Anda di halaman 1dari 88

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

NOMOR TAHUN 2009

TENTANG

RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI


KAWASAN INDUSTRI MARITIM BINTAN TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI KABUPATEN BINTAN, PROVINSI KEPULAUAN RIAU,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 2008 tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun
ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional;
b. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 2007 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, Kawasan Maritim Bintan
Timur merupakan bagian dari KPBPB Bintan;
c. bahwa berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor ... Tahun .... tentang Rencana
Tata Ruang (RTR) Kawasan Batam, Bintan dan Karimun (BBK), Kawasan
Maritim Bintan Timur ditetapkan sebagai pusat kegiatan industri Internasional,
Nasional dan Regional;
d. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor ...
Tahun .... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kepulauan
Riau Kawasan Maritim Bintan Timur ditetapkan sebagai..................
e. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor ... Tahun ....
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bintan, Kawasan
Maritim Bintan Timur ditetapkan sebagai ……………
f. bahwa dalam rangka mengoptimalkan fungsi dan peran Kawasan Bintan sebagai
KPBPB, perlu dilaksanakan penataan ruang Kawasan Industri Maritim Bintan
Timur, Bintan, secara terpadu; dan
g. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf
e, dan huruf f, maka diperlukan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan
Peraturan Zonasi Kawasan Industri Maritim Bintan Timur, Bintan, yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);

1
4. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
5. Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Bintan
6. Peraturan Presiden RI Nomor ... Tahun .... tentang Rencana Tata Ruang (RTR)
Kawasan Batam, Bintan dan Karimun (BBK);
7. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor ... Tahun .... tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kepulauan Riau;
8. Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor ... Tahun .... tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bintan.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG


(RDTR) DAN PERATURAN ZONASI KAWASAN INDUSTRI MARITIM
BINTAN TIMUR, KABUPATEN BINTAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Pengertian

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan dan Karimun yang selanjutnya
disebut RTR Kawasan BBK adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang di wilayah
KPBPB Batam , Bintan dan Karimun.
2. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
3. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
4. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
5. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
6. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek
fungsional.
7. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut
KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak
pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
8. Kawasan Batam adalah kawasan yang meliputi Pulau Batam, Pulau Tonton,
Pulau Setokok, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru.
9. Kawasan Bintan adalah kawasan yang meliputi meliputi: Sebagian dari wilayah
Kabupaten Bintan serta seluruh Kawasan Industri Galang Batang, Kawasan Industri Maritim, dan

2
Pulau Lobam; Sebagian dari wilayah Kota Tanjung Pinang yang meliputi Kawasan Industri
Senggarang dan Kawasan Industri Dompak Darat.
10. Kawasan Karimun adalah kawasan yang meliputi sebagian dari wilayah Pulau
Karimun, dan seluruh Pulau Karimun Anak.
11. Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun, yang selanjutnya disebut Kawasan BBK,
adalah kawasan yang meliputi Kawasan Batam, Kawasan Bintan, dan Kawasan Karimun yang
merupakan wilayah perencanaan.
12. Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah
lembaga/institusi yang bertugas menetapkan kebijakan umum dalam rangka percepatan
pengembangan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
13. Dewan Kawasan Bintan adalah lembaga/institusi yang bertugas mengatur
KPBPB Bintan.
14. Badan Pengusahaan adalah badan yang mempunyai tugas dan wewenang
melaksanakan pengelolaan, pembangembangan, dan pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas sesuai dengan fungsi-fungsi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas.
15. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Internasional, Nasional, atau beberapa
Provinsi.
16. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Provinsi atau beberapa Kabupaten/Kota.
17. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten/Kota atau beberapa kecamatan.
18. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah
kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan
negara.
19. Pusat kegiatan primer adalah pusat kegiatan utama/hirarki pertama di Kawasan
BBK yang memiliki fungsi utama sebagai pendorong perkembangan pertumbuhan kawasan.
20. Pusat kegiatan sekunder adalah pusat kegiatan hirarki kedua di Kawasan Batam,
Bintan, dan Karimun yang keberadaannya untuk mendukung perkembangan pusat kegiatan
sekunder.
21. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam
pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.
22. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di
darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.
23. Waduk adalah tempat/wadah penampungan air di sungai agar dapat digunakan
untuk irigasi ataupun keperluan lainnya.
24. Sistem Penyediaan Air Minum yang selanjutnya disebut SPAM merupakan satu
kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum.
25. Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya yang selanjutnya disebut B3 adalah
setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak
dan atau mencemarkan lingkungan hidup dan atau membahayakan keselamatan manusia.
26. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah
maupun yang sengaja ditanam.
27. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
3
28. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.
29. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya buatan.
30. Kawasan Hutan adalah suatu wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
31. Kawasan perkotaan adalah adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa Pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
32. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.
33. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
perusahaan kawasan industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.
34. Kawasan perdagangan dan jasa adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
perdagangan dan jasa yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang.
35. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta
pembiayaannya.
36. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang yang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif, serta pengenaan sanksi.
37. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan
ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan.
38. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik spesifik.
39. Intensitas ruang adalah besaran ruang untuk fungsi tertentu yang ditentukan
berdasarkan pengaturan koefisien lantai bangunan, koefisien dasar bangunan dan ketinggian
bangunan tiap bagian kawasan kota sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan
kota.
40. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disebut KDB adalah angka
persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata
bangunan dan lingkungan.
41. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disebut KDH adalah angka persentase
perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan
bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai
rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
42. Sempadan adalah garis batas kawasan yang dialokasikan untuk memberikan
perlindungan kawasan dari kegiatan yang mengganggu.
43. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang.
44. Disinsentif adalah perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
45. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum
adat, adat atau badan hukum.

4
46. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas
kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
47. Kepala Daerah adalah Bupati Kabupaten Bintan yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan daerah dalam wilayah administrasi Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.

Bagian Kedua
Peran dan Fungsi

Pasal 2
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kawasan Industri Maritim Bintan Timur
berperan sebagai alat operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan pembangunan di Kawasan Industri
Maritim Bintan Timur.

Pasal 3
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kawasan Industri Maritim Bintan Timur
berfungsi sebagai pedoman untuk:
a. Menyiapkan perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan program pembangunan kawasan;
b. Menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian perkembangan kawasan dengan RTRW
Kabupaten Bintan, RTRW Provinsi Kepulauan Riau dan RTR Kawasan Batam, Bintan, dan
Karimun;
c. Menciptakan keterkaitan antar kegiatan yang selaras, serasi, dan efisien di dalam KPBPB;
d. Menjaga konsistensi perwujudan ruang kawasan melalui pengendalian program pembangunan;
e. Memberikan arahan atau panduan bagi investor dalam pemanfaatan ruang kawasan

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup Pengaturan

Paragraf 1
Cakupan Kawasan

Pasal 4
(1) Kawasan Industri Maritim Bintan Timur meliputi sebagian wilayah administrasi Kecamatan
Gunung Kijang dan Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan dengan wilayah daratan seluas
1.137,649 Ha.
(2) Batas Kawasan Industri Maritim Bintan Timur menggunakan koordinat nasional sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dengan tingkat ketelitian 1:5.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
Lingkup Pengaturan
5
Pasal 5
Lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini meliputi:
a. Tujuan pengembangan kawasan;
b. Rencana struktur ruang yang terdiri dari: Jenis Dan Pelayanan Kegiatan, Jaringan Pergerakan dan
Jaringan Utilitas;
c. Rencana Pola Ruang yang terdiri dari: Rencana Blok Pemanfaatan Ruang, Rencana Ruang
Terbuka dan Rencana Ruang-ruang Khusus;
d. Pelaksanaan Pembangunan (Amplop Ruang) yang terdiri dari: Penataan Lingkungan, Penataan
Bangunan dan Rencana Penanganan Kawasan;
e. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri dari: Peraturan Zonasi, Perizinan, Insentif
dan Disinsentif, pengenaan sanksi, pembinaan dan pengawasan;
f. Indikasi Program; dan
g. Kelembangaan dan Peran Serta Aktif Masyarakat.

BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Bagian Kesatu
Tujuan

Pasal 6
Penataan ruang Kawasan Industri Maritim Bintan Timur bertujuan untuk :
a. Mewujudkan kawasan industri maritim yang bersih, terpadu dan berdaya saing Internasional di
bagian timur Pulau Bintan;
b. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja; dan
c. Mewujudkan keberlanjutan dengan menjaga kelestarian lingkungan pesisir dan menjaga Daerah
Aliran Sungai (DAS)

Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi

Pasal 7
Kebijakan Penataan Ruang Kawasan Industri Maritim Bintan Timur meliputi:
a. Peningkatan aksesibilitas pusat kegiatan dalam kawasan;
b. Peningkatan kualitas dan jangkauan jaringan prasarana;
c. Pengembangan keterpaduan kawasan budidaya; dan
d. Perwujudan kelestarian kawasan lindung.

Pasal 8
(1) Strategi untuk Peningkatan aksesibilitas pusat kegiatan dalam kawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a meliputi:

6
a. Menetapkan pusat-pusat kegiatan terdiri dari pusat kegiatan industri sebagai kegiatan utama,
dan pusat trade center, kawasan pelabuhan dan PLTU sebagai kegiatan pendukung industry;
b. Memantapkan fungsi pusat kegiatan industri dan mengembangkan pusat kegiatan pendukung
kegiatan industry; dan
c. Mewujudkan pusat-pusat kegiatan yang dapat menjalankan fungsinya memberikan
pelayanan bagi kawasan.
(2) Strategi untuk Peningkatan kualitas dan jangkauan jaringan prasarana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi:
a. Mengembangkan kawasan pelabuhan Sri Bayi Intan Pura beserta sistem jaringan jalan
primer dan sekunder;
b. Meningkatkan jaringan telekomunikasi yang menjangkau semua pusat kegiatan;
c. Memperluas jaringan distribusi energi pada semua blok peruntukkan dalam kawasan;
d. Memperluas jaringan transmisi air baku untuk pemenuhan kebutuhan dalam kawasan;
e. Memperluas, meningkatkan dan memudahkan akses distribusi air bersih dalam kawasan
(kontinuitas, kuantitas dan kualitas);
f. Meminimalisir limbah industri dengan penerapan clean production;
g. Merencanakan sistem pengendalian drainase secara utuh dari hulu sampai hilir melalui
pendekatan “Satu Sungai, Satu Rencana, dan Satu Pengelolaan Terpadu”; dan
h. Mengelola sampah dengan pendekatan Good Housekeeping (reduksi di sumber).
(3) Strategi untuk Pengembangan keterpaduan kawasan budidaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c meliputi:
a. Mengembangkan kawasan industri yang dilengkapi dengan perkantoran industri
pergudangan, perumahan pekerja, sarana umum dan sosial serta infrastruktur pendukung
b. Mengembangkan kawasan pelabuhan untuk mendukung kegiatan industri
c. Mengembangkan kawasan perdagangan dan jasa dilengkapi dengan perkantoran, apartemen,
perhotelan, mall, restoran, dan rekreasi
d. Meningkatkan pengelolaan kawasan perairan pantai (tepian air) dilengkapi dengan fasilitas
pendukung pelayaran/navigasi, dan bangunan penahan ombak
(4) Strategi untuk Perwujudan kelestarian kawasan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf d meliputi:
a. Mengembangkan RTH dengan prosentase minimal 10% dari luas kawasan
b. Menjaga pengamanan sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan danau/kolong.
c. Mengembangkan akses publik ke kawasan pantai (tepian air) sebagai fungsi saluran, green
belt, jalur pemadam dan lainnya

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 9
(1) Penetapan rencana struktur ruang kawasan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan pusat
kegiatan, meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana, serta
meningkatkan fungsi Kawasan Bintan sebagai KPBPB.
(2) Rencana struktur ruang Kawasan Industri Maritim Bintan Timur meliputi:
a. rencana blok peruntukkan kawasan;

7
b. rencana pelayanan kawasan; dan
c. sistem jaringan prasarana.

Bagian Kedua
Rencana Blok Peruntukkan

Pasal 10
(1) Rencana blok peruntukkan Kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) huruf a,
dibagi dalam tiga zona sesuai dengan karakter masing-masing zona sebagai upaya untuk
mempermudah pola investasi, arah pengembangan kawasan, pola pengendalian, keserasian dan
keseimbangan lingkungan.
(2) Rencana blok peruntukkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Zona Utama;
b. Zona Pendukung; dan
c. Zona Pelengkap

Pasal 11
(1) Zona Utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) huruf a adalah pemanfaatan lahan
yang menjadi fungsi kegiatan utama dalam blok utama dan mempunyai intensitas kegiatan tinggi
serta kegiatan yang produktif dalam skala kawasan, meliputi Blok Industri yaitu Industri Polutif
dan Non Polutif yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang kegiatan Industri
(2) Zona Pendukung sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) huruf b adalah pemanfaatan
lahan yang menjadi fungsi kegiatan pendukung kegiatan utama dalam kawasan yang mempunyai
intensitas sedang sampai tinggi dan bersifat campuran meliputi Trade Center, Perkantoran Industri,
TELKOM, IPAL, IPA, GI, PLTU, Terminal Barang, dan Pelabuhan laut.
(3) Zona Pelengkap sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) huruf c adalah pemanfaatan lahan
yang berfungsi melengkapi fungsi kegiatan utama dengan intensitas rendah sampai sedang
meliputi Perumahan, Sarana Kesehatan, Sarana Peribadatan, Sarana Perdagangan,
Lapangan/Taman.
(4) Rencana blok peruntukkan digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:5.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Rencana Pelayanan Kawasan

Pasal 12
(1) Rencana pelayanan kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) huruf b ditetapkan
dengan mempertimbangan jangkauan pelayanan , jenis kegiatan dan kapasitas pelayanan.
(2) Rencana pelayanan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. Pusat Pelayanan Regional
b. Pusat Pelayanan Kawasan
c. Pusat Pelayanan Lokal

8
Pasal 13
(1) Pusat Pelayanan Regional sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) huruf a adalah pusat
pelayanan yang berfungsi sebagai pelayanan kegiatan baik untuk pelayanan internal kawasan ke
Kawasan KPBPB di luar kawasan dan kawasan non KPBPB se Pulau Bintan serta wilayah yang
lebih luas.
(2) Jenis kegiatan yang dikembangkan di pusat pelayanan regional ini meliputi:
a. Kegiatan transportasi laut yang berlokasi di Pelabuhan Sri Bayi Intan dilengkapi dengan
sarana pendukungnya
b. Kegiatan penyediaan energi listrik yang berlokasi di PLTU Capital Turbin, Bintan Power
Plant dan Tenaga Listrik Bintan dengan sarana pendukungnya

Pasal 14
(1) Pusat Pelayanan Kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) huruf b adalah pusat
kegiatan pelayanan dengan skala kawasan untuk mendukung kegiatan industri di dalam Kawasan.
(2) Jenis kegiatan yang dikembangkan di pusat pelayanan kawasan ini meliputi:
a. Kegiatan perdagangan dan jasa skala kawasan yang berupa sarana Trade Center/Perkantoran
Industri;
b. Kegiatan jasa-jasa pelayanan skala kawasan yang berupa sarana perawatan peralatan mesin-
mesin industri, perawatan kendaraan dan jasa lainnya;
c. Kegiatan keuangan skala kawasan berupa sarana Perbankan dan penukaran valuta asing;
d. Kegiatan kesehatan skala kawasan berupa sarana Medical Center dan penunjangnya; dan
e. Kegiatan hunian berupa sarana Perumahan karyawan.

Pasal 15
(1) Pusat Pelayanan lokal sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) huruf c adalah pusat
kegiatan pelayanan dengan skala lokal untuk mendukung kegiatan lingkungan perumahan dan
kegiatan industri dalam masing-masing blok Kawasan.
(2) Jenis kegiatan yang dikembangkan di pusat pelayanan lokal ini meliputi:
a. Kegiatan kesehatan skala lokal berupa sarana poliklinik atau puskesmas pembantu;
b. Kegiatan ibadah skala lokal berupa sarana peribadatan;
c. Kegiatan rekreasi dan olahraga skala lokal berupa taman RT, taman RW dan taman
Kecamatan dan sarana hiburan; dan
d. Kegiatan belanja dan niaga skala lokal berupa pasar tradisional, pasar modern dan sarana
niaga lainnya.
(3) Rencana pusat pelayanan digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:5.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana

Pasal 16
(1) Rencana sistem jaringan prasarana kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) huruf c
ditetapkan dengan mempertimbangan jumlah kebutuhan dan efisiensi dalam pengoperasiannya.
(2) Sistem jaringan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. sistem jaringan transportasi;

9
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan listrik; dan
d. sistem jaringan prasarana dan sarana perkotaan.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi

Pasal 17
(1) Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a ditetapkan
dalam rangka meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan pergerakan barang dan jasa serta
memfungsikannya sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
(2) Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Sistem jaringan transportasi darat;
b. Sistem jaringan transportasi laut; dan
c. Sistem jaringan transportasi udara

Pasal 18
Sistem jaringan transportasi darat di dalam Kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2)
huruf a terdiri dari:
a. jaringan jalan;
b. sarana lalu lintas dan angkutan jalan;
c. Gerbang masuk kawasan;
d. jalur sepeda;
e. jalur pejalan kaki; dan
f. perparkiran.

Pasal 19
(1) Rencana jaringan jalan di dalam kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf a
dikembangkan dengan memperhatikan aspek-aspek:
a. Keterpaduan jaringan dengan lingkungan atau dengan pengembangan rencana blok
peruntukkan sesuai dengan fungsinya
b. Keselarasan dengan fungsi rencana blok peruntukkan sehingga akan memberikan pola dan
ciri khusus pada masing-masing blok peruntukkan
c. Kesesuaian dengan pemanfaatan lahan dan skala pelayanan kegiatan
d. Peningkatan kualitas landskap dan kualitas lingkungan sehingga dapat memberikan manfaat
sosial dan ekonomi dalam blok peruntukkan

10
e. Standar minimal luas ruang milik jalan (rumija) yang dapat memenuhi syarat untuk ruang
gerak kendaraan pengangkut barang.
(2) Rencana jaringan jalan di dalam kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jaringan
jalan kolektor sekunder dan jaringan jalan lokal.
(3) Jaringan jalan kolektor sekunder berfungsi untuk melayani pergerakan antar blok dan pergerakan
dari dan ke pusat-pusat kawasan seperti pelabuhan, trade center dan PLTU.
(4) Jaringan jalan kolektor sekunder yang dikembangkan memiliki ruang milik jalan (rumija) 45 m
yang terdiri dari dua jalur dengan median dan masing-masing jalurnya memiliki dua lajur dengan
lebar masing-masing lajur selebar 4 m.
(5) Jaringan jalan lokal berfungsi untuk melayani pergerakan yang ada di dalam blok serta menjadi
feeder bagi jaringan jalan kolektor sekunder.
(6) Jaringan jalan lokal memiliki ruang milik jalan (rumija) 24 m dan terdiri dari dua jalur tanpa
median dan masing-masing jalurnya memiliki satu lajur.

Pasal 20
(1) Rencana sarana lalu lintas dan angkutan jalan di dalam kawasan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 18 huruf b dikembangkan dengan memperhatikan aspek-aspek kapasitas, fungsi, kualitas dan
rancangan;
(2) Rencana sarana lalu lintas dan angkutan jalan di dalam kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. Terminal penumpang;
b. Terminal barang;
c. Pool dan halte kendaraan umum; dan
d. persimpangan dan kelengkapan jalan

Pasal 21
(1) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (2) huruf a, adalah tipe B yaitu
untuk melayani kendaraan umum angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau
angkutan pedesaan. Pengembangan terminal selain untuk memenuhi kebutuhan di dalam kawasan
juga untuk Kawasan Perkotaan Kijang yang ada di sebelah selatan kawasan.
(2) Terminal penumpang yang direncanakan seluas 2 Ha dan dibangun secara terpadu dengan sarana
pelabuhan laut
(3) Fasilitas utama untuk pengembangan terminal penumpang, terdiri dari : jalur pemberangkatan
kendaraan umum, jalur kedatangan kendaraan umum, tempat parkir kendaraan umum, bangunan
kantor terminal, tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar, menara pengawas, loket penjualan
karcis, rambu-rambu dan papan informasi, pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi.
(4) Fasilitas penunjang untuk pengembangan terminal penumpang, terdiri dari : kamar kecil/toilet,
musholla, kios/kantin, ruang pengobatan, ruang informasi dan pengaduan, telepon umum, tempat
penitipan barang dan taman.

Pasal 22
(1) Terminal Barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (2) huruf b, adalah prasarana
transportasi jalan untuk keperluan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra
dan/atau antar moda transportasi.
(2) Terminal barang yang direncanakan seluas 10 Ha dan dibangun terpadu dengan sarana pelabuhan
(3) Fasilitas utama dalam pengembangan terminal barang, terdiri dari : bangunan kantor terminal,
tempat parkir kendaraan untuk melakukan bongkar dan/atau muat barang, gudang atau lapangan

11
penumpukan barang, tempat parkir kendaraan angkutan barang, rambu-rambu dan papan
informasi, peralatan bongkar muat barang.
(4) Fasilitas penunjang dalam pengembangan terminal barang, terdiri dari: tempat istirahat awak
kendaraan, fasilitas parkir kendaraan, selain kendaraan angkutan barang, alat timbang kendaraan
dan muatannya, kamar kecil/toilet, mushola, kios/kantin, ruang pengobatan, telepon umum dan
taman.

Pasal 23
(1) Pool kendaraan umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (2) huruf c, adalah sarana lalu
lintas yang berfungsi sebagai tempat pangkalan kendaraan umum yang berlokasi pada lingkungan
perumahan;
(2) Pool kendaraan umum disediakan untuk tiap 1.500 penduduk dengan luas sekurang-kurangnya
1000 m2.
(3) Halte kendaraan umum adalah sarana lalu lintas yang berfungsi sebagai tempat menunggu
kendaraan umum bagi pergerakan orang di dalam kawasan;
(4) Halte kendaraan umum diletakkan pada lokasi strategis di lingkungan perumahan, blok industry
atau lokasi lain yang membutuhkan dengan jarak minimal tiap 500 meter.

Pasal 24
(1) Persimpangan dan kelengkapan jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (2) huruf d,
dirancang berdasarkan pertimbangan teknis sebagai berikut:
a. tingkat antrian dan tundaan kendaraan;
b. jenis penggunaan lahan dalam blok peruntukkan;
c. sistem manajemen lalu lintas;
d. keberadaan tempat pertemuan sosial atau bangunan untuk kegiatan publik;
e. keterkaitan antar blok peruntukkan;
f. unsur estetika atau citra kawasan yang berupa jalur hijau; dan
g. fungsinya sebagai sarana pengendali lalu lintas dengan perencanaan persimpangan sebidang
dan tidak sebidang
(2) Kelengkapan jalan terdiri dari Jembatan penyeberangan, Lampu lalu lintas, Marka dan Rambu-
rambu.

Pasal 25
(1) Gerbang masuk ke dalam kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf c dikembangkan
dengan memperhatikan aspek-aspek kemudahan pencapaian kedalam dan keluar kawasan,
kemudahan pemeriksaan pabean dan ketersediaan lahan.
(2) Gerbang masuk ke dalam kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar pada tiga lokasi
yaitu: pada blok 3, blok 4 dan blok 7
(3) Gerbang masuk ke dalam kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan
fasilitas pemeriksaan kepabeanan dengan luas minimal dapat menampung 10 unit kendaraan
pengangkut barang pada saat bersamaan.

Pasal 26
(1) Jalur sepeda di dalam kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf d dikembangkan
dengan memperhatikan aspek-aspek hirarki jalan, fungsi lingkungan dan keamanan pengendara
sepeda;

12
(2) Jalur sepeda di dalam kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar pada lingkungan
perumahan sepanjang jalan lokal dengan lebar efektif minimum adalah 200 cm;
(3) Jalur sepeda harus dilengkapi dengan rambu yang jelas dan diminimalkan bersimpangan dengan
kendaraan bermotor.

Pasal 27
(1) Jalur pejalan kaki di dalam kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf e dikembangkan
dengan memperhatikan aspek-aspek untuk memudahkan akses pergerakan bagi pejalan kaki dalam
setiap blok peruntukkan;
(2) Jalur pejalan kaki di dalam kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di sepanjang
jaringan jalan baik untuk jalan kolektor sekunder maupun jalan local;
(3) Pergerakan pejalan kaki yang bersilangan dengan sistem pergerakan kendaraan akan dilindungi
dengan penyediaan penyeberangan terutama pada persimpangan-persimpangan utama;
(4) Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki adalah 150 cm dan lebar harus ditambah, bila pada
jalur tersebut terdapat perlengkapan jalan (road furniture) seperti patok rambu lalu lintas, kotak
surat, pohon peneduh atau fasilitas umum lainnya;
(5) Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras dengan material blok beton, perkerasan aspal atau plesteran
dan apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan sekitarnya harus diberi pembatas, dapat berupa
kerb atau batas penghalang;
(6) Permukaan jalur harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-3 % supaya tidak terjadi
genangan air dan kemiringan memanjang disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan, yaitu
maksimum 7 %.

