Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS KROMOSOM

MODUL SEL DAN GENETIKA

Disusun oleh:

KARTIKA NURUL FATMI

I1011151013

KELOMPOK A

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2019

1
BAB I

DASAR TEORI

Kromosom adalah struktur dalam sel yang mengandung infomasi


genetik. Citra kromosom saat sel dalam fase metafase berguna untuk
mendiagnosis kelainan genetik dan mendeteksi kemungkinan timbulnya
kanker. Analisa citra kromosom dilakukan oleh seorang ahli sitogenetik untuk
mendeteksi adanya kerusakan kromosom baik secara jumlah maupun struktur.
Kromosom manusia normal terdiri dari 22 pasang kromosom autosom dan
sepasang kromosom gonosom, baik XX maupun XY.1

Gambar 1. Kromosom manusia yang terdiri dari 22 pasang autosom


1 pasang gonosom. 1
Kromosom mempunyai bagian yang menyempit yaitu sentromer dan
membagi kromosom menjadi dua lengan yaitu lengan p pada bagian atas dan
lengan q dibagian bawah. Berdasarkan letak sentromernya kromosom dapat
dibedakan menjadi beberapa bentuk. Pertama kromosom metasentrik yaitu
apabila sentromer terletak di tengah kromosom sehingga kromosom terbagi
menjadi dua lengan yang hampir sama panjang. Kedua kromosom
submetasentrik yaitu apabila sentromer terletak kearah salah satu ujung
kromosom sehingga kromosom terbagi menjadi dua lengan yang tak sama
panjang. Ketiga kromosom akrosentrik yaitu letak sentromer di dekat ujung
kromosom sehingga satu lengan menjadi sangat pendek dan yang lain sangat
panjang. Terakhir adalah kromosom telosentrik yaitu apabila sentromer
terletak di ujung kromosom sehingga kromosom hanya terdiri dari satu lengan
saja. 1

2
Gambar 2. Bentuk kromosom1
Dalam buku Internasional System for Human Cytogenetics
Nomenclature (ISCN) kromosom manusia dikelompokan menjadi 7 kelompok
utama. 1
 Kelompok A (Kromosom 1-3) : Kromosom metasentrik berukuran besar
dan mudah dibedakan dengan yang lain karena ukurannya dan letak
sentromernya.
 Kelompok B (Kromosom 4-5) 2 Kromosom submetasentrik berukuran
besar.
 Kelompok C (Kromosom 6-12, X) : Kromosom metasentrik dan
submetasentrik berukuran sedang.
 Kelompok D (Kromosom 13-15) : Kromosom akrosentrik berukuran
sedang dan memiliki satelit.
 Kelompok E (Kromosom 16-18) : Kromosom metasentrik dan
submetasentrik berukuran kecil.
 Kelompok F (Kromosom 19-20) : Kromosom metasentrik berkuran
sangat kecil.
 Kelompok G (Kromosom 21-22, Y) : Kromosom akrosentrik berukuran
sangat kecil dan memiliki satelit kecuali kromosom Y.

3
Gambar 3. Klasifikasi kromosom manusia1

4
BAB II

CARA KERJA

1. Preparasi Kromosom2
a. Bahan yang diperiksa : darah vena/kapiler yang dimasukkan ke dalam
tube heparin
b. Peralatan yang digunakan : spuit, tabung heparin, tabung falcon 10 cc,
laminary flow, inkubator, pipet ependrof, tip pipet, centrifuge,
waterbath, pipet ukur, deck glass, mikroskop cahaya
c. Siapkan media MEM (medium dengan sedikit aminoacid dan vitamin)
dan RPMI 1640 (medium yang kaya amino acid dan vitamin yang biasa
dipakai untuk kultur limfoblas), kemudian pada masing-masing media
ditambahkan PHA 100 μl (yang berfungsi untuk memacu mitosis) dan
FBS 10%* pada masing-masing media.
*Fetal bovine serum (FBS) is the most widely used growth supplement
for cell culture media because of its high content of embryonic growth
promoting factors.
d. Teteskan masing-masing 7 tetes “buffy coat” atau 10 tetes darah dalam
2 tube berisi 5 ml media yang berbeda (MEM dan RPMI 1640)
e. Tabung diinkubasi pada suhu 37 ᴼ celcius selama 72-96 jam dengan
sudut kemiringan tabung 45ᴼ agar memberi peluang untuk tumbuhnya
sel di permukaan dalam incubator biasa atau incubator yang
mengandung 5% CO2.
f. Kemudian ditambahkan 3 tetes colchicines, inkubasi diteruskan selama
30 menit, kemudian dipusingkan selama 10 menit pada 1000 rpm
g. Buang supernata, endapan diresuspensikan dan ditambahkan larutan
hipotonik hangat KCl 0,075 M, diresuspensikan sampai homogen dan
diinkubasi 37 derajat celcius dalam waterbath selama 15-30 menit
h. Pusingkan 1000 RPM selama 10 menit, supernatan dibuang dan
ditambahkan 5 ml larutan fiksasi Carnoy’s (3 metanol : 1 acetic acid)
pelan-pelan melalui dinding tabung, kemudian dikocok. Pemberian
larutan fiksasi diulang 3 kali sampai didapatkan presipitat yang jernih.
i. Residu disuspensikan dengan larutan Carnoy’s secukupnya, sesuai
banyaknya pelet, disebarkan pada gelas obyek dengan meneteskan 2
tetes suspensi pada lokasi yang berbeda

