Kombis 3
Kombis 3
Dalam keseharian ditempat kerja , seringkali saya bertemu dengan orang dari luar daerah .,
mereka memiliki gaya komunikasi yang berbeda . Misalnya saja dengan atasan saya dari
Lampung . Saya harus belajar memahami tiap budaya orang lain . Seringkali ada salah
presepsi dari pembicaraan tapi saya mencoba menerapkan konsep Lee yaitu perilaku kita dan
orang lain bisa diterima orang lain karena perilaku kita sendiri . Untuk itulah dalam
mengatasi perbedaan presepsi , saya mencoba menyesuaikan dan mengkondisikan keadaan
agar sama-sama dalam kenyamanan berkomunikasi .
Kemudian hambatan selanjutnya adalah masalah preferensi budaya yang merasa paling benar
dan hanya satu –satunya / etnosentrisme . Dalam realita kehidupan , banyak orang yang
memperkukuh kebudayaannya . tentu saja kita harus memahami itu karena sayapun
menjunjung tinggi kebudayaan yang telah diajarkan sejak lahir . Namun dengan memahami
semua itu akan membuat kita belajar tentang keanekaragaman dengan mengembangkan sikap
terbuka , menyesuaikan diri , menerima berbagai perbedaan itu . Dengan demikian akan
membuat komunikasi kita akan lebih efektif . Pengalaman menunujkkan cara terbaik untuk
memulai belajar budaya apapun . Hal ini terlihat ketika saya mendengarkan musik lagu barat .
Kebiasaan itu membawa saya terbiasa ketika berkomunikasi dengan orang Inggris ketika saya
melakukan study tour di Bali . Saya mulai mengenal kebudayaan antar negara . Ya memang
orang barat cenderung mengunakan konteks rendah dengan komunikasi yang eksplisit
cenderung suka terhadap hal yang langsung . Terlihat mereka suka sekali dengan tulisan .
Disinilah saya mengenal kebudayaan orang barat .
Pada intinya ketika berkomunikasi dengan orang antar budaya hambatannya sebagai berikut
1. Etnosentrisme
Etnosentrisme merupakan sikap keyakinan atau kepercayaan bahwa budaya sendiri lebih
unggul dari budaya lain. Bahkan cenderung memandang rendah budaya lain, dan tidak mau
mengakui keunikan budaya lain sebagai suatu ciri khas dari kelompok lain. Entnosentrisme
memandang dan mengukur budaya lain berdasarkan budaya sendiri, dan jika tidak sejalan
maka dianggap berlawanan dan berbahaya sebab berpotensi mencemari budaya sendiri.
Hal ini dapat mengakibatkan adanya pembatasan pergaulan dengan individu yang memiliki
budaya yang berbeda. Contohnya kecenderungan orang Indonesia yang mengganggap budaya
‘barat’ yang vulgar berlawanan dengan budaya ‘timur’ yang santun. Hal tersebut
menimbulkan ketakutan akan tercemarnya budaya lokal oleh budaya asing, sehingga
pergaulan dengan orang barat akan dibatasi.
2. Stereotipe
Kecenderungan untuk membagi dunia kedalam dua kategori yaitu ‘aku’ dan ‘mereka’. Ketika
informasi yang dimiliki mengenai ‘mereka’ kurang, maka timbul kecenderungan untuk
mengganggap ‘mereka’ sebagai homogeny (disamaratakan).
Kecenderungan untuk sedikit mungkin melakukan kerja kognitif dalam berpikir tentang
orang lain, sehingga menimbulkan persepsi selektif terhadap orang-orang disekitar dan
membuat informasi yang kita terima tidak akurat.
Stereotipe bersifat negatif, sikap ini dapat menghambat berjalannya proses komunikasi lintas
budaya yang efektif dan harmonis. Contoh sikap stereotipe misalnya anggapan bahwa orang
berkacamata itu pintar, atau orang padang itu pelit, sedangkan orang batak itu kasar, dan
semacamnya. Dengan stereotipe tersebut, bisa saja timbul permasalahan, misalnya stereotipe
menganai orang pandang itu pelit, bisa saja membuat orang padang yang bersangkutan
merasa tersinggung dan akhirnya timbul konflik.
3. Rasialisme
Rasialisme adalah prilaku diskriminatif, tidak adil dan semena-mena terhadap RAS tertentu.
Bukan saja dapat menghambat terjadinya komunikasi lintas budaya, prilaku ini bahkan dapat
menimbulkan konflik berkepanjangan. Berbeda dengan sikap rasis, rasialisme merujuk pada
gerakan sosial atau politik yang mendukung teori rasisme. Fokus dari rasialisme adalah
kebanggaan ras, identitas politik, atau segregasi rasial. Contoh rasialisme misalnya bangsa
Jerman yang merasa dirinya lebih unggul dari bangsa lain, semasa Jerman berada di bawah
kepemimpinan Hitler. Contoh lain di Indonesia adalah konflik anti-tionghoa yang pernah
terjadi sekitar tahun 1998an, dimana terjadi pengusiran besar-besaran dan bahkan
pembantaian terhadap ras tionghoa.
4. Prasangka
Prasangka adalah persepsi yang keliru terhadap seseorang atau kelompok lain. Konsep
prasangka mirip dengan streotipe, bahkan dikatakan bahwa prasangka merupakan
kunsekuensi dari adanya streotipe. Menurutt Richard W. Brislin, prasangka merupakan sikap
tidak adil, menyimpang, dan intoleran terhadap orang atau kelomopok lain. Prasangka pada
umumnya bersifat negatif, adanya prasangka dapat membuat seseorang memandang rendah
dan bahkan memusuhi orang atau kelompok lain.