Pasal 28
(1) Fasilitas perparkiran sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf f adalah lokasi yang ditentukan
sebagai tempat pemberhentian kendaraan yang tidak bersifat sementara untuk melakukan kegiatan
pada suatu kurun waktu.
(2) Fasilitas perparkiran di dalam kawasan meliputi: off street parking, gedung parkir dan taman
parkir.
(3) Off street parking digunakan pada zona Trade Center, perdagangan jasa, perkantoran industri dan
masing-masing kapling industri.
(4) Bangunan/gedung parkir digunakan pada blok-blok peruntukkan industry, permukiman,
perdagangan dan jasa dan trade center, yang dapat berupa gedung parkir berdiri sendiri atau
menyatu dengan bangunan utamanya.
(5) Bangunan / gedung parker atau pelataran/taman parker yang berdiri sendiri di atas persil atau
perpetakan maka bangunan atau pelataran parker tersebut berfungsi sebagai penggunaan utama;
(6) Bangunan / gedung parker atau pelataran/taman parker yang merupakan bagian dari suatu
bangunan atau penggunaan utama, maka bangunan atau pelataran parker tersebut berfungsi
sebagai penggunaan pelengkap di dalam persil maupun lingkungan;
(7) Taman parkir digunakan pada kapling industri dengan penataan mempertimbangkan kemudahan
kendaraan pengangkut barang untuk melakukan manuver.
(8) Penyediaan parkir diwajibkan pada zona perumahan, bangunan umum, sarana pelayanan kota,
industri dan zona khusus.
(9) Pada zona ruang terbuka tidak diwajibkan menyediakan parkir kecuali pada penggunaan rekreasi,
lapangan olahraga, tempat pemakaman
(10) Parkir bersama dalam bentuk pelataran parkir, taman parkir dan atau gedung parkir dapat
dibangun pada semua zona kecuali di zona ruang terbuka.
(11) Parkir bersama di zona ruang terbuka diperkenankan pada basement dengan tidak mengurangi
prinsip-prinsip ruang terbuka yang memerlukan penghijauan dengan pohon-pohon pelindung.
13
(12) Parkir bersama yang menghubungkan bangunan-bangunan pembangkit kendaraan di basement
diperkenan secara terbatas.
(13) Ketentuan pada ayat (12) dan ayat (13) pasal ini ditetapkan oleh Bupati.
(14) Setiap bangunan diwajibkan menyediakan tempat parkir kendaraan sesuai dengan jumlah
kebutuhan.
(15) Penyediaan parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah penghijauan sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(16) Kebutuhan parkir minimal untuk bangunan-bangunan yang didirikan harus dipenuhi dan
disediakan di dalam persil atau perpetakan dengan memperhatikan kelancaran sirkulasi keluar-
masuk kendaraan dan pejalan kaki, keamanan, keselamatan, kesehatan umum, dan kenyamanan
sebagaiman tercantum pada dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal 29
(1) Sistem jaringan transportasi laut di dalam Kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat
(2) huruf b dikembangkan dengan memperhatikan aspek-aspek kapasitas kebutuhan, daya dukung
dan daya tampung serta efisiensi dalam operasionalisasinya;
(2) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Pelabuhan; dan
b. alur pelayaran.
(3) Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah tempat yang
terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai
tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar
muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan
penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda
transportasi.
(4) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah perairan
yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya
dianggap aman dan selamat untuk dilayari.
(5) Rencana system transportasi laut digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:5.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 30
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (2) huruf b
dikembangkan dengan memperhatikan aspek-aspek kapasitas kebutuhan, keterjangkauan
pelayanan dan efisiensi dalam operasionalisasinya;
(2) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari system telepon
dan system internet;
(3) Rencana sistem telekomunikasi digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:5.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Listrik

14
Pasal 31
(1) Sistem jaringan listrik sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (2) huruf c dikembangkan
dengan memperhatikan aspek-aspek kapasitas kebutuhan, keterjangkauan pelayanan dan
efisiensi dalam operasionalisasinya;
(2) Sistem jaringan listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 1 unit PLTU, 1 unit gardu
hubung, 1 unit gardu induk, 29 gardu distribusi, Saluran Utama Tegangan Menengah (SUTM) dan
jaringan distribusi primer.
(3) Kebutuhan daya listrik kawasan adalah sebesar 8 MVA yang dipasok dari PLTU Capital Turbin.
(4) Gardu distribusi menggunakan tiang portal dengan kapasitas masing-masing sebesar 400 kVA.
(5) SUTM 20 kV-3 x 150 sqmm dengan sistem Radial
(6) Jaringan distribusi primer untuk melayanani seluruh kawasan dengan panjang sekurang-kurangnya
31.000 m.
(7) Rencana sistem jaringan listrik digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:5.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Paragraf 4
Sistem Jaringan Prasarana dan Sarana Perkotaan

Pasal 32
(1) Sistem jaringan prasarana dan sarana perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (2)
huruf d dikembangkan dengan tujuan meningkatkan kualitas dan jangkauan
pelayanan perkotaan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Kawasan
Industri Maritim Bintan Timur.
(2) Sistem jaringan prasarana dan sarana perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek-aspek jumlah penduduk, standar pelayanan
minimal dan efisiensi dalam operasionalisasinya;
(3) Sistem jaringan prasarana dan sarana perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Jaringan air minum
b. Jaringan drainase
c. Jaringan pembuangan limbah
d. Jaringan pengelolaan dan pengolahan persampahan
e. Sarana permukiman

Pasal 33
(1) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (3) huruf a direncanakan
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan air minum bagi penduduk dan kegiatan
ekonomi dengan kuantitas, kualitas dan kontinuitas sesuai persyaratan teknis serta
meningkatkan efisiensi dan cakupan pelayanan;
(2) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direncanakan dengan
mempertimbangkan persyaratan teknis system perpipaan; jumlah penduduk, jenis kegiatan dan
kapasitas kebutuhan;
(3) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Sumber air baku
b. Jaringan perpipaan
c. Kebutuhan kapasitas
15
(4) Sumber air baku direncanakan dipasok dari Waduk Galang Batang;
(5) Jaringan perpipaan yang direncanakan meliputi:
a. Pipa Induk (Pipa Utama/primer);
b. Pipa Cabang (pipa sekunder); dan
c. Pipa Pelayanan (pipa tersier).
(6) Kebutuhan kapasitas air minum yang diperlukan hingga tahun 2029 adalah sebesar 364,94
liter/detik dengan rincian sebagaimana tercantum pada table Lampiran IXA dan peta Lampiran
IXB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 34
(1) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (2) huruf b direncanakan
dengan tujuan untuk mencegah adanya banjir atau genangan air yang akan mengganggu kegiatan
di dalam kawasan dan menambah cadangan air tanah melalui minimalisasi prosentase run off dan
memperbesar peresapan air permukaan;
(2) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direncanakan dengan
mempertimbangkan jumlah air limpasan, porositas dan kontur tanah;
(3) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Jaringan primer
b. Jaringan sekunder
c. Jaringan tersier
(4) Jaringan primer sepanjang …….dengan dimensi penampang minimal……
(5) Jaringan sekunder sepanjang ……. dengan dimensi penampang minimal……
(6) Jaringan tersier sepanjang ……. dengan dimensi penampang minimal……
(7) Kapasitas drainase yang diperlukan hingga tahun 2029 adalah sebesar…..m3/detik dengan rincian
sebagaimana tercantum pada table Lampiran XA dan peta Lampiran XB yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 35
(1) Sistem jaringan pembuangan limbah sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (2) huruf c
direncanakan dengan tujuan untuk pengurangan, pemanfaatan kembali, dan
pengolahan bagi air limbah dari kegiatan permukiman dan kegiatan ekonomi
dengan memperhatikan baku mutu limbah yang berlaku.
(2) Sistem jaringan pembuangan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direncanakan dengan
mempertimbangkan aspek fungsional, fisik dan lingkungan.
(3) Sistem jaringan pembuangan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. System terpusat
b. System individual
(4) System terpusat dikembangkan pada air limbah domestik dan industry yang berasal
dari kegiatan selain rumah tangga, yang berasal dari zona trade center,
perdagangan dan jasa, maupun pariwisata dan perkantoran.
(5) System individual dikembangkan pada air limbah domestik yang berasal dari kegiatan
rumah tangga.
(6) Kapasitas jaringan pembuangan limbah yang diperlukan hingga tahun 2029 adalah sebesar
7.344,24 m³/hari dengan rincian sebagaimana tercantum pada table Lampiran XIA dan peta
Lampiran XIB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

16
Pasal 36
(1) Sistem jaringan pengelolaan dan pengolahan persampahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 33
ayat (2) huruf d direncanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber
pendapatan sector informal.
(2) Sistem jaringan pengelolaan dan pengolahan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
direncanakan dengan mempertimbangkan kegiatan dan jumlah penduduk yang ada di
wilayah pelayanan pengelolaan persampahan.
(3) Sistem jaringan pengelolaan dan pengolahan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. System pengelolaan
b. System pengolahan
c. TPS
d. TPA
e. Sarana pengangkutan
(4) System pengelolaan yang digunakan/diimplementasikan adalah dengan membagi kawasan
ke dalam empat area pelayanan.
(5) System pengolahan yang digunakan/diimplementasikan adalah pemilahan sampah mulai
dari sumber, pendaurulangan sampah organik dan anorganik di TPS, dan
penimbunan residu di TPA dengan metode landfill.
(6) TPS dengan kapasitas penampungan 40 m³-75 m³ berlokasi pada setiap blok.
(7) TPA memiliki kemampuan mengolah sampah untuk 10 sampai 20 tahun
kedepan berlokasi di Kelurahan Kijang Kota di luar kawasan.
(8) Sarana pengangkutan dari TPS menuju TPA berupa Amroll truck.
(9) Perkiraan timbulan sampah hingga tahun 2029 adalah sebesar127,59 m3/hari dengan rincian
sebagaimana tercantum pada table Lampiran XIIA dan peta Lampiran XIIB yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 37
(1) Sarana permukiman sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (2) huruf e direncanakan dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat agar dapat melangsungkan kehidupan yang
aman dan nyaman;
(2) Sarana permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direncanakan dengan
mempertimbangkan jumlah penduduk, kuantitas dan kualitas sarana serta lingkup pelayanan;
(3) Sarana permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Sarana pendidikan, yaitu semua sarana pendidikan mulai tingkat prasekolah sampai tingkat
menengah atas baik umum maupun kejuruan;
b. Sarana kesehatan, yaitu semua sarana kesehatan yang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan
lingkup pelayanannya;
c. Sarana peribadatan, yaitu segala macam sara ibadah, sesuai dengan agama, jamaah pemeluknya
dan lingkup pelayanannya;
d. Bina sosial/pelayanan umum, yaitu semua sarana social budaya yang bertujuan meningkatkan
keterampilan, pemberdayaan masyarakat, maupun sebagai tempat pertemuan masyarakat serta
sarana untuk memberikan pelayanan umum;
e. Sarana olahraga/rekreasi, yaitu semua sarana olahraga/rekreasi baik ruang terbuka maupun
tertutup; dan

17
f. Sarana perbelanjaan /niaga, yaitu sarana perkotaan yang menjadi tempat bagi terjadinya
transaksi barang-barang kebutuhan hidup berupa sarana pasar yang dibina pemerintah daerah
sesuai dengan lingkup pelayanannya.
(4) Setiap unsur sarana permukiman memiliki lingkup pelayanan yang diukur dengan satuan
lingkungan permukiman yang ditetapkan berdasarkan rata-rata jiwa untuk setiap unit rumah
tinggal/satuan rumah susun yang terdiri dari satuan lingkungan rumah susun dan perumahan
eksisting maupun perumahan pada lingkungan baru;
(5) Satuan lingkungan permukiman, berdasarkan lingkup administrative dari hirarki terendah sampai
tertinggi di dalam kawasan terdiri dari:
a. Rukun tetangga dengan jumlah penduduk rata-rata 250 jiwa;
b. Rukun warga dengan jumlah penduduk rata-rata 3.000 jiwa;
c. Kelurahan dengan jumlah penduduk rata-rata 30.000 jiwa; dan
d. Kecamatan dengan jumlah penduduk rata-rata 200.000 jiwa.

Pasal 38
(1) Standar kebutuhan sarana permukiman bagi lingkungan permukiman yang dikembangkan secara
horizontal ini berlaku bagi pembangunan baru maupun peremajaan;
(2) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 250 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Tempat bermain dengan luas lahan sekurang-kurangnya 250 m²;
b. Warung dengan luas lahan sekurang-kurangnya 100 m².
(3) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 750 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Seperti pada ayat (2) pasal ini; dan
b. Taman Kanak-kanak dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m².
(4) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 1.500 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Seperti pada ayat (2) dan ayat (3) pasal ini; dan
b. Sekolah Dasar (SD 6 lokal) dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m².
(5) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 3.000 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Seperti pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) pasal ini;
b. Pos Kesehatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 200 m²;
c. Mushola dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m²;
d. Balai Warga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 400 m²;
e. Lapangan Olahraga/tempat bermain/taman dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.500 m²;
f. Pos keamanan, gardu listrik, telepon umum, dan tempat sampah dengan luas lahan sekurang-
kurangnya 400 m².
(6) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 6.000 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Seperti pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) pasal ini;
b. Tempat perbelanjaan/pertokoaan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m²;
c. Pangkalan/parkir umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya 400 m².
(7) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 15.000 jiwa, diperlukan adanya
sarana :

18
a. Seperti pada ayat (2) sampai dengan ayat (6) pasal ini;
b. Gedung Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP 15 lokal) dengan luas lahan sekurang-
kurangnya 4.000 m².
(8) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 30.000 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Seperti pada ayat (2) sampai dengan ayat (7) pasal ini;
b. Gedung perpustakaan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m²;
c. Gedung Sekolah Menengah Umum (SMU-18 lokal) atau Sekolah Kejuruaan Menengah Tingkat
Atas (18 lokal) atau kombinasi kedua jenis tersebut dengan luas lahan sekurang-kurangnya
4.800 m²;
d. Puskemas tingkat kelurahan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m²;
e. Rumah sakit bersalin dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m²;
f. Apotik/Rumah Obat dengan luas lahan sekurang-kurangnya 400 m²;
g. Laboratorium kesehatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m²;
h. Gedung serba guna dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m²;
i. Masjid tingkat kelurahan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m²;
j. Lapangan olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 8.400 m²;
k. Gedung olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.000 m²;
l. Kolam renang dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.000 m²;
m. Bioskop dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m²;
n. Taman dan tempat bermain dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.500 m²;
o. Kantor keluarahan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.000 m²;
p. Kantor pelayanan umum dengan luas lahan sekurang-kurangya 750 m²;
q. Pos Tramtib dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m²;
r. Pos Pemadam Kebakaran dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m²;
s. Kantor Pos pembantu dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m²;
t. Pasar Lingkungan dengan luasl lahan sekurang-kurangnya 10.000 m².
(9) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 60.000 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Seperti pada ayat (2) sampai dengan ayat (8) pasal ini;
b. Panti Sosial dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m²;
c. Tempat Ibadah lainnya dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m²;
d. Pasar/Pertokoaan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000 m²;
e. Pangkalan/Parkir Umum dengan luas lahan lahan sekurang-kurangnya 2.000 m².
(10) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 120.000 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Seperti pada ayat (2) sampai dengan ayat (9) pasal ini;
b. Balai Rakyat/Gedung Serba Guna dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m²;
c. Lapangan Olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000 m²;
d. Taman dan tempat bermain dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000 m²;
e. Gedung Olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000 m².
(11) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 200.000 jiwa, diperlukan adanya
sarana :

19
a. Seperti pada ayat (2) sampai dengan ayat (10) pasal ini;
b. Puskemas Kecamatan/Balai Pengobatan dengan uas lahan sekurang-kurangnya 2.400 m²;
c. Mesjid Kecamatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 5.000 m²;
d. Tempat ibadah lainnya dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m²;
e. Panti Latihan Kerja dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.000 m²;
f. Kantor Kecamatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.750 m²;
g. Kantor Pelayanan umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.200 m²;
h. KORAMIL/KOSEKTA dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m²;
i. KUA/BP4/Balai Nikah dengan luas lahan sekurang-kurangnya 670 m²;
j. Pemadam Kebakaran dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.250 m²;
k. Kantor Pos/Telkom dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.500 m²;
l. Dipo Kebersihan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 200 m²;
m. Gardu Listrik dengan luas lahan sekurang-kurangya 500 m².
(1) Standar kebutuhan sarana permukiman bagi lingkungan permukiman yang dikembangkan secara
horizontal adalah sesuai dengan rincian sebagaimana tercantum pada gambar Lampiran XIIIA dan
tabel Lampiran XIIIB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 39
(1) Standar kebutuhan sarana permukiman bagi lingkungan permukiman yang dikembangkan secara
vertikal ini berlaku bagi pembangunan baru maupun peremajaan;
(2) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 250 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Lahan/ruang tempat bermain dengan luas lahan/ruang sekurang-kurangnya 250 m²;
b. Lantai bangunan untuk warung/kios dengan luas sekurang-kurangnya 36 m²;
c. Pelataran dan atau lantai parkir kendaraan diatur dalam standar kebutuhan parkir sebagaimana
dirinci pada lampiran V pasal 28 ayat (16)
(3) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 1.500 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Seperti pada ayat (2) pasal ini;
b. Lantai bangunan untuk taman kanak-kanak dengan luas sekurang-kurangnya 144 m²;
c. Lantai bangunan mushola dengan luas sekurang-kurangnya 100 m²;
d. Lantai bangunan sekolah dasar (SD 6 lokal) dengan luas sekurang-kurangnya 1.100 m² atau
disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan.
(4) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 3.000 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Seperti pada ayat (2) dan ayat (3) a, b, c, pasal ini;
b. Lahan sekolah dasar dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m² (12 lokal/3 lantai);
c. Lantai bangunan balai kesehatan dengan luas sekurang-kurangnya 60 m²;
d. Lantai bangunan balai warga/ruang serbaguna dengan luas sekurang-kurangnya 200 m²;
e. Lapangan olahraga/tempat bermain/taman dengan luas laahn sekurang-kuranngnya 1.500 m²;
f. Lantai bangunan pos keamanan, wartel, gardu listrik, tempat sampah dengan luas sekurang-
kurangnya 160 m².
(5) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 6.000 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Seperti pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) pasal ini;
20
b. Pertokoaan mini/pusat perbelanjaan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m²;
c. Pangkalan kendaraan/parkir umum dengan lusa lahan sekurang-kurangnya 400 m².
(6) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 15.000 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Seperti pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) pasal ini;
b. Gedung SLTP (15 lokal) dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m².
(7) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 30.000 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Seperti pada ayat (2) sampai dengan ayat (6) pasal ini;
b. Gedung perpustakaan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m²;
c. Gedung Sekolah Menengah Umum (SMU-18 lokal) atau Sekolah Kejuruan Menengah Tingkat
Atas ( 18 lokal) atau kombinasi kedua jenis tersebut dengan luas lahan sekurang-kurangnya
3.500 m²;
d. Puskesmas tingkat kelurahan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m²;
e. Rumah sakit bersalin dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m²;
f. Apotik/rumah obat dengan luas lahan sekurang-kurangnya 400 m²;
g. Laboratorium kesehatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m²;
h. Gedung serba guna dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m²;
i. Masjid tingkat kelurahan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m²;
j. Lapangan olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 8.400 m²;
k. Gedung olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.000 m²;
l. Kolam renang dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.000 m²;
m. Bioskop dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m²;
n. Taman dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.500 m²;
o. Kantor kelurahan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.000 m²;
p. Kantor pelayanan umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya 750 m²;
q. Pos tramtib dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m²;
r. Pos pemadam kebakaran dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m²;
s. Kantor pos pembantu dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m².
(8) Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 60.000 jiwa, diperlukan adanya
sarana :
a. Seperti pada ayat (2) sampai dengan ayat (7) pasal ini;
b. Tempat ibadah selain masjid dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m²;
c. Pusat pertokoaan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000 m²;
d. Pangkalan/ parkir umum dengan lusa lahan sekurang-kurangnya 2.000 m².
(9) Bangunan sarana umum dan social untuk permukiman dapat dibangun tersendiri atau beberapa
sarana dibangun secara terpadu dalam satu bangunan atau digabung di dalam bangunan rumah
susun, dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan intensitas bangunan, keserasian arsitektur,
keamanan, keselamatan, dan sirkulasi pejalan kaki/kendaraan.
(2) Standar kebutuhan sarana permukiman bagi lingkungan permukiman yang dikembangkan secara
vertikal adalah sesuai dengan rincian sebagaimana tercantum pada gambar Lampiran XIIIA dan
tabel Lampiran XIIIB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

21
Pasal 40
(1) Penggunaan-penggunan selain pada zona perumahan, juga penggunaan-penggunaan pada zona
bangunan umum/pelayanan umum; dan zona industry membutuhkan kelengkapan sarana
kota/lingkungan;
(2) Standar kebutuhan sarana kota bagi penggunaan selain pada zona perumahan, penggunan pada
zona bangunan umum/pelayanan umum; dan zona industry adalah sesuai dengan rincian
sebagaimana tercantum pada tabel Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 41
(1) Rencana pola ruang kawasan Industri Maritim Bintan Timur terdiri atas
distribusi zona lindung dan zona budidaya.
(2) Zona lindung yang selanjutnya disebut L terdiri atas:
a. Zona sempadan pantai yang selanjutnya disebut L2.1;
b. Zona sempadan sungai yang selanjutnya disebut L2.2;
c. Zona RTH Sabuk Hijau yang selanjutnya disebut L2.5;
d. Zona RTH Hutan Kota yang selanjutnya disebut L2.6;
e. Zona RTH Taman yang selanjutnya disebut L2.7; dan
f. Zona RTH jalur hijau jalan yang selanjutnya disebut L2.8
(3) Zona budidaya yang selanjutnya disebut B terdiri atas:
a. Zona industri ringan non polutan yang selanjutnya disebut B1.1;
b. Zona industry ringan polutan yang selanjutnya disebut B1.2;
c. Zona industry berat polutan yang selanjutnya disebut B1.3;
d. Zona perdagangan dan jasa local yang selanjutnya disebut B3.1.
e. Zona perdagangan dan jasa internasional yang selanjutnya disebut B3.3.
f. Zona perumahan intensitas tinggi yang selanjutnya disebut B4.3;
g. Zona sarana umum dan sosial yang selanjutnya disebut B5.3;
h. Zona pelabuhan laut yang selanjutnya disebut B5.5;
i. Zona prasarana kelistrikan yang selanjutnya disebut B5.8;
j. Zona prasarana penyediaan air bersih yang selanjutnya disebut B5.9;
k. Zona prasarana pengolahan limbah yang selanjutnya disebut B5.10;
l. Zona pengawasan pabean yang selanjutnya disebut B5.11;

Bagian Kedua
Zona Lindung

22
Pasal 42
(1) Zona L2.1 (sempadan pantai) sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat
(2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan menyediakan lahan untuk melindungi
kawasan pantai dari pengaruh daratannya dan menjaga kelestarian habitat
dan kekayaan alam yang ada di pantai
(2) Zona L2.1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan jenis kegiatan dengan dampak lingkungan paling
minimal.
(3) Zona L2.1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada
sebagian pantai di Blok 5, 6 dan 8 dengan luas total 6,369 Ha.

Pasal 43
(1) Zona L2.2 (sempadan sungai) sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat
(2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan menyediakan lahan untuk kawasan
penyangga guna melindungi kawasan sungai dari pengaruh daratannya dan
menjaga kualitas serta kapasitas debit aliran sungai.
(2) Zona L2.2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan lokasi, lebar dan kedalaman sungai.
(3) Zona L2.2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada
sepanjang sungai di Blok 5,7, dan 8 dengan luas total 38,337 Ha.

Pasal 44
(1) Zona L2.5 (RTH Sabuk Hijau) sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat
(2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan pengamanan jaringan prasarana dan
penyangga (buffer) antara fungsi-fungsi pemanfaatan lahan yang saling
mengganggu.
(2) Zona L2.5 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan lokasi, jarak antar blok dengan blok lainnya dan jenis
kegiatannya.
(3) Zona L2.5 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada ruang
antar zona budidaya dan ruang antara zona Industri dengan zona lain yang
ada di luarnya dengan luas total 31,984 Ha.

Pasal 45
(1) Zona L2.6 (RTH Hutan Kota) sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat (2)
huruf a, ditetapkan dengan tujuan preservasi dan perlindungan lahan-lahan
yang rawan lingkungan hidup serta penyediaan sarana rekreasi.
(2) Zona L2.6 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan kondisi eksisting dan prosentase luasan ruang terbuka
hijau kawasan.
(3) Zona L2.6 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada
sebagian Blok 3 dan 6 dengan luas total 85,876 Ha.

Pasal 46
(1) Zona L2.7 (rth taman dan taman kota) sebagaimana dimaksud dalam pasal
39 ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan untuk melestarikan/melindungi
lahan-lahan sarana kota/lingkungan yang digunakan untuk rekreasi di luar
bangunan, sarana pendidikan, dan untuk dinikmati nilai-nilai keindahan
visualnya.
23
(2) Zona L2.7 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan kebutuhan, skala lingkungan dan tematik
pengembangan kawasan.
(3) Zona L2.7 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada
seluruh blok secara menyebar dengan luas total 5,665 Ha.

Pasal 47
(1) Zona L2.8 (RTH Jalur Hijau Jalan) sebagaimana dimaksud dalam pasal 39
ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan sebagai pemisah antar jalur jalan,
penempatan jaringan utilitas kota, jalur pejalan kaki dan ruang terbuka untuk
dinikmati keindahan visualnya.
(2) Zona L2.8 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan jumlah polutan yang dihasilkan kendaraan bermotor,
klasifikasi jalan, lebar ruang milik jalan dan jenis tanaman.
(3) Zona L2.8 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada
sepanjang koridor jaringan jalan dengan luas sesuai dengan persyaratan
teknis yang telah ditetapkan sebagaimana digambarkan pada penampang
jalan.

Bagian Ketiga
Zona Budidaya

Pasal 48
(1) Zona B1.1 (industri ringan non polutan) sebagaimana dimaksud dalam pasal
39 ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan menyediakan ruang bagi
kegiatan-kegiatan produksi suatu barang yang memerlukan lahan dan
bangunan yang tidak luas dan tidak menghasilkan polutan.
(2) Zona B1.1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, tingkat
pertumbuhan investasi pada industri manufaktur/pengolahan, potensi dasar
daerah, dan industri yang mendukung kegiatan industri utama/industri basis
yang menjadi vendor serta potensi kadar polusi.
(3) Zona B1.1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada Blok 1,
2, 3 dan 4 dengan luas total 224,065 Ha.

Pasal 49
(1) Zona B1.2 (industri ringan polutan) sebagaimana dimaksud dalam pasal 39
ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan menyediakan ruang bagi
kegiatan-kegiatan produksi suatu barang yang memerlukan lahan dan
bangunan yang tidak luas dan menghasilkan polutan.
(2) Zona B1.2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, tingkat
pertumbuhan investasi pada industri manufaktur/pengolahan, potensi dasar
daerah, dan industri yang mendukung kegiatan industri utama/industri basis
yang menjadi vendor serta potensi kadar polusi.
(3) Zona B1.2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada Blok 5
dan 7 dengan luas total 63,747 Ha.

24
Pasal 50
(1) Zona B1.3 (industri berat polutan) sebagaimana dimaksud dalam pasal 39
ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan menyediakan ruang bagi
kegiatan-kegiatan produksi suatu barang yang memerlukan lahan dan
bangunan yang luas disertai mesin-mesin berukuran besar dan menghasilkan
polutan.
(2) Zona B1.3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, tingkat
pertumbuhan investasi pada industri manufaktur/pengolahan, potensi dasar
daerah serta potensi kadar polusi.
(3) Zona B1.3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada Blok 5,
6, 7, dan 8 dengan luas total 291,820 Ha.

Pasal 51
(1) Zona B3.1 (perdagangan dan jasa lokal) sebagaimana dimaksud dalam pasal
39 ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan menyediakan ruang bagi
transaksi jual beli barang-barang konsumsi untuk untuk kebutuhan sehari-
hari.
(2) Zona B3.1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, jenis
komoditi, jumlah penduduk dan skala lingkungan.
(3) Zona B3.1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada Blok 1,
2, 3, dan 4 dengan luas total 16,974 Ha.

Pasal 52
(1) Zona B3.3 (perdagangan dan jasa internasional) sebagaimana dimaksud
dalam pasal 39 ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan menyediakan
ruang bagi transaksi jual beli barang-barang impor atau barang-barang yang
mempunyai kualitas ekspor.
(2) Zona B3.3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, kelancaran
pelayanan terhadap kegiatan produksi, jalur distribusi dan kegiatan
promosi/pemasaran hasil industri yang berhubungan dengan negara lain.
(3) Zona B3.3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada Blok 1,
2, 3, dan 4 dengan luas total 11.411 Ha.

Pasal 53
(1) Zona B4.3 (perumahan intensitas tinggi) sebagaimana dimaksud dalam
pasal 39 ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan menyediakan ruang bagi
penyediaan kebutuhan dasar manusia untuk tinggal dan bermukim pada
lingkungan dengan intensitas kepadatan penduduk tinggi, mewujudkan
perumahan dengan lingkungan yang layak huni dan mewujudkan perumahan
yang memiliki aksesibilitas tinggi ke pusat kota.
(2) Zona B4.3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan,
aksesibilitas ke kawasan industri, jumlah tenaga kerja dan kebutuhan luas
lahan untuk perumahan.
(3) Zona B4.3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada Blok
1, 2, 3, 4, 5, 7 dan 8 dengan luas total 69,956 Ha.

25
Pasal 54
(1) Zona B5.3 (zona sarana umum dan sosial) sebagaimana dimaksud dalam
pasal 39 ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan memenuhi kebutuhan
ruang untuk melaksanakan kegiatan pelayanan umum dan pelayanan sosial.
(2) Zona B5.3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dikembangkan
dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tamping lingkungan,
jumlah serta konsentrasi tenaga kerja dan standar kebutuhan sarana umum
dan social sebagaimana dipersyaratkan pada pasal 38, 39, 40.
(3) Zona B5.3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dikembangkan
pada Blok 1, 2, 3, dan 4 dengan luas total 4,728 Ha.

Pasal 55
(1) Zona B5.5 (zona pelabuhan laut) sebagaimana dimaksud dalam pasal 39
ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan menyediakan ruang untuk
aktivitas aliran barang dan orang dari luar dan ke dalam kawasan melalui
transportasi laut.
(2) Zona B5.5 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, proyeksi
arus barang dan orang yang masuk dan ke luar zona pelabuhan serta
klasifikasi pelabuhan.
(3) Zona B5.5 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada Blok 8
dengan luas total 23,926 Ha.

Pasal 56
(1) Zona B5.8 (zona prasarana listrik) sebagaimana dimaksud dalam pasal 39
ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan menyediakan ruang bagi fasilitas
kelistrikan agar terjamin keamanan dan keandalan pasokan serta menjamin
kelestarian dan kesehatan lingkungan yang ada di sekitar fasilitas kelistrikan.
(2) Zona B5.8 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, proyeksi
kebutuhan listrik serta ketersediaan sumber daya.
(3) Zona B5.8 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada lokasi
Blok 3, 5 dan 8 dengan luas total 56,793 Ha.

