TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi
Istilah ergonomi mulai dicetuskan pada tahun 1949, pada saat itu dibentuk
Masyarakat Peneliti Ergonomi (The Ergonomic Research Society) di England. Hal
ini menghasilkan jurnal pertama dalam bidang ergonomi pada november 1957.
The International Ergonomics Association terbentuk pada tahun 1957 dan The
HumanFactors Society di Amerika pada tahun yang sama (Sritomo, 1995).
5
6
Prinsip Ergonomi
Proses dalam Ergonomi Fisik
1. Evaluasi tugas Kognitif
2. Menentukan prioritas
3. Keterlibatan
4. Pemecahan masalah
5. Perbaikan yang
berkelanjutan
Sumber:Nurmianto,2004
Gambar 2.1 Skema Ruang Lingkup Ergonomi
Sumber: Nurmianto, 2004
kesejahteraan (well-being) dan efisiensi (efficiency) dari segi fisik, mental, dan
produksi.
Tujuan tersebut dapat di lihat pada Gambar 2.2.
Comfort
Ergonomic
s
Efficiency
Well-Being a. Physical
b. Mental
c. Production
2. Aktivitas Berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus
seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut,
dsb.Keluhan otot terjadi karena menerima tekananan akibat beban kerja
secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
3. Sikap Kerja Tidak Alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi
bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya
pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala
terangkat. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh,
maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap
kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas,
alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan pekerja.
1. Umur
Pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun
sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat. Penelitian Betti’e et
al (1989) mengenai kekuatan static otot untuk pria dan wanita dengan
usia antara 20 sampai diatas 60 tahun dengan memfokuskan penelitian
pada otot lengan, punggung, dan kaki. Hasil penelitian menunjukkan
kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun,
selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan pertambahan umur.
Kelompok umur dengan angka tertinggi terhadap sakit punggung dan
ketegangan otot adalah umur 20-24 tahun untuk laki-laki, dan 30-34
tahun untuk perempuan. Sehingga dari berbagai penelitian sebelumnya,
umur mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot.
2. Jenis kelamin
Secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari
pada pria kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan
otot pria sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita. Kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari
kekuatan laki-laki.
3. Masa kerja
Masa kerja merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi seorang
pekerja untuk meningkatkan risiko terjadinya MSDs, terutama untuk
jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Masa
kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot.
4. Kebiasaan merokok
Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi
pula tingkat keluhan otot, terdapat hubungan yang signifikan dengan
keluhan pada pinggang. Hal ini terkait dengan kondisi kesegaran tubuh
seseorang. Kebiasaan merokok dapat menurunkan kapasitas paru-paru
sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan
sebagai akibatnya, tingkat kebugaran tubuh menurun. Apabila
seseorang bekerja dengan tugas yang menuntut pergerakan tenaga maka
16
b. Faktor Pekerjaan.
Faktor resiko utama terjadinya MSDs terdiri dari postur, beban (force),
gerakan berulang (repetition) dan durasi.
1. Postur
Postur merupakan orientasi relatif bagian tubuh manusia di dalam
ruang. Postur manusia dalam melakukan pekerjaan ditentukan oleh
hubungan antara dimensi tubuh dan dimensi tempat kerja. Jika terdapat
ketidakselarasan antara kedua dimensi tersebut, maka akan timbul
dampak jangka panjang dan jangka pendek bagi tubuh manusia.
Karakteristik pekerja yang mempengaruhi postur kerja antara lain usia,
antropometri, berat badan, adanya gangguan musculoskeletal dan
obsitas . Secara umum, postur kerja yang bervariasi lebih baik jika
dibandingkan dengan postur kerja yang statis. Namun, jika kondisi
kerja mengharuskan untuk bekerja dengan postur yang statis, efek yang
akan timbul akan meningkat seiring dengan tingkatan posisi statis yang
dibutuhkan untuk menjaga posisi tubuh.
