Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan semakin meningkatnya jumlah usia tua di Indonesia, maka semakin meningkat
pula keluhan yang diakibatkan oleh meningkatnya usia,karena secara fisiologis semakin
bertambah usia seseorang, akan terjadi penurunan fungsi pada semua organ, salah satunya adalah
pada daerah lumbal akan terjadi degenerasi sehingga bisa menyebabkan spondyloarthrosis.
Penyakit spondilosis lumbal merupakan salah satu penyakit degeneratif tulang belakang
yang sering dijumpai pada pelayanan fisioterapi. Kebanyakan kasus yang sudah ditulis pada
publikasi ilmiah, berupa penatalaksanaan ataupun manajemen fisioterapi nyeri pada punggung
bawah, jadi tidak mengkhusus pada kasus penyakit tertentu. Terdapat perbedaan antara nyeri
punggung bawah, dengan spondilosis lumbal. Nyeri punggung bawah merupakan kumpulan
gejala penyakit yang berkaitan dengan nyeri punggung bawah, sedangkans pondilosis lumbal
merupakan diagnosis, salah satu bagian dari sindroma nyeri punggung bawah. (Andryanto,dkk
2013)
Penyebab nyeri punggung bawah adalah oleh karena adanya proses degenerasi dari
vertebrae Lumbalis. Berbagai hal dapat menyebabkan degenerasi diskus intervertebralis
misalnyaberbagai bentuk injury, poor posture, serta faktor umur. Namun demikian sumber
penyebab yang paling banyak adalah factor usiadan injury . Berbagai keluhan dapat timbul
antara lain: nyeri, spasme otot, Range of Motion (ROM). Nyeri dirasakan disekitar punggung
bawah dan mungkin menyebar ke salah satu sisi gluteus hingga paha. Pusat nyeri berasal dari
segmen L4, L5 dan S1 sehingga nyeri serta kesemutan dapat menyebar sampai ke tungkai dan
kaki karena adanya iritasi akar saraf dimana keluhan ini cenderung berhubungan dengan area
dermatom. Apabila keluhan tersebut tidak ditangani, akan mengganggu aktifitas gerak dan fungsi
tubuh yang berakibat penurunan produktifitas kerja. (Imade,2010)
Nyeri Punggung Bawah pada kasus spondylosis lumbalis disebabkan oleh menipisnya
diskus dan menyempitnya foramen intervertebrale . Gangguan yang terjadi akibat nyeri
punggung bawah adanya nyeri tekan pada regio lumbal, spasme otot-otot punggung,
keterbatasan gerak punggung dan penurunan kekuatan otot punggung dan ekstremitas inferior,
sehingga dapat menimbulkan keterbatasan fungsi.( Gita Puspitanigrum, 2015)
Permasalahan yang ditimbulkan dari kasus nyeri punggung bawah akibat spondylosis
lumbal yaitu adanya nyeri pada sekitar punggung bawah dan terkadang dirasakan sampai kedua
telapak kaki, penurunan lingkup gerak sendi lumbal, adanya gangguan dari duduk ke berdiri,
adanya nyeri yang dirasakan pada saat melakukan aktifitas shalat terutama membungkuk, dari
sujud ke berdiri. Pemberian terapi pada kondisi nyeri punggung bawah akibat spondylosis lumbal
bertujuan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak sendi lumbal. (Henty
Noviansari, 2015)
Peran fisioterapi pada kasus Low Back Pain akibat Spondylosis dengan menggunakan
modalitas MWD Ddan TENS untuk mengurangi nyeri, sedangkan William Flexion Exercise
untuk menambah ROM serta mengulur otot-otot erector spine.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan LBP ?
2. Apa yang dimaksud dengan Spondylosis ?
3. Bagaimana proses pemeriksaan fisioterapi pada kasus Spondylosis L4-L5 ?
4. Problematik apa saja yang terdapat pada kasus spondylosis L4-L5?
5. Bagaimana pelaksanaan fisioterapi pada kondisi LBP akibat spondylosis L4-L5 di
RSUD Salewangan Maros ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan LBP ?
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan spondylosis ?
3. Untuk mengetahui bagaimana proses pemeriksaan fisioterapi pada LBP akibat
Spondylosis L4-L5?
4. Untuk mengetahui problematic apa saja yang terdapat pada kasus LBP akibat
Spondylosis L4-L5?
5. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan fisioterapi pada kondisi LBP akibat
Spondylosis L4-L5 ?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI
Lumbal sendiri tersusun atas lima vertebra lumbal yang masing-masing ruas dipisahkan
oleh adanya discus intervertebralis. Vertebra pada region ini ditandai corpus yang besar dan
kuat.corpusnya jika dilihat dari atas tampak seperti ginjal dan faromen vertebra bervariasi mulai
dari oval (VLI) sampai triangular (VL5).

