1
Daftar Isi
Daftar Isi .............................................................................................................................. 2
Abstrak ................................................................................................................................ 3
Latar belakang ................................................................................................................... 4
Tujuan ............................................................................................................................... 4
Tinjauan Pustaka .................................................................. Error! Bookmark not defined.
1. Jaminan Kesehatan Nasional sebagai Kebijakan Nasional dalam rangka
meningkatkan Status Kesehatan Masyarakat................................................................. 5
1.1 Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ....... Error! Bookmark not defined.
2. Pelayanan Kesehatan Primer di era JKN .................................................................... 6
2.1 Peran Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer di era JKN ..... 6
2.2 Peran FKTP swasta sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer di era JKN ... 7
2.3 Perkembangan Jejaring FKTP dengan BPJS Kesehatan ......................................... 8
2.4 Indikator Kinerja (Performance) untuk Pelayanan Primer ................................... 8
3. Implementation Research tentang JKN di Pelayanan Primer ..................................... 9
3.1 Definisi Riset implementasi................................................................................. 10
3.2 Prinsip Riset Implementasi ................................................................................ 10
Metode Penelitian ............................................................................................................ 11
Sub Penelitian 1: ........................................................................................................... 11
Sub Penelitian 2: ........................................................................................................... 12
Tabel 1. Kerangka Instrumen Penelitian Tahap Kedua ............................................. 14
Sub Penelitian 3: ........................................................................................................... 18
2
Abstrak
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia telah memasuki tahun
ketiga. Seperti halnya reformasi kesehatan lainnya di berbagai negara, pelaksanaan JKN
di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, dari sisi pemberi layanan kesehatan,
pengelola jaminan kesehatan, masyarakat sebagai pengguna, serta pemerintah sebagai
regulator program. Berbagai studi telah dilakukan untuk menelaah dampak JKN pada
pelayanan kesehatan di Indonesia, namun pemanfaatan hasil studi-studi tersebut untuk
menyempurnakan kebijakan masih terbatas. Salah satu faktor yang menyebabkan
kurang optimalnya penyusunan kebijakan berbasis bukti (evidence-informed policy)
adalah pemangku kebijakan kurang dilibatkan secara langsung dalam proses penelitian.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan JKN sesuai dengan “Peta Jalan JKN” di Indonesia,
perlu dilaksanakan suatu studi yang melibatkan pemangku kebijakan secara langsung,
sehingga hasil studi tidak hanya memberi gambaran pelaksanaan JKN, tetapi juga yang
dapat langsung memberi masukan kebijakan untuk perbaikan implementasi JKN ke
depannya.
Hasil pertemuan konsultasi di tingkat pusat dan daerah menunjukkan bahwa regulasi
menjadi masalah utama dalam implementasi JKN di lapangan, salah satunya disebabkan
oleh kekurangpahaman secara utuh terhadap regulasi JKN sehingga implementasi
regulasi JKN belum optimal di lapangan. Regulasi mempengaruhi pelayanan kesehatan
primer secara langsung maupun tidak langsung, dari dimensi ketersediaan SDM
kesehatan, kapasitas fasilitas kesehatan, peran dinas kesehatan serta pemerintah
daerah. Untuk dapat memahami regulasi secara utuh, tahap pertama dari penelitian ini
akan difokuskan pada: (1) pemetaan regulasi-regulasi terkait JKN, pelayanan kesehatan
primer, serta keduanya baik di tingkat pusat maupun daerah; (2) identifikasi
3
permasalahan implementasi yang berakar atau dapat diselesaikan dengan regulasi; serta
(3) menelaah adanya perbedaan antara implementasi di lapangan dengan rancangan
kebijakan JKN di pelayanan kesehatan primer.
Latar belakang
Program Jaminan Kesehatan Nasional yang diluncurkan pada awal 2014 merupakan
program jaminan perlindungan kesehatan secara komprehensif, meliputi layanan
promotif, promotif, kuratif, serta rehabilitatif yang ditujukan untuk seluruh rakyat
Indonesia. Tujuan utama dari jaminan kesehatan ini adalah agar peserta memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan (UU No. 40 tahun 2004) dengan cara meningkatkan akses dan mutu
pelayanan kesehatan.