2. Beban (force)
Pembebanan fisik pada pekerjaan dapat mempengaruhi terjadinya
keterkaitan pada otot rangka tubuh. Pembebanan fisik yang dibenarkan
adalah pembebanan yang tidak melebihi 30-40% dari kemampuan kerja
maksimum tenaga kerja dalam 8 jam sehari dengan memperhatikan
peraturan kerja yang berlaku. Semakin berat beban maka semakin
singkat waktu pekerjaan. Beban dapat di artikan sebagai beban muatan
(berat) dan kekuatan pada struktur tubuh. Satuan beban di nyatakan
dalam newton atau pounds, dinyatakan sebagai sebuah proporsi dari
17
ketidaknyamanan
ketidaknyamanan x100% ...........................................(2.1)
ketidaknyamanan
>60º 4
Sumber: Mc Atamney, 2000
21
Pada tabel 2.1 diatas pergerakan punggung ditunjukkan pada gambar 2.4
berikut:
0-20o 1
+1 jika leher berputar/bengkok
>20 – ekstensi
o 2
Sumber: Mc Atamney, 2000
Pada tabel 2.2 diatas, pergerakan leher dapat dilihat pada gambar 2.5
berikut:
22
Posisi normal 1
+1 jika lutut antara 30-60º
Bertumpu pada satu kaki lurus 2 +2 jika lutut >60º
Pada tabel 2.3 diatas, postur kaki dapat dilihat pada gambar 2.6 berikut:
Skor pergelangan lengan atas dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut:
Pada tabel 2.4 diatas, pergerakan lengan atas dapat ditunjukkan pada
gambar 2.7 berikut ini:
Skor pergerakan lengan bawah dapat ditunjukkan seperti pada tabel 2.5 di
bawah ini:
Pada tabel 2.5 diatas pergerakan lengan bawah dapat ditunjukkan pada gambar
2.8 berikut ini
Skor pergelangan tangan dapat ditunjukkan seperti pada tabel 2.6 dibawah
ini:
Pada tabel 2.6 di atas, pergelangan tangan dapat ditunjukkan pada gambar
2.9 berikut ini:
1 2 3 4 5
Neck = 1 Legs
1 2 2 2 3 4
2 2 3 4 5 6
3 3 4 5 6 7
4 4 5 6 7 8
Neck = 2 Legs
1 2 3 5 5 6
2 2 4 6 6 7
3 3 5 7 7 8
4 4 6 8 8 9
Neck = 3 Legs
1 2 4 5 6 7
2 2 5 6 7 8
3 3 6 7 8 9
4 4 7 8 9 9
Sumber: Mc Atamney, 2000
26
1 1 1 3 4 6 7
2 2 2 4 5 7 8
3 2 3 5 5 8 8
Lower Arm =2 Wrist
1 1 2 4 5 7 8
2 2 3 5 6 8 9
3 3 4 5 7 8 9
Sumber: Mc Atamney, 2000
Hasil skor yang diperoleh dari tabel A dan tabel B digunakan untuk
melihat tabel C sehingga didapatkan skor dari tabel C.
1 1 2 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
Skor
B 4 2 3 3 4 5 7 8 8 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 9 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
27
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
Skor
B 10 7 7 8 9 9 10 12 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 12 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 12 11 12 12 12 12
Sumber: Mc Atamney, 2000
<5 kg 0
Besarnya skor coupling dapat ditunjukkan seperti pada tabel 2.11 dibawah
ini:
Sementara itu besarnya skor activity dapat ditunjukkan seperti pada tabel
2.12 dibawah ini:
musculoskeletal dan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi resiko serta
perbaikan kerja.
Lebih jelasnya, alur cara kerja dengan menggunakan metode REBA dapat
dilihat pada gambar 2.10 dibawah ini:
Level resiko yang terjadi dapat diketahui berdasarkan nilai REBA. Level
resiko dan tindakan yang harus dilakukan dapat dilihat pada tabel 2.13 berikut:
Berdasarkan tabel 2.13 yang merupakan tabel level resiko dan tindakan
dapat diketahui berdasarkan nilai REBA yang telah diperoleh sebelumnya,
sehingga diketahui level resiko yang terjadi apakah perlu atau tidaknya tindakan
dilakukan untuk perbaikan. Perbaikan kerja yang mungkin dilakukan antara lain
berupa perancangan alat bantu kerja berdasarkan prinsip-prinsip ergonomi.
2.7 Antropometri
Antropometri berasal dari kata antropo (manusia) dan metri (ukuran).
Antropometri yaitu studi yang berkaitan dengan pengukuran tubuh manusia yang
akan digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam memerlukan intraksi
manusia.
Antropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan
dengan karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran, bentuk dan kekuatan serta
penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain.