Prosessus spinosus lumbal lebih pendek, tumpul dan mengarah ke posterior dan prosessus
articularis vertebra lumbalis, facet inferiornya mengarah ke antero lateral (atau lateral) seperti
halnya vertebra lain antar segmen vertebra lumbai juga dipisahkan oleh discus yang dibentuk
oleh nucles pilposus pada bagian centralnya dan annulus fibrosis pada bagian tepinya. Nucleus
pulposus merupakan suatu masa geletinosa yang berfungsi sebagai peredan getaran.

Ligament yang memperkuat persendian di region lumbal adalah :

a. Ligament Longitudinal anterior


Ligament ini melekat pada bagian anterior pada tiap discus dan bagian tengah corpus,
dimana pada tepi bagian corpus lepas.. ligament ini ikut mengontrol gerakan ekstensi.

b. Ligament longitudinal posterior


Melekat pada bagian posterior discus dan tepi korpus, dimana pada bagian tengah
korpus lepas. Ligament ini berfungsi menjaga sifat fisiologis discus serta berfungsi
untuk gerakan fleksi.
c. Ligament flavum
Ligament ini sangat elastis terletak pada bagian dorsal kolum vertebra dan merupakan
bagian dari hanalis vertebralis, makin ke kaudal makin luas. Kelenturan sangatlah
penting untuk tetap melindungi m.spinalis.

d. Ligament interspinosus
Ligament ini menghubungkan processus spinosus mulai dari basis hingga apexnya,
merupakan ligament yang lemah hamper menyerupai membrane.

e. Ligament supraspinosus
Ligament ini menghubungkan processus spinosus di daerah apex vertebra cervical 7
sampai sacrum. Ligamen menyerupai tali.

f. Ligament inter transverses


Ligament ini menghubungkan processus tranversus yang berdekatan ligament ini di
daerah tipis dan bersifat membranosa.

Otot yang ada pada daerah lumbal secara garis besar yang sesuai dengan
fungsinya masing-masing untuk gerakan-gerakan yang terjadi pada lumbal :

1. M. Quadratun limborum
Origo : Crista iliaka

Insertion : Processus transverses L4


Fungsi : Ekstansi vertebra lumbal

Nervus : Flexus lumbalis

2. M. Psoas mayor
O : Permukaan lateral corpus vertebra L1-L4, corpus vertebra Th I2

I : Trochanter mayor

F : Lateral fleksi pada vertebra lumbal

N : Flexus lumbal L1-L4

3. M. Psoas minor
O : Permukaan lateral corpus vertebra Thorakal I2 lumbal I

I : Trochanter mayor

F : Lateral fleksi pada vertebra lumbal

N : Flexus lumbal S1,2

4. M. Obligus internus abdominalis


O : Fascia lumbodorsalis crista alba

I : Ujung costa W, line alba

F : Fleksi vertebra lumbal

N : Intercostal 8-12,N, iliongiunal

5. M. Oblihus eksternus abdominalis


O : Dataran luas costa 5-12

I : Linea alba, crista pubica

F : Fleksi vertebra lumbal


N : Intercostal 7-12

Nervum pada region lumbal ini terdiri dari :

1. N. Femoralis; Femoralis meninggalkan pelvic menuju femur anterior melalui


ligament inguinalis saraf sensoriknya menginervasi kulit dari aspek medial 2/3 bagian
distal bagian paha.
2. N. Obtiratorius; N. Obtiratorius keluar dari pelvic menuju arah dorsal melalui
faromen abturatorius ke caudal, saraf sensoriknya menginervasi kulit paha medial 1/3
cranialinya.
3. Plexus lumbo sacralis; plexus lumbo sacralis yang dibentuk oleh akar saraf Th I2-S4
yang terbagi atas plexus lumbalis (Th I2-L4) dan sacralis (I4-S4)