Seiring dengan implementasi dari program ini, seperti halnya program atau inisiatif
lainnya yang baru berjalan, berbagai tantangan muncul dan membutuhkan penanganan
segera. Salah satu tantangan ini berkaitan dengan berbagai regulasi atau peraturan
terkait JKN yang muncul di level nasional, provinsi dan juga kabupaten/kota. Regulasi
yang kompleks tentang JKN memiliki potensi tantangan dalam interpretasi, kesiapan
pelaksanaannya sendiri, serta sinkronisasi dengan aturan lainnya, termasuk regulasi
tentang layanan primer dan sekunder yang sudah ada sebelumnya. Sehingga, regulasi
baru ini dapat mempengaruhi implementasi di lapangan. Tantangan lain ada di kesiapan
daerah di Indonesia yang sangat beragam, dimana terdapat kabupaten/kota yang telah
siap untuk mengelola program JKN dan di sisi lain cukup banyak daerah yang belum
memiliki infrastruktur serta sistem pengelolaan yang memadai. Hal ini juga
berhubungan dengan situasi internal di daerah tersebut dan juga situasi eksternal yang
juga mempengaruhi implementasi kebijakan.
Tantangan dalam aspek regulasi dan kesiapan ini juga secara khusus ada di level
pelayanan kesehatan primer karena layanan primer merupakan kunci awal dari
keberhasilan JKN dalam menjaga kesehatan populasi secara komprehensif. Tanpa
pencapaian target di layanan primer, maka tujuan utama JKN tidak akan berhasil. Oleh
karena itu, setelah dua tahun implementasi JKN, aspek-aspek yang menjadi potensi
tantangan ini perlu segera ditelaah melalui studi sistemtis mengenai pelaksanaan
kebijakan dan kesiapan di berbagai daerah yang memiliki lingkungan yang berbeda-
beda.
Studi ini diharapkan akan menghasilkan masukan untuk perbaikan kebijakan dan
implementasi program JKN yang tepat melalui fokus di layanan primer untuk
mendukung pencapaian program JKN itu sendiri.
4
Tujuan
Studi ini bertujuan untuk:
1. Memahami berbagai regulasi dalam kebijakan JKN yang berkaitan dengan
pelayanan kesehatan primer dengan menyusun pemetaan regulasi JKN yang saat
ini berlaku baik di tingkat pusat maupun daerah.
2. Memahami apakah regulasi JKN yang saat ini berlaku telah dilaksanakan sebagai
mana mestinya
3. Memahami aspek-aspek yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan JKN di
fasilitas pelayanan kesehatan primer dengan mengidentifikasi faktor-faktor
internal, eksternal dan lingkungan, proses dan individual di ranah pelayanan
kesehatan primer.
4. Memahami dampak dari pelaksanaan kebijakan JKN pada pelaksanaan program
di fasilitas kesehatan, meliputi: pelayanan untuk TB dan HIV/AIDS di DKI Jakarta
dan Papua
5. Memberikan rekomendasi kebijakan untuk perbaikan pelaksanaan kebijakan JKN
di pelayanan kesehatan primer.
3. Tinjauan Pustaka
Bagian ini akan menmaparkan apa yang sudah diketahui mengenai JKN dan pelayanan
kesehatan primer serta pelaksanaannya. Tujuan utama JKN adalah untuk meningkatkan
kesehatan dan sejumlah peraturan telah ditetapkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Namun demikian, penemuan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat multi interpretasi
dan kekurangsesuaian dengan konteks daerah terhadap peraturan yang berlaku saat ini
sehingga . Ini menekankan perlunya untuk melakukan penelitian implementasi untuk
memahami dan meminimalkan kesenjangan antara peraturan dan pengaturan dunia nyata.
5
24 tahun 2011, BPJS Kesehatan menjadi penyelenggara tunggal program jaminan
kesehatan.
Berbagai peraturan terkait pelaksanaan JKN telah dikeluarkan sebagai petunjuk lebih
teknis pelaksanaan JKN di lapangan; beberapa di antaranya sering mendapat sorotan
antara lain: Permenkes No 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan dana kapitasi jaminan
kesehatan nasional untuk pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama
(FKTP) milik pemerintah daerah, Permenkes No 28 Tahun 2014 tentang Pedoman
pelaksanaan program JKN, dan Permenkes No 59 Tahun 2014 tentang standar tarif
pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan. Peraturan-
peraturan tersebut telah mengatur berbagai hal terkait besaran dana kapitasi untuk
FKTP milik pemerintah dan swasta, jenis pelayanan minimal, serta manajemen dana
kapitasi di FKTP milik pemerintah.