Pasal 57
(1) Zona B5.9 (zona prasarana penyediaan air bersih) sebagaimana dimaksud
dalam pasal 39 ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan menyediakan
ruang bagi fasilitas penyediaan atau pengolahan air bersih agar terjamin
keamanan, kualitas dan pelayanan serta menjamin kelestarian dan
kesehatan lingkungan yang ada di sekitar fasilitas penyediaan air bersih.
(2) Zona B5.9 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, proyeksi
kebutuhan dan efisiensi pelayanannya.
(3) Zona B5.9 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada blok-
blok di kawasan industri dengan luas total 0,102 Ha.

Pasal 58
(1) Zona B5.10 (zona prasarana pengolahan limbah) sebagaimana dimaksud
dalam pasal 39 ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan menyediakan
26
ruang bagi fasilitas pengolahan limbah agar terjamin keamanan,
kenyamanan dan kualitas sanitasi lingkungan
(2) Zona B5.10 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, proyeksi
jumlah air limbah domestik dan limbah industry.
(3) Zona B5.10 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada Blok
3, 4, 5, 6, 7 dan 8 dengan luas total…….

Pasal 59
(1) Zona B5.11 (zona pengawasan pabean) sebagaimana dimaksud dalam pasal
39 ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan tujuan menyediakan ruang bagi
fasilitas pengawasan pabean agar terjaminnya legalitas keluar masuknya
barang dari dan ke dalam kawasan.
(2) Zona B5.11 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan
mempertimbangkan letak pintu masuk kawasan serta jenis alat transportasi
yang digunakan.
(3) Zona B5.11 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada lokasi
Blok 3, 4, dan 7 dengan luas total….
Pasal 60
Rencana Pola Ruang Kawasan Industri Maritim Bintan Timur digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:5.000 sebagaimana tercantum pada Lampiran XV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB V
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 61
(1) Arahan pemanfaatan ruang terdiri dari indikasi program utama, sumber
pendanaan, pelaksana kegiatan, dan waktu pelaksanaan.
(2) Indikasi program utama pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) meliputi:
a. indikasi program utama perwujudan struktur ruang;
b. indikasi program utama perwujudan pola ruang.
(3) Sumber pendanaan terdiri dari dana Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten, Badan Pengusahaan Kawasan, swasta dan
masyarakat.
(4) Pelaksana kegiatan terdiri dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten, Badan Pengusahaan Kawasan, swasta dan masyarakat.
(5) Indikasi program utama, sumber pendanaan, pelaksana
kegiatan, dan waktu pelaksanaan arahan pemanfaatan ruang ditetapkan
dalam tabel sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua

27
Indikasi Program Perwujudan Struktur Ruang

Pasal 62
Waktu pelaksanaan Indikasi Program Perwujudan Struktur Ruang terdiri dari 4 (empat)
tahapan, yaitu:
a. tahap pertama, yaitu tahun 2010 – 2014, diprioritaskan pada persiapan
pembangunan pusat-pusat pelayanan dan persiapan pembangunan
jaringan transportasi, telekomunikasi, listrik, serta prasarana perkotaan;
b. tahap kedua, yaitu tahun 2015 – 2019, diprioritaskan pada peningkatan
fungsi pusat-pusat pelayanan dan pengembangan kapasitas jaringan
transportasi, telekomunikasi, listrik, serta prasarana perkotaan;
c. tahap ketiga, yaitu tahun 2020 – 2024, diprioritaskan pada pemantapan
fungsi pusat-pusat pelayanan dan peningkatan kualitas jaringan
transportasi, telekomunikasi, listrik, serta prasarana perkotaan; dan
d. tahap keempat, yaitu tahun 2025 – 2029, diprioritaskan pada pemantapan
operasionalisasi pusat-pusat pelayanan dan pemantapan operasionalisasi
jaringan transportasi, telekomunikasi, listrik, serta prasarana perkotaan.

Pasal 63
Umum
(1) Indikasi program utama perwujudan struktur ruang Kawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) huruf a meliputi indikasi
program untuk perwujudan pusat-pusat pelayanan dan infrastruktur serta
perwujudan sistem jaringan prasarana perkotaan.
(2) Indikasi program utama perwujudan pusat-pusat pelayanan merupakan
indikasi program utama perwujudan pusat pelayanan regional, kawasan dan
lokal
(3) Indikasi program utama perwujudan infrastruktur meliputi indikasi
program utama jaringan transportasi, jaringan telekomunikasi dan jaringan
listrik.
(4) Indikasi program utama perwujudan sistem jaringan prasarana
perkotaan meliputi penyediaan air minum, jaringan drainase, pengelolaan air
limbah, dan pengelolaan persampahan.

Pasal 64
Indikasi program perwujudan struktur ruang Kawasan Industri Maritime Bintan Timur pada tahap
pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) huruf a diprioritaskan
pada:
a. Persiapan pembangunan pusat –pusat pelayanan
regional, kawasan dan lokal;
b. Persiapan pembangunan jaringan transportasi meliputi transportasi darat
dan laut;
c. Persiapan pembangunan jaringan telekomunikasi meliputi jaringan telepon
dan internet;
d. Persiapan pembangunan jaringan listrik meliputi
pembangkit tenaga listrik, gardu hubung, gardu Induk, gardu distribusi, SUTM
dan jaringan distribusi primer ;

28
e. Persiapan pembangunan prasarana dan sarana perkotaan meliputi
penyediaan air minum, jaringan drainase, pengelolaan air limbah, dan
pengelolaan persampahan.
Pasal 65
Indikasi program perwujudan struktur ruang Kawasan Industri Maritime Bintan Timur pada tahap
kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) huruf a diprioritaskan pada:
a. peningkatan fungsi pusat –pusat pelayanan regional, kawasan dan lokal;
b. pengembangan kapasitas jaringan transportasi meliputi transportasi darat
dan laut;
c. pengembangan kapasitas jaringan telekomunikasi meliputi jaringan telepon
dan internet;
d. pengembangan kapasitas jaringan listrik meliputi pembangkit tenaga listrik,
gardu hubung, gardu Induk, gardu distribusi, SUTM dan jaringan distribusi
primer ;
e. pengembangan kapasitas prasarana dan sarana perkotaan meliputi
penyediaan air minum, jaringan drainase, pengelolaan air limbah, dan
pengelolaan persampahan.

Pasal 66
Indikasi program perwujudan struktur ruang Kawasan Industri Maritime Bintan Timur pada tahap
ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) huruf a diprioritaskan pada:
a. pemantapan fungsi pusat –pusat pelayanan regional, kawasan dan lokal;
b. peningkatan kualitas jaringan transportasi meliputi transportasi darat dan
laut;
c. peningkatan kualitas jaringan telekomunikasi meliputi jaringan telepon dan
internet;
d. peningkatan kualitas jaringan listrik meliputi pembangkit tenaga listrik, gardu
hubung, gardu Induk, gardu distribusi, SUTM dan jaringan distribusi primer ;
e. peningkatan kualitas prasarana dan sarana perkotaan meliputi penyediaan
air minum, jaringan drainase, pengelolaan air limbah, dan pengelolaan
persampahan.

Pasal 67
Indikasi program perwujudan struktur ruang Kawasan Industri Maritime Bintan Timur pada tahap
keempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) huruf a diprioritaskan
pada:
a. pemantapan operasionalisasi pusat –pusat pelayanan regional, kawasan dan
lokal;
b. pemantapan operasionalisasi jaringan transportasi meliputi transportasi
darat dan laut;
c. pemantapan operasionalisasi jaringan telekomunikasi meliputi jaringan
telepon dan internet;
d. pemantapan operasionalisasi jaringan listrik meliputi pembangkit tenaga
listrik, gardu hubung, gardu Induk, gardu distribusi, SUTM dan jaringan
distribusi primer ;

29
e. pemantapan operasionalisasi prasarana perkotaan meliputi penyediaan air
minum, jaringan drainase, pengelolaan air limbah, dan pengelolaan
persampahan.

Bagian Ketiga
Indikasi Program Utama Perwujudan Pola Ruang

Pasal 68
Waktu pelaksanaan Indikasi Program Perwujudan Pola Ruang terdiri dari 4 (empat)
tahapan, yaitu:
a. tahap pertama, yaitu tahun 2010 – 2014, diprioritaskan pada rehabilitasi
fungsi zona lindung, rehabilitasi fungsi zona industri eksisting dan persiapan
pembangunan zona industri baru, zona perdagangan dan jasa, zona
perumahan, zona sarana umum dan sosial, zona pelabuhan laut, zona prasarana
kelistrikan, zona prasarana penyediaan air bersih, zona prasarana pengolahan limbah, zona
pengawasan pabean;
b. tahap kedua, yaitu tahun 2015 – 2019, diprioritaskan pada pemantapan
fungsi zona lindung, pemantapan fungsi zona industri eksisting dan
pengembangan zona industri baru, zona perdagangan dan jasa, zona
perumahan, zona sarana umum dan sosial, zona pelabuhan laut, zona prasarana
kelistrikan, zona prasarana penyediaan air bersih, zona prasarana pengolahan limbah, zona
pengawasan pabean;
c. tahap ketiga, yaitu tahun 2020 – 2024, diprioritaskan pada pemantapan
operasionalisasi zona lindung, pemantapan operasionalisasi zona industry
eksisting dan peningkatan kualitas zona industri baru, zona perdagangan
dan jasa, zona perumahan, zona sarana umum dan sosial, zona pelabuhan laut,
zona prasarana kelistrikan, zona prasarana penyediaan air bersih, zona prasarana pengolahan
limbah, zona pengawasan pabean dan;
d. tahap keempat, yaitu tahun 2025 – 2029, diprioritaskan pada pemantapan
operasionalisasi zona lindung, pemantapan operasionalisasi zona industry,
zona perdagangan dan jasa, zona perumahan, zona sarana umum dan
sosial, zona pelabuhan laut, zona prasarana kelistrikan, zona prasarana penyediaan air bersih,
zona prasarana pengolahan limbah, dan zona pengawasan pabean.

Pasal 69
(1) Indikasi program utama perwujudan pola ruang Kawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) huruf b meliputi indikasi
program untuk perwujudan zona lindung dan perwujudan zona budidaya.
(2) Indikasi program untuk perwujudan zona lindung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Indikasi program utama zona sempadan pantai;
b. Indikasi program utama zona sempadan sungai;
c. Indikasi program utama zona RTH Sabuk Hijau;
d. Indikasi program utama zona RTH Hutan Kota;
e. Indikasi program utama zona RTH Taman; dan
f. Indikasi program utama zona RTH jalur hijau jalan.
(3) Indikasi program untuk perwujudan zona budidaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

30
a. Indikasi program utama zona industri ;
b. Indikasi program utama zona perdagangan dan jasa
c. Indikasi program utama zona perumahan;
d. Indikasi program utama zona sarana umum dan sosial;
e. Indikasi program utama zona pelabuhan laut;
f. Indikasi program utama zona prasarana kelistrikan;
g. Indikasi program utama zona prasarana penyediaan air bersih;
h. Indikasi program utama zona prasarana pengolahan limbah;
i. Indikasi program utama zona pengawasan pabean;

Pasal 70
Indikasi program perwujudan pola ruang Kawasan Industri Maritime Bintan Timur pada tahap
pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) diprioritaskan pada:
a. rehabilitasi fungsi lindung pada zona sempadan pantai,
sempadan sungai, zona RTH Sabuk Hijau, zona RTH Hutan Kota, zona RTH Taman,
zona RTH jalur hijau jalan;
b. rehabilitasi fungsi zona industri eksisting;
c. persiapan pembangunan zona industri baru;
d. persiapan pembangunan zona perdagangan dan jasa;
e. persiapan pembangunan zona perumahan;
f. persiapan pembangunan zona sarana umum dan
sosial;
g. persiapan pembangunan zona pelabuhan laut;
h. persiapan pembangunan zona prasarana kelistrikan;
i. persiapan pembangunan zona prasarana penyediaan
air bersih;
j. persiapan pembangunan zona prasarana pengolahan
limbah;
k. persiapan pembangunan zona pengawasan pabean.

Pasal 71
Indikasi program perwujudan pola ruang Kawasan Industri Maritime Bintan Timur pada tahap kedua
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) diprioritaskan pada:
a. pemantapan fungsi lindung pada zona sempadan pantai, sempadan sungai,
zona RTH Sabuk Hijau, zona RTH Hutan Kota, zona RTH Taman, zona RTH jalur hijau
jalan;
b. pemantapan fungsi zona industri eksisting;
c. persiapan pembangunan zona industri baru;
d. pengembangan zona perdagangan dan jasa;
e. pengembangan zona perumahan;
f. pengembangan zona sarana umum dan sosial;
g. pengembangan zona pelabuhan laut;
h. pengembangan zona prasarana kelistrikan;

31
i. pengembangan zona prasarana penyediaan air bersih;
j. pengembangan zona prasarana pengolahan limbah;
k. pengembangan zona pengawasan pabean;

Pasal 72
Indikasi program perwujudan pola ruang Kawasan Industri Maritime Bintan Timur pada tahap ketiga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) diprioritaskan pada:
a. Pemantapan operasionalisasi zona sempadan pantai, sempadan sungai, zona
RTH Sabuk Hijau, zona RTH Hutan Kota, zona RTH Taman, zona RTH jalur hijau jalan;
b. Pemantapan operasionalisasi zona industri eksisting;
c. Peningkatan kualitas zona industri baru;
d. Peningkatan kualitas zona perdagangan dan jasa;
e. Peningkatan kualitas zona perumahan;
f. Peningkatan kualitas zona sarana umum dan sosial;
g. Peningkatan kualitas zona pelabuhan laut;
h. Peningkatan kualitas zona prasarana kelistrikan;
i. Peningkatan kualitas zona prasarana penyediaan air bersih;
j. Peningkatan kualitas zona prasarana pengolahan limbah; dan
k. Peningkatan kualitas zona pengawasan pabean.

Pasal 73
Indikasi program perwujudan pola ruang Kawasan Industri Maritime Bintan Timur pada tahap
keempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) diprioritaskan pada:
a. Pemantapan operasionalisasi zona sempadan pantai, sempadan sungai, zona
RTH Sabuk Hijau, zona RTH Hutan Kota, zona RTH Taman, zona RTH jalur hijau jalan;
b. Pemantapan operasionalisasi zona industri;
c. Pemantapan operasionalisasi zona perdagangan dan jasa;
d. Pemantapan operasionalisasi zona perumahan;
e. Pemantapan operasionalisasi zona sarana umum dan sosial;
f. Pemantapan operasionalisasi zona pelabuhan laut;
g. Pemantapan operasionalisasi zona prasarana kelistrikan;
h. Pemantapan operasionalisasi zona prasarana penyediaan air bersih;
i. Pemantapan operasionalisasi zona prasarana pengolahan limbah;
j. Pemantapan operasionalisasi zona pengawasan pabean;

BAB VI
PERATURAN ZONASI
Bagian Kesatu
Ketentuan Umum

Pasal 74
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
32
1. Amplop Bangunan, yaitu batas maksimum ruang yang diizinkan untuk dibangun pada suatu
tapak atau persil, yang dibatasi oleh garis-garis sempadan bangunan muka, samping dan
belakang, serta bukaan langit (sky eksposure).
2. Aturan Kegiatan dan Penggunaan Lahan, yaitu aturan yang berisi kegiatan yang
diperbolehkan, diperbolehkan bersyarat, diperbolehkan terbatas atau dilarang pada suatu zona
3. Aturan Teknis Zonasi,yaitu aturan pada suatu zonasi yang berisi ketentuan pemanfaatan ruang
(kegiatan atau penggunaan lahan, intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata massa bangunan,
ketentuan prasarana minimum yang harus disediakan, aturan lain yang dianggap penting, dan
aturan khusus) untuk kegiatan tertentu.
4. Blok Peruntukkan, yaitu sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan fisik
yang nyata (seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan
(ekstra) tinggi, pantai, dan lainlain), maupun yang belum nyata (rencana jaringan jalan dan
rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota).
5. Building Code, yaitu Pengaturan pendirian bangunan, konstruksi, perluasan,
perubahan/modifikasi, perbaikan, pelepasan, pemindahan, penghancuran, konversi, pengisian,
penggunaan, kelengkapan bangunan, ketinggian, area dan pemeliharaan semua bangunan atau
struktur bangunan.
6. Bukaan Langit (Sky exposure), yaitu ruang bukaan ke arah langit untuk membatasi ketinggian
bangunan, dihitung dari as jalan ke arah persil atau tapak dengan sudut yang ditentukan.
7. Daerah, yaitu (1) kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan terkait dengan kewenangan
pemerintahan; (2) area yang telah memperhatikan syarat-syarat tertentu, antara lain kemampuan
ekonomi, jumlah penduduk, luas wilayah, pertahanan dan keamanan nasional dan syaratsyarat
lain yang memungkinkan pelaksanaan pembangunan, pembinaan kestabilan politik dan kesatuan
bangsa dalam rangka pelaksanaan otonomi.
8. Daftar Kegiatan, yaitu suatu daftar yang berisi rincian kegiatan yang ada, mungkin ada, atau
prospektif dikembangkan pada fungsi suatu zona yang ditetapkan.
9. Down-Zoning, yaitu perubahan kategori penggunaan lahan ke tingkat yang lebih mikro
(misalnya dari komersial ke jasa hiburan) dari yang ditetapkan dalam peta/peraturan zonasi.
10. Garis langit (skyline), yaitu garis yang terbentuk dari ketinggian bangunan-bangunan pada
suatu wilayah terbangun.
11. Garis Sempadan Bangunan, yaitu garis maya pada persil atau tapak sebagai batas minimum
diperkenankannya didirikan bangunan, dihitung dari garis sempadan jalan atau garis sempadan
pagar atau batas persil atau tapak.
12. Garis Sempadan Jalan, yaitu garis rencana jalan yang ditetapkan dalam rencana kota.
13. Garis Sempadan Pagar, yaitu garis tempat berdirinya pagar pada batas persil yang dikuasai.
14. Guna Lahan, yaitu fungsi dominan dengan ketentuan khusus yang ditetapkan pada suatu Zona,
blok peruntukan, dan/atau persil.
15. Intensitas Pemanfaatan Ruang, yaitu besaran pembangunan yang diperbolehkan untuk fungsi
tertentu berdasarkan pengaturan koefisien lantai bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien
dasar hijau, kepadatan penduduk, dan/atau kepadatan bangunan tiap persil, tapak, blok
peruntukan, atau Zona kota sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan kota.
16. Izin Pemanfaatan Ruang, yaitu izin yang berkaitan dengan lokasi, kualitas ruang, penggunaan
ruang, intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan teknis tata bangunan dan kelengkapan prasarana
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, hukum adat dan kebiasaan yang berlaku.
17. Jarak Bebas, yaitu jarak minimum yang diperkenankan dari bidang terluar bangunan yang
bersebelahan atau saling membelakangi.
18. Zona, yaitu kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu.
19. Zona Permukiman, yaitu Zona di luar lahan konservasi yang diperuntukkan sebagai tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang berada di daerah perkotaan atau perdesaan.
33
20. Zona Resapan Air, yaitu Zona yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan,
dengan demikian Zona tersebut merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna
sebagai sumber air.
21. KDB (Koefisien Dasar Bangunan), yaitu angka prosentase berdasarkan perbandingan jumlah
luas lantai dasar bangunan terhadap luas lahan perpetakan/persil yang dikuasai.
22. KDH (Koefisien Dasar Hijau), yaitu angka prosentase berdasarkan perbandingan antara luas
lahan terbuka untuk penanaman tanaman dan atau peresapan air terhadap luas persil yang
dikuasai.
23. Kedalaman Persil, yaitu jarak dari ujung terluar persil yang menghadap jalan ke ujung terjauh
persil tersebut yang membentuk garis lurus dan bukan garis diagonal.
24. Kepadatan Bangunan, yaitu jumlah bangunan per luas area (ha).
25. Kepejalan (Bulk) Bangunan, yaitu keadaan kepadatan dan bentuk suatu masa bangunan.
26. Ketinggian Bangunan, yaitu jumlah lantai penuh suatu bangunan dihitung mulai dari lantai
dasar sampai lantai tertinggi.
27. KLB (Koefisien Lantai Bangunan), yaitu angka perbandingan yang dihitung dari jumlah luas
lantai seluruh bangunan terhadap luas lahan perpetakan/persil yang dikuasai.
28. KTB (Koefisien Tapak Besmen), yaitu angka prosentase luas tapak bangunan yang dihitung
dari proyeksi dinding terluar bangunan di bawah permukaan tanah terhadap luas
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai.
29. Klasifikasi zonasi, yaitu (1) Jenis dan hirarki zona yang disusun berdasarkan kajian teoritis,
kajian perbandingan, maupun kajian empirik untuk digunakan di daerah yang disusun Peraturan
Zonasinya; (2) Klasifikasi zonasi merupakan perampatan (generalisasi) dari kegiatan atau
penggunaan lahan yang mempunyai karakter dan/atau dampak yang sejenis atau yang relatif
sama.
30. Kriteria, yaitu ukuran, prinsip atau standar yang dapat digunakan untuk menilai sesuatu atau
mengambil keputusan.
31. KWT (Koefisien Wilayah Terbangun, yaitu angka prosentase luas Zona atau blok peruntukan
yang terbangun terhadap luas Zona atau luas blok peruntukan seluruhnya di dalam suatu Zona
atau blok peruntukan yang direncanakan.
32. Lahan, yaitu bidang tanah untuk maksud pembangunan fisik.
33. Lantai Dasar (tapak bangunan), yaitu lantai bangunan yang menempel pada permukaan tanah.
34. Nomor blok peruntukkan, yaitu nomor yang diberikan pada setiap blok peruntukkan.
35. Penataan Bangunan, yaitu pedoman yang mengatur besaran petak lahan, koefisien dasar
bangunan, koefisien lantai bangunan, ketinggian bangunan, ruang luar bangunan, koefisien dasar
hijau, orientasi bangunan, serta ketentuan teknis bangunan.
36. Pengaturan Pemunduran dan Muka Bangunan (setbacks dan facade), yaitu keadaan untuk
mengatur posisi bangunan terhadap garis sempadan jalan (streetline).
37. Pengaturan Bangunan terhadap Cahaya, Matahari dan Angin, yaitu pengaturan bangunan
terhadap cahaya matahari dan arah angin bertiup yang melintasi ruang-ruang Zona.
38. Pembangunan, yaitu pelaksanaan operasi teknik bangunan, rekayasa bangunan, pertambangan
dan operasi lainnya, di dalam, pada, di atas atau di bawah lahan, atau pembuatan setiap
perubahan penting dalam penggunaan lahan, pemanfaatan bangunan dan pemanfaatan ruang
lainnya.
39. Pemanfaatan Ruang, yaitu rangkaian kegiatan pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan
ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan dalam RTRW.
40. Pemanfaatan Ruang Pelengkap, yaitu penggunaan lahan atau bangunan, atau sebagian dari
padanya, yang biasanya berhubungan dan/atau bergantung kepada suatu penggunaan utama lahan
atau bangunan yang berada pada persil atau perpetakan yang sama.

34
41. Penataan Ruang, yaitu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan (rencana tata) ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
42. Pengendalian Pemanfaatan Ruang, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan mekanisme perIzinan,
pengawasan dan penertiban agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
43. Perangkat Disinsentif, yaitu pengaturan yang bertujuan membatasi pertumbuhan atau
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan penataan ruang.
44. Perangkat Insentif, yaitu pengaturan yang bertujuan memberikan rangsangan terhadap kegiatan
seiring dengan penataan ruang.
45. Peran serta masyarakat, yaitu Berbagai kegiatan orang seorang, kelompok orang atau badan
hukum yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat untuk berminat
dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.
46. Peraturan Daerah, yaitu peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan
persetujuan bersama kepala daerah, sebagai instrumen aturan yang secara sah diberikan kepada
pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah.
47. Peraturan Kinerja, yaitu peraturan yang menyediakan berbagai ukuran serta kriteria kinerja
dalam memberikan panduannya, didasarkan pada kriteria/batasan tertentu sehingga perencana
lebih bebas berkreasi dan berinovasi.
48. Peraturan preskriptif, yaitu peraturan yang memberikan ketentuan-ketentuan yang dibuat
sangat ketat, rinci dan terukur sehingga mudah dan jelas untuk diterapkan serta kecil
kemungkinan terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaannya.
49. Peraturan Zonasi (Zoning Regulation), yaitu ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona,
pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan, dan prosedur pelaksanaan pembangunan.
50. Perizinan, yaitu upaya mengatur kegiatan-kegiatan yang memiliki peluang melanggar ketentuan
perencanaan dan pembangunan serta menimbulkan gangguan bagi kepentingan umum.
51. Persil, yaitu bidang lahan yang telah ditetapkan batas-batasnya sesuai dengan batas kepemilikan
lahan secara hukum/legal di dalam blok atau subblok.
52. Perubahan Pemanfaatan Ruang, yaitu pemanfaatan ruang yang berbeda dari penggunaan lahan
dalam RTRW dan peraturannya, yang ditetapkan dalam Peraturan Zonasi dan Peta Zonasi.
53. Peta Zonasi, yaitu peta yang berisi kode zonasi di atas blok dan subblok yang telah
didelineasikan sebelumnya.
54. Plot Plan, yaitu Suatu plot dari suatu bidang ruang/lahan, digambarkan dalam skala, yang
menunjukkan pengukuran aktual, meliputi ukuran dan lokasi dari semua bangunan atau
bangunan yang didirikan, lokasi lahan, hubungannya dengan pembatasan jalan, dan informasi
sejenis lainnya.
55. Prasarana, yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan
permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
56. Rancangan Peraturan Daerah, yaitu kerangka awal yang dipersiapkan untuk mengatasi
permasalahan yang hendak diselesaikan, yang akan ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
57. Rezoning, yaitu perubahan peta zoning yang mengubah keseluruhan peruntukkan/zonasi satu
blok atau subblok dari zonasi yang kurang intensif menjadi penggunaan yang lebih intensif
(Mandelker, 1993).
58. RDTR (Rencana Detail Tata Ruang), yaitu produk rencana tata ruang Zona dan/atau bagian
wilayah kabupaten/kota yang merupakan penjabaran lebih rinci dari RTRW kabupaten/kota ke
dalam rencana struktur dan alokasi penggunaan ruang sampai kepada blok peruntukan pada
tingkat kedalaman/ketelitian peta sekecil-kecilnya setara dengan skala 1: 25.000 pada wilayah
Kabupaten dan 1: 5.000 pada wilayah perkotaan.
59. RTRK (Rencana Teknik Ruang Zona), yaitu produk perencanaan tata ruang pada tingkat paling
rendah dengan tingkat kedalaman setara dengan peta skala 1:5000 s/d 1:1.000 yang menunjukan
bentuk pengaturan letak komponen-komponen ruang suatu Zona pada blok tertentu.