5
j. Dilakukan pengecatan solid dengan Giemsa 10% dalam larutan buffer
phospat pH 6,8 selama 1 menit. Pengecatan solid hanya dipakai untuk
skrining sel

2. GTG banding (G-banding) 2


Pengecatan ini menggunakan reagen sebagai berikut :
- H2O2 30%
- Larutan Tryspin 1% stok dalam Buffer Hanks
- Larutan Buffer Hanks (HBSS) pH 6,8-7,2
- Phosphate Buffer Saline (PBS) pH 6,8
Pengecatan Trypsin dilakukan tanpa penghangatan yaitusetelah
membiarkan slide menjadi tua lebih kurang selama 3-5 hari kemudian
dicelupkan ke dalam larutan trypsin 0,1% (yang dilarutkan dengan PBS
pH 6,8) selama sekitar 10-20 detik, kemudian dicuci dengan air mengalir
selanjutnya dimasukkan ke dalam staining jar yang berisi cat Giemsa 10%
dalam phosphate buffer selama 4-10 menit. Setelah dicat, slide dicuci
dengan air mengalir lalu dikeringkan, kemudian siap dianalisis di bawah
mikroskop.
3. Analisis Kromosom2
Siapkan format analisis untuk mencatat koordinat dan jumlah metafase
yang dihitung. Analisis untuk semua kasus harus dengan pengecatan G-
banding, paling sedikit enam metafase dan penghitungan untuk 20
metafase. Bila didapatkan kelainan mosaik, analisis paling sedikit harus
didapatkan perbedaan pada 3 metafase dan bila didapatkan hanya 1
metafase yang berbeda maka perhitungan harus ditambah paling sedikit 40
metafase.

6
BAB III

PEMBAHASAN

Sindrom Patau (Trisomi 13) merupakan kelainan genetik dengan


jumlah kromosom 13 sebanyak 3 buah. Sindrom malformasi multikompleks
yang berhubungan dengan trisomi 13 pertama kali dijelaskan oleh Dr.Klaus
Patau pada tahun 1960. Beliaulah yang menemukan kromosom yang lebih pada
kromosom ke-13 pada tahun 1960, dan beliau adalah seorang ahli genetika asal
Amerika yang lahir di Jerman. Sindrom Patau kali pertama dilaporkan terjadi
di sebuah suku di Pulau Pasifik. Menurut laporan kejadian tersebut mungkin
bersumber dari radiasi yang terjadi akibat ledakan ujian bom atom.3
Sindrom Patau merupakan kelainan autosomal ketiga tersering yang
terjadi pada bayi lahir yang hidup setelah Sindrom Down (trisomi 21) dan
Sindrom Edwards (trisomi 18). Insiden Sindrom Patau terjadi pada 1 : 8.000-
12.000 kelahiran hidup. Insidensi akan meningkat dengan meningkatnya usia
ibu. Rata-rata umur bagi anak yang mengalami Sindrom Patau adalah sekitar
2.5 hari, dengan hanya satu dari 20 anak yang dapat hidup lebih dari 6 bulan.
Sejauh ini laporan menunjukkan tidak ada yang hidup sampai dewasa3
Sindrom Patau, atau dikenal sebagai Trisomy 13 adalah salah satu
penyakit yang melibatkan kromosom, yaitu stuktur yang membawa informasi
genetik seseorang dalam gene. Sindrom ini terjadi jika pasien memiliki lebih
satu kromosom pada pasangan kromosom ke-13 karena tidak terjadinya
persilangan antara kromosom saat proses meiosis. Beberapa pula disebabkan
oleh translokasi Robertsonian. Lebih satu kromosom pada kromosom yang ke-
13 mengganggu pertumbuhan normal bayi serta menyebabkan munculnya
tanda-tanda Sindrom Patau. Penyebab trisomi 13 dapat terjadi akibat non-
disjunction (kegagalan 1 pasang atau lebih kromosom homolog untuk
berpisah) saat pembelahan miosis I atau miosis II. Trisomi 13 biasanya
berhubungan dengan non-disjunction miosis maternal (85%), dapat pula terjadi
akibat translokasi genetik. Terdapat 3 tipe pada trisomi 13 yaitu tipe klasik,
translokasi, dan mosaik. Karakteristik trisomi 13 adalah anomali multipel yang
berat termasuk anomali sistem saraf pusat, anomali wajah, defek jantung,
anomali ginjal, dan anomali ekstremitas. Manifestasi klinisnya dapat berupa
mikrosefal, cyclops (mata tunggal), struktur nasal abnormal, cleft bibir dan
palatum, low set ears, dan polidaktili.3