Dalam Permenkes 59 Tahun 2014 dicantumkan bahwa yang dimaksud dengan FKTP
adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat non-spesialistik untuk keperluan observasi, promotif, preventif, diagnosis,
perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. FKTP terdiri dari
Puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara, rumah sakit kelas D pratama, klinik
pratama, praktik dokter atau fasilitas kesehatan yang setara dan praktik dokter gigi
Dalam sistem rujukan berjenjang yang tercantum dalam Permenkes 28/2014, FKTP
harus dapat berfungsi sebagai gatekeeper, yakni mampu menjadi penapis rujukan serta
kendali mutu dan kendali biaya dalam pelaksanaan jaminan kesehatan. FKTP berperan
sebagai kontak pertama pada pelayanan kesehatan pada masyarakat, sehingga FKTP
idealnya mampu menjadi fasilitas yang dapat mengatasi permasalahan-permasalahan
kesehatan dasar secara paripurna serta memberikan tatalaksana rujukan pada kasus-
kasus yang memerlukan pelayanan lebih lanjut secara tepat sesuai dengan standar
pelayanan medik.
3.2.1 Peran Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer di era JKN
Fungsi dan tugas Puskesmas telah diatur dalam Permenkes No 75 Tahun 2014 yang
menyatakan bahwa Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
6
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya.
7
Dampak dari adanya 2 fungsi Puskesmas ini yaitu adanya berbagai sumber dana yang
berbeda untuk satu program yang sama, misalnya untuk program pengelolaan penyakit
tidak menular Puskesmas dapat memperoleh pendanaan dari BOK maupun Prolanis.
Namun di sisi lain, dapat terjadi kekurangan pendanaan pada beberapa program yang
tidak menjadi prioritas dari pemerintah pusat ataupun BPJS, misalnya untuk
pengelolaan penyakit kronis selain yang tercantum dalam Permenkes Nomor 19 Tahun
2014. Hal lain yang menjadi sorotan yaitu porsi biaya operasional dari dana kapitasi yang
masih bersisa tetapi tidak dapat digunakan untuk kegiatan promotif-preventif ke
masyarakat karena adanya perbedaan pemahaman mengenai peraturan penggunaan
dana di lapangan. Tidak optimalnya pemanfaatan dana ini mengesankan dengan
banyaknya dana yang dikucurkan, belum tampak ada peningkatan kinerja pelayanan.
Permenkes nomor 99 tahun 2015 yang diluncurkan Desember 2015 telah menjawab
adanya perbedaan pemahaman tersebut. Pemantauan terhadap implementasi
peraturan tersebut perlu dilakukan untuk memastikan tercapainya kesamaan
pemahaman antara pemerintah pusat dan daerah.
3.2.2 Peran FKTP swasta sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer di era JKN
Klinik Pratama adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perseorangan dengan menyediakan pelayanan medik dasar baik umum
maupun khusus, sedangkan dokter praktik perorangan atau praktik dokter adalah
dokter/dokter gigi umum yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar umum dalam
rangka upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Permenkes No 9 Tahun 2014
menggariskan bahwa klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam bentuk pelayanan rawat
jalan, rawat inap, pelayanan satu hari (one day care) dan/atau kunjungan rumah.
Dengan kata lain, di era JKN FKTP swasta bertanggung jawab atas kesehatan peserta
yang terdaftar di dalamnya.
Hal yang banyak terjadi saat ini adalah belum terwujudnya fungsi koordinasi antara FKTP
swasta ke Puskesmas. Sistem pendataan P-Care yang ada saat ini hanya mewajibkan
FKTP swasta melaporkan data kepada BPJS, tetapi tidak kepada Puskesmas ataupun
Dinas Kesehatan. Situasi ini tentu dapat melemahkan fungsi Puskesmas sebagai
penanggung jawab wilayah serta Dinas Kesehatan sebagai regulator. Hal ini masih
belum sesuai dengan Permenkes 75 tahun 2014 pasal 7 yang menyebutkan bahwa
dalam rangka melaksanakan fungsi koordinasi dengan FKTP Swasta, Puskesmas memiliki
kewenangan untuk mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya.