35
60. RTRW Kabupaten/ Kota, yaitu rencana tata ruang administratif kabupaten/kota yang
merupakan penjabaran dari RTRW Propinsi yang meliputi; tujuan pemanfaatan ruang, rencana
struktur dan pola pemanfaatan ruang, rencana umum tata ruang kabupaten/kota dan pedoman
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. RTRW ini disajikan dengan tingkat
kedalaman setara dengan tingkat ketelitian peta pada skala 1:50.000 sampai dengan 1:10.000,
berjangka waktu perencanaan 10 tahun.
61. RTRW Nasional, yaitu rencana tata ruang dalam wilayah administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang
wilayah negara. Rencana tata ruang ini mempunyai tingkat kedalaman setara dengan tingkat
ketelitian peta minimal pada skala 1:1.000.000 dan berjangka waktu perencanaan 25 tahun.
62. Ruang, yaitu wadah kehidupan yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya melakukan kegiatan dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
63. Spot Zoning, yaitu zoning-zoning kecil yang berlawanan dengan zoning yang telah ditentukan
atau penyimpangan dari rencana komprehensif (Master Plan), khususnya untuk setiap persil
lahan yang mendapat perlakuan khusus atau memiliki hak istimewa yang tidak sesuai dengan
kiasifikasi penggunaan lahan di sekitarnya tanpa suatu penilaian keadaan sekitarnya.
64. Standar, yaitu suatu spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan
konsensus semua pihak terkait, dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan,
keselamatan, lingkungan, perkembangan IPTEK, pengalaman, perkembangan masa kini dan
mendatang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
65. Standar kinerja, yaitu standar yang dirancang untuk menghasilkan solusi rancangan yang tidak
mengatur langkah penyelesaian secara spesifik
66. Standar kuantitatif, yaitu Standar yang menunjukkan aturan secara pasti, meliputi usuran
maksimum atau minimum yang diperlukan, biasanya mengacu pada kebutuhan minimum dan
dapat diperjelas dengan estándar desain.
67. Standar kualitatif, yaitu standar yang menetapkan ukuran kinerja dari suatu kegiatan dengan
menggunakan ukuran maksimum atau minimum.
68. Standar preskriptif, yaitu Standar yang memberikan ketentuan-ketentuan yang dibuat sangat
ketat, rinci dan terukur sehingga mudah dan jelas untuk diterapkan serta kecil kemungkinan
terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaannya.
69. Standar subyektif, yaitu standar yang menggunakan ukuran subyektif/deskriptif sebagai ukuran
kinerjanya.
70. Subblok Peruntukkan, yaitu pembagian peruntukkan dalam satu blok peruntukkan berdasarkan
perbedaan fungsi yang akan dikenakan.
71. Syarat, yaitu persyaratan teknis, administratif maupun legal/hukum yang ditentukan sebagai
pelengkap diprosesnya suatu permohonan pembangunan.
72. Tapak, yaitu bidang lahan dalam pandangan proyek tempat berdirinya bangunan saat ini,
maupun yang direncanakan, dapat terdiri dari satu atau lebih persil.
73. Tata Massa Bangunan, yaitu bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu
persil/tapak yang dikuasai.
74. Tata ruang, yaitu wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang wilayah yang mencakup Zona
lindung dan budidaya, baik direncanakan maupun tidak, yang menunjukkan hierarki dan
keterkaitanpemanfaatan ruang.
75. Teknik pengaturan zonasi, yaitu berbagai varian dari zoning konvensional yang dikembangkan
untuk memberikan keluwesan penerapan aturan zonasi.
76. Up-Zoning, yaitu perubahan kode zonasi ke hirarki yang lebih tinggi, atau ke tingkat yang lebih
makro dari yang ditetapkan dalam peta/peraturan zonasi (misalnya dari perdagangan ke
komersial/bisnis).

36
77. Variansi Penataan Ruang, yaitu kelonggaran/keluwesan yang diberikan untuk tidak mengikuti
aturan zonasi yang ditetapkan pada suatu persil tanpa perubahan berarti (signifikan) dari
peraturan zonasi yang ditetapkan.
78. Wilayah, yaitu kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan kondisi geografis.
79. Zona, yaitu Zona yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan dan/atau ketentuan
peruntukan yang spesifik
80. Zonasi, yaitu pembagian lingkungan kota ke dalam zona-zona dan menetapkan pengendalian
pemanfaatan ruang/memberlakukan ketentuan hukum yang berbeda-beda.

Bagian Kedua
Ruang Lingkup

Pasal 75
Kawasan Industri Maritim Bintan Timur meliputi sebagian wilayah administrasi Kecamatan Gunung
Kijang dan Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan dengan wilayah daratan seluas 1.137,649 Ha.

Pasal 76
Lingkup pengaturan peraturan zonasi meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a. Tujuan penyusunan peraturan zonasi
b. Penggunaan lahan dan bangunan meliputi penggunaan utama, penggunaan pelengkap,
penggunaan bersyarat, penggunaan dengan pengecualian khusus dan penggunaan yang dilarang;
c. Intensitas pemanfaatan ruang atau kepadatan pembangunan, meliputi KDB, KLD, KDH, atau
bangunan/Ha;
d. Tata massa bangunan, meliputi tinggi bangunan, garis sempadan bangunan, jarak antar bangunan,
luas minimum persil dan lain-lain;
e. Prasarana, ketentuan minimum eksterior serta standar-standarnya;
f. Ketentuan teknis lainnya, misalnya pengaturan tentang tata informasi, penggunaan lain
(Pedagang Kaki Lima), dan lain-lain.
g. Administrasi, meliputi kelembagaan dan prosedur perubahan pemanfaatan ruang.
h. Pengendalian, meliputi insentif dan disinsentif, perizinan, pengenaan sanksi.
i. Prosedur peran masyarakat.
Bagian Ketiga
Tujuan Penyusunan

Pasal 77
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kawasan Industri Maritim Bintan Timur disusun
dengan tujuan:
a. Sebagai perangkat pengendalian pembangunan
b. Sebagai pedoman penyusunan rencana yang lebih operasional
c. Sebagai panduan teknis pembangunan dan pemanfaatan lahan
d. Sebagai arahan bagi investor untuk melakukan kegiatan investasi

Bagian Keempat
ZONASI
37
Paragraf 1
ZONA DASAR

Pasal 78
Pasal 79 Zona dasar yaitu peruntukkan tanah zona/peruntukkan tanah dasar
yang masih memiliki sifatnya yang asli.
Pasal 80 Zona dasar terdiri dari zona utama dan zona spesifik

Pasal 81
Nomenklatur Zona dasar dibentuk oleh 2 penunjuk zona sebagaimana contoh berikut ini:

B1.1
ZONA UTAMA ZONA SPESIFIK
(Industri) (Industri Ringan Polutan)

Paragraf 2
ZONA UTAMA

Pasal 82
(1) Zona utama adalah dominasi pemanfaatan ruang untuk fungsi atau kegiatan utama yang
direncanakan.
(2) Zona utama pada kawasan Perencanaan terdiri dari Zona Perlindungan Setempat, Zona Industri,
Zona Perdagangan dan Jasa, Zona Perumahan, dan Zona Budidaya Lainnya.

Pasal 83
(1) Zona utama Perlindungan Setempat adalah zona lindung yang diarahkan untuk menjaga
kelestarian di dalam zona tersebut, yang meliputi zona sempadan pantai, zona sempadan sungai,
kawasan sekitar danau/waduk, dan sekitar mata air
(2) Tujuan Zona utama Perlindungan Setempat adalah:
a. Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan
b. Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan dalam suatu
kawasan
c. Meningkatkan kualitas lingkungan kawasan yang sehat, indah, bersih dan nyaman

Pasal 84
(1) Zona utama Industri adalah suatu kawasan/bentang lahan yang diperuntukkan bagi
pengembangan kegiatan industri sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kawasan.
(2) Tujuan Zona Industri adalah:

38
a. Menyediakan ruangan bagi kegiatan-kegiatan produksi suatu barang yang mempunyai nilai
lebih untuk penggunannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan yang
berkaitan dengan lapangan kerja perekonomian lainnya
b. Memberikan kemudahan pertumbuhan industri baru dengan mengendalikan pembangunan
lainnya, untuk menjaga keserasian lingkungan sehingga mobilitas antar ruang tetap terjamin
serta terkendalinya kualitas lingkungan

Pasal 85
(1) Zona Dasar Peruntukkan Perdagangan dan Jasa adalah peruntukkan tanah yang merupakan
bagian dari kawasan budi-daya difungsikan untuk pengembangan kegiatan pelayanan
pemerintahan, fasilitas umum, tempat bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan dan rekreasi.
(2) Tujuan Zona Peruntukkan Perdagangan dan Jasa adalah:
a. Menyediakan lahan untuk menampung tenaga kerja, dalam wadah berupa perkantoran,
pertokoan, jasa, rekreasi dan pelayanan masyarakat;
b. Menyediakan ruang yang cukup bagi penempatan kelengkapan dasar fisik berupa sarana-
sarana penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan
ekonomi, sosial, dan budaya dapat berfungsi sebagaimana mestinya;
c. Menyediakan ruang yang cukup bagi sarana-sarana umum, terutama untuk melayani
kegiatan-kegiatan produksi dan distribusi, yang diharapkan dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah.

Pasal 86
(1) Zona Dasar Peruntukkan Permukiman adalah peruntukkan tanah yang yang terdiri dari
kelompok rumah tinggal yang mewadahi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
dilengkapi dengan fasilitasnya.
(2) Tujuan Zona Peruntukkan Permukiman adalah:
a. Menyediakan lahan untuk pengembangan hunian dengan kepadatan yang bervariasi;
d. Mengakomodasi bermacam tipe hunian dalam rangka mendorong penyediaan hunian bagi
semua lapisan masyarakat;
e. Merefleksikan pola-pola pengembangan yang diinginkan masyarakat pada lingkungan-
lingkungan hunian yang ada dan untuk masa yang akan datang.

Pasal 87
(1) Zona Dasar Budidaya Lainnya adalah peruntukkan tanah dengan fungsi utama untuk budidaya
lain atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya
buatan.
(2) Tujuan Zona Budidaya Lainnya adalah:
a. Untuk menyediakan ruang bagi pengembangan sektor ekonomi dan sosial budaya;
b. Untuk menyediakan ruang bagi pengembangan kegiatan pendukung zona industri.

Paragraf 3
ZONA SPESIFIK

Pasal 88
Zona spesifik adalah Zona Utama yang telah diberikan karakter-karakter tertentu sehingga memiliki
sifat-sifat pembatasan ataupun keleluasaan tertentu.

39
Pasal 89
Zona spesifik Perlindungan Setempat terdiri dari:
a. Zona sempadan pantai (L2.1) yaitu kawasan yang dialokasikan untuk memberikan perlindungan
kawasan pantai dari kegiatan yang mengganggu
b. Zona sempadan sungai (L2.2) yaitu kawasan yang dialokasikan untuk memberikan perlindungan
kawasan sungai dari kegiatan yang mengganggu
c. Zona RTH Sabuk Hijau (L2.5) yaitu RTH yang memiliki tujuan utama untuk membatasi
perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya
agar tidak saling mengganggu
d. Zona RTH Hutan Kota (L2.6) yaitu suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang
kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang
ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang
e. Zona RTH Taman dan Taman Kota (L2.7), yaitu lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik
sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat masing-masing seperti
pada kota yaitu Taman Kota
f. Zona RTH Jalur Hijau Jalan (L2.8) yaitu jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya
yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan
(RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman
yang pada umumnya berwarna hijau.

Pasal 90
Zona spesifik industry terdiri dari:
a. Zona industri ringan non polutan (B1.1) yaitu usaha pembuatan barang-barang yang
bahannya dari kertas, kayu, rotan, dan sebagainya namun bukan dari besi atau baja, yang tidak
menghasilkan polutan.
b. Zona industri ringan polutan (B1.2) yaitu usaha pembuatan barang-barang yang bahannya dari
kertas, kayu, rotan, dan sebagainya namun bukan dari besi atau baja, yang menghasilkan
polutan.
c. Zona industri berat polutan (B1.3) yaitu industri yang seluruhnya menggunakan tenaga mesin
berukuran besar, seperti pabrik besi dan baja yang menghasilkan polutan baik ringan, sedang
maupun berat.

Pasal 91
Zona spesifik perdagangan dan jasa terdiri dari:
a. Zona perdagangan dan jasa local (B3.1) yaitu kawasan tempat pemusatan kegiatan
perdagangan dan jasa yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang berskala
pelayanan lokal.
b. Zona perdagangan dan jasa internasional (B3.3) yaitu kawasan tempat pemusatan
kegiatan perdagangan dan jasa yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang berskala
pelayanan internasional.

Pasal 92
Zona spesifik perumahan terdiri dari zona perumahan intensitas tinggi (B4.3) yaitu
kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dengan
intensitas kepadatan penduduk tinggi yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan yang
memiliki jarak yang dekat antara satu rumah dengan rumah yang lainnya atau ke arah vertikal.

40
Pasal 93
Zona spesifik budidaya lain terdiri dari:
a. zona sarana umum dan sosial (B5.3) yaitu ruang untuk melaksanakan kegiatan pelayanan umum
dan pelayanan social, seperti: sarana pendidikan, peribadatan, kesehatan, niaga, olahraga dan
rekreasi serta sarana social budaya lainnya.
b. zona pelabuhan laut (B5.5) yaitu ruang berupa tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat
barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan
intra-dan antarmoda transportasi.
c. zona prasarana kelistrikan (B5.8) yaitu ruang bagi prasarana untuk menghasilkan dan
mendistribusikan energi listrik
d. zona prasarana penyediaan air bersih (B5.9) yaitu ruang bagi prasarana untuk menghasilkan dan
mendistribusikan air bersih
e. zona prasarana pengolahan limbah (B5.10) yaitu ruang bagi prasarana untuk pengurangan
pencemar pada limbah
f. zona pengawasan pabean (B5.11) yaitu ruang yang digunakan sebagai kegiatan pemeriksaan
barang yang masuk dalam kawasan industri

Paragraf 4
PAKET PERATURAN PENGGUNAAN

Pasal 94
(1) Paket peraturan penggunaan menunjukkan kategori zona dasar dengan seperangkat peraturan
penggunaan. Aturan tentang penggunaan-penggunaan ditetapka dalam suatu matriks yang
dinamakan Matriks peraturan penggunaan. Dalampembentukkan matriks tersebut disusun
kategori dan sub kategori penggunaan padabaris-barisnya dan paket-paket penggunaan sebagai
zona dasar pada kolom kolomnya.Boleh tidaknya suatu penggunaan berada pada suatu paket
penggunaan atau pada zona dasar tertentu, ditunjukkan dengan 4 indikator,yaitu:
“I” : dizinkan tanpa syarat
“T” : diizinkan secara terbatas
“B” : dizinkan dengan syarat, memperoleh izin pengunaan bersyarat
“—“ : sama sekali tidak dizinkan
(2) Matriks peraturan penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur pada pasal 106 sampai
111 tentang matriks peraturan penggunaan.

Pasal 95
Paket peraturan penggunaan terdiri dari:
a. zona industri hanya boleh digunakan untuk kegiatan sebagaimana daftar
pada table pasal 103
b. zona perdagangan dan jasa hanya boleh digunakan untuk kegiatan sebagaimana
daftar pada table pasal 104
c. zona perumahan hanya boleh digunakan untuk kegiatan sebagaimana daftar
pada table pasal 105

41
d. zona budidaya lain hanya boleh digunakan untuk kegiatan sebagaimana daftar
pada table pasal 106

Paragraf 5
PAKET PERATURAN PEMBANGUNAN

Pasal 96
Paket peraturan pembangunan mengindikasikan besaran ruang atau cakupan dari zona-zona dasar
dengan mengambil salah satu atau beberapa dari ketentuan-ketentuan pembangunan yang paling
mewakili.
Pasal 97
(1) Paket peraturan pembangunan zona dasar industri meliputi peraturan pembangunan untuk:
a. Zona industri ringan non polutan (B1.1) yaitu: luas persil minimum 15.000
m2 KDB Maks 60%
b. Zona industri ringan polutan (B1.2) yaitu: luas persil minimum 15.000 m2
KDB Maks 60%
c. Zona industri berat polutan (B1.3) yaitu: luas persil minimum 30.000 m2
KDB Maks 60%
(2) Peraturan selengkapnya zona industry adalah sebagaimana pada table B.1.

Pasal 98
(1) Paket peraturan pembangunan zona dasar perdagangan dan jasa meliputi peraturan pembangunan
untuk:
a. Zona perdagangan dan jasa local (B3.1) yaitu: luas persil
minimum.........KDB Maks.....
b. Zona perdagangan dan jasa internasional (B3.3) yaitu: luas persil
minimum.........KDB Maks.....
(2) Peraturan selengkapnya zona industry adalah sebagaimana pada table B.3.

Pasal 99
(1) Paket peraturan pembangunan zona dasar perumahan meliputi peraturan pembangunan untuk
zona perumahan intensitas tinggi (B4.3) yaitu: luas persil minimum.........KDB
Maks.....
(2) Peraturan selengkapnya zona industry adalah sebagaimana pada table B.4.

Pasal 100
(1) Paket peraturan pembangunan zona dasar budidaya lain meliputi peraturan pembangunan untuk:
a. zona sarana umum dan sosial (B5.3) yaitu: luas persil minimum.........KDB
Maks.....
b. zona pelabuhan laut (B5.5) yaitu: luas persil minimum.........KDB Maks.....
c. zona prasarana kelistrikan (B5.8) yaitu: luas persil minimum.........KDB Maks.....
d. zona prasarana penyediaan air bersih (B5.9) yaitu: luas persil minimum.........KDB
Maks.....
42
e. zona prasarana pengolahan limbah (B5.10) yaitu: luas persil minimum.........KDB
Maks.....
f. zona pengawasan pabean (B5.11) yaitu: luas persil minimum.........KDB Maks.....
(2) Peraturan selengkapnya zona industry adalah sebagaimana pada table B.5.

43
Tabel B.1 Matriks Peraturan Pembangunan Zona Industri

PENUNJUK ZONA
DASAR PERUNTUKKAN INDUSTRI
KETENTUAN TEKNIS SPESIFIK B1.1 B1.2 B1.3
Tunggal Tunggal Tunggal
TEKNIS Tunggal Kecil Sedang Tunggal Kecil Sedang Tunggal Besar Sedang Tunggal Besar
Dimensi Perpetakan
Luas Perpetakan Min (m²) 15000 30000 15000 30000 45000 30000 45000
Lebar Perpetakan Min (m) 100 120 100 120 150 120 150
Tinggi Bangunan Maks per Lantai (m) 8 8 8 8 8 8 8
Jumlah Lantai Bangunan Maks 3 3 3 3 3 3 3
Persyaratan Jarak Bebas
1/2 ROW jalan 1/2 ROW jalan 1/2 ROW jalan 1/2 ROW jalan 1/2 ROW jalan 1/2 ROW jalan 1/2 ROW jalan
Garis Sempadan Depan Bangunan (m)
depan depan depan depan depan depan depan
1 X Tinggi 1 X Tinggi 1 X Tinggi 1 X Tinggi 1 X Tinggi 1 X Tinggi 1 X Tinggi
Garis Sempadan Samping Bangunan (m) Lantai Lantai Lantai Lantai Lantai Lantai Lantai
Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan
1 X Tinggi 1 X Tinggi 1 X Tinggi 1 X Tinggi 1 X Tinggi 1 X Tinggi 1 X Tinggi
Garis Sempadan Belakang Bangunan (m) Lantai Lantai Lantai Lantai Lantai Lantai Lantai
Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan
Koefisien Dasar Bangunan maks (%) 60 60 60 60 60 60 60
Koefisien Lantai Bangunan maks (%) 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8
Koefisien Dasar Hijau min (%) 20 20 20 20 20 20 20

44
Tabel B.3 Matriks Peraturan Pembangunan Zona Perdagangan dan Jasa

45
Tabel B.4 Matriks Peraturan Pembangunan Zona Perumahan

46
Tabel B.5 Matriks Peraturan Pembangunan Zona Budidaya Lain

47
Paragraf 6
PERATURAN PENGGUNAAN
KATEGORI DAN SUB KATEGORI PENGGUNAAN

Pasal 101
(1) Suatu penggunaan dapat diidentifikasikan termasuk pada suatu kelompok kategori penggunaan
dan subkategori penggunaan, didasarkan pada deskripsi pasal 123 dan kebutuhan-kebutuhan
fasilitas serta karakteristik pengoperasian penggunaan termasuk jenis penggunaan, intensitas
penggunaan, dan karakteristik pengembangannnya. Matriks Peraturan Penggunan pada setiap
zona dasar dapat digunakan untuk menetapkan pada zona dasar mana penggunaan diizinkan;
(2) Jika suatu penggunaan tertentu sesuai dengan deskripsi lebih dari satu subkategori, maka
subkatergori yang paling mempunyai hubungan langsung dengan penggunaan tertentu itulah
yang berlaku. Dinas tata kota dapat mengidentifikasi kategori dan subkategori penggunaan atas
permintaan dari seoran pemohon atau pemilik suatu properti;
(3) Jika pemohon atau pemilik property menolak ketetapan Dinas tata kota, Dinas tata kota dapat
mempersiapkan pertanyaan dari kategori dan sub-kategori penggunaan yang sesuai untuk
penggunaan tertentu tersebut dalam agenda Komisi Perencanaan. Dinas tata kota dapat
mengemukakan faktor-faktor yang digunakan dalam menetapkan penggunaan dan posisi
pemohon atau pemilik properti dimaksud. Komisi Perencanaan dapat merekomendasikan kepada
Dinas tata kota penafsiran dari kategori dan subkategori yang sesuai/cocok dengan penggunaan
tertentu tersebut;
(4) Jika suatu kategori dan subkategori penggunaan yagn sesuai tidak dapat ditentukan utuk suatu
penggunaan tertentu dengan merujuk pada Tabel Peraturan Penggunaan, maka dapat diusulkan
perubahan pada Tabel Peraturan Penggunaan, yang dapat dilakuakn sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

Pasal 102
Dalam rangka penetapan pemberlakuan peraturan pembangunan, kategori penggunaan dapat
dikelompokkan sesuai dengan hal-hal sebagai berikut :
a. Setiap penggunaan di dalam kategori penggunaan hunian termasuk penggunaan hunian atau
pengembangan hunian;
b. Setiap penggunaan di dalam kategori penggunaan industri pengolahan termasuk penggunaan
industri pengolahan atau pengembangan industri pengolahan;
c. Setiap penggunaan di dalam kategori penggunaan listrik, gas dan air termasuk penggunaan
komersial atau pengembangan listrik, gas dan air;
d. Setiap penggunaan di dalam kategori penggunaan konstruksi termasuk penggunaan konstruksi
dan pengembangan konstruksi;
e. Setiap penggunaan di dalam kategori penggunaan perdagangan besar dan eceran termasuk
penggunaan perdagangan besar dan eceran atau pengembangan perdagangan besar dan eceran.
f. Setiap penggunaan di dalam kategori penggunaan penyediaan akomodasi dan penyediaan
makanan minuman termasuk penggunaan penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan
minuman atau pengembangan penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan minuman.
g. Setiap penggunaan di dalam kategori penggunaan transportasi, pergudangan dan komunikasi
termasuk penggunaan transportasi, pergudangan dan komunikasi atau pengembangan
transportasi, pergudangan dan komunikasi.
h. Setiap penggunaan di dalam kategori penggunaan perantara keuangan termasuk penggunaan
perantara keuangan atau pengembangan perantara keuangan.
i. Setiap penggunaan di dalam kategori penggunaan usaha persewaan dan jasa perusahaan termasuk
penggunaan usaha persewaan dan jasa perusahaan atau pengembangan usaha persewaan dan jasa
perusahaan.
j. Setiap penggunaan di dalam kategori penggunaan administrasi pemerintahan, pertahanan, dan
jaminan sosial wajib termasuk penggunaan administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan
sosial wajib atau pengembangan administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial
wajib.
48
k. Setiap penggunaan di dalam kategori penggunaan jasa kesehatan dan kegiatan sosial termasuk
penggunaan jasa kesehatan dan kegiatan sosial atau pengembangan jasa kesehatan dan kegiatan
sosial.
l. Setiap penggunaan di dalam kategori penggunaan jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan
lainnya termasuk penggunaan jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan atau pengembangan
jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan lainnya.
m. Setiap penggunaan di dalam kategori penggunaan badan internasional dan badan ekstra
internasional lainnya termasuk penggunaan badan internasional dan badan ekstra internasional
atau pengembangan badan internasional dan badan ekstra internasional.
n. Setiap penggunaan di dalam kategori penggunaan ruang terbuka termasuk penggunaan ruang
terbuka atau pengembangan ruang terbuka.

Pasal 103
(1) Berikut adalah deskripsi setiap kategori dan subkategori yang terdapat dalam Tabel Pengaturan
Penggunaan pada setiap zona dasar. Deskripsi ini dapat digunakan untuk mengklasifikasikan
penggunaan- penggunaan spesifik ke dalam subkategori penggunaan dengan maksud untuk
menetapkan peraturan-peraturan penggunaan yang dapat diaplikasikan, sesuai dengan Pasal 121.
Suatu deskripsi dari penggunaan dengan peraturan terpisah terdapat pada ayat (b) pasal ini.
(2) Kategori Penggunaan Hunian
Kategori ini terdiri dari penggunaan-penggunaan yang menyediakan fasilitas akomodasi untuk
satu orang atau lebih. Subkategori hunian terdiri dari :
a) Akomodasi Hunian Bersama, adalah hunian di mana beberapa unit hunian secara bersama-
sama menggunakan fasilitas kebutuhan hidup termasuk penyediaan makan dan layanan
lainnya.
b) Multi Hunian, adalah hunian di mana lebih dari satu unit hunian berada pada satu
perpetakan. Multi Hunian tidak termasuk penggunaan-penggunaan yang dibolehkan pada
Hunian Tunggal.
c) Hunian Tunggal, adalah hunian di mana tidak lebih dari satu unit hunian berada pada satu
perpetakan, biasanya terpisah (detached), dan ditempati oleh hanya satu unit rumah tangga
tunggul.
d) Asrama atau Rumah Dinas Karyawan, adalah bangunan baik tunggal, kopel, deret atau susun
yang digunakan sebagai hunian sementara bagi para pekerja atau karyawan.
(3) Kategori Penggunaan Industri Pengolahan
Kategori ini terdiri dari penggunaan-penggunaan yang meliputi berbagai jenis industri.
Subkategori penggunaan industri pengolahan terdiri dari :
a) Industri makanan dan minuman, yang terdiri dari pengolahan dan pengawetan daging, ikan,
buah-buahan, sayuran, minyak dan lemak, industri susu dan makanan dari susu, industri
penggilingan padi-padian, tepung, dan pakan ternak, industri makanan lainnya, dan industri
minuman
b) Industri pengolahan tembakau yang terdiri dari industri pengeringan dan pengolahan
tembakau, industri rokok kretek, industri rokok putih, industri rokok lainnya, dan industri
bumbu rokok dan kelengkapan rokok lainnya.
c) Industri tekstil yang terdiri dari industri pemintalan, pertenunan, pengolahan akhir tekstil,
industri barang jadi tekstil dan permadani, industri perajutan dan industri kapuk
d) Industri pakaian jadi yang terdiri dari industri pakaian jadi dari tekstil, kecuali pakaian jadi
berbulu, dan industri pakaian jadi/barang jadi dari kulit berbulu dan pencelupan bulu.
e) Industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki yang terdiri dari industri kulit dan barang dari
kulit (termasuk kulit buatan) dan industri alas kaki
f) Industri kayu, barang-barang dari kayu (tidak termasuk furnitur), dan barang-barang
anyaman dari rotan, bambu, dan sejenisnya yang terdiri dari industri penggergajian dan
pengawetan kayu, rotan, bambu dan sejenisnya dan industri barang-barang dari kayu,
barang-barang anyaman dari rotan, bambu, dan sejenisnya
g) Industri kertas, barang dari kertas, dan sejenisnya yang terdiri dari industri bubur kertas
(pulp), kertas dan karton/paper board, industri kemasan dan kotak dari kertas dan karton, dan
industri barang dari kertas dan karton yang tidak diklasifikasikan di tempat lain