Hadirnya prasangka berpotensi menghambat komunikasi lintas budaya yang terjadi antara
pemilik prasangka dengan orang atau kelompok target prasangka. Sebab belum apa-apa,
seseorang telah memiliki pemikiran negatif terhadap lawan bicara. Hal ini akan membuat
komunikasi lintas budaya yang dilakukan tidak efektif. Contoh prasangka misalnya
prasangka terhadap ras, suku, atau agama tertentu.
Prasangka afektif: berada pada ranah perasaan, suka atau tidak suka.
Sebenarnya prasangka pasti selalu muncul dalam pemikiran/ perasaan setiap individu. Setiap
orang pasti akan lebih suka berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki kesamaan
tertentu dengan dirinya dibanding dengan orang lain yang tidak dikenalnya. Namun
perbedaan wujud prasangka tersebut akan menentukan seberapa besar hambatan komunikasi
yang terjadi. Ketika hanya sebatas pada pemikiran, mungkin seseorang hanya akan menjauhi
kelompok lain pada saat tertentu saja, namun ramah di saat yang lain. Tapi jika wujud
prasangka tersebut hingga ranah prilaku ekstrem seperti diskriminasi, akan membatasi
peluang dan akses terhadap kelompok lain akibatnya komunikasi akan sulit dilakukan.
5. Jarak Sosial
Jarak sosial berbicara tentang kedekatan antar kelompok secara fisik atau sosial. Jarak sosial
berbeda dengan stratifikasi sosial atau pelapisan sosial, jarak sosial mengacu pada perbedaan
tingkat peradaban antar kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, buka perbedaan
kekayaan, kekuasaan, atau ilmu pengetahuan. Pelapisan sosial membagi individu dalam
kelompok-kelompok secara hierarkis (vertical). Sedangkan jarak sosial membagi individu
individu dalam suatu kelompok secara horizontal, berdasarkan peradaban.
Jarak peradaban ini muncul karena adanya perbedaan kemajuan ilmu pengatahuan dan
teknologi. Misalnya jarak sosial antara peradaban modern di kota seperti Jakarta dimana
segala hal sudah di digitalisasi secara online dengan peradaban di pedalaman papua yang
masih mengandalkan cara manual. Kedua daerah tersebut bisa jadi terpisah jarak 100 tahun,
meskipun berada di zaman yang sama.
Adanya jarak sosial ini dapat menghambat terjadinya komunikasi lintas budaya. Seperti
misalnya ketika ditempat lain telah bisa melakukan komunikasi secara online yang lebih
cepat dan mudah, maka untuk komunikasi dengan orang di wilayah yang jarak sosialnya
sangat jauh, seseorang harus datang dan berbicara tatap muka secara langsung yang tentunya
akan memakan waktu lama juga biaya yang mahal.
6. Persepsi
Persepsi merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mencoba mengetahui dan
memahami orang lain. Persepsi merupakan filter yang digunakan oleh seseorang ketika
berhubungan dengan kebudayaan yang berbeda. Persepsi negatif dapat berdampak buruk
bagi kefektifan komunikasi lintas budaya.
7. Sikap
Sikap merupakan hasil evaluasi dari berbagai aspek terhadap sesuatu. Sikap menimbulkan
rasa suka atau tidak suka. Sikap seseorang terhadap budaya lain, menentukan prilakunya
terhadap budaya tersebut. Sikap negatif terhadap budaya lain akan menyebabkan komunikasi
lintas budaya sulit berhasil.
8. Atribusi
Atribusi merupakan proses identifikasi penyebab prilaku orang lain yang dilakukan oleh
seseorang untuk menetapkan posisi dirinya. Kebudayaan lain, akan diidentifikasi berdasarkan
kebudayaannya sendiri. Apabila atribut yang dimiliki kebudayaan lain berbeda, maka
kebudayaan lain dapat dipandang negatif.
9. Bahasa
Bahasa merupakan sebuah kombinasi dari system simbol dan aturan yang menghasilkan
berbagai pesan dengan arti yang tak terbatas. Antara budaya yang satu dengan yang lainnya,
bahasa menjadi pembeda yang sangat signifikan. Kata yang sama bisa memiliki arti yang
berbeda, kesalahan penggunaan bahasa bisa jadi sangat fatal akibatnya.
10. Paralinguistik
11. Misinterpretation
Misinterpretation atau salah tafsir merupakan kesalahan penfsiran yang umumnya disebabkan
oleh persepsi yang tidak akurat. Hal ini bisa disebabkan karena kesalahan persepsi mengenai
intonasi suara, mimic wajah, dkk.
12. Motivasi
Motivasi disini berkaitan dengan tingkat motivasi lawan bicara dalam melakukan komunikasi
lintas budaya. Motivasi yang rendah akan menjadi hambatan komunikasi lintas budaya.
13. Experiantial
Experiental atau pengalaman hidup tiap individu berbeda, dan hal tersebut akan
mempengaruhi persepsi serta cara pandang seseorang terhadap sesuatu.
14. Emotional
Emotional disini berkaitan dengan emosi pelaku komunikasi. Jika emosi komunikan sedang
buruk, komunikasi lintas budaya tidak akan dapat berjalan dengan efektif.
15. Competition
Pembahasan diskusi ini berdasarkan pendapat pribadi dan penambahan dari referensi BMP
Komunikasi Bisnis Modul 3 dan website https://pakarkomunikasi.com/hambatan-komunikasi-
lintas-budaya