8
yang berpotensi menyebabkan pemanfaatan dana kapitasi yang kurang efisien, kualitas
pelayanan kesehatan yang minim, beban kerja petugas yang terlalu tinggi, serta
rendahnya keberlanjutan fasilitas swasta sebagai mitra BPJS. Jumlah kepesertaan di
Puskesmas relatif lebih tinggi dibandingkan dengan FKTP swasta, yang beberapa
penyebabnya yaitu peserta ex-Jamkesmas yang di awal peluncuran JKN terdaftar di
Puskesmas serta peserta ex-Askes yang sebagian besar terdaftar di Puskesmas. Peserta
dengan keanggotaan bukan mandiri cenderung memiliki utilisasi yang rendah
dibandingkan dengan peserta mandiri. Dengan tingginya jumlah peserta di Puskesmas
tetapi utilisasi rendah, maka dapat berisiko adanya dana kapitasi yang tidak digunakan.
Seperti halnya ditemukan oleh penelitian terdahulu bahwa beberapa Puskesmas
memiliki dana sisa yang cukup tinggi (Kurniawan et al, 2015).
Tidak meratanya distribusi peserta antara fasilitas milik pemerintah dan swasta juga
berpotensi menyebabkan tingginya beban kerja petugas Puskesmas, sehingga dapat
mengarah pada rendahnya kualitas pelayanan. Namun demikian, bukti ilmiah mengenai
hal tersebut masi minim.
3.3.2 Jumlah Fasilitas Kesehatan yang Meningkat tetapi Masih Belum Mencukupi
Terkait kepesertaan, data BPJS Kesehatan menunjukkan adanya peningkatan 38% untuk
kepesertaan JKN dari 117 juta di awal 2014 menjadi 162 juta jiwa di awal 2016. Seiring
dengan peningkatan tersebut, jumlah fasilitas kesehatan yang menjadi jejaring BPJS
kesehatan pun meningkat. Jumlah Puskesmas di awal tahun 2014 sekitar 9,5 ribu
Puskesmas dan menunjukkan ada kenaikan menjadi 9,8 ribu Puskesmas sampai dengan
bulan Februari 2016. Sementara itu, jaringan fasilitas kesehatan untuk DPP dan klinik
pratama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan meningkat sangat pesat mencapai
hampir 3 kali lipat dibandingkan di akhir tahun 2013. Total kenaikan jumlah FKTP baik
pemerintah dan swasta sejak awal 2014 sampai Februari 2016 mencapai 43% dari
13,300 di awal 2014 menjadi 18,800 di kuartal pertama tahun 2016. Dengan kata lain,
laju kenaikan jumlah fasilitas lebih tinggi dari peserta. Hal ini dapat menyiratkan adanya
upaya Pemerintah Pusat dan Daerah untuk meningkatkan jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan. Namun demikian, banyak daerah di Indonesia mengeluhkan bahwa jumlah
fasilitas masih kurang, yang mengindikasikan tidak meratanya distribusi pembangunan
fasilitas kesehatan yang dapat menyebabkan dana yang menumpuk terlalu tinggi di satu
FKTP dan defisiensi di FKTP lainnya.
9
2.4 Indikator Kinerja (Performance) untuk Pelayanan Primer
Hal penting yang menjadi perhatian banyak pihak adalah besarnya dana yang diterima
fasilitas kesehatan tanpa diikuti oleh peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan
kesehatan. Sistem mutu yang dikembangkan di Puskesmas selama ini dirasakan kurang
memecahkan masalah utama yang dihadapi. Disisi lain, masyarakat saat ini kurang bisa
menerima pelayanan yang seadanya dan tidak manjur, sehingga dapat beresiko
kesalahan klinik yang fatal (medical error dan kurang diperhatikannya patient safety).
Untuk mengatasi hal ini, di tahun 2016 BPJS Kesehatan mulai menerapkan Pembayaran
Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan (KBK) untuk Puskesmas yang berada
di ibukota propinsi. Pada tahun 2017, mekanisme ini akan diterapkan kepada seluruh
FKTP, kecuali bagi FKTP yang berasa di kawasan terpencil dan sangat terpencil.