B. PATOFISIOLOGI

Spondilosis suatu keadaan dimana terjadi degeneratif dari discus intervebralis secara
progresif yang kemudian mengarah terjadinya perubahan pada daerah perbatasan tulang
terjadinya perubahan pada daerah perbatasan tulang dan ligament. Hal ini terjadi karena
penekanan berlebihan dan terus menerus pada vertebra lumbal dan mengakibatkan kemunduran,
jaringan elastis dari anulus fibrosis berkurang dan digantikan oleh jaringan fibrosis. Sehingga
elastisitas dan fleksibilitas dari pergerakan antara ruas-ruas ruling belakang menurun. Tekanan
intra distal menyebabkan saling mendekatnya ruas-ruas tulang belakang sehingga kemampuan
untuk meredam (shock absorber) berkurang. Discus intervetebralis menekan keluar sehingga
mendorong ligament longitudinal posterior, ligament yang memperkuat vertebra tersebut
menjadi kendor dan tubuh mengalami suatu iritasi (refance mekanisme) dengan pergantian
jaringan di sekitar vertebra dan diikuti proses pengapuran dan akhirnya menjadi osteofit yang
dapat dilihat ndengan rongent. Pada proses lebih lanjut osteofit tersebut dapat menjepit saraf dan
menimbulkan keluhan pada punggung bawah; yang kadang dapat menjalar hingga ke tungkai
dan terjadi penurunan fleksibilitas pada trunk.
C. ETIOLOGI
Spondyloarthrosis lumbal muncul karena adanya fenomena proses penuaan atau perubahan
degenerative. Beberapa penelitian menunjukan bahwa kondisi ini tidak berkaitan dengan gaya
hidup, tinggi-berat badan,massa tubuh, aktivitas fisik, merokok dan konsumsi alcohol
(Rothschild,2009).
Beberapa faktor penyebabnya antara lain:
1. Degenerasi
Seiring bertambahnya usia, tubuh akan mengalami penurunan baik dalam hal gerak maupun
fungsinya. Hal ini terkait dengan adanya proses degenerasi dari komponen-komponen dalam
tubuh itu sendiri. Pada spine, salah satu proses degenerasi yang terjadi pada diskus. Hal ini
dikarenakan seiring bertambahnya usia cairan diskus akan berkurang, akibatnya ketebalan diskus
berkurang dan terjadi penurunan fungsi diskus. Terjadinya penurunan fungsi diskus akan
mengakibatkan fungsinya dialihkan pada sendi facet.
2. Trauma
Faktor utama juga menjadi salah satu penyebab terjadinya spondyloarthrosis lumbal. Baik
trauma secara langsung maupun tidak langsung. Kebanyakan pasien spondyloarthrosis lumbal
mengaku
memiliki riwayat jatuh. Umumnya tidak langsung merasakan tanda dan gejala, tetapi beberapa
waktu kemudian baru dirasakan.
3. Kelainan Postur
Postur juga dapat diartikan sebagai posisi atau sikap tubuh, pengaturan bagian tubuh yang realtif
untuk aktivitas tertentu, atau merupakan karakteristik tubuh seseorang. Dimana ligament, fascia,
tulang dan sendi merupakan struktur anatomis bagian dalam tubuh disebut sebagai faktor
static.Sedangkan otot-otot dan tendon yang melekat pada tulang berfungsi mempertahankan
sikap tubuh disebut faktor dinamik.
Postur tubuh yang baik merupakan suatu posisi dimana terdapat tekanan minimal yang
ada pada setiap sendi. Good posture adalah suatu keadaan seimbang antara system muscular dan
system skeletal yang melindungi struktur penyangga tubuh melawan injury atau
deformitas yang progresif, dimana struktur-struktur tersebut sedang bekerja atau beristirahat.
Pada dasarnya postur tubuh seseorang sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik, kebiasaan atau
gaya hidup, pekerjaan, struktur tubuh, status emosional seseorang dan postur juga dapat
dipengaruhi olehperubahan struktur dalam bentuk dari vertebra dari penyakit, injury atau
kecacatan perkembangan spine pada anak-anak, yang semuanya itu dapat menimbulkan berbagai