Anthropometri secara lebih luas digunakan sebagai pertimbangan
ergonomis dalam proses perencanaan produk maupun sistem kerja yang
memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan
diaplikasikan secara lebih luas antara lain dalam hal perancangan areal kerja
(work station), perancangan alat kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools),
perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja, dan
perancangan lingkungan fisik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data
anthropometri akan menentukan bentuk, ukuran, dan dimensi yang tepat berkaitan
dengan produk yang akan dirancang sesuai dengan manusia yang akan
mengoperasikan atau menggunakan produk tersebut (Sutalaksana, 2006)
Ukuran yang digunakan yaitu standar rata-rata/kurva normal
Data antropometri diaplikasikan secara luas antara lain dalam perancangan area
kerja, perancangan peralatan kerja, perancangan produk konsumtif, dan
perancangan lingkungan kerja fisik. Perancangan suatu produk harus
memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia yaitu
umur, jenis kelamin, suku/bangsa, posisi tubuh.
31
2. Jenis kelamin
Pria pada umumnya memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali
bagian dada dan pinggul.
3. Rumpun dan suku bangsa
4. Sosio ekonomi dan konsumsi gizi yang diperoleh.
5. Pekerjaan, aktivitas sehari-hari juga berpengaruh
6. Kondisi waktu pengukuran
Terdapat dua pilihan dalam merancang sistem kerja berdasarkan data
antropometri, yaitu:
Sesuai dengan tubuh pekerja yang bersangkutan (perancangan individual),
yang terbaik secara ergonomi.
Sesuai dengan populasi pemakai/pekerja.
2.7.1 Persentil
Konsep persentil dalam perancangan adalah penggunaan data-data ke 0,05;
0,5; atau 0,95 dari sebaran data antropometri yang telah diurutkan, yang ditujukan
untuk memberi aspek keamanan dan kenyamanan bagi manusia di dalam alat atau
sistem kerja yang dirancang. Persentil pada dasarnya menyatakan persentase
manusia dalam suatu populasi yang memiliki dimensi tubuh yang sama atau lebih
kecil dari nilai tersebut. Misalnya persentil pertama ukuran tinggi tubuh,
menunjukkan bahwa 99 persen dari populasi yang diukur memiliki tinggi tubuh
melebihi angka tersebut.
Untuk penetapan data antropometri ini pemakaian distribusi normal dapat
diformulasikan berdasarkan harga rata-rata (mean X ) dan simpangan baku
(standard deviation, x ) dari data pengukuran. Dari nilai yang ada tersebut maka
persentil dapat ditetapkan sesuai dengan tabel dan gambar distribusi normal.
Maksud dari persentil adalah suatu nilai yang menunjukkan persentasi tertentu
dari orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut. Dengan kata
lain berada dalam wilayah penerimaan (Sutalaksana, 2006)
35
𝑁(𝑋̅, 𝜎𝑋)
95%
2,5% 2,5%
X X
𝑋̅ − 1,96𝜎𝑥 𝑋̅ + 1,96𝜎𝑥
P=2,5% 𝑋̅ P=97,5%
5. Tinggi pinggang
6. Tinggi tulang pinggul
7. Panjang butoock-lutut
8. Panjang buttock-popliteal (lekuk lutut)
9. Tinggi telapak kaki-lutut
10. Tinggi telapak kaki-popliteal (lekuk lutut)
11. Panjang kaki (tungkai-ujung jari kaki)
12. Tebal paha
Pengukuran dimensi tubuh manusia pada posisi berdiri dapat terlihat pada
Gambar 2.13
Xi
i 1
x = .......................................................................................(2.3)
n
Dimana :
tanda jumlah
n = banyaknya data
Xi = besaranya tiap-tiap data
Xi X
k
2
i 1
.........................................................................................(2.4)
n 1
BKA = 𝑋̅ + k𝛿 ........................................................................................(2.5)
BKB = 𝑋̅ - k𝛿 ........................................................................................(2.6)
Dimana:
𝑋̅ = Rata-rata data pengamatan
𝛿 = Standar deviasi
k = Koefisien tingkat kepercayaan, ada 3 yaitu :
Tingkat kepercayaan 68 % harga k adalah 1.
Tingkat kepercayaan 95 % harga k adalah 2.
Tingkat kepercayaan 99 % harga k adalah 3.
- Jika Xmin > BKB dan Xmax < BKA maka data seragam
- Jika Xmin < BKB dan Xmax > BKA maka data tidak seragam
N . Xi 2 Xi
2
k 2
N ` s ...................................................... .(2.7)
Xi
Dimana:
- Jika N’ > N : jumlah pengamatan belum mencukupi
- Jika N’ < N : jumlah pengamatan sudah mencukupi
Keterangan:
N = jumlah data pengamatan sebenarnya.
N’ = jumlah data secara teoritis.
s = derajat ketelitian (degree of correctness).
k = tingkat kepercayaan (level of confidence).
42