Pemenuhan komitmen pelayanan dinilai berdasarkan pencapaian indikator dalam
komitmen pelayanan yang dilakukan FKTP yang meliputi:
1. Angka Kontak (AK);
2. Rasio Rujukan Rawat Jalan Kasus Non Spesialistik (RRNS); dan
3. Rasio Peserta Prolanis rutin berkunjung ke FKTP (RPPB).
Model pembayaran berbasis komitmen ini bertujuan untuk mengukur kualitas layanan
yang diberikan FKTP sesuai dengan indikator kinerja serta memotivasi FKTP untuk selalu
memberikan kinerja yang terbaik. Dengan demikian, kepuasan peserta terhadap layanan
FKTP juga akan meningkat, biaya pelayanan kesehatan rujukan menjadi rasional dan
meningkatkan kelayakan penilaian kinerja FKTP (fairness appraisal). Hasil ujicoba sistem
pay-for-performance di 4 provinsi menemukan beberapa tantangan antara lain, belum
siapnya sistem dan koordinasi pendataan antara Dinas Kesehatan dan BPJS, kurang
tepatnya indikator kinerja yang digunakan di beberapa daerah, serta sistem penilaian
kinerja yang belum mengakomodir kebutuhan FKTP swasta.
Suatu kebijakan atau program pasti dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Seperti
halnya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dirancang untuk memperbaiki akses
masyarakat ke layanan kesehatan guna meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Akan tetapi, implementasi di lapangan dapat berbeda-beda, terlebih lagi di Indonesia
yang menerapkan sistem desentralisasi pemerintahan. Dalam konteks pembiayaan
10
kesehatan, peluncuran JKN di seluruh Indonesia tentunya memperoleh capaian yang
berbeda-beda, dan menghadapi tantangan yang juga beraneka ragam. Di sinilah kita
perlu mengidentifikasi adanya gap atau jarak antara implementasi program yang ideal
dengan implementasi di lapangan.
11
kompetensi petugas, kekurangan jumlah petugas serta kurangnya peralatan
kesehatan.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan pemetaan dan penelaahan regulasi yang saat
ini berlaku serta mengaitkannya dengan pelaksanaan JKN di pelayanan kesehatan
primer demi menemukan pemecahan permasalahan-permasalahan tersebut. Proses
penelaahan ini akan sangat bermanfaat untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan
demi tercapainya tujuan JKN. Salah satu metode penelaahan ini yaitu dengan riset
implementasi. Riset implementasi mengutamakan paritsipasi aktif pemangku dan pelaku
kebijakan dalam proses penelitian. Riset implementasi dapat menjadi suatu alat untuk
melakukan identifikasi adanya gap atau jarak antara implementasi program yang ideal
dengan implementasi di lapangan.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif serta penelaahan
dokumen. Aspek-aspek yang diteliti dikembangkan berdasarkan kerangka konsep di
Diagram 2.
Diagram 2. Kerangka Konsep Riset Implementasi dalam Pelayanan Primer di Era JKN
12
regulasi atau situasi di lapangan atau keduanya yang menyebabkan kendala dalam
implementasi. Hasil dari analisis regulasi akan digunakan untuk pengembangan
instrument di sub-penelitian kedua. Hasil dari sub-penelitian 1 dan 2 akan digunakan
untuk merumuskan rekomendasi kebijakan. Kebijakan dan regulasi yang ada saat ini
serta opsi kebijakan yang diusulkan akan ditelaah lebih lanjut berdasarkan beberapa
indikator implementasi, meliputi: akseptabilitas, adopsi dan kelayakan. Berikut detil dari
setiap sub-penelitian:
Tujuan:
Mendapatkan pemetaan yang akurat mengenai regulasi yang mempengaruhi berbagai
elemen dalam penyediaan layanan primer.
