harga Jual Produk yang
ditetapkan pun menjadi kurang tepat. Hasil analisis membuktikan bahwa
terdapat selisih yang cukup besar antara Harga Jual yang ditetapkan
pemilik selama ini dengan Harga Jual Produk berdasarkan Harga Pokok
Variabel ditambah markup.

2. Rini Silfiani Suhada (2013). Pengaruh Penetapan Harga Jual Terhadap


Total Penjualan Produk Belsoap Pada PT. Galenium Pharmasia
Laboratories Jakarta Selatan.Universitas Pamulang UMPAN, Jakarta.
28

Hasil penelitian menunjukan bahwa selama 5 tahun perusahaan mengalami


peningkatan penjualan. Penjualan pada tahun 2007 adalah menjadi tahun
dasar sehungga belum ada penambahan atau sebesar 100,0 dan tahun 2008
diperoleh index sebesar 109,4,pada tahun 2009 diperoleh index sebesar
112,5 ,pada tahun 2010 diperoleh index sebesar 115,6 ,dan pada tahun
2011 diperoleh index sebesar 121,9. Berdasarkan analisis kolerasi dapat
disimpulkan bahwa r = 0,87 hal ini menunjukan adanya hubungan yang
positif antara penetapan harga jual (X) dan total penjualan (Y), Dari r =
0,87 maka determinasi sebesar 100% - (0,87)² = 24,31%, dipengaruhi oleh
faktor lain yang tidak diteliti. Hasil pengujian hipotesis dengan uji t
hitung= 3,082 jadi t hitung > t tabel atau 3,082 > 2,353 dengan tingkat
signifikan 5% maka H0 ditolak dan H1diterima berarti terdapat hubungan
yang signifikan antara penetapan harga jual terhadap total penjualan
produk Belsoap pada PT. Galenium Pharmasia Laboratories.

3. Endra Setiyaningsih (2009), dengan judul penelitian analisis penerapan


metode Full Costing Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi Untuk
Penetapan Harga Jual (Studi Kasus Pada Pabrik Tahu Lestari). Dan hasil
penelitian menunjukkan bahwa penghitungan Pabrik Tahu Lestari adalah
Rp375,95 dibulatkan menjadi Rp378/biji tahu. Sedangkan hasil
penghitungan biaya pokok produksi dengan metode full costing adalah
Rp382,49 dibulatkan menjadi Rp383/biji tahu. Penghitungan ini diperoleh
biaya produksi tersebut dihitung secara terperinci. Perbedaan biaya
produksi ini disebabkan Karena penghitungan metode yang diterapkan
oleh pabrik tidak merinci semua biaya-biaya yang dikeluarkan selama
proses produksi. Dan perbedaan antara penghitungan metode full costing
dengan metode pabrik terletak pada perhitungan biaya overhead pabrik,
biaya penyusutan dan pemeliharaan. Jadi, penghitungan yang dilakukan
oleh pabrik tidak menghitung biaya overhead pabrik yang berperilaku
tetap maupun variabel secara terpenrinci sehingga hasilnya pun kurang
tepat dan akurat. Kesalahan dalam penghitungan harga pokok produksi
29

dapat berpengaruh pada penentuan harga jual maupun laba yang


diinginkan oleh suatu perusahaan.

4. Happy Nusiami Safitri (2008), dengan judul penelitian Perhitungan Harga


Pokok Produksi Full Costing Method (Studi kasus : Pabrik Tahu “Murah
Sari 57”) dan hasil penelitian menunjukan bahwa hasil perhitungan harga
pokok produksi dengan metode yang masih sedarhana. Biaya yang
dihitung oleh pabrik tahu Murah Sari 57 ini sebagai biaya produksi adalah
biaya kacang kedelai, dan biaya tenaga kerja saja. Masih ada beberapa
biaya yang belum diperhitungkan dalam proses produksi tersebut antara
lain, biaya kayu bakar, biaya bensin, biaya listrik, biaya telpon biaya kain,
biaya cetakan, biaya pisau, biaya tong, biaya pemeliharaan kendaraandan
bensin. Hasil perhitungan pabrik Tahu Murah Sari 57 adalah Rp 45.300,00
per tong. Serta hasil perhitungan biaya pokok produksi dengan
menggunakan metode Full Costing adalah Rp 51.500,00 pet tong
diperoleh nilai biaya produksi yang lebih tinggi karena biaya yang ada
dalam proses produksi tersebut dihitung secara teliti dan terinci. Perbedaan
ini disebabkan karena perhitungan metode perusahaan tidak merinci semua
biaya overhead pabrik sehingga didapat perhitungan harga pokok produksi
dengan menggunakan metode Full Costing biaya lebih tinggi. Kesalahan
dalam penghitungan harga pokok produksi dapat berpengaruh pada
penentuan harga jual dan laba yang diinginkan oleh perusahaan.

5. Berlin Shelina Wardani (2011), Analisa Penetapan Harga Jual Unit Rumah
di Perumahan Taman Tasik Madu Indah, Malang.Institut Teknologi
Sepuluh November SurabayaPenelitian ini menggunakan metode analisa
titik impas untukmenganalisa biaya, dan metode survey langsung dengan
penyebaran kuesioner untuk menganalisa permintaan pasar. Berdasar
kurva permintaan, besar harga jual setiap unit rumah yang dapat diterima
konsumenuntuk tipe 36 ialah Rp 133.042.852,-sedangkan untuk tipe 45
ialah Rp 161.267.170,-. Berdasarkan analisa biaya dengan menggunakan
30

Q maksimum untuk masing-masing tipe, harga jual yang diperoleh untuk


tipe 36 ialah Rp. 148.115.873,-dan harga jual yang diperoleh untuk tipe
45 ialah Rp 165.675.494,-.

Anda mungkin juga menyukai