49
h) Industri penerbitan, percetakan, dan reproduksi media rekaman yang terdiri dari industri
penerbitan, industri percetakan dan kegiatan yang berkaitan dengan pencetakan (termasuk
fotokopi), dan reproduksi media rekaman, film, dan video
i) Industri batu bara, pengilangan minyak bumi dan pengolahan gas bumi, barang-barang dari
hasil pengilangan minyak bumi, dan bahan bakar nuklir yang terdiri dari industri barang-
barang dari batu bara, industri pengilangan minyak bumi, pengolahan gas bumi, dan industri
barang-barang dari hasil pengilangan minyak bumi, dan pengolahan bahan bakar nuklir
(nuclear fuel)
j) Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia yang terdiri dari industri bahan kimia
industri, industri barang-barang kimia lainnya, dan industri serat lainnya
k) Industri karet, barang dari karet, dan barang dari plastik yang terdiri dari industri karet dan
barang dari karet dan industri barang dari plastik
l) Industri barang galian bukan logam yang terdiri dari industri gelas dan barang dari gelas,
industri barang-barang dari porselin, industri pengolahan tanah liat, industri semen, kapur
dan gips, serta barang-barang dari semen dan kapur, industri barang-barang dari batu,
industri barang-barang dari asbes, dan industri barang-barang galian bukan logam lainnya
m) Industri logam dasar yang terdiri dari industri logam dasar besi dan baja, industri logam
dasar bukan besi, dan industri pengecoran logam
n) Industri barang dari logam, kecali mesin dan peralatannya yang terdiri dari industri barang-
barang logam siap pasang untuk bangunan, pembuatan tangki, dan generator uap dan
industri barang logam lainnya, dan kegiatan jasa pembuatan barang-barang dari logam
o) Industri mesin dan perlengkapannya yang terdiri dari industri mesin-mesin umum, industri
mesin-mesin untuk keperluan khusus, dan industri peralatan rumah tangga yang tidak
diklasifikasikan di tempat lain
p) Industri mesin dan peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data yang terdiri dari industri
mesin kantor dan akuntansi manual, industri mesin kantor dan akuntansi elektrik, industri
mesin kantor, komputasi dan akuntansi elektrik, dan industri mesin fotocopy
q) Industri mesin listrik lainnya dan perlengkapannya yang terdiri dari industri motor listrik,
generator, dan transformator, industri peralatan pengontrol dan pendistribusian listrik,
industri kabel listrik dan telepon, industri akumulator listrik dan batu baterai, industri bola
lampu pijar dan lampu penerangan dan industri peralatan listrik yang tidak diklasifikasikan
ditempat lain
r) Industri radio, televisi, dan peralatan komunikasi serta perlengkapannya yang terdiri dari
industri tabung dan katup elektronik serta komponen elektronik lainnya, industri alat
transmisi komunikasi, dan industri radio, televisi, alat-alat rekaman suara dan gambar, dan
sejenisnya
s) Industri peralatan kedokteran, alat-alat ukur, peralatan navigasi, peralatan optik, jam dan
lonceng yang terdiri dari industri peralatan kedokteran dan peralatan untuk mengukur,
memeriksa, menguji, dan bagian lainnya kecuai alat-alat optic, industri instrumen optik dan
peralatan fotografi, dan industri jam, lonceng, dan sejenisnya
t) Industri kendaraan bermotor yang terdiri dari industri kendaraan bermotor roda empat atau
lebih, industri karoseri kendaraan bermotor roda empat atau lebih, dan industri perlengkapan
dan komponen kendaraan bermotor roda empat atau lebih
u) Industri alat angkutan, selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang terdiri dari
industri pembuatan dan perbaikan kapal dan perahu, industri kereta api, bagian-bagian dan
perlengkapannya, serta perbaikan kereta api, industri pesawat terbang dan perlengkapannya
serta perbaikan pesawat terbang, dan industri alat angkut lainnya
v) Industri furnitur dan industri pengolahan lainnya yang terdiri dari industri furnitur dan
industri pengolahan lainnya
w) Daur ulang yang terdiri dari daur ulang barang-barang logam dan daur ulang barang-barang
bukan logam
(4) Kategori Penggunaan Listrik, Gas Dan Air
Kategori ini terdiri dari penggunaan-penggunaan fasilitas-fasilitas dasar untuk pemenuhan
kebutuhan prasarana kawasan. Subkategori penggunaan listrik, gas dan air terdiri dari :
a) Listrik, gas, uap, dan air panas yang terdiri dari ketenagalistrikan, gas, dan uap dan air panas
b) Pengadaan dan penyaluran air yang terdiri dari pengadaan, penjernihan dan penyaluran air
bersih, pengadaan dan penyaluran air baku, dan jasa penunjang pengadaan dan penyaluran
air bersih
50
(5) Kategori Penggunaan Konstruksi
Kategori ini terdiri dari penggunaan-penggunaan yang berkaitan dengan usaha membangun
gedung-gedung dan sarana. Subkategori penggunaan konstruksi terdiri dari :
a) Penyiapan lahan yang terdiri dari usaha penyiapan lahan untuk jalan raya, pekerjaan gedung,
pekerjaan sipil pertanian, perhubungan, dan penyiapan lahan lainnya.
b) Konstruksi gedung dan bangunan sipil yang terdiri dari konstruksi gedung, konstruksi
bangunan sipil, konstruksi bangunan elektrikal dan komunikasi, dan konstruksi khusus
c) Instalasi gedung dan bangunan sipil yang terdiri dari instalasi gedung dan instalasi bangunan
sipil
d) Penyelesaian konstruksi gedung yang terdiri dari pengerjaan pemasangan kaca dan
aluminium, pengerjaan lantai, dinding, peralatan saniter dan plafon, pengecatan, dekorasi
interior dan eksterior, dan penyelesaian konstruksi gedung lainnya
e) Penyewaan alat konstruksi atau peralatan pembongkaran/penghancuran bangunan dengan
operatornya
(6) Kategori Perdagangan Besar Dan Eceran
Kategori ini terdiri dari penggunaan-penggunaan yang meliputi penjualan, peminjaman atau
penyewaan, barang-barang baru atau bekas kepada masyarakat luas. Subkategori penggunaan
perdagangan besar dan eceran terdiri dari :
a) Penjualan mobil, sepeda motor, dan penjualan eceran bahan bakar kendaraan yang terdiri
dari penjualan mobil, penjualan suku cadang dan aksesoris mobil, penjualan sepeda motor
serta suku cadang dan aksesorisnya, dan perdagangan eceran bahan bakar kendaraan
b) Perdagangan besar dalam negeri selain ekspor dan impor (kecuali perdagangan mobil dan
sepeda motor) yang terdiri dari perdagangan besar berdasarkan balas jasa (fee) atau kontrak,
perdagangan besar dalam negeri hasil pertanian, binatang hidup, makanan, minuman, dan
tembakau, perdagangan besar barang-barang keperluan rumah tangga, perdagangan besar
produk antara bukan hasil pertanian, barang-barang bekas dan sisa-sisa tidak terpakai
(scrap), perdagangan besar mesin-mesin, suku cadang dan perlengkapannya, dan
perdagangan besar lainnya
c) Perdagangan eceran, kecuali mobil dan sepeda motor yang terdiri dari perdagangan eceran
berbagai macam barang, perdagangan eceran komoditi makanan, minuman, atau tembakau,
perdagangan eceran komoditi bukan makanan, minuman, atau tembakau, perdagangan
eceran barang bekas, perdagangan eceran kaki lima, perdagangan eceran kaki lima lainnya,
dan perdagangan eceran lainnya
d) Perdagangan ekspor, kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor yang terdiri dari
perdagangan ekspor berdasarkan balas jasa (fee) atau kontrak, perdagangan ekspor bahan
baku hasil pertanian, binatang hidup, makanan, minuman, dan tembakau, perdagangan
ekspor barang-barang keperluan rumah tangga, perdagangan ekspor produk antara bukan
hasil pertanian, barang-barang bekas dan sisa-sisa tidak terpakai (scrap), perdagangan
ekspor mesin-mesin, suku cadang dan perlengkapannya, dan perdagangan ekspor lainnya
e) Perdagangan impor, kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor yang terdiri dari
perdagangan impor berdasarkan balas jasa (fee) atau kontrak, perdagangan impor bahan
baku hasil pertanian, binatang hidup, makanan, minuman, dan tembakau, perdagangan impor
barang-barang keperluan rumah tangga, perdagangan impor produk antara bukan hasil
pertanian, barang-barang bekas dan sisa-sisa tidak terpakai (scrap), perdagangan impor
mesin-mesin, suku cadang dan perlengkapannya, dan perdagangan impor lainnya
(7) Kategori Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makanan dan Minuman
Kategori ini terdiri dari penggunaan-penggunaan yang menyediakan pelayanan konsumen atau
bisnis, untuk kegiatan penginapan dan jasa boga. Subkategori penggunaan penyediaan akomodasi
dan penyediaan makanan dan minuman terdiri dari :
a) Penyediaan akomodasi yang terdiri dari hotel berbintang, hotel melati, penginapan remaja
(youth hostel), pondok wisata (home stay), bumi perkemahan, persinggahan karavan, dan
jasa akomodasi lainnya
b) Restoran/rumah makan, bar dan jasa boga yang terdiri dari restoran/rumah makan, warung
makan, bar, kedai makanan dan minuman, penjual makanan dan minuman keliling/tempat
tidak tetap, dan jasa boga (catering)
(8) Kategori Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi

51
Kategori ini terdiri dari penggunaan-penggunaan yang menyediakan pelayanan terhadap
kebutuhan sarana yang menghubungkan satu tempat dengan lainnya dan aliran informasi.
Subkategori penggunaan transportas, pergudangan dan komunikasi terdiri dari :
a) Angkutan darat dan angkutan dengan saluran pipa yang terdiri dari angkutan jalan rel,
angkutan jalan, dan angkutan dengan saluran pipa.
b) Angkutan air yang terdiri dari angkutan laut dan angkutan sungai danau dan penyeberangan
c) Angkutan udara yang terdiri dari angkutan udara berjadwal, angkutan udara tidak berjadwal,
dan angkutan udara khusus
d) Jasa penunjang dan pelengkap kegiatan angkutan, dan jasa perjalanan wisata yang terdiri
dari jasa pelayanan bongkar muat barang, pergudangan, jasa cold storage, dan jasa wilayah
berikat, jasa penunjang kecuali jasa bongkar muat dan pergudangan, jasa perjalanan wisata,
jasa pengiriman dan pengepakan, dan jasa penunjang angkutan lainnya yang tidak
diklasifikasikan ditempat lain
e) Pos dan telekomunikasi yang terdiri dari pos nasional, unit pelayanan pos dan jasa kurir,
jaringan telekomunikasi, jasa telekomunikasi, dan telekomunikasi khusus
(9) Kategori Perantara Keuangan
Kategori ini terdiri dari penggunaan-penggunaan yang memberikan pelayanan simpan pinjam
uang, jasa asuransi dan jasa perbankan lainnya. Subkategori penggunaan perantara keuangan
terdiri dari :
a) Perantara keuangan kecuali asuransi dan dana pensiun yang terdiri dari perantara moneter
(perbankan) dan perantara keuangan lainnya
b) Asuransi dan dana pensiun yang terdiri dari asuransi jiwa, dana pensiun, dan asuransi non
jiwa
c) Jasa penunjang perantara keuangan yang terdiri dari administrasi pasar modal, jasa yang
berkaitan dengan efek, jasa perantara keuangan yang menunjang kegiatan administrasi pasar
modal dan jasa yang berkaitan dengan efek, jasa penunjang keuangan lainnya, dan jasa
penunjang asuransi dan dana pension
(10) Kategori Usaha Persewaaan dan Jasa Perusahaan
Kategori ini terdiri dari penggunaan-penggunaan yang memberikan pelayanan jasa terhadap
operasionalisasi perusahaan dan pengembangan teknologi. Subkategori penggunaan usaha
persewaan dan jasa perusahaan terdiri dari :
a) Jasa persewaan mesin dan peralatannya (tanpa operator), barang-barang keperluan rumah
tangga dan pribadi yang terdiri dari persewaan alat-alat transportasi, persewaan mesin
lainnya dan peralatannya, dan persewaan barang-barang keperluan rumah tangga dan
pribadi yang tidak dklasifikasikan ditempat lain
b) Jasa komputer dan kegiatan yang terkait yang terdiri dari jasa konsultasi piranti keras, jasa
konsultasi piranti lunak, pengolahan data, jasa kegiatan data base, perawatan dan reparasi
mesin-mesin kantor, akuntansi dan komputer, dan kegiatan lain yang berkaitan dengan
komputer
c) Penelitian dan pengembangan yang terdiri dari penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan alam dan teknologi dan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sosial
dan humaniora
d) Jasa perusahaan lainnya yang terdiri dari jasa hukum, akuntansi dan pembukuan, konsultasi
pajak, penelitian pasar, dan konsultasi bisnis dan manajemen, jasa konsultasi arsitek,
kegiatan teknik dan rekayasa, serta analisis dan testing, jasa periklanan, dan jasa perusahaan
lainnya yang tidak dklasifikasikan di tempat lain
(11) Kategori Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Kategori ini terdiri dari penggunaan-penggunaan pada kegiatan birokrasi dan administrasi
pemerintah daerah. Subkategori penggunaan administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan
sosial terdiri dari :
a) Administrasi Pemerintahan, dan Kebijaksanaan Ekonomi dan Sosial yang terdiri dari
Kegiatan Pemerintahan Umum, Pembinaan Kesehatan, Pendidikan, Kebudayaan dan
Pelayanan Sosial, Kecuali Jaminan Sosial Wajib, Kegiatan Lembaga Pemerintah untuk
Menciptakan Efisiensi Produksi dan Bisnis, dan Lembaga Pemerintah Non Departemen
dengan Tugas Khusus
b) Hubungan Luar Negeri, Pertahanan dan Keamanan yang terdiri dari Hubungan Luar
Negeri, Pertahanan dan Keamanan dan Ketertiban dan Lembaga Peradilan

52
c) Jaminan Sosial Wajib
(12) Kategori Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Kategori ini terdiri dari penggunaan-penggunaan yang memfokuskan pada kesehatan manusia
baik secara fisik maupun mental. Subkategori penggunaan jasa kesehatan dan kegiatan sosial
terdiri dari :
a) Jasa kesehatan manusia yang terdiri dari jasa rumah sakit, praktek dokter dan dokter gigi,
dan jasa pelayanan kesehatan lainnya
b) Jasa kesehatan hewan yang merupakan jasa kesehatan hewan
c) Jasa kegiatan sosial yang terdiri dari jasa kegiatan sosial di dalam panti dan jasa kegiatan
sosial di luar panti
(13) Kategori Jasa Kemasyarakatan, Sosial, Budaya, dan Perorangan Lainnya
Kategori ini terdiri dari penggunaan-penggunaan untuk hiburan, rekreasi, olahraga dan
bersosialisasi antara satu manusia dengan yang lainnya. Subkategori penggunaan jasa
kemasyarakatan, sosial, budaya, dan perorangan lainnya terdiri dari :
a) Kebersihan yang terdiri dari jasa kebersihan pemerintah dan jasa kebersihan swasta
b) Kegiatan organisasi yang tidak diklasifikasikan di tempat lain yang terdiri dari organisasi
bisnis, pengusaha dan profesional, organisasi buruh dan organisasi lainnya
c) Jasa rekreasi, kebudayaan, dan olah raga yang terdiri dari kegiatan perfilman, radio,
televisi, dan hiburan lainnya, kegiatan kantor berita, perpustakaan, arsip, museum, dan
kegiatan kebudayaan lainnya dan olahraga dan kegiatan rekreasi lainnya
d) Jasa kegiatan lainnya yang terdiri dari jasa binatu, pemangkas rambut dan salon
kecantikan, jasa pemakaman, pemeliharaan dan reparasi mobil, pemeliharaan dan reparasi
sepeda motor, reparasi barang-barang keperluan pribadi dan rumah tangga dan jasa lainnya
(14) Kategori Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya
Kategori ini terdiri dari penggunaan-penggunaan yang mencakup kegiatan
lembaga/badan/instansi dari perwakilan Negara asing, badan internasional dan regional lainnya,
seperti kedutaan besar, konsulat, perwakilan PBB dan sub organisasi.
(15) Kategori Ruang Terbuka
Kategori ini terdiri dari penggunaan-penggunaan yang merupakan kelompok penggunaan-
penggunaan yang diperbolehkan berada di atas lahan yang diidentifikasikan untuk penggunaan
rekreasi publik atau dibiarkan apa adanya dalam kondisi alami. Subkategori penggunaan ruang
terbuka terdiri dari :
a) Rekreasi Aktif, adalah fasilitas rekreasi untuk umum yang membutuhkan Pengembangan
lahan utama untuk instalasi, membutuhkan tingkat pengelolaan, dan mengakomodasi orang
dalam jumlah besar.
b) Rekreasi Pasif, adalah fasilitas-fasilitas rekreasi yang ada kaitannya dengan sejarah dan
hubungannya dengan ruang terbuka alami. Fasilitas-fasilitas macam ini memerlukan
pengembangan lahan yang kecil bagi instalasi, memerlukan pemeliharaan yang minimum,
tidak banyak menarik banyak orang, dan berdampak rendah terhadap ruang terbuka alami.

Paragraf 7
MATRIKS PERATURAN PENGGUNAAN

Pasal 104
(1) Penggunaan yang dibolehkan pada setiap zona dasar tercantum pada Tabel Matriks Peraturan
Penggunaan pada pasal 108 sampai pasal 111
(2) Legenda untuk Tabel Matriks Peraturan Penggunaan pada pasal 108 sampai pasal 111 adalah
sebagai berikut:
Tabel Legenda Matriks Peraturan Penggunaan
SIMBOL
Pada Tabel… DESKRIPSI
s/d Tabel…
Pemanfaatan diizinkan, karena sesuai dengan peruntukkan tanahnya, yang berarti tidak akan ada
I
peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain dari pemerintah kota.

53
SIMBOL
Pada Tabel… DESKRIPSI
s/d Tabel…
Pemanfaatan diizinkan secara terbatas atau dibatasi. Pembatasan dapat dengan standar
T pembangunan minimum, pembatasan pengoperasian, atau peraturan tambahan lainnya baik yang
tercakup dalam ketentuan ini maupun ditentukan kemudian oleh pemerintah kota.
Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat. Izin ini diperlukan untuk penggunaan-
B penggunaan yang memiliki potensi dampak penting pembangunan di sekitarnya pada area yang lyuas.
Izin penggunaan bersyarat ini berupa AMDAL, RKL, dan RPL.
- Pemanfaatan yang tidak diizinkan

Pasal 105
Tabel Matriks Peraturan Penggunaan Untuk Zona Industri
Zona Industri

Industri Ringan

Industri Berat
Polutan

Polutan
JENIS KEGIATAN

Industri Ringan
Non Polutan
B1.1 B1.2 B1.3
A HUNIAN
1 Akomodasi Hunian Bersama - - -
2 Unit-unit Hunian Multiple (termasuk rumah susun hunian) - - -
3 Unit-unit Hunian Tunggal - - -
4 Asrama (dormitori) atau Rumah Dinas Karyawan - - -
B INDUSTRI PENGOLAHAN
1 Industri Makanan dan Minuman I - -
2 Industri Pengolahan Tembakau I - -
3 Industri Tekstil I - -
4 Industri Pakaian Jadi I - -
5 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki I - -
Industri Kayu, Barang-Barang dari Kayu (Tidak Termasuk Furnitur), dan
6 I - -
Barang-Barang Anyaman dari Rotan, Bambu, dan Sejenisnya
7 Industri Kertas, Barang dari Kertas, dan Sejenisnya I - -
8 Industri Penerbitan, Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman - I -
Industri Barang-Barang dari Batu Bara, Pengilangan Minyak Bumi dan
9 Pengolahan Gas Bumi, Barang-Barang dari Hasil Pengilangan Minyak - I -
Bumi, dan Bahan Bakar Nuklir
10 Industri Kimia dan Barang-Barang dari Bahan Kimia - I -
11 Industri Karet, Barang dari Karet, dan Barang dari Plastik - I -
12 Industri Barang Galian Bukan Logam - I -
13 Industri Logam Dasar - I -
14 Industri Barang dari Logam, Kecuali Mesin dan Peralatannya I - -
15 Industri Mesin dan Perlengkapannya I - -
16 Industri Mesin dan Peralatan Kantor, Akuntansi, dan Pengolahan Data I - -
17 Industri Mesin Listrik Lainnya dan Perlengkapannya I - -
Industri Radio, Televisi, dan Peralatan Komunikasi, serta
18 I - -
Perlengkapannya
Industri Peralatan Kedokteran, Alat-Alat Ukur, Peralatan Navigasi,
19 I - -
Peralatan Optik, Jam dan Lonceng
20 Industri Kendaraan Bermotor - I -
Industri Alat Angkutan, Selain Kendaraan Bermotor Roda Empat atau
21 - I -
Lebih
22 Industri Furnitur dan Industri Pengolahan Lainnya - I -
23 Daur Ulang - I -
C LISTRIK, GAS DAN AIR
1 Ketenagalistrikan T T T
2 Gas T T T
3 Uap dan Air Panas T T T
4 Pengadaan dan Penyaluran Air Bersih T T T
D KONSTRUKSI
1 Penyiapan Lahan T T T
2 Konstruksi Gedung dan Bangunan Sipil T T T
3 Instalasi Gedung dan Bangunan Sipil T T T
4 Penyelesaian Konstruksi Gedung T T T
Penyewaan Alat Konstruksi atau Peralatan
5 T T T
Pembongkaran/Penghancuran Bangunan dengan Operatornya
E PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Penjualan Mobil, Sepeda Motor, dan Penjualan Eceran Bahan Bakar
1 - - -
Kendaraan
Perdagangan Besar Dalam Negeri Selain Ekspor dan Impor (Kecuali
2 - - -
Perdagangan Mobil dan Sepeda Motor)
3 Perdagangan Eceran, Kecuali Mobil dan Sepeda Motor - - -
4 Perdagangan Ekspor, Kecuali Perdagangan Mobil dan Sepeda Motor - - -
5 Perdagangan Impor, Kecuali Perdagangan Mobil dan Sepeda Motor - - -
F PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
54
Zona Industri

Industri Ringan

Industri Berat
Polutan

Polutan
JENIS KEGIATAN

Industri Ringan
Non Polutan
B1.1 B1.2 B1.3
1 Penyediaan Akomodasi - - -
2 Restoran/Rumah Makan, Bar dan Jasa Boga - - -
G TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
1 Angkutan Darat dan Angkutan Dengan Saluran Pipa T T T
2 Angkutan Air - - -
3 Angkutan Udara - - -
Jasa Penunjang dan Pelengkap Kegiatan Angkutan, dan Jasa
4 - - -
Perjalanan Wisata
5 Pos dan Telekomunikasi - - -
H PERANTARA KEUANGAN
1 Perantara Keuangan kecuali Asuransi dan Dana Pensiun - - -
2 Asuransi dan Dana Pensiun - - -
3 Jasa Penunjang Perantara Keuangan - - -
I USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN
Jasa Persewaan Mesin dan Peralatannya (Tanpa Operator), Barang-
1 - - -
Barang Keperluan Rumah Tangga dan Pribadi
2 Jasa Komputer dan Kegiatan yang Terkait - - -
3 Penelitian dan Pengembangan (Swasta) - - -
4 Jasa Perusahaan Lainnya - - -
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN, DAN JAMINAN
J
SOSIAL WAJIB
1 Administrasi Pemerintahan, dan Kebijaksanaan ekonomi dan Sosial - - -
2 Hubungan Luar Negeri, Pertahanan dan Keamanan - - -
3 Jaminan Sosial Wajib - - -
K JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
1 Jasa Kesehatan Manusia - - -
2 Jasa Kesehatan Hewan - - -
3 Jasa Kegiatan Sosial - - -
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN DAN
L
PERORANGAN LAINNYA
1 Jasa Kebersihan - - -
2 Kegiatan Organisasi yang Tidak Diklasifikasikan di Tempat Lain - - -
3 Jasa Rekreasi, Kebudayaan, dan Olahraga - - -
4 Jasa Kegiatan Lainnya - - -
BADAN INTERNASIONAL DAN BADAN EKSTRA INTERNASIONAL
M
LAINNYA
1 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya - - -
N RUANG TERBUKA HIJAU
1 Rekreasi Aktif - - -
2 Rekreasi Pasif - - -
3 Preservasi Sumber Alam I I I
4 Fasilitas Pemeliharaan Alam - - -

Pasal 106
Tabel Matriks Peraturan Penggunaan Untuk Zona Perdagangan dan Jasa
Zona Perdagangan &
Jasa
Perdagangan & Jasa
Internasional

JENIS KEGIATAN
Perdagangan & Jasa
Lokal

B3.1 B3.3
A HUNIAN
1 Akomodasi Hunian Bersama - -
2 Unit-unit Hunian Multiple (termasuk rumah susun hunian) - -
3 Unit-unit Hunian Tunggal - -
4 Asrama (dormitori) atau Rumah Dinas Karyawan - -
B INDUSTRI PENGOLAHAN
1 Industri Makanan dan Minuman - -
2 Industri Pengolahan Tembakau - -
3 Industri Tekstil - -
4 Industri Pakaian Jadi - -
5 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki - -
Industri Kayu, Barang-Barang dari Kayu (Tidak Termasuk Furnitur), dan Barang-Barang
6 - -
Anyaman dari Rotan, Bambu, dan Sejenisnya
7 Industri Kertas, Barang dari Kertas, dan Sejenisnya - -

55
Zona Perdagangan &
Jasa

Perdagangan & Jasa


Internasional
JENIS KEGIATAN

Perdagangan & Jasa


Lokal
B3.1 B3.3
8 Industri Penerbitan, Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman - -
Industri Barang-Barang dari Batu Bara, Pengilangan Minyak Bumi dan Pengolahan Gas
9 - -
Bumi, Barang-Barang dari Hasil Pengilangan Minyak Bumi, dan Bahan Bakar Nuklir
10 Industri Kimia dan Barang-Barang dari Bahan Kimia - -
11 Industri Karet, Barang dari Karet, dan Barang dari Plastik - -
12 Industri Barang Galian Bukan Logam - -
13 Industri Logam Dasar - -
14 Industri Barang dari Logam, Kecuali Mesin dan Peralatannya - -
15 Industri Mesin dan Perlengkapannya - -
16 Industri Mesin dan Peralatan Kantor, Akuntansi, dan Pengolahan Data - -
17 Industri Mesin Listrik Lainnya dan Perlengkapannya - -
18 Industri Radio, Televisi, dan Peralatan Komunikasi, serta Perlengkapannya - -
Industri Peralatan Kedokteran, Alat-Alat Ukur, Peralatan Navigasi, Peralatan Optik, Jam
19 - -
dan Lonceng
20 Industri Kendaraan Bermotor - -
21 Industri Alat Angkutan, Selain Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih - -
22 Industri Furnitur dan Industri Pengolahan Lainnya - -
23 Daur Ulang - -
C LISTRIK, GAS DAN AIR
1 Ketenagalistrikan B B
2 Gas B B
3 Uap dan Air Panas B B
4 Pengadaan dan Penyaluran Air Bersih B B
D KONSTRUKSI
1 Penyiapan Lahan - -
2 Konstruksi Gedung dan Bangunan Sipil - -
3 Instalasi Gedung dan Bangunan Sipil - -
4 Penyelesaian Konstruksi Gedung - -
Penyewaan Alat Konstruksi atau Peralatan Pembongkaran/Penghancuran Bangunan
5 - -
dengan Operatornya
E PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
1 Penjualan Mobil, Sepeda Motor, dan Penjualan Eceran Bahan Bakar Kendaraan I -
Perdagangan Besar Dalam Negeri Selain Ekspor dan Impor (Kecuali Perdagangan Mobil
2 - I
dan Sepeda Motor)
3 Perdagangan Eceran, Kecuali Mobil dan Sepeda Motor I -
4 Perdagangan Ekspor, Kecuali Perdagangan Mobil dan Sepeda Motor - I
5 Perdagangan Impor, Kecuali Perdagangan Mobil dan Sepeda Motor - I
F PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
1 Penyediaan Akomodasi I I
2 Restoran/Rumah Makan, Bar dan Jasa Boga I I
G TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
1 Angkutan Darat dan Angkutan Dengan Saluran Pipa - T
2 Angkutan Air - -
3 Angkutan Udara - -
4 Jasa Penunjang dan Pelengkap Kegiatan Angkutan, dan Jasa Perjalanan Wisata - T
5 Pos dan Telekomunikasi - I
H PERANTARA KEUANGAN
1 Perantara Keuangan kecuali Asuransi dan Dana Pensiun I -
2 Asuransi dan Dana Pensiun I -
3 Jasa Penunjang Perantara Keuangan - I
I USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN
Jasa Persewaan Mesin dan Peralatannya (Tanpa Operator), Barang-Barang Keperluan
1 I -
Rumah Tangga dan Pribadi
2 Jasa Komputer dan Kegiatan yang Terkait I -
3 Penelitian dan Pengembangan (Swasta) - I
4 Jasa Perusahaan Lainnya - I
J ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN, DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
1 Administrasi Pemerintahan, dan Kebijaksanaan ekonomi dan Sosial - -
2 Hubungan Luar Negeri, Pertahanan dan Keamanan - -
3 Jaminan Sosial Wajib - -
K JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
1 Jasa Kesehatan Manusia - -
2 Jasa Kesehatan Hewan - -
3 Jasa Kegiatan Sosial - -
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN DAN PERORANGAN
L
LAINNYA
1 Jasa Kebersihan I -
2 Kegiatan Organisasi yang Tidak Diklasifikasikan di Tempat Lain I -
3 Jasa Rekreasi, Kebudayaan, dan Olahraga I -
4 Jasa Kegiatan Lainnya I -
M BADAN INTERNASIONAL DAN BADAN EKSTRA INTERNASIONAL LAINNYA