Metode:
Desk review, yaitu eksplorasi dan pendataan mengenai berbagai regulasi terkait JKN dan
panel pakar (expert panel) di mana berbagai tokoh dengan latar belakang keahlian di
bidang pelayanan kesehatan primer memberikan masukan dan opini spesialistik terkait
topik tertentu untuk menyoroti dinamika penyusunan, pengembangan, pelaksanaan,
dan evaluasi regulasi yang telah berjalan sebelum dan di era JKN. Berikut contoh
regulasi yang terkait pelaksanaan JKN di pelayanan kesehatan primer:
13
Diagram 1. Metode Analisis Regulasi
Mengidentifikasi dan memahami regulasi teknis yang membahas 5 isu tersebut di atas
Regulasi yang teridentifikasi meliputi: Permenkes, peraturan BPJS, peraturan kementerian lain yang terkait, peraturan lokal
Pelacakan regulasi yang menjadi acuan dari regulasi teknis tersebut di atas
Desk review juga akan melibatkan universitas jejaring (USU, UNEJ, UNCEN) disertai
konsultasi dengan akademisi dan praktisi terkait, seperti pakar hukum dan tata kelola
pemerintahan.
Kegiatan panel dilakukan dengan 2 (dua) pertemuan konsultasi dengan deskripsi sebagai
berikut:
1) Pertemuan konsultasi dengan pakar, dilakukan dengan membahas berbagai
fenomena implementasi JKN ditinjau dari sisi regulasi dengan pakar di bidang
hukum dan pelayanan kesehatan primer
2) Pertemuan konsultasi dengan pengelola FKTP, dilakukan untuk mendapatkan
masukan dari Puskesmas, klinik swasta dan dokter praktik perorangan sebagai
pelaksana langsung JKN di lapangan mengenai isu implementasi yang dihadapi
14
Luaran:
Luaran dari proses ini adalah pemetaan kebijakan berdasarkan permasalahan yang
ditemui dan harmonisasinya dengan kebijakan lain di tingkat pusat maupun daerah.
Hasil regulasi akan menunjukkan akar masalah dari permasalahan implementasi di
lapangan, apakah disebabkan oleh kurang komprehensifnya regulasi, kurang optimalnya
dukungan saat implementasi di lapangan, ataupun keduanya, seperti yang ditampilkan
gambar berikut.
Figure 2. Matriks regulasi dan implementasi
Tujuan:
Memahami aspek-aspek yang mempengaruhi implementasi kebijakan di lapangan
dengan melihat (a) aspek internal, (b) eksternal, (c) proses, serta (d) individual dengan
fokus pada institusi layanan primer
Metode: Pengumpulan data primer (wawancara dan FGD) dan sekunder (data cakupan
layanan kesehatan, data dana kapitasi dan utilisasinya) di level provinsi,
kabupaten/kota, serta Puskesmas/klinik. Di tiap wilayah yang diteliti, akan
dilaksanakan:
15
1. Diskusi kelompok di tingkat provinsi
2. Diskusi kelompok di tingkat kabupaten/kota
3. Wawancara mendalam dengan staf Dinas Kesehatan kabupaten/kota, dengan 2
– 3 orang staf
4. Wawancara mendalam dengan staf Dinas Kesehatan provinsi, dengan 1 – 2
orang staf
5. Wawancara mendalam dengan staf FKTP, dengan 1 – 3 orang staf dan/atau
petugas
Perkiraan
Perkiraan Total
jumlah Total Wilayah
Total jumlah praktek
Kab/ Kota fasilitas % % klinik % tertingga
Puskesmas fasilitas dokter 3)
perkotaan 1) 2) l
1) perdesaan pribadi
Kab Tapanuli
Selatan 16 3 2% 13 33% 3 4 4% Tidak
Kab Jember 49 25 20% 24 60% 26 22 26% Tidak
Jakarta Timur 86 86 69% 0 0% 5 97 55% Tidak
16
Kota Jayapura 12 9 7% 3 7% 17 8 13% Tidak
4) 4)
Kab Jayawijaya 13 1 1% 12 N/A 1 3 2% Ya
Total
Puskesmas 176
Catatan:
1) TIdak ada klasifikasi resmi mengenai jenis Puskesmas perkotaan atau perdesaan. Klasifikasi yang
digunakan berdasarkan kecamatan di mana Puskesmas terletak. Klasifikasi wilayah perkotaan
dan perdesaan berdasarkan Peraturan Kepala BPS No 37/2010
2) Praktek dokte pribadi adalah klinik dengan satu dokter sebagai penyedia pelayanan tunggal,
berdasarkan surat izin praktek di klinik tersebut
3) Klinik adala klinik dengan penyedia pelayanan lebih dari satu orang dokter sebagai penyedia
pelayanan
4) Klasifikasi daerah tertinggal berdasarkan Peraturan Presiden No 131/2015
Penghitungan jumlah fasilitas yang menjadi subjek penelitian dilakukan dengan metode
maximum variance untuk memastikan semua jenis fasilitas ter-sample. Fasilitas akan
dipilih secara acak berdasarkan stratifikasi yang telah ditetapkan (lihat tabel 3). Metode
snowball akan diterapkan untuk merekrut responden di masing-masing fasilitas. Rumah
sakit rujukan akan dipilih secara purposive berdasarkan jumlah penerima rujukan
tertinggi dari FKTP di wilayah tersebut.