7
Terdapat 2 jenis kelainan kromosom yaitu kelainan jumlah dan
kelainan struktur. Trisomi 13 termasuk dalam kelainan jumlah kromosom
(aneuploidi). Aneuploidi dapat terjadi akibat non-disjunction. Non-disjunction
merupakan kegagalan 1 pasang atau lebih kromosom homolog untuk berpisah
saat pembelahan miosis I atau miosis II. Trisomi 13 biasanya berhubungan
dengan non-disjunction miosis maternal (85%) dan sisanya terjadi saat miosis
paternal. Trisomi non-disjunction lebih banyak terjadi pada ibu yang berusia >
35 tahun. Ketika reduksi tidak terjadi, akan terdapat tambahan kromosom pada
seluruh sel yang menghasilkan trisomi.3
Non-disjunction pada fase mitosis (post fertilisasi), tegantung pada
fasenya yaitu pada sel pertama zigot atau setelah terjadi mitosis zigot. Hasilnya
dapat terjadi trisomi dan monosomi bila terjadi pada sel pertama atau sel
dengan kromosom normal, sel dangan trisomi dan monosomi bila terjadi
setelah mitosis normal terjadi beberapa tahap. Gabungan sel ini dinamakan
mosaik sel. Trisomi 13 tipe mosaik terjadi sekitar 5% kasus. 3

Gambar 4. Mekanisme Non-Disjuction3


Translokasi kromosom dapat terjadi pada mutasi baru sporadik.
Translokasi adalah berpindahnya materi genetik salah satu 1 kromosom ke
kromosom yang lain. Kurang dari 20% kasus trisomi 13 terjadi akibat
translokasi kromosom. Selama translokasi, kromosom misalign dan bergabung
dengan bagian sentromernya yang berjenis akrosentris (jenis kromosom yang
lengan pendeknya atau p sangat pendek dan tidak mengandung gen). Hal ini
disebut translokasi Robertsonian. Translokasi Robertsonian terjadi terbatas
pada kromosom akro sentris 13, 14, 15, 21, dan 22 karena memiliki lengan
pendek yang tidak mengandung gen. Translokasi Robertsonian pada
kromosom 13:14 terjadi sekitar 33% dari seluruh translokasi Robertsonian. 3

8
Gambar 5. Mekanisme translokasi Robertsonian3
Trisomi 13 dapat dideteksi prenatal dengan melakukan pemeriksaan
USG dan marker serum maternal yang dilakukan pada trimester I. Skrining
dilakukan terutama bila terdapat riwayat memiliki anak dengan kelainan
kongenital. Bila terdapat kecurigaan janin mengalami trisomi 13, dilakukan
pemeriksaan kromosom jaringan janin dengan menggunakan amniosentesis
atau biopsi vili korialis.3
Tidak ada terapi spesifik atau pengobatan untuk trisomi 13.
Kebanyakan bayi yang lahir dengan trisomi 13 memiliki masalah fisik yang
berat. Komplikasi hampir terjadi sesegera mungkin seperti sulit bernapas,
gagal jantung, gangguan penglihatan, kejang, dan ketulian. Prognosis bayi
dengan trisomi 13 sangat buruk dan mayoritas bayi lahir mati (still birth).
Beberapa bayi dapat berhasil lahir namun hidup tidak lama. Lebih dari 80%
anak dengan trisomi 13 meninggal pada tahun pertama. Pencegahan dapat
dilakukan dengan berkonsultasi dengan ahli genetik sebelum merencanakan
kehamilan selanjutnya terutama bila sebelumnya memiliki riwayat memiliki
anak trisomi 13.3

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahmadhani, Dwi., dkk. Semi Otomatisasi Kariotipe Untuk Deteksi Aberasi


Kromosom Akibat Paparan Radiasi. Yogyakarta: Seminar Nasional SDM
Teknologi Nuklir VII. 2011
2. Faradz SMH. Pengantar Sitogenetika, Genetika Molekuler, dan Alat bantu
Konseling Genetika.Laboratorium Bioteknologi FK UNDIP. 2002
3. Susmitha, Okta Della., dkk. Sindrom Patau (Trisomi kromosom 13). Lampung:
Majority Vol. 7 No.2. 2018

10

Anda mungkin juga menyukai