56
Zona Perdagangan &
Jasa

Perdagangan & Jasa


Internasional
JENIS KEGIATAN

Perdagangan & Jasa


Lokal
B3.1 B3.3
1 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya - I
N RUANG TERBUKA HIJAU
1 Rekreasi Aktif - -
2 Rekreasi Pasif I I
3 Preservasi Sumber Alam I I
4 Fasilitas Pemeliharaan Alam - -

Pasal 107
Tabel Matriks Peraturan Penggunaan Untuk Zona Permukiman
Zona Permukiman

Intensitas Tinggi
Perumahan
JENIS KEGIATAN

B4.3
A HUNIAN
1 Akomodasi Hunian Bersama -
2 Unit-unit Hunian Multiple (termasuk rumah susun hunian) I
3 Unit-unit Hunian Tunggal -
4 Asrama (dormitori) atau Rumah Dinas Karyawan I
B INDUSTRI PENGOLAHAN
1 Industri Makanan dan Minuman -
2 Industri Pengolahan Tembakau -
3 Industri Tekstil -
4 Industri Pakaian Jadi -
5 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki -
Industri Kayu, Barang-Barang dari Kayu (Tidak Termasuk Furnitur), dan Barang-
6 -
Barang Anyaman dari Rotan, Bambu, dan Sejenisnya
7 Industri Kertas, Barang dari Kertas, dan Sejenisnya -
8 Industri Penerbitan, Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman -
Industri Barang-Barang dari Batu Bara, Pengilangan Minyak Bumi dan Pengolahan
9 Gas Bumi, Barang-Barang dari Hasil Pengilangan Minyak Bumi, dan Bahan Bakar -
Nuklir
10 Industri Kimia dan Barang-Barang dari Bahan Kimia -
11 Industri Karet, Barang dari Karet, dan Barang dari Plastik -
12 Industri Barang Galian Bukan Logam -
13 Industri Logam Dasar -
14 Industri Barang dari Logam, Kecuali Mesin dan Peralatannya -
15 Industri Mesin dan Perlengkapannya -
16 Industri Mesin dan Peralatan Kantor, Akuntansi, dan Pengolahan Data -
17 Industri Mesin Listrik Lainnya dan Perlengkapannya -
18 Industri Radio, Televisi, dan Peralatan Komunikasi, serta Perlengkapannya -
Industri Peralatan Kedokteran, Alat-Alat Ukur, Peralatan Navigasi, Peralatan Optik,
19 -
Jam dan Lonceng
20 Industri Kendaraan Bermotor -
21 Industri Alat Angkutan, Selain Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih -
22 Industri Furnitur dan Industri Pengolahan Lainnya -
23 Daur Ulang -
C LISTRIK, GAS DAN AIR
1 Ketenagalistrikan B
2 Gas B
3 Uap dan Air Panas B
4 Pengadaan dan Penyaluran Air Bersih B
D KONSTRUKSI
1 Penyiapan Lahan -
2 Konstruksi Gedung dan Bangunan Sipil -
3 Instalasi Gedung dan Bangunan Sipil -
4 Penyelesaian Konstruksi Gedung -
Penyewaan Alat Konstruksi atau Peralatan Pembongkaran/Penghancuran
5 -
Bangunan dengan Operatornya
E PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

57
Zona Permukiman

Intensitas Tinggi
Perumahan
JENIS KEGIATAN

B4.3
1 Penjualan Mobil, Sepeda Motor, dan Penjualan Eceran Bahan Bakar Kendaraan -
Perdagangan Besar Dalam Negeri Selain Ekspor dan Impor (Kecuali Perdagangan
2 -
Mobil dan Sepeda Motor)
3 Perdagangan Eceran, Kecuali Mobil dan Sepeda Motor I
4 Perdagangan Ekspor, Kecuali Perdagangan Mobil dan Sepeda Motor -
5 Perdagangan Impor, Kecuali Perdagangan Mobil dan Sepeda Motor -
F PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
1 Penyediaan Akomodasi -
2 Restoran/Rumah Makan, Bar dan Jasa Boga T
G TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
1 Angkutan Darat dan Angkutan Dengan Saluran Pipa -
2 Angkutan Air -
3 Angkutan Udara -
4 Jasa Penunjang dan Pelengkap Kegiatan Angkutan, dan Jasa Perjalanan Wisata -
5 Pos dan Telekomunikasi -
H PERANTARA KEUANGAN
1 Perantara Keuangan kecuali Asuransi dan Dana Pensiun -
2 Asuransi dan Dana Pensiun -
3 Jasa Penunjang Perantara Keuangan -
I USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN
Jasa Persewaan Mesin dan Peralatannya (Tanpa Operator), Barang-Barang
1 -
Keperluan Rumah Tangga dan Pribadi
2 Jasa Komputer dan Kegiatan yang Terkait -
3 Penelitian dan Pengembangan (Swasta) -
4 Jasa Perusahaan Lainnya -
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN, DAN JAMINAN SOSIAL
J
WAJIB
1 Administrasi Pemerintahan, dan Kebijaksanaan ekonomi dan Sosial -
2 Hubungan Luar Negeri, Pertahanan dan Keamanan -
3 Jaminan Sosial Wajib -
K JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
1 Jasa Kesehatan Manusia -
2 Jasa Kesehatan Hewan -
3 Jasa Kegiatan Sosial -
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN DAN
L
PERORANGAN LAINNYA
1 Jasa Kebersihan -
2 Kegiatan Organisasi yang Tidak Diklasifikasikan di Tempat Lain -
3 Jasa Rekreasi, Kebudayaan, dan Olahraga -
4 Jasa Kegiatan Lainnya -
M BADAN INTERNASIONAL DAN BADAN EKSTRA INTERNASIONAL LAINNYA
1 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya -
N RUANG TERBUKA HIJAU
1 Rekreasi Aktif T
2 Rekreasi Pasif T
3 Preservasi Sumber Alam I
4 Fasilitas Pemeliharaan Alam I

Pasal 108
Tabel Matriks Peraturan Penggunaan Untuk Zona Budidaya Lain
Budidaya Lain
Zona Pelabuhan Laut

Pengolahan Limbah
Penyedia Air Bersih
Zona Sarana Umum

Zona Pengawasan
Zona Prasarana

Zona Prasarana

Zona Prasarana
dan Sosial

Pabean
Listrik

JENIS KEGIATAN

B5.3 B5.5 B5.8 B5.9 B5.10 B5.11


A HUNIAN
1 Akomodasi Hunian Bersama - - - - - -
Unit-unit Hunian Multiple (termasuk rumah susun
2 - - - - - -
hunian)
3 Unit-unit Hunian Tunggal - - - - - -
4 Asrama (dormitori) atau Rumah Dinas Karyawan - - - - - -

58
Budidaya Lain

Zona Pelabuhan Laut

Pengolahan Limbah
Penyedia Air Bersih
Zona Sarana Umum

Zona Pengawasan
Zona Prasarana

Zona Prasarana

Zona Prasarana
dan Sosial

Pabean
Listrik
JENIS KEGIATAN

B5.3 B5.5 B5.8 B5.9 B5.10 B5.11


B INDUSTRI PENGOLAHAN
1 Industri Makanan dan Minuman - - - - - -
2 Industri Pengolahan Tembakau - - - - - -
3 Industri Tekstil - - - - - -
4 Industri Pakaian Jadi - - - - - -
5 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki - - - - - -
Industri Kayu, Barang-Barang dari Kayu (Tidak Termasuk
6 Furnitur), dan Barang-Barang Anyaman dari Rotan, - - - - - -
Bambu, dan Sejenisnya
7 Industri Kertas, Barang dari Kertas, dan Sejenisnya - - - - - -
Industri Penerbitan, Percetakan dan Reproduksi Media
8 - - - - - -
Rekaman
Industri Barang-Barang dari Batu Bara, Pengilangan
Minyak Bumi dan Pengolahan Gas Bumi, Barang-
9 - - - - - -
Barang dari Hasil Pengilangan Minyak Bumi, dan Bahan
Bakar Nuklir
10 Industri Kimia dan Barang-Barang dari Bahan Kimia - - - - - -
11 Industri Karet, Barang dari Karet, dan Barang dari Plastik - - - - - -
12 Industri Barang Galian Bukan Logam - - - - - -
13 Industri Logam Dasar - - - - - -
Industri Barang dari Logam, Kecuali Mesin dan
14 - - - - - -
Peralatannya
15 Industri Mesin dan Perlengkapannya - - - - - -
Industri Mesin dan Peralatan Kantor, Akuntansi, dan
16 - - - - - -
Pengolahan Data
17 Industri Mesin Listrik Lainnya dan Perlengkapannya - - - - - -
Industri Radio, Televisi, dan Peralatan Komunikasi, serta
18 - - - - - -
Perlengkapannya
Industri Peralatan Kedokteran, Alat-Alat Ukur, Peralatan
19 - - - - - -
Navigasi, Peralatan Optik, Jam dan Lonceng
20 Industri Kendaraan Bermotor - - - - - -
Industri Alat Angkutan, Selain Kendaraan Bermotor Roda
21 - - - - - -
Empat atau Lebih
22 Industri Furnitur dan Industri Pengolahan Lainnya - - - - - -
23 Daur Ulang - - - - - -
C LISTRIK, GAS DAN AIR
1 Ketenagalistrikan B T I T T T
2 Gas B T T T - T
3 Uap dan Air Panas B T T T - T
4 Pengadaan dan Penyaluran Air Bersih B T T I - T
D KONSTRUKSI
1 Penyiapan Lahan - - - - - -
2 Konstruksi Gedung dan Bangunan Sipil - - - - - -
3 Instalasi Gedung dan Bangunan Sipil - - - - - -
4 Penyelesaian Konstruksi Gedung - - - - - -
Penyewaan Alat Konstruksi atau Peralatan
5 Pembongkaran/Penghancuran Bangunan dengan - - - - - -
Operatornya
E PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Penjualan Mobil, Sepeda Motor, dan Penjualan Eceran
1 - - - - - -
Bahan Bakar Kendaraan
Perdagangan Besar Dalam Negeri Selain Ekspor dan
2 - - - - - -
Impor (Kecuali Perdagangan Mobil dan Sepeda Motor)
3 Perdagangan Eceran, Kecuali Mobil dan Sepeda Motor - - - - - -
Perdagangan Ekspor, Kecuali Perdagangan Mobil dan
4 - - - - - -
Sepeda Motor
Perdagangan Impor, Kecuali Perdagangan Mobil dan
5 - - - - - -
Sepeda Motor
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN
F
MAKAN MINUM
1 Penyediaan Akomodasi - - - - - -
2 Restoran/Rumah Makan, Bar dan Jasa Boga T T - - - -
TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN
G
KOMUNIKASI
1 Angkutan Darat dan Angkutan Dengan Saluran Pipa - - - - - -
2 Angkutan Air - I - - - -
3 Angkutan Udara - - - - - -
Jasa Penunjang dan Pelengkap Kegiatan Angkutan, dan
4 - T - - - -
Jasa Perjalanan Wisata
5 Pos dan Telekomunikasi - - - - - -
H PERANTARA KEUANGAN
1 Perantara Keuangan kecuali Asuransi dan Dana Pensiun - - - - - -
2 Asuransi dan Dana Pensiun - - - - - -

59
Budidaya Lain

Zona Pelabuhan Laut

Pengolahan Limbah
Penyedia Air Bersih
Zona Sarana Umum

Zona Pengawasan
Zona Prasarana

Zona Prasarana

Zona Prasarana
dan Sosial

Pabean
Listrik
JENIS KEGIATAN

B5.3 B5.5 B5.8 B5.9 B5.10 B5.11


3 Jasa Penunjang Perantara Keuangan - - - - - -
I USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN
Jasa Persewaan Mesin dan Peralatannya (Tanpa
1 Operator), Barang-Barang Keperluan Rumah Tangga - - - - - -
dan Pribadi
2 Jasa Komputer dan Kegiatan yang Terkait - - - - - -
3 Penelitian dan Pengembangan (Swasta) - - - - - -
4 Jasa Perusahaan Lainnya - - - - - -
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN,
J
DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
Administrasi Pemerintahan, dan Kebijaksanaan ekonomi
1 I - - - - -
dan Sosial
2 Hubungan Luar Negeri, Pertahanan dan Keamanan I - - - - -
3 Jaminan Sosial Wajib I - - - - -
K JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
1 Jasa Kesehatan Manusia I - - - - -
2 Jasa Kesehatan Hewan I - - - - -
3 Jasa Kegiatan Sosial I - - - - -
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA,
L
HIBURAN DAN DAN PERORANGAN LAINNYA
1 Jasa Kebersihan - - - - - -
Kegiatan Organisasi yang Tidak Diklasifikasikan di
2 - - - - - -
Tempat Lain
3 Jasa Rekreasi, Kebudayaan, dan Olahraga - - - - - -
4 Jasa Kegiatan Lainnya - - - - - -
BADAN INTERNASIONAL DAN BADAN EKSTRA
M
INTERNASIONAL LAINNYA
Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional
1 - - - - - -
Lainnya
N RUANG TERBUKA HIJAU
1 Rekreasi Aktif I - - - - -
2 Rekreasi Pasif I I I I I I
3 Preservasi Sumber Alam I I I I I I
4 Fasilitas Pemeliharaan Alam I - - - - -

Paragraf 8
Peta Zonasi

Pasal 109
Peraturan zonasi dilengkapi dengan peta zonasi dengan tingkat ketelitian 1:5.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kelima
Ketentuan Khusus

Paragraf 1
Penempatan sarana kelengkapan kota

Pasal 110
(1) Penempatan sarana kelengkapan kota dapat dilakukan di bawah tanah atau di atas tanah pada
daerah milik jalan;
(2) Sarana kelengkapan kota sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini terdiri dari jaringan/pipa air
bersih, air kotor, air limbah, telepon, listrik, gas, dan hidrant;

60
(3) Jaringan/pipa sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, pada jalan arteri harus dikembangkan
secara terpadu dengan sistem pemipaan terpadu (ducting system), kecuali pada daerah-daerah
tertentu yang tidak memungkinkan dengan sistem pemipaan terpadu;
(4) Jaringan/pipa sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, tidak diperkenankan memotong sistem
saluran tata air;
(5) Lokasi yang akan digunakan untuk penempatan Sistem Jaringan Kelengkapan Kota Bawah Tanah
ditetapkan pada Ruang Milik Jalan (RUMIJA) dan atau Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA);
(6) Sarana kelengkapan kota pada sistem jaringan-jaringan jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal
ditempatkan di dalam Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) dengan ketentuan :
a. Untuk saranan kelengkapan kota pada jaan arteri harus ditempatkan di bawah tanah,
ditempatkan di trotoar dan atau median jalan;
b. Untuk sarana kelengkapan kota pada jalan kolektor dan jalan lokal dapat ditempatkan di
atas tanah, ditempatkan pad abagian trotoar dan atau median jalan yang tidak menimbulkan
hambatan lalu lintas kendaraan dan orang kecuali pada kawasan yang memungkinkan untuk
pengembnagan sarana kelengkapan kota di bawah tanah;
c. Untuk sarana kelengkapan kota pada jalan lokal yang tidak memiliki trotoar dapat
ditempatkan diatas tanah pada bahu jalan atau pada Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA).

Paragraf 3
Prasarana kelistrikan

Pasal 111
(1) Peraturan khusus prasarana kelistrikan mengatur tentang ukuran gardu listrik, kapasitas, dan
kebutuhan listrik/gardu untuk rumah tangga/perumahan, lingkungan real estate, dan
perkantoran/jasa/pertokoaan.
(2) Ukuran dan kapasitas maksimum gardu per unit
a. Luas tanah : 6 × 9 m²
b. Luas Casis (bangunan) : 4 × 7 m²
c. Radius pelayanan : 200 m²
d. Kapasitas maksimum : 630 KVA = 630.000 Watt
e. Medan listrik yang bisa dicapai ± 6.257 m²

(3) Kebutuhan listrik/gardu


a. Untuk perumahan
Jenis Rumah Uk. Petak Luas Bangunan Kebutuhan Jumlah Rumah
rata-rata (m²) rata-rata (m²) (Watt) Yang Dilayani
Gardu
Kecil 100 70 450 1.400 unit
Sedang 200 240 1.500 420 unit
Besar 400 600 6.600 100 unit

b. Untuk lingkungan perumaha real estate


Khusus untuk lingkungan Real Estate kebutuhan gardu diperhitungkan sebagai berikut :
Medan elektris yang bisa dicapai gardu standar = 6.257 m² atau dibulatkan 0,5 Ha untuk 1
gardu.
Area lahan, misalkan × Ha.
Perhitungan kebutuhan :
Area bersih untuk perumahan =
( × Ha – 20 % Jalan – 20 % ruang terbuka) / 0,50 Ha } = Y gardu
Untuk Real Estate sendiri =
(Areal Netto) / 0,50 Ha = …………………………… Y gardu
Untuk konsumen di sekitarnya =
Y gardu + 0,50 × Y gardu =…………………………. 1,50 Y gardu
c. Untuk perkantoran/jasa/pertokoaan
Untuk bangunan-bangunan perkantoran/jasa/pertokoaan, disyaratkan untuk setiap luas lantai
bangunan seluas 1.000 m²/ 50.000 m² menyediakan 1 (satu) gardu khusus.

61
Pasal 112
(1) Saluran udara tegangan tinggi (SUTT) adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan
kawasan penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik dari pusat
pembangkit ke pusat beban dengan tegangan di atas 35 KV sampai dengan 245 KV sesuai
standar;
(2) Saluran udara tegangangan ekstra tinggi (SUTET) adalah saluran tenaga listrik yang
menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik dari
pusat pembangkit ke pusat beban yang lebih jauh dengan tegangan di atas 245 KV sesuai
standar;
(3) Ketentuan pemanfaatan lahan yang dilalui jalur dan di sekitar menara SUTT dan SUTET
adalah sebagai berikut :
a. Tanah, bangunan dan tanaman yang dibebaskan untuk tapak menara diganti rugi sesuai
ketentuan yang berlaku.
b. Tanah, bangunan dan tanaman di luar tapak menara yang berada di bawah sepanjang jalur
SUTT dan SUTET tidak perlu dibebaskan.
c. Tanah, bangunan dan tanaman yang berada di bawah sepajang jalur SUTT atau SUTET
sebagai ruang aman tetap digunakan oleh pemiliknya sesuai dengan rencana tata ruang.
d. Ruang bebas adalah ruang sekeliling penghantar SUTT atau SUTET, yang harus dibebaskan
dari kegiatan orang, makhluk hidup lainnya maupun benda apapun, dapat dinaikkan dengan
cara meninggikan menara dan atau memperpendek jarak antar menara.
(4) Ruang bebas sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf d pasal ini adalah ruang sekeliling
penghantar atau kawat listrik SUTT atau SUTET yang besarnya tergantung tegangan, tekanan
angin dan suhu kawat penghantar.
(5) Faktor-faktor yang menentukan ruang bebas dan ruang aman adalah tegangan, kekuatan angin
dan suhu di sekitar kawat penghantar :
a. Tegangan ; makin besar tegangan yang bekerja pada penghantar makin besar jarak
minimum (clearance) yaitu jarak yang terpendek yang diizinkan antara kawat penghantar
dengan benda atau kegiatan lain sesuai dengan angka-angka yang tertera pada tabel
berikut :

Jarak Bebas Minimum Antara Penghantar SUTT dan SUTET dengan Tanah dan Benda Lain
SUTET 500 KV
SUTT SUTT
LOKASI SIRKIT GANDA SIRKIT TUNGGAL
66 KV (M) 150 KB (M)
(M) (M)

1. Lapangan Terbuka atau Daerah 6,5 7,5 10 11


Terbuka
2. Daerah dengan Keadaan Tertentu : 12,5 13,5 14 15
a. Bangunan tidak tahan api 3,5 4,5 8,5 8,5
b. Bangunan tahan api 8 9 15 15
c. Lalu lintas jalan/jalan raya 3,5 4,5 8,5 8,5
d. Pohon-pohon pada umumnya,
hutan perkebunan 12,5 13,5 14 15
e. Lapangan olahraga
f. SUTT lainnya, penghantar udara 3 4 8,5 8,5
tegangan rendah, jaringan
telekomunikasi, antena radio,
antena televisi dan kereta gantung 8 9 15 15
g. Rel kereta biasa
h. Jembatan besi, rangka besi 3 4 8,5 8,5
penahan penghantar, kereta listrik
terdekat dan sebagainya
i. Titik tertinggi tiang kapal pada 3 4 8,5 8,5
kedudukan air pasang/tertinggi
pada lalu lintas air.

b. Angin ; makin besar tekanan angin, makin besar ayunan kawat penghantar ke kiri atau ke
kanan. Pada satu gawang (jarak antara dua menara) ayunan yang terbesar karena pengaruh
angin adalah pada kawat penghantar yang lengkungannya paling rendah sedangkan ayunan
semakin kecil ke arah menara;
c. Suhu kawat penghantar ; makin besar suhu yang mempengaruhi kawat penghantar makin
mengendor kawat penghantar tersebut, sehingga andongannya menjadi lebih besar, hal ini
62
sudah diperhitungkan pada saat mendesain SUTT atau SUTET tersebut. Kenaikan suhu
tersebut disebabkan oleh suhu di sekeliling dan suhu yang diakibatkan oleh besarnya arus
yang mengalir pada kawat penghantar tersebut.

Pasal 113
(1) Ruang aman dapat dibentuk sedemikian rupa sehingga lahan/ruag yang ada dapat dimanfaatkan
secara maksimal untuk berbagai kepentingan, sehingga di satu pihak sistem listrik yang ada
tidak terganggu oleh lingkungan dan di lain pihak lingkungan itu sendiri tidak tergangggu oleh
sistem listrik tersebut;
(2) Ruang bebas dapat dibentuk dengan menetapkan ketinggian menara direncanakan sedemikian
rupa sehingga kuat medan listrik dan medan magnet yang dibangkitkan SUTT atau SUTET
berada di bawah ambang batas yagn direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO/World
Health Organization), dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
Untuk SUTT 150 kV dua sirkuit, dapat ditentukan penampang melintang ruang bebas
sebagai berikut :
(1) Ruang bebas SUTT satu jalur

(2) Ruang bebas SUTT dua jalur

63
b. Saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET)
Untuk SUTET 500 kV dua sirkuit, dapat ditentuakan penampang melintang ruang bebas
pada menara dan pada tengah gawang untuk menara normal dan menara yanga ditinggikan
di mana terlihat pula ruang aman di luar ruang bebas tersebut sebagai berikut :
(1) Ruang bebas dan ruang aman pada tengah gawang untuk menara normal sangat dekat
ke tanah, sehingga bangunan maupun tanaman yang lebih tinggi dari 3 meter harus
dibebaskan dan diganti rugi. Untuk kondisi ini tikdak diperkenankan membangun
rumah atau menanam tanaman yang lebih tinggi dari 3 meter.

(2) Ruang bebas dan ruang aman pada tengah gawang bila menara ditinggikan 9 meter
berada jauh di atas tanah maupun bangunan, sehingga bangunan yang ada tidak perlu
dibebaskan dan karena itu tidak diganti rugi. Tinggi ruang aman 14,5 meter dari tanah
sampai dengan batas ruang bebas.

64
Paragraf 4
Kegiatan golongan usaha skala kecil
Pasal 114
(1) Pengaturan kegiatan golongan usaha skala kecil/informasi merupakan kewajiban pada kegiatan
perpasaran swasta yang berada pada zona bangunan umum dalam bentuk pusat
perdagangan/pusat perbelanjaan, mall, plaza yang luas lantai bangunannya lebih besar dari
5.000 meter persegi tidak termasuk lantai untuk parkir;
(2) Kewajiban sebagaimana ayat (1) pasal ini besarnya maksimal 10 % dari luas lantai bangunan
yang lokasi dan besaran kewajibannnya ditetapkan dengan Keputusan Gubernur;
(3) Kewajiban sebagaimana ayat (2) pasal ini tidak dapat dialihkan atau diganti dalam bentuk
apapun;
(4) Penyelenggaraan perpasaran swasta yang menyediakan ruang untuk kegiatan golongan usaha
kecil/informal mendapat insentif dalam bentuk pembebasan KLB dan pemenuhan kebutuhan
parkir sesuai kewajiban.

Pasal 115
(1) Penataaan kegiatan golongan usaha skala kecil sebagaimana dimaksud dalam pasal 112
ditetapkan sebagai berikut :
a. Besaran ruang untuk golongan usaha skala kecil/informal ditetapkan dalam Izin
Pemanfaatan Lahan;
b. Penyediaan runag sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan dalam gambar
arsitektur bangunan skala 1:200 yang merupakan lampiran perizinan.
(2) Persyaratan dan tata cara penempatan golongan usaha skala kecil/informal diatur sebagai
berikut :
a. Usaha kecil/informal yang diprioritaskan untuk ditempatkan adalah pedagang yang
berada di sekitar lokasi bangunan tempat usaha tersebut
b. Apabila di sekitar lokasi gedung tempat usaha tidak terdapat usaha kecil/informal, maka
diambil dari yang berdekatan dengan bangunan tempat usaha tersebut
c. Penempatan dan pengelolaan terhadap penempatan usaha bagi usaha kecil/informal diatur
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Jenis barang dagangan harus saling melengkapi dengan jenis perdagangan utamanya

Paragraf 5
Bangunan bersejarah

Pasal 116
(1) Kawasan pemugaran adalah kawasan yang ditetapkan dalam rangka pelestarian atau konservasi
terhadap lingkungan, bangunan dan benda-benda cagar budaya yang ada di dalamnya;
(2) Kawasan pemugaran dengan batasan-batasan fisik yang jelas ditetapkan oleh Bupati;
(3) Fungsi kawasan dan rencanan peruntukkan yang berlaku di kawasan pemugaran mengikuti
ketentuan yang diatur didalam rencana tata ruang;
(4) Kawasan pemugaran dapat dibagi ke dalam beberapa sub-kawasan dengan tujuan untuk
memperkuat fungsi kawasan yang mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :
a. Sub kawasan yang memiliki ciri-ciri khusus bangunan pemugaran dan lingkugan berikut
ornamennya yang masih mencirikan gaya masanya serta memiliki penggunaan lahan sesuai
dengan lingkungan aslinya;
b. Sub kawasan yagn memiliki ciri khusus bangunan pemugaran dengan lingkungan gaya
masanya dalam satu kawasan telah terjadi penyusutan;
c. Sub kawasan yang memiliki sedikit ciri khusu bangunan pemugaran dan lingkungan gaya
masanya yang mengikuti perkembangan fisik kota.
(5) Perencanaan sistem transportasi, penyediaan sarana dan prasarana di kawasan pemugaran
diatur dalam rangka membentuk kawasan pemugaran secara lebih spesifik.