Table 2. Target Jumlah FKTP yang akan Menjadi Subjek Penelitian di 5 kabupaten/kota
Jumlah Sampel
Total
All districts Tapanuli Jakarta Kota
Jember Jayawijaya Sampel
Selatan Timur Jayapura
Semua Puskesmas di
176 7 9 10 5 9 40
tiap kabupaten/kota
- Puskesmas Non-
123 1 9 5 3 N/A 17
DTPK urban
- Puskesmas Non-
40 6 N/A 5 2 N/A 14
DTPK rural
- Puskesmas DTPK
2 N/A N/A N/A N/A 2 2
urban
- Puskesmas DTPK
11 N/A N/A N/A N/A 7 7
rural
Total FKTP 12 23 22 15 13 85
17
Metode sampling untuk pemerintah daerah
Respoinden dari jajaran pemerintah daerah, meliputi: dinkes kabupaten/kota, dinkes
provinsi, DPPKAD akan dipilih secara purposif berdasarkan jabatan yang diampu.
Perekrutan responden juga akan dilaksanakan menggunakan metode snowball non-
diskriminatif. Diskusi akan dilaksanakan sekali di tingkat provinsi dan sekali di tingkat
kabupaten/kota.
Data analysis:
Analisa data akan dilakukan secara tematik. Hasil wawancara dan diskusi akan
ditranskripsi oleh pihak ketiga. Informasi dari transkripsi tersebut akan dikelompokkan
dan diberi kode tertentu berdasarkan tema yang muncul. Informasi yang telah
dikelompokkan tersebut akan dianalisis lebih lanjut.
Selama dan setelah pengumpulan data, beberapa langkah berikut akan dilakukan untuk
mem-validasi: triangulasi informasi antar institusi responden, merekrut responden
sampai saturasi tercapai, cek silang oleh supervisor lapangan ke beberapa responden
untuk temuan yang memerlukan, dan refleksi tim dalam bentuk pertemuan validasi
data. Validasi data akan dilakukan dalam forum diskusi di mana enumerator, supervisor,
tim peneliti dan perwakilan dari Kemenkes akan mendiskusikan hasil pengumpulan data
di lapangan.
Informasi yang diperoleh dari telaah dokumen ataupun data sekunder akan
diintegrasikan dengan informasi kualitatif yang terkumpul. Integrasi ini dilakukan untuk
memperoleh hasil yang lebih komprehensif.
18
Tabel 1. Kerangka Instrumen Penelitian Tahap Kedua
Topik utama Metode Level / institusi Sumber data/ responden
(Data source)
Kapasitas Puskesmas dalam Wawancara Puskesmas urban, rural, DTPK Kepala Puskesmas
penyusunan perencanaan Telaah Kepala TU Puskesmas
- Kapasitas staf dokumen
- Beban kerja staf
Pengelolaan dana kapitasi di Wawancara Puskesmas urban, rural, DTPK Kepala Puskesmas
Puskesmas Telaah Kepala TU Puskesmas
- Jumlah dana kapitasi yang dokumen
diterima Data pendapatan dan
- Alokasi dana kapitasi untuk pembelanjaan Puskesmas
kegiatan operasional, dengan Data kegiatan Puskesmas
menitikberatkan pada TB dan
INNER SETTING
HIV/AIDS
- Alokasi dana kapitasi untuk jasa
pelayanan
- Proses klaim dan
pertanggungjawaban
- Mekanisme pengadaan obat
dan rekrutment staf (untuk
Puskesmas BLUD)
Jumlah peserta di fasilitas Telaah Puskesmas urban, rural, DTPK - Medical record/register
dokumen FKTP swasta pasien
FKRTL - Data dari P-Care
Pelaksanaan rujukan dan rujuk balik Telaah Puskesmas urban, rural, DTPK - Medical record/register
dokumen FKTP swasta pasien
FKRTL - Data dari P-Care
19
- Supervisi dari institusi eksternal Diskusi Dinkes kab/kota/provinsi Kepala institusi
mengenai manajemen dan kelompok Bappeda
OUTER SETTING
- Proses integrasi Jamkesda pada Kualitatif Puskesmas urban, rural, DTPK Kepala Puskesmas, Pengelola
JKN program (semua: KIA, P2PL,
- Proses sosialisasi kebijakan Kab/kota: Kespro, dll), staf perencana,
- Proses sinkronisasi dengan Dinas kesehatan, Bappeda, staf PKM.