Paragraf 6
65
Ketentuan reklamasi

Pasal 117
(1) Ketentuan tentang reklamasi meliputi:

a. Persyaratan perencanaan tanah yang akan direklamasi

b. Persyaratan Pelaksanaan reklamasi

c. Persyaratan teknis reklamasi

d. Persyaratan detail pelaksanaan reklamasi

Pasal 118
(1) Persyaratan perencanaan lahan yang akan direklamasi sebagaimana dimaksud pada pasal 115
ayat (1) huruf a meliputi:

e. Persyaratan desain

f. Persyaratan Perhitungan Hydrodinamika

g. Persyaratan Bangunan Penahan Gelombang

(2) Persyaratan desain lahan yang akan direklamasi harus :

a. Sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah melalui Rencana Tata Ruang .

b. Dituangkan di dalam Peta Situasi rencana lokasi yang harus mencantumkan koordinat satelit
dan dilengkapi dengan Peta Bathimetri / Hidro – Oceanografi dari lokasi yang bersangkutan
dan sekitarnya yang harus ditandatangani oleh penanggung jawab hasil survai / hidrografi
dengan skala 1 : 1.000 dan atau skala yang sesuai kebutuhan.

c. Mempunyai Patok Duga (Bench Mark) dan Patok Batas :

c.1. yang dituangkan kedalam Peta Rencana Situasi Proyek yang memuat titik dan
garis batas kemudian selanjutnya harus dituangkan dengan koordinat satelit 2
(dua) dimensi untuk koordinat horizontal (X,Y), sedangkan koordinat vertikal
(Z) dengan waterpass mengacu kepada hasil pengamatan pasang surut (pasut)
selanjutnya dituangkan kedalam angka ketinggian peil dari Patok Duga / Bench
Mark instansi terkait;

c.2. Patok batas areal proyek yang akan direklamasi yang dipasang dilapangan harus
dibuat dari Patok besi baja tahan karat / diberi lapisan anti karat atau beton tahan
air asin dengan mutu beton K350 yang dipancang /ditanam dengan kokoh;

c.3. Patok Duga / Bench Mark tambahan yang diperlukan harus ditempatkan di areal
proyek yang akan direklamasi mengacu pada Bench Mark dari instansi terkait
posisinya harus dikalibrasi secara periodik.

(3) Persyaratan Perhitungan Hydrodinamika terdiri dari :

66
a. Perencanaan rekalamasi pantai harus berdasarkan perhitungan hydrodinamika pantai
laut dengan titik nol harus tetap terletak pada pantai lama dengan toleransi perubahan
ketinggian banjir rencana terhadap titik nol maksimum 125 mm yang diperhitungkan
utnuk setiap lebar 100 meter rencana muara sungai / kanal yang ada di bagian daratan
lama;

b. Perubahan atas batas lokasi yang akan direklamasi harus disesuaikan dengan
hydrodinamika kelautan dan harus dipetakan serta dicantumkan memakai koordinat
satelit dengan persetujuan Badan Pelaksana dan atau instansi yang ditunjuk oleh
Badan Pelaksana;

c. Perhitungan hydrodinamika untuk proyek yang akan direklamasi harus mengacu pada
studi hidrodnamika laut yang ada pada Badan Pelaksana agar ada kesinambungan studi
hidrodinamika;

d. Hasil perhitungan Hidrodinamika untuk proyek sebagaimana tersebut di dalam sub bab
2 huruf c, ini harus dimasukkan kembali sebagai cara tambahan / up date untuk studi
hidrodinamika yang ada pada Badan Pelaksana sehingga merupakan studi yang
berkesinambungan tidak sepotong-sepotong dan menjadi lebih akurat untuk bahan
studi hidrodinamika pada proyek lain dan atau lokasi lanjutan di lokasi Reklamasi.

e. Dalam hal hasil perhitungan hidrodinamika untuk proyek pada lokasi tertentu masih
dipandang belum mencukupi dan atau masih dipandang perlu diadakan pengecekan
silang (cross check) dengan cara lain maka harus diadakan model test yang diperlukan
dengan skala sesuai kebutuhan berdasarkan penelitian laboratorium sebagai
pengecekan silang;

f. Dalam hal diadakan model test hidrodinamika pantai laut sebagaimana tersebut di
dalam sub bab 2 huruf e pada bab ini, maka perencanaan reklamasi pantai harus
berdasarkan perhitungan dan model test hidrodinamika pantai laut.

(4) Persyaratan Bangunan Penahan Gelombang terdiri dari :

a. Gambar potongan memanjang dan potongan melintang pra rencana bangunan penahan
gelombang harus ditandatangani penanggung jawab gambar dan atau dengan skala
sesuai kebutuhan;

b. Gambar desain bangunan penahan gelombang harus dilengkapi dengan ukuran dan
perhitungan dengan skala potongan memanjang 1 : 100 dan skala potongan melintang
1 : 25 ditanda tangani penanggung jawab gambar;

c. Dinding tegak pantai (seawall) yang dibuat dari baja harus dari bahan yang tahan karat
dan atau dilapisi dengan lapisan tahan karat dan atau diberi pelengkap piranti khusus
anti karat;

67
d. Dinding tegak pantai (seawall) yang sekaligus berfungsi sebagai dermaga harus dibuat
dapat dibuat manahan beban dari benturan kapal / perahu serta tambat perahu / kapal;

e. Dinding tegak pantai (seawall) yang sekaligus berfungsi sebagai reservoir air baku /
air bersih dengan dinding rangkap harus dapat menahan beban-beban vertikal dan
horizontal yang berubah;

f. Dinding tegak pantai (seawall) harus diletakkan pada dasar laut yan cukup kokoh atau
tanah dasar laut yang telah diperbaiki dan jika terbuat dari sheetpile harus dipancang
cukup dalam dan kokoh atau dilengkapi denga perkuatan-perkuatan;

g. Dinding tegak pantai (seawall) harus dibuat sesuai dengan perhitungan yang dibuat
oleh tenaga ahli berdasarkan data-data teknis dan laboratorium;

h. Tinggi dinding tegak pantai (seawall) harus termasuk tinggi akibat pasang air laut dan
rangkak gelombang / wave run akan tetapi apabila rangkak masih melampaui tinggi
puncak dari dinding tegak pantai (seawall) maka air limpasan gelombang air laut harus
diantisipasi dengan saluran drainase (retention drain) yang memadai;

i. Tinggi puncak dinding tegak pantai (seawall) harus sudah diperhitungkan terhadap tata
air yang akan dibuat di daratan baru di reklamasi.

Pasal 119
(1) Persyaratan pelaksanaan direklamasi sebagaimana dimaksud pada pasal 115 ayat (1) huruf b
meliputi:

h. Metode pelaksanaan reklamasi

i. Standar bahan / material pengisi urugan

(2) Metode Pelaksanaan Reklamasi, terdiri dari :

a. Proposal metode pelaksanaan reklamasi harus sudah menjelaskan gambaran rinci dari
proses pelaksanaan;

b. Pemakaian bahan urugan harus mendapatkan rekomendasi dari laboratorium meterial


dan dilengkapi bukti dari pemilik konsesi mengenai AMDAL penambangan dari
tempat yang tidak merusak lingkungan hidup;

c. Daftar peralatan reklamasi layak pakai harus disampaikan di dalam proposal dan
penggunaan kapal keruk harus mempunyai Surat Izin Kerja Keruk (SIKK) dari
instansi yang berwenang;

d. Mobilitas peralatan reklamasi di darat dan di laut tidak boleh menggangu lalu lintas
yang ada;

e. Desain wadah air memanjang pantai, kanal-kanal, saluran-saluran dan bangunan pantai
lainnya harus direncanakan / diperhitungkan tidak menimbulkan aliran mati (dead
spot) dan tidak menimbulkan pengendapan sedimentasi dengan perencanaan

68
pembersihan sendiri sedimentasi secara alamiah / self cleansing akibat pasang surut
(pasut) dan aliran air sungai / saluran

f. Penyiapan tempat / lokasi untuk penimbunan sementara bahan urugan dan sebagainya,
tidak boleh mengganggu alur pelayaran, rambu-rambu lalu lintas laut dan sebagainya;

g. Patok-patok koordinat lokasi harus dipasang kokoh dilengkapi koordinat satelit;

h. Harus mengamankan dan atau memindahkan limbah yang terkena kegiatan tanpa
merusak lingkungan hidup;

i. Pemasangan patok duga harus mengacu kepada referensi Bench Mark Dinas Pekerjaan
Umum dan atau Bakosurtanal dan harus mencantumkan angka koordinatnya.

(3) Standar bahan / material pengisi urugan, terdiri dari :

a. Bahan pengisi urugan berupa pasir urug yang digunakan untuk reklamasi harus
mempunyai kandungan lumpur dan butiran yang lolos saringan No. 200 sebanyak
mungkin 10 % dari seluruh pasir urug itu;

b. Setiap contoh gradasi / bahan / material pengisi urugan yang akan dipakai agar
diperiksa di laboratorium mengenai sifat-sifat teknis fisiknya;

c. Perubahan gradasi bahan pengisi urugan yang akan digunakan agar disampaikan
terlebih dahulu kepada Badan Pelaksana dan atau instansi terkait yang ditunjuknya
utnuk disetujui berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan perubahan
perhitungan teknis yang dibuat oleh tenaga ahli;

d. Standar bahan / material pengisi urugan untuk rencana peruntukkan jalur hijau
diperlukan lapisan atas tanah (top soil) berupa tanah merah dan atau tanah lainnya
yang layak untuk tanaman.

Pasal 120
(1) Persyaratan teknis reklamasi sebagaimana dimaksud pada pasal 115 ayat (1) huruf c meliputi:

j. Spesifikasi teknis
k. Perencanaan teknis pengamanan reklamasi

(2) Spesifikasi Teknis Reklamasi

a. Spesifikasi teknis pada sistem angkuatan transportasi material dan sistem


penimbunan sementara material urugan yang berkaitan dengan sistem angkutan /
transportasi material harus memenuhi persyaratan yang berlaku;

b. Spesifikasi teknis semua bahan baku yang akan dipakai untuk konstruksi dan
urugan harus memenuhi persyaratan yang berlaku;

c. Sistem pengurugan dari laut dan atau dari darat harus memenuhi persyaratan yang
berlaku;

69
d. Teknis pembuatan turap penahan tanah dan pemecah gelombang harus memenuhi
persyaratan yang diperlukan;

e. Teknis dan cara perbaikan / perkuatan / peningkatan daya dukung tanah yang akan
menahan beban turap penahan tanah, pemecah gelombang dan konstruksi lainnya
di atasnya harus memenuhi persyaratan yang diperlukan;

f. Spesifikasi cara pemantauan penurunan (settlement) lapisan urugan tanah akibat


pemadatan tanah dan beban diatasnya harus memenuhi persyaratan yang berlaku;

(3) Perencanaan teknis pengamanan reklamasi terdiri dari :

a. Perencanaan dan penentuan elevasi tanah hasil reklamasi, harus memenuhi


persyaratan yang berlaku;

b. Perencanaan teknis dan cara pengamanan limbah B3 harus memenuhi persyaratan


yang diperlukan dan yang berlaku;

c. Perencanaan teknis dan cara pencegahan dan penangkalan abrasi pantai harus
memenuhi persyaratan yang diperlukan;

d. Perencaaan teknis dan cara pencegahan / antisipasi banjir lokasi tanah hasil
reklamasi dan dihulunya harus memenuhi persyaratan yang diperlukan;

e. Perencanaan teknis pencegahan pencemaran selama konstruksi harus memenuhi


persyaratan yang diperlukan;

f. Perencanaan teknis pengamanan cagar budaya dan ilmu pengetahuan harus


memenuhi persyaratan yang diperlukan;

g. Perencanaan teknis pengamanan Sistem Komunikasi Kabel Laut Internasional


(SKKL), pasokan air pendingin PLTGU / PLTU, pasokan BBM melalui pipa
bawah laut harus memenuhi persyaratan yang diperlukan;

h. Perencanaan teknis pengamanan alur pelayaran dan keselamatan kerja harus


memenuhi persyaratan yang diperlukan;

i. Perencanaan teknis pembuangan bahan sisa reklamasi harus memenuhi


persyaratan yang diperlukan;

Pasal 121
(1) Persyaratan detail pelaksanaan reklamasi sebagaimana dimaksud pada pasal 115 ayat (1) huruf d
meliputi:

l. Perbaikan tanah dasar lokasi

m. Pelaksanaan Teknis Pengamanan

n. Bahan Pelindung / Tameng / Armor

o. Bangunan Laut

70
p. Penimbunan sementara bahan urugan

q. Pembebanan Sementara (Surcharge)

r. Geotextile

s. Vertikal Drain

t. Pengurugan dan pemadatan

u. Ketinggian Peil

v. Penurunan Bangunan / Settlement

w. Pekerjaan Beton

x. Pekerjaan Kontruksi Baja

y. Standar Nasional dan Internasional

(2) Perbaikan tanah dasar lokasi yang akan direklamasi harus memenuhi standar dan atau
persyaratan yaitu :

a. Tanah dasar pantai / laut yang akan dipasang bangunan laut seperti tanggul laut / break
water / seawall terlebih dahulu harus dibersihkan dari bahan yang tidak berguna
termasuk sampah dan lumpur dan kemudian permukaannya diratakan pada kedalaman
yang direncanakan;

b. Perbaikan tanah dasar yang terbuat dari gabungan 7 bambu / dolken menjadi
satu(cluster) harus dipancangkan sedalam minimal 8 m dengan jarak 1,5 m
berdasarkan perhitungan teknis yang dilandasi hasil laboratorium, dipasang dibawah
rencana pondasi bangunan laut / tanggul laut / break water seawall;

c. Banbu yang dipakai untuk cerucuk mempunyai diameter ujung minimal 5 cm dan
diameter pangkal tidak kurang dari 12 m;

d. Dolken yang dipakai untuk cerucuk memmpunyai diameter ujung minimal 5 cm dan
diameter pangkal tidak kurang dari 10 cm;

e. Sebelum dipasang bangunan laut seperti tanggul laut / break waer / sea wall maka pada
tanah dasar diperkuat dengan cluster dari cerucuk bamboo dan atau cerucuk dolken
sesuai yang diperlukan maka dipasang terlebih dahulu pasir setebal 1,00m dan
diratakan dengan rencana;

f. Diatas cerucuk dari cluster bambu atau dolken dipasang rakit bamboo untuk meratakan
gaya beban bangunan laut / tanggul laut / break waer / sea wall kemusian diatasnya
dipasang geotextile sebagai lembaran penutup dan sekaligus meratakan gaya beban
konstruksi di atasnya;

g. Bagian terluar dari tanah dasar bangunan laut / tanggul laut / break waer / sea wall
harus dilindungi dari arus balik hempasan gelombang yang menyebabkantererosinya

71
butiran-butiran tanah / pasir dengan memasang geotextile dan atau dibuat pada
kedalaman yang cukup agar terhindar dari pengaruh hempasan gelombang dan arus
baliknya;

h. Ukuran bahan dan jarak kerapatan pemancangan vertikal drain dari bahan geotextile
dan atau bahan lain yang memenuhi persyaratan kedalaman sesuai dengan desain yang
diperlukan atau sampai mencapai tanah yang cukup keras dibawah tanah dasar laut
diseluruh tanah urugan reklamasi harus sesuai dengan perhitungan teknis yang dibuat
oleh tenaga ahli mengacu / berdasarkan hasil laboratorium;

i. Konstruksi jenis lain untuk perbaikan / perkuatan tanah dasar dapat dipakai sepanjang
sesuai dengan perhitungan tenaga ahli berdasarkan data-data laboratorium, standar-
standar teknis yang berlaku di Indonesia dan standar – standar teknis internasional
yang telah dipakai di Indonesia dan atau berdasarkan studi-studi pendukung /
pengalaman dilapangan yang secara teknis dimungkinkan.

(3) Pelaksanaan Teknis Pengamanan Reklamasi harus memenuhi persyaratan yaitu :

a. Desain harus meliputi perencaaan untuk mengantisipasi timbulnya banjir dan atau
luapan air sungai yang diakibatkan karena kegiatan reklamasi yang harus dilaksanakan
terlebih dahulu sebelum kegiatan reklamasi dilaksanakan;

b. Harus dapat dihindari kerusakan hutan bakau yang mencemari lingkungan dan
terganggunya cagar budaya akibat kegiatan reklamasi serta mengadakan antisipasi
yang diperlukan;

c. Kebersihan di daerah reklamasi dan sekitarnya agara dijaga selama melaksanakan


kegiatan reklamasi;

d. Kegiatan reklamasi tidak boleh mengganggu operasional PLTU / PLTGU khususnya


terhadap pasokan air pendingin serta harus mengadakan antisipasi yang diperlukan;

e. kegiatan reklamasi tidak boleh sampai mengganggu pipa atau instalasi bawah laut /
pasokan BBM serta harus mengadakan antisipasi yang diperlukan;

f. Kegiatan reklamasi tidak boleh sampai mengganggu keberadaan dan beroperasinya


SKKL serta harus mengadakan antisipasi yang diperlukan;

g. Harus menyediakan lokasi untuk menyelesaikan pembuangan bahan sisa reklamasi


tanpa menggganggu lingkungan hidup;

h. Kegiatan reklamasi harus direncanakan tidak boleh merusak / mengganggu /


membahayakan banguan lokasi lain disekitarnya serta tidak boleh menyebabkan
penurunan tanah / settlement di daratan lama disekitarnya tidak boleh menyebabkan
penurunan tanah / settlement di daratan lama di sekitarnya yang dapat berdampak pada
kerusakan bangunan dan lingkungan disekitarnya;

72
i. Kegiatan reklamasi harus direncanakan memakai bahan yang tahan lama terhadap
salinitas air laut;

j. Tinggi urugan reklamasi harus direncanakan dapat mengantisipasi ketinggian pasang


surut dan gelombang laut;

k. Tanggul penahan gelombang harus dibuat cukup kuat untuk mengantisipasi areal hasil
reklamasi terhadap penurunan setempat / settelment dari hasil reklamasi itu sendiri
maupun amblasan tanah / penurunan serempak (Land Susidendence) dan atau kenaikan
global ketinggian air laut yang bukan disebabkan kegiatan reklamasi yang dapat
merubah sistem drainase menjadi sistem folder.

(4) Bahan Pelindung / Tameng / Armor untuk melindungi Pemecah Gelombang Breakwater /
Bangunan Laut harus memenuhi persyaratan, yaitu :

a. Lapisan Pelindung / Tameng / Armor yang terbuat dari beton bertulang menyambung /
monopolit dan atau berbentuk bahan batuan buatan harus dibuat dari adukan semen
tahan air asin dengan memakai semen type III atau type IV atau semen posollan fly ash
atau semen type II campur abu terbang (fly ash) atau semen lain yang memenuhi
persyaratan dengan mutu beton minimal K 350.

b. Lapisan Pelindung / Tameng / Armor yang dibuat dari beton harus mempunyai berat,
bentuk dan atau ukuran sesuai dengan perhitungan teknis yang dibuat oleh tenaga ahli
mengacu pada data-data teknis dan laboratorium;

c. Batuan Pelindung / Tameng / Armor yang dibuat dari batu alam utuh harus mempunyai
berat, bentuk (shape) dan ukuran serta kekerasan sesuai hasil perhitungan teknis yang
dibuat oleh tenaga ahli;

d. Lapisan Pelindung / Tameng / Armor yang dibuat dari batu pecah atau batu alam yang
disatukan dalam bronjong-bronjong harus mempunyai berat, bentuk (shape) dan
ukuran serta kekerasan batu serta bentuk / ukuran bronjong sesuai dengan hasil
perhitungan teknis;

e. Apabila mengguanakan Bronjong harus dibuat dari bahan karat dengan kekuatan dan
ketahanan minimal 30 tahun sesuai dengan hasil perhitungan teknis;

f. Bahan Bronjong harus diberi bahan pelindung dari kemungkinan kerusakan dari arah
luar;

g. Konstruksi dan bahan pelindung pemecah gelombang jenis lain dapat dipakai
sepanjang dapat dibuktikan berdasarkan pengalaman dan perhitungan teknis,
ketahanan / keawetan serta lingkup layak dipakai.

(5) Bangunan Laut harus memenuhi persyaratan, yaitu :

73
a. Pemecah gelombang yang berada di bawah muka air laut (sub merge) kedalamannya
harus cukup aman / tidak mengganggu lalu lintas perairan dan harus diberi rambu-
rambu;

b. Pemecah gelombang terapung (floating) harus dibuat dari bahan tahan untuk 50 tahun
dan diikat (diangkut) pada pondasi yang kokoh dengan bahan pengikat yang tahan
terhadap air lauat ;

c. Pemecah gelombang yang direncanakan dapat dilimpasi oleh air (over topping), maka
lereng bagia dalam pemecah gelombang harus dijamin tidak akan rusak pada saat
terjadinya limpasan;

d. Pemecah gelombang yang direncanakan tidak boleh ada air limpasan diatasnya maka
harus direncanakan berdasarkan besarnya rayapan gelombang (wave run up) yang
akan terjadi;

e. Semua bangunan laut harus dibuat dapat menahan semua gaya-gaya yang terjadi baik
gaya-gaya lateral / gaya samping maupun gaya-gaya vertikal karena berat sendiri
beban dari luar termasuk beban alat-alat berat sendiri beban dari luar termasuk beban
alat-alat berat dan lalu lintas baik selama masa konstruksi maupun sesudahnya;

f. Semua bangunan laut yang bersebelahan dengan reservoir harus dibuat agar tahan
terhadap bocoran yang signifikan dengan diberikan lapisan bahan kedap air sesuai
dengan perhitungan yang dibuat oleh tenaga ahli mengacu pada data-data teknis dan
laboratorium;

g. Penurunan (settlement) bangunan laut harus diperhitungkan di dalam perencanaan dan


didalam pelaksanaannya harus sesuai dengan perhitungan teknis;

h. Selama masa 10 tahun setelah bangunan laut selesai dibuat pengembang harus tetap
memperbaiki / memelihara dari perubahan-perubahan / kerusakan-kerusakan yang
timbul;

i. Tinggi kepala tanggul laut harus sesuai dengan yang direncanakan dan secara periodik
harus ditimbang / dikalibrasi terhadap ketinggian patok duga / bench mark;

j. Pada pekerjaan reklamasi laut dengan cara hydrolic fill harus dibuat tanggul laut
sementara terlebih dahulu sebelum pekerjaan reklamasi dilaksanakan;

k. Pada pekerjaan reklamasi laut dengan cara blanket fill konstruksi pelindung berupa
tanggul laut lengkap dengan pemecah gelombang dibuat kemudian setelah reklamasi
selesai dilaksanakan dengan ketentuan bahan urugan harus dijaga agar tidak
mengganggu lingkaran;

l. Dinding tegak pantai (sea wall) yang dibuat dari beton harus dibuat dari adukan beton
tahan air asin dengan memakai dengan memakai semen type III atau semen type IV

74
atau semen passolan fly ash, atau semen type II dicampur abu terbang (fly ash) atau
semen lain yang memenuhi persyaratan teknis dengan mutu beton K 350.

(6) Penimbunan sementara bahan urugan harus memenuhi persyaratan, yaitu :

a. Penimbunan sementara bahan pengisi urugan / pasir urug di laut / pantai jika ada /
yang diperlukan agar tidak terbawa dan tidak boleh mengganggu alur perahu nelayan,
kolam pelabuhan, rambu-rambu laut, SKL, pipa pasokan BBM bawah laut, pasokan air
pendingin PLTU, keluaran air pendingin PLTU serta agar tidak menyebabkan abrasi
pantai ditempat lain;

b. Parkir sementara atau tetap kapal transportasi bahan pasir urugan dan bahan lainnya
agar tidak mengganggu SKKL, rambu-rambu laut, SKKL, pipa pasokan khususnya
akibat terseret jangkar kapal yang mungkin lepas atau mengenai instalasi itu;

c. Pengambilan bahan pengisi urugan / pasir urug dari tempat penimbunan sementara
dengan kapal sucker (penyedot) dapat dilakukan dengan cutter suction) atau cara lain
yang ramah lingkungan agar tidak mengganggu lingkungan hidup;

(7) Pembebanan Sementara (Surcharge) harus memenuhi standar dan atau persyaratan yaitu :

a. Diatas tanah urug hasil reklamasi yang telah selesai digelar, dipasang pasir urug
sebagai pembebanan sementara (surcharge) setebal 1 m s/d 2 m sesuai dengan
perencanaan teknis;

b. Penggelaran pembebanan sementara (surcharge) dilakukan lapis demi lapis setebal


maksimum 30 cm setiap lapisan dan dipadatkan dengan mesin giling sampai
kepadatan yang direncanakan;

c. Setelah pembebanan sementara dengan memasang surcharge selesai digelar padat dan
rata maka ditunggu sampai minimum 6 bulan dan atau sesuai waktu menurut
perhitungan teknis untuk diamati penurunannya titik demi titik secara berkala;

d. Setelah pembebanan sementara (surcharge) cukup waktunya dan tidak ada lokasi yang
mengalami penurunan yang melebihi yang ditentukan maka surcharge dapat dibongkar
dipindahkan ke tempat lain dan bekasnya diratakan kembali;

e. Bahan pasir urug untuk (surcharge) harus mempunyai kualitas yang sama dengan
bahan pengisi urugan / pasir urug yang dipakai untuk reklamasi;

f. Apabila dengan adanya timbunan sementara (surcharge) dan diketahui ada bagian dari
areal yang mengalami penurunan memlebihi dari rata-rata sekitarnya maka pada areal
tersebut harus menjadi perhatian dan diperbaiki;

(8) Geotextile harus memenuhi standar dan atau persyaratan, yaitu :

75
a. Geotextile yang dipakai untuk pemasangan di bawah tanggul laut dan armor harus
diperhitungkan terhadap beban diatasnya sehingga tidak koyak / bocor dengan
perhitungan teknis oleh tenaga ahli berdasarkan data-data teknis dan laboratorium;

b. Sambungan geotextile satu sama lain yang dipasang di bawah tanggul laut dan armor
harus tumpang tindih / overlapping atau dijahit sehingga tidak bocor;

c. Pemasangan geotextile pada ujung tanggul laut dan armor harus ada lipatan ke bawah
dibalik material agar kokoh / tidak mudah lepas serta melindungi material dari erosi;

d. Semua geotextille agar kokoh / tidak mudah lepas serta melindungi dari sinar ultra
violet matahari yang secara langsung menimpanya;

e. Ukuran bahan geotextile harus dapat menahan butiran butiran pasir diatas saringan No.
200.

(9) Vertikal Drain harus memenuhi standar dan atau persyaratan, yaitu :

a. Vertical Drain dipasang dengan dipancang pada pasir urug yang telah digelar sampai
kedalaman 16 m samapai dengan 30 m tanpa memakai sambuangan sesuai perhitungan
teknis oleh tenaga ahli yang mengacu pada hasil laboratorium;

b. Jarak pemancangan vertical drain satu sama lain 1 sampai dengan 2 m tergantung dari
hasil laboratorium uji kapiler vertical drain dengan perhitungan teknis yang dibuat
oleh tenaga ahli;

c. Bahan dari sabut kelapa sebagai pengganti plastik untuk vertical drain harus melalui
uji laboratorium terlebih dahulu.

(10) Pengurugan dan pemadatan harus memenuhi standar dan atau persyaratan, yaitu :

a. Pengurugan dari darat harus dilakukan lapis demi lapis;

b. Pengurugan dengan bahan material pengisi urugan / pasir urug dari laut harus dipilih
dari 2 (dua) cara yaitu pertama memakai cara methode bankeet fill yaitu konstruksi
pelindung (tanggul) dibuat dalam keadaan kering setelahpengurugan selesai
dilaksanakan atau kedua memakai cara / metode hyrolic fill yaitu konstruksi pelindung
(tanggul) dibuat dalam kondisi basah sebelum pengurugan harus dilakukan secara
bertahap dan rata;

c. Sebelum lokasi diurug harus dibersihkan terlebih dahulu dari sampah dan lumpur dan
permukaannya diratakan dan diisi kembali dengan pasir urug pada bekas kerukan itu;

d. Setelah bahan / material pengisi urugan / pasir urug digelar sampai dengan dengan
ketinggian tertentu maka permukaannya diratakan dengan ketinggian yang
diperhitungkan cukup apabila bahan / material pengisi urugan / pasir urug tersebut
susut akibat konsolidasi dan pemadatan;

76
e. Setelah dipadatkan maka tanah hasil urugan dan tanah dasar dibawahnya, dipantau
secara periodik kadar air dan kepadatannya sampai tercapai konsolidasi mendekati 100
% utnuk beban yang bekerja atau beban rencana dan sampai elevasi rencana tercapai;

f. Pemadatan tanah timbunan dan tanah dasar dapat dilakukan dengan cara pembebanan
atau dengan cara penumbukan dan penggetaran (pemadatan dinamis) yang masing-
masing harus dilengkapi terlebih dahulu / dipasang vertical drain untuk mempercepat
pematusan (dehidrasi) kandungan air pada tanah tibunan dan tanah dasar sehingga
waktu yang diperlukan untuk mencapai kepadatan yang direncanakan dapat lebih cepat
tercapai;

g. Setelah kadar air pada pasir urug, mencapai yang optimum berdasarkan laboratorium
maka pasir urug yang telah digelar apabila dipadatkan dengan cara dimanis
sebagaimana tersebut di dalam sub bab (9 f) pada bab ini, harus dipadatkan dengan
mesin gilling / roller / tamper dan atau getar (vibro repalacement compaction);

h. Apabila kepadatan telah cukup sesuai perencanaan teknis maka pada bagian
permukaan urugan harus diratakan, bagian yang perlu penambahan pasir urug harus
dipadatkan dengan mesin gilas dengan kaki foot dan vibrasi;

i. Pekerjaan pengurugan dan pemadatan urugan reklamasi dapat dilakukan dengan cara /
metode lain berdasarkan pengalaman dan hasil pengujian laboratorium harus
memenuhi persyaratan yang diperlukan;

j. Kepadatan bahan pengisi urugan harus mencapai standar minimal kepadatan sebesar
95 % dari modified proctor.