PROCESS
20
Sub Penelitian 3:
Sub Penelitian 3 merupakan kelanjutan dari Sub Penelitian 2. Pada fase ini, kebijakan
JKN untuk pelayanan kesehatan primer ditinjau secara menyeluruh kemudian dinilai
aspek-aspek implementasi meliputi: akseptabilitas, adopsi, relevansi, kelayakan,
kepatuhan, biaya implementasi, cakupan dan kesinambungan. Kebijakan JKN untuk
pelayanan kesehatan primer akan ditinjau dan dinilai berdasarkan kerangka ‘control
knobs’ World Bank untuk mengidentifikasi akar permasalahan (lihat Diagram 3).
SISTEM KESEHATAN
TARGET POPULASI
Pembiayaan
Pembayaran Efisiensi
Status Kesehatan
Organisasi
Kualitas
Kepuasan Pasien
Regulasi
Persuasi
Akses
Perlindungan
terhadap risiko
DAMPAK/
TOMBOL KONTROL HASIL
HASIL
ANTARA OUTCOME
ANTARA/
/
OUTPUT
OUTPUT
Sumber: Marc J. Roberts and Michael R Reich: Pharmaceutical Reform: A Guide to Improving Performance
and Equity. World Bank, 2011, p.16
21
Tujuan:
Menyusun rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan implementasi JKN di pelayanan
primer di lapangan serta menentukan fokus penelitian di siklus kedua
Metode:
Desk review untuk menganalisa permasalahan implementasi yang teridentifikasi dari
sub-penelitian 2 dengan melibatkan ahli kesehatan, ahli kebijakan, pemangku kebijakan,
akademisi, praktisi dan organisasi profesi akan dilaksanakan untuk menyusun
rekomendasi kebijakan apa yang perlu dikembangkan dan ditelaah lebih lanjut.
Serangkaian diskusi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan dilakukan untuk
membahas aspek-aspek implementasi, kebijakan yang saat ini berlaku serta
rekomendasi kebijakan. Wawancara mendalam dengan masing-masing institusi tingkat
nasional akan dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari desk review dan kunjungan
lapangan.
22
kebijakan dilakukan supaya
dapat meningkatkan
pelaksanaan JKN?
Kelayakan Sejauh mana suatu intervensi dapat - Bagaimana kelayakan
dilakukan dalam suatu lingkungan sistem pembiayaan dan
atau organisasi tertentu pembayaran JKN untuk
diterapkan di daerah?
- Bagaimana kebijakan dapat
dikembangkan untuk
meningkatkan kelayakan
pelaksanaan JKN di
daerah?
Kepatuhan Sejauh mana suatu intervensi - Bagaimana pencapaian
dilaksanakan seperti yang dirancang pelaksanaan kebijakan JKN
dalam protokol, rencana, atau saat dalam menjangkau
kebijakan populasi yang rentan?
- Bagaimana rekomendasi
kebijakan yang perlu
disusun untuk memastikan
JKN mencapai tujuan
tersebut?
- Bagaimana kepatuhan
kebijakan daerah terhadap
kebijakan nasional terkait
JKN?
23
Referensi
1. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial
3. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
4. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan
Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah
5. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang
Klinik
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 tentang
Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan
Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama Milik Pemerintah Daerah
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang
Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional
24