(11) Ketinggian Peil harus memenuhi standar dan atau persyaratan, yaitu :

a. Tinggi tanggul laut kawasan reklamasi pantai harus memperhitungkan tinggi pasang
surut yang dominan dan dilakukan perencanaannya oleh tenaga ahli sedangkan tinggi
pengurugan tergantung sistem pengurugan penuh atau polder;

b. Tinggi minimal tanggul laut adalah 2600 mm terhadap elevasi rata-rata terrendah dari
ketinggian terrendah permukaan laut (Mean Low Low Water Level / MLLWL) harus
telah memperhitungkan adanya kenaikan permukaan air laut global akibat efek rumah
kaca (green house effect);

c. Angka bacaan elevasi ketinggian sebesar 2600 mm tersebut didalam sub bab (B10. b)
pada bab ini harus diubah terlebih dahulu ke dalam bacaan angka / skala Peil Pantai
Utara Pulau Batam yaitu angka / skala Peil yang telah dikalibrasi angkanya oleh Dinas
setempat terhadap Peil pada Bench Mark yang ada di titik yang dianggap tidak
berubah.

d. Elevasi ketinggian dengan angka / skala Peil tersebut di dalam (sub bab B10 c) pada
bab ini sesuai dengan sub bab (B10 b) pada bab ini harus ditambahkan adanya

77
kenaikan peil ketinggian muka air laut yang selama ini terjadi akibat efek rumah kaca
yang dapat dianggap dimulai tahun 1991 sebesar 2cm setiap tahun;

e. Minimal tambahan tinggi tersebut di dalam sub bab (B10 b) dan sub bab (B10 d) pada
bab ini dapat dipilih sebesar 200 mm berdasarkan nilai tahun 2001 atau sebagai contoh
600 mm berdasarkan nilai tahun 2021 (prakiraan selesainya reklamasi) dengan
ketentuan harus disediakan lebar tanggul yang bebas dari bangunan diatasnya guna
tempat meninggikan tanggul bila masih terjadi kenaikan peil air laut dan harus
disediakan kolam retensi cadangan dan pompa polder apabila ketinggian peil tanggul
laut dikemudian hari menjadi lebh rendah dari permukaan laut;

f. Ketinggian air laut secara periodik dipantau / dilaporkan oleh pengembang sebagai
bahan bagi instansi terkait guna mengkalibrasi ketinggian Peil Pantai terhadap elevasi
ketinggian permukaan air laut;

g. Apabila ada selisih ketinggian elevasi berdasarkan Peil Pantai dengan kenyataan
dilapangan terhadap MLLWL maka harus dilaporkan kepada Badan Pelaksana untuk
diambil keputusan;

h. Sebagai referensi harus dipakai hasil Studi / Survey Dinas Hidro Oceanografi yang
pernah dilakukan sebelumnya.

(12) Penurunan Bangunan / Settlement harus memenuhi persyaratan , yaitu :

a. Penurunan (settlement) bangunan laut / tanggul laut / break water / sea wall selama 50
tahun harus sudah ditambahkan dalam perencanaan tinggi peil dan harus dipantau dan
harus dilaporkan kepada Badan Pelaksana secara periodik;

b. Penurunan (settlement) permukaan air tanah hasil reklamasi selama 20 tahun harus
sudah ditambahkan ditambahkan dalam perencanaan tinggi peil dan harus dipantau
dan harus dilaporkan kepada Badan Pelaksana secara periodik;

c. Perhitungan penurunan bangunan laut tanggul laut / break water dan tanah hasil
reklamasi harus dilakukan oleh tenaga ahli berdasarkan data-data teknis dan
laoratorium.

(13) Pekerjaan Beton harus memenuhi standar mutu dan atau persyaratan , yaitu :

a. Semua pekerjaan beton semen harus sudah sesuai dengan peraturan beton bertulang
yang berlaku di Indonesia (PBI Tahun 1973);

b. Semua pekerjaan beton semua harus dibuat tahan terhadap air asin / air laut serta
pencemaran air yang ada di perairan Teluk Jakarta;

c. Semua pekerjaan beton harus mempunyai mutu beton minimal K 350.

(14) Pekerjaan Kontruksi Baja harus memenuhi standar mutu dan atau persyaratan, yaitu :

78
a. Semua pekerjaan baja harus memakai baja tahan terhadap air asin / air laut serta
pencemaran air yang ada di perairan;

b. Mutu baja yang dipakai minimal harus baja ST 42;

c. Tebal pelindung anti korosi pada baja sudah harus memperhitungkan umur rencana
selama minimal 50 tahun;

d. Semua pekerjaan baja harus dilengkapi dengan lapisan anti karat atau alat khusus
pencegahan karat khususnya pada lokasi pasang surut dan yang terkena hempasan
gelombang.

(15) Standar Nasional dan Internasional :

a. Semua pelaksanaan konstruksi berlaku Standar Nasional Indonesia (SNI) dan atau
standar-standar dari negara lain yang telah biasa dipakai di Indonesia dan atau
standar- standar dari negara asal / pengembang;

b. Hasil penelitian berdasarkan penelitian laboratorium dan penemuan ilmiah oleh tenaga
ahli yang belum distandarisasi dapat dipakai untuk pelaksanaan sepanjang memenuhi
persyaratan yang diperlukan.

Pasal 122
(1) Ketentuan / Petunjuk teknis Reklamasi ini merupakan :

a. Acuan di dalam Penelitian dan Kajian terhadap Proposal Teknis Penyelenggaraan


Reklamasi;

b. Acuan di dalam Penelitian Teknis Persyaratan Teknis Perizinan Pelaksanaan


Reklamasi;

c. Pedoman di dalam Pelaksanaan Reklamasi

(2) Pelaksanaan reklamasi diawasi dan dikendalikan secara teknis oleh Badan Pelaksana,
mengacu kepada Petunjuk Teknis yang ditetapkan pada seluruh Pasal 115 sampai dengan
Pasal 119

Paragraf 7
Media ruang luar
Pasal 123
Media ruang luar atau yang disebut reklame adalah salah satu bentuk tata informasi yang tujuannya
komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau mengunggulkan/memujikan
suatu barang, jasa ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa seseorang atau
badan yang diselenggarakan/ditempatkan atau dapat diliihat, dibaca dan atau didengar dari suatu
tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah Darah dengan memperhatikan keindahan
lingkungan dan keamanan.
Pasal 124
(1) Bahan atau media yang digunakan untuk reklame terdiri dari :
a. Jenis reklame papan/billboard;
b. Jenis reklame megatron/videotron/large electronic display (LED) dan sejenisnya;
c. Jenis-jenis reklame lainnya :
1. Kain
79
2. Melekat (stiker)
3. Selebaran
4. Berjalan/kendaraan
5. Udara
6. Suara
7. Film/slide
8. Peragaan
(2) Letak dan penempatan reklame terdiri dari :
a. Reklame di dalam sarana dan prasarana kota;
b. Reklame di luar sarana dan prasarana kota.
(3) Masa berlaku reklame terdiri dari :
a. Reklame tetap;
b. Reklame tidak tetap (penjelasan).

Pasal 125
Titik reklame di dalam saran dan prasaran kota meliputi titik reklame pada :
a. Trotoar;
b. Halte bus;
c. Jembatan penyeberangan orang (JPO);
d. Jembatan Niaga Multi Guna;
e. Jalan layang;
f. Jalan bawah tanah;
g. Taman Kota atau Jalur Hijau;
h. Tanggul sungai;
i. Pos jaga polisi;
j. Jam kota;
k. Terminal dan pangkalan angkutan;
l. Stasiun;
m. Bandara;
n. Pelabuhan;
o. Gelanggang olah raga;

Pasal 126
Titik reklame di luar sarana dan prasarana kota sebagaimana dimaksud pada pasal 157 ayat (2) huruf b
meliputi titik reklame pada :
a. Di atas bangunan
b. Menempel pada bangunan
c. Di halaman.

Pasal 127
(1) Pola penyebaran peletakkan reklame di Kabupaten Bintan, digambarkan pada peta skala 1:20.000
yang ditetapkan dengan keputusan Bupati.
(2) Pola penyeberan peletakkan reklame sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini merupakan
pedoman dalam rangka penataan penyelenggaraan reklame dengan mengikuti batasan teknis
yang berlaku
(3) Bupati dapat menetapkan penambahan pola penyebaran peletakan reklame sejalan dengan
perkembangan kota
(4) Pola penyebaran peletakan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dievaluasi
secara berkala sekurang-kurangnya 2 tahun sekali.
(5) Untuk kelengkapan bahan kajian ulang atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal
ini, Dinas Pendapatan Daerah harus memberitahukan setiap titik yang telah diterbitkan izin
penyelenggaraannya kepada Dinas Tata Kota.
80
(6) Peletakan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirinci menjadi titik-titik reklame.
(7) Titik-titik reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Bupati
(8) Titik-tik reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini ditempatkan :
a. di dalam sarana dan prasarana kota,
b. di luar sarana dan prasarana kota,

Pasal 128
(1) Lokasi reklame di Luar Sarana dan Prasarana Kota, adalah sebagai berikut :
a. Batas bidang tanah untuk peletakan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini,
adalah :
1) Pada koridor sejajar jalur jalan dalam jarak ± 300 m dari as jalan atas masing-masing penggal
jalur jalan dimaksud.
2) Pada bagian ujung penggal jalur jalan dibatasi dengan masing-masing as jalur jalan yang
berpotongan terhadap jalur jalan dimaksud.
b. Peletakan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini terdiri dari Kategori A, B, C,
dan D yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
(2) Batasan teknis penyelenggaraan reklame di luar sarana dan prasarana kota selain yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 129
(1) Penyelenggaraan reklame pada Kategori A, adalah di atas bidang tanah dan atau bangunan
pada koridor utama dengan kendali ketat. (penjelasan)
(2) Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemasangan reklame
diatur sesuai dengan batasan teknis.
(3) Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang pemasangan
reklamenya pada :
a. Badan bangunan dengan cara menempel menggunakan stiker, harus terlebih dahulu
dikaji dan disetujui tim ahli serta memberikan kontribusi kepada Pemerintah Kabupaten
Bintan;
b. Badan bangunan dengan cara menempel berkonstruksi atau di atas atap datar terlebih
dahhulu dikaji dan disetujui Tim Ahli.

Pasal 130
(1) Penyelenggaraan reklame pada Kategori B, adalah di atas bidang tanah dan atau bangunan
pada koridor jalur jalan dari Jalan Lingkar ke luar ke arah dalam kota dengan kendali
sedang. (penjelasan)
(2) Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemasangan reklame
diatur sesuai dengan batasan teknis.
(3) Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang pemasangan
reklamenya pada badan bangunan dengan cara menempel menggunakan stiker, terlebih
dahulu harus dikaji dan disetujui Tim Ahli.

Pasal 131
(1) Penyelenggaraan reklame pada Kategori C, adalah diatas bidang tanah dan atau bangunan
pada koridor jalur jalan dari Jalan Lingkar Luar ke arah luar kota dengan bebas terkendali.
(penjelasan)
(2) Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemasangan reklame
diatur sesuai dengan batasan teknis.
(3) Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang pemasangan
reklamenya pada badan bangunan dengan cara menempel menggunakan stiker, terlebih
dahulu harus dikaji dan disetujui Tim Ahli.

Pasal 132
(1) Penyenlenggaraan reklame pada Kategori D, adalah di atas bidang tanah dan atau
bangunan pada kawasan khusus dengan pengendalian khusus.(penjelasan)
81
(2) Kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan keputusan
Gubernur.
(3) Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemasangan reklame
diatur sesuai dengan batasan teknis.
(4) Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang pemasangan
reklamenya pada badan bangunan dengan cara menempel menggunakan stiker terlebih
dahulu harus dikaji dan disetujui Tim Ahli.

Pasal 133
Terhadap penyelenggaraan reklame berupa logo dan atau nama tempat usaha dan atau pintu gerbang
dapat diberikan izin penyelenggaraan reklame dengan ketentuan sebagai berikut :
(1) Desain serasi dan menyatu dengan bangunan dan atau lingkungannnya;
(2) Format penyajian vertikal dan horisontal

Bagian 6
Ketentuan Peran Masyarakat

Pasal 134
(1) Peran masyarakat dalam penataan ruang Kawasan Industri Maritim
Bintan Timur dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa:
a. peran masyarakat diperlukan karena masyarakat yang mengetahui
kebutuhan pengembangan kawasan;
b. peran masyarakat merupakan upaya untuk meminimasi risiko dan
konflik;
c. peran masyarakat merupakan suatu proses pembelajaran massal.
(2) Peran masyarakat dilakukan sesuai dengan kondisi masyarakat
setempat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Peran masyarakat dilakukan melalui:
a. penyampaian informasi dari Pemerintah Kabupaten, dalam hal ini melalui
Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan kepada masyarakat mengenai
kebijakan penataan ruang Kawasan yang telah dibuat;
b. dialog atau pertukaran informasi antara Pemerintah Kabupaten, dalam hal
ini melalui Dewan kawasan dan Badan Pengusahaan dengan masyarakat
mengenai substansi masalah yang perlu dibahas dalam proses
perencanaan tata ruang kawasan;
c. analisis bersama antara masyarakat dan Pemerintah Kabupaten mengenai
alternatif kebijakan penataan ruang kawasan;
d. konsultasi publik untuk memilih alternatif senario penataan ruang
kawasan;
e. pembuatan kesepakatan bersama antara Pemerintah kabupaten dan
masyarakat mengenai arah kebijakan penataan ruang kawasan;
f. pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang kawasan oleh
masyarakat;
g. pembinaan penyelenggaraan penataan ruang oleh kelompok masyarakat
kepada kelompok masyarakat lainnya;
h. inisiatif masyarakat dalam pembuatan aturan mengenai penyelenggaraan
penataan ruang;
i. pelaksanaan peran masyarakat dilakukan dalam setiap elemen dari
penyelenggaraan penataan ruang, meliputi pengaturan, pembinaan,
82
pelaksanaan, dan pengawasan yang selanjutnya akan diatur lebih rinci
dalam peraturan perundangan lainnya.
j. Tim Konsultasi kawasan yang merupakan perwakilan dari asosiasi profesi
dan pengusaha berperan membantu Dewan Kawasan untuk memberikan
masukan mengenai pengembangan iklim investasi yang kondusif,
penyelesaian permasalahan investasi, dan tugas-tugas yang diberikan
oleh Dewan Kawasan.

BAB VII
PERATURAN PERIZINAN

Paragraf 1
Jenis perijinan

Pasal 135
Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (3) dapat terdiri atas:
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin peruntukan penggunaan tanah;
d. izin mendirikan bangunan; dan
e. izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 136
(1) Izin prinsip sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 151 huruf a diwajibkan
bagi perusahaan yang akan melakukan investasi yang berdampak besar terhadap lingkungan
sekitarnya.
(2) Izin prinsip diberikan oleh Badan Pengusahaan KPBPB Bintan bagi pemohon
yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Dewan Kawasan setelah mendapat
rekomendasi dari Pemerintah Daerah.
(3) Bagi pemohon yang melakukan kegiatan investasi yang tidak berdampak
besar, tidak memerlukan izin prinsip dan dapat langsung mengajukan permohonan izin lokasi.

Pasal 137
(1) Izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf b diberikan kepada
perusahaan yang sudah mendapat persetujuan pemerintah Kabupaten Bintan dan persetujuan
penanaman modal untuk memperoleh tanah yang diperlukan.
(2) Jangka waktu izin lokasi dan perpanjangannya mengacu pada ketentuan yang
ditetapkan oleh Badan Pengusahaan.
(3) Perolehan tanah oleh pemegang izin lokasi harus diselesaikan dalam jangka
waktu izin lokasi.
(4) Apabila perolehan tanah tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu izin
lokasi, termasuk perpanjangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), maka
perolehan tanah tidak dapat lagi dilakukan oleh pemegang izin lokasi dan terhadap bidang-bidang
tanah yang sudah diperoleh dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal dengan penyesuaian mengenai
luas pembangunan; dan
b. dilepaskan kepada perusahaan atau pihak lain uang memenuhi syarat.
83
(5) Permohonan izin lokasi yang disetujui harus diberitahukan kepada masyarakat
setempat.
(6) Penolakan permohonan izin lokasi harus diberitahukan kepada pemohon
beserta alasan-alasannya.
(7) Persyaratan pemberian izin lokasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 138
(1) Izin peruntukan penggunaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf c
diberikan berdasarkan rencana tata ruang, rencana detail tata ruang dan/atau peraturan zonasi
sebagai persetujuan terhadap kegiatan budidaya secara rinci yang akan dikembangkan dalam
Kawasan.
(2) Setiap orang atau badan hukum yang akan memanfaatkan ruang harus mendapatkan izin
peruntukkan penggunaan tanah.
(3) Izin peruntukan penggunaan tanah berlaku selama 1 tahun, serta dapat diperpanjang 1
kali berdasarkan permohonan yang bersangkutan.
(4) Izin peruntukan penggunaan tanah yang tidak diajukan perpanjangannya dinyatakan
gugur dengan sendirinya.
(5) Untuk memperoleh izin peruntukan penggunaan tanah, permohonan diajukan secara
tertulis kepada Pemerintah Kabupaten Bintan dengan tembusan kepada Badan Pengusahaan
KPBPB Bintan.
(6) Perubahan izin peruntukan penggunaan tanah yang telah disetujui wajib dimohonkan
kembali secara tertulis kepada Badan Pengusahaan KPBPB Bintan.
(7) Permohonan izin peruntukan penggunaan tanah ditolak apabila tidak sesuai dengan
rencana tata ruang, rencana detail tata ruang dan atau peraturan zonasi serta persyaratan yang
ditentukan atau lokasi yang dimohon dalam keadaan sengketa.
(8) Badan Pengusahaan KPBPB Bintan dapat mencabut izin peruntukan penggunaan tanah
yang telah dikeluarkan apabila terdapat penyimpangan dalam pelaksanaannya
(9) Orang atau badan hukum yang akan memanfaatkan ruang Zona dikenakan retribusi izin
peruntukan penggunaan tanah.
(10) Besarnya retribusi izin peruntukan penggunaan tanah ditetapkan berdasarkan fungsi
lokasi, peruntukkan, ketinggian tarif dasar fungsi, luas penggunaan ruang serta biaya pengukuran.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin peruntukan penggunaan tanah diatur dalam
keputusan Dewan Kawasan.

Pasal 139
(1) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151
huruf d diberikan berdasarkan surat penguasaan tanah, Rencana Tata Ruang, Rencana Detail Tata
Ruang, peraturan zonasi dan persyaratan teknis lainnya.
(2) Setiap orang atau badan hukum yang akan melaksanakan pembangunan fisik
harus mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
(3) Setiap orang atau badan hukum yang melaksanakan pembangunan fisik tanpa
memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) akan dikenakan sanksi.
(4) Untuk memperoleh izin mendirikan bangunan (IMB) permohonan diajukan
secara tertulis kepada Pemerintah Kabupaten Bintan dengan tembusan kepada Badan
Pengusahaan KPBPB Bintan.
(5) Permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) ditolak apabila tidak sesuai
dengan fungsi bangunan, ketentuan atas KDB, KTB, KLB, GSB, ketinggian bangunan, dan garis

84
sempadan yang diatur dalam rencana tata ruang serta persyaratan yang ditentukan atau lokasi
yang dimohon dalam keadaan sengketa.
(6) Pemerintah Kabupten Bintan dapat mencabut izin mendirikan bangunan
(IMB) yang telah dikeluarkan apabila terdapat penyimpangan dalam pelaksanaannya
(7) Terhadap orang atau badan hukum yang akan memanfaatkan ruang kawasan
Industri Maritim Bintan Timur dikenakan retribusi izin mendirikan bangunan (IMB).
(8) Besarnya retribusi izin mendirikan bangunan (IMB) ditetapkan berdasarkan
fungsi lokasi, peruntukkan, ketinggian tarif dasar fungsi, luas penggunaan ruang serta biaya
pengukuran.
(9) Ketentuan tentang izin mendirikan bangunan (IMB) diatur dalam Keputusan
Bupati Bintan.

Paragraf 2
Tata Cara Pemberian Izin

Pasal 140
(1) Tata cara pemberian izin prinsip di Kawasan Industri Maritime Bintan Timur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 151 huruf a adalah sebagai berikut:
a.pemohon mengajukan permohonan kepada Kepala Badan Pengusahaan KPBPB Bintan dengan
melengkapi semua persyaratan;
b. Badan Pengusahaan KPBPB Bintan mengevaluasi permohonan yang dimaksud dan
membuat keputusan menerima atau menolak permohonan;
c.permohonan yang disetujui akan diterbitkan izin prinsip oleh Kepala Badan Pengusahaan
KPBPB Bintan;
d. setelah menerima izin prinsip pemohon harus melaporkannya pada Pemerintah Kabupaten
Bintan untuk kemudian diadakan sosialisasi kepada masyarakat setempat.
e.apabila setelah dilakukan sosialisasi sebagian besar pemilik tanah menolak, maka Pemerintah
Kabupaten Bintan memberikan laporan dan saran pada Badan Pengusahaan KPBPB Bintan;
f. atas saran Bupati Bintan, Badan Pengusahaan KPBPB Bintan dapat meninjau kembali izin
prinsip tersebut.
(2) Tata cara pemberian izin lokasi di Kawasan Industri Maritime Bintan Timur, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 151 huruf b sebagai berikut:
a. pemohon mengajukan permohonan kepada Bupati Bintan dengan melengkapi semua
persyaratan;
b. Bupati Bintan mengevaluasi permohonan yang dimaksud dan membuat keputusan
menerima atau menolak permohonan;
c. Bupati Bintan menerbitkan izin lokasi atas permohonan yang disetujui dengan tembusan
kepada Kepala Badan Pengusahaan;
(3) Tata cara pemberian izin peruntukkan penggunaan tanah di Kawasan Industri Maritime Bintan
Timur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf c sebagai berikut:
a. pemohon mengajukan permohonan kepada Bupati Bintan sesuai dengan lokasi yang
dimohonkan dengan melengkapi semua persyaratan;
b. Bupati Bintan sesuai dengan lokasi yang dimohonkan mengevaluasi permohonan yang
dimaksud dan membuat keputusan menerima atau menolak permohonan;
c. Bupati Bintan sesuai dengan lokasi yang dimohonkan menerbitkan izin peruntukkan
penggunaan tanah atas permohonan yang disetujui dengan tembusan kepada Kepala Badan
Pengusahaan.

85
(4) Tata cara pemberian izin mendirikan bangunan di Kawasan Industri Maritime Bintan Timur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf d sebagai berikut:
a. pemohon mengajukan permohonan kepada Bupati Bintan dengan melengkapi semua
persyaratan;
b. Bupati Bintan mengevaluasi permohonan yang dimaksud dan membuat keputusan menerima
atau menolak permohonan;
c. Bupati Bintan menerbitkan izin mendirikan bangunan atas permohonan yang disetujui
dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengusahaan
(5) Pemberian izin prinsip, izin lokasi, izin peruntukkan penggunaan tanah, dan izin mendirikan
bangunan, dan izin-izin lain yang dilimpahkan dilakukan melalui pelayanan terpadu.

BAB VIII
PERATURAN PENGENAAN SANKSI

Pasal 141
(1) Pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggaran penataan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf e bertujuan untuk mewujudkan tertib tata ruang dan tegaknya
peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.
(2) Pengenaan sanksi administratif dalam pelanggaran pemanfaatan ruang dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 142
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e bertujuan untuk mewujudkan tertibnya
penyelenggaraan tata ruang melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam bidang
penataan ruang.
(2) Dalam pelaksanaan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Industri Maritim
Bintan Timur Pemerintah Kabupaten Bintan melakukan pembinaan penataan ruang kepada
Dewan Kawasan, Badan Pengusahaan, dan masyarakat.
(3) Pemerintah kabupaten Bintan bersama Dewan Kawasan dan Badan
Pengusahan menyelenggarakan pembinaan penataan ruang sesuai kewenangannya masing-
masing.

Pasal 143
(1) Pengawasan penataan ruang di Kawasan Industri Maritim Bintan Timur dilaksanakan
oleh Gubernur Provinsi Kepulauan Riau terhadap kinerja pengaturan, pembinaan dan
pelaksanaan penataan ruang yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bintan , Dewan
Kawasan, dan Badan Pengusahaan.
(2) Pengawasan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kegiatan
pelaporan, pemantauan dan evaluasi.
(3) Kegiatan pelaporan secara berkala dilakukan oleh Badan Pengusahaan kepada Dewan
kawasan.
(4) Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan Gubernur.

86
(5) Rekomendasi tindak lanjut hasil evaluasi disampaikan oleh Dewan Kawasan kepada
Dewan Nasional.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 144
(1) Jangka waktu Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Industri Maritim Bintan
Timur adalah 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Industri Maritim Bintan Timur
merupakan acuan dalam penyusunan rencana rinci atau rencana teknik ruang untuk
pengembangan zona utama, zona penunjang dan zona pendukung di dalam Kawasan Industri
Maritim Bintan Timur.
(3) Rencana Rinci atau rencana teknik ruang disusun oleh Badan Pengusahaan
dan ditetapkan oleh Dewan Kawasan.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 145
(1) Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, semua ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan penataan ruang Kawasan Industri
Maritim Bintan Timur tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
Peraturan Daerah ini.
(2) Penetapan tata batas fisik Kawasan Industri Maritim Bintan Timur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilaksanakan paling lama 1 Tahun setelah Peraturan
Daerah ini ditetapkan.
(3) Rencana rinci tata ruang Blok-blok Industri di dalam Kawasan Industri
Maritim Bintan Timur diselesaikan paling lama 3 tahun setelah penetapan Peraturan Daerah ini.
(4) Rencana rinci tata ruang, rencana-rencana pembangunan prasarana dan sarana,
rencana pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di dalam kawasan masih tetap berlaku
sejauh tidak bertentangan dengan Rencana Detail Tata Ruang dan peraturan zonasi Kawasan
Industri Maritim Bintan Timur.
(5) Izin prinsip, izin lokasi, izin peruntukkan penggunaan tanah, izin mendirikan
bangunan yang telah dikeluarkan sebelum penetapan Peraturan Daerah ini masih tetap berlaku,
sampai habis masa berlakunya sepanjang tidak bertentangan.
(6) Izin-izin yang dikeluarkan berdasarkan koordinat lokal disesuaikan dengan
sistem koordinat nasional yang berlaku.
(7) Pemberian izin pada zona-zona yang masih dalam proses penelitian
pengalihan fungsi ditunda sampai dengan dikeluarkannya keputusan akhir sesuai dengan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
(8) Pemanfaatan ruang yang belum sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Industri
Maritim Bintan Timur dilakukan penyesuaian paling lama 3 tahun dari mulai Peraturan Daerah
ini diundangkan.

87
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 146
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, dan
memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini.

Ditetapkan di Bintan
pada tanggal, ....................... 2010
BUPATI BINTAN,

......................

88

Anda mungkin juga menyukai