macam postur yang baik. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa postur yang baik yaitu
berada dalam keadaan seimbang antara berbagai macam system yang ada dalam tubuh. Dan
keseimbangan yang terjadi pada waktu tubuh berada dalam keadaan berdiri, duduk, dan
berbaring berbeda.
Untuk itu suatu postur dikatakan jelek jika terdapat posisi yang menetap yang menyebabkan
spine tidak dalam keadaan posisi yang lurus dimana posisi tersebut dapat menimbulkan
peningkatan tekanan pada sendi atau terdapat keaktifan fungsi dari otot-otot yang sebenarnya
tidak perlu digunakan untuk mempertahankan postur tersebut. Postur yang jelek dapat
disebabkan oleh dua faktor penting yang sering menimbulkan gangguan terhadap koreksi postur :
a. Faktor structural
Kelainan struktural merupakan kelainan yang dibawa sejak lahir. Gangguan pertumbuhan
karena adanya trauma atau penyakit tertentu sehingga menimbulkan perubahan postur tubuh.
Sebagai contoh perubahan yang disebabkan karena panjang tungkai yang dibawa sejak lahir.
b. Faktor postural
Masalah yang timbul biasanya karena kesalahan sikap tubuh sehari-hari, beberapa penyebab
kesalahan sikap tubuh oleh ketidakseimbangan dan kontraktur otot, sebagai contoh pemendekan
otot illiopsoas yang akan menambah lordosis pada spina lumbalis, kebiasaan pola duduk.
Kondisi respirasi misal pada emphysema, pada general weakness, spasme otot pada kasus anak
cerebral palsy. Contoh dari bentuk penyimpangan postur pada segmen lumbal seperti lordosis
dan flat back.
1) Lordosis
Postur ini dikarakteristikan dengan peningkatan sudut lumbosacral (sudut yang dibuat oleh
bagian superior sacral pertama secara horizontal, secara optimal adalah 30o), peningkatan
lumbar lordosis dan peningkatan anterior pelvic tilt dan pelvic hip. Potensial sumber nyeri terjadi
pada ketegangan ligament longitudinal anterior, penyempitan ruang discus bagian posterior dan
penyempitan foramen intervertebral. Aproksimasi dari artikular facet. Terdapat
ketidakseimbangan otot dimana terjadi ketegangan otot fleksor hip (illiopsoas, tensor fascia
latae, rectus femoris) dan otot ekstensor lumbal (erector spine). Terjadi penguluran dan
kelemahan otot abdominal (rectus abdominis,
internal dan eksternal obliques). Penyebab umum postur lordosis yaitu postur tubuh yang salah,
kehamilan, obesitas, kelemahan otot abdominal.
2) Flat back
Pada postur ini terjadi pelvic tilting kesegala arah posterior dan hilangnya atau pendataran dari
lumbar lordosis. Biasanya pada waktu posisi berdiri terjadi hiperekstensi dari hip dan knee
joint dan anteroposisi kepala, hal ini terjadi karena meningkatnya posisi kepala, hal ini terjadi
karena meningkatnya fleksi pada upper thoracic spine. Dengan kondisi postur yang
pada hamstring. Pada erector spine terjadi pemanjangan dan kelemahan akan tetapi pada otototot
abdominal terjadi kekakuan. Oleh karena itu kelainan postur seperti flat back dan hyperlordosis
lumbal akan mengakibatkan trejadinya spondyloarthrosis lumbal. Hal ini disebabkan
peningkatan
lordosis lumbal akan meningkatkan beban mekanik pada lumbal, sehingga akan terjadi
penyempitan foramen intervertebralis dan akan mengiritasi saraf dan jaringan lunak disekitarnya.
3) Skoliosis
Skoliosis adalah kelainan berupa lengkungan tulang belakang ke samping kiri atau kanan
yang abnormal. Beberapa pakar menyebutkan bahwa lengkungan ke samping yang kurang
dari 11 derajat masih dianggap normal. Yang menjadi masalah pada skoliosis, di samping postur
tubuh yang kurang menyenangkan dari segi kosmetik adalah nyeri pinggang,
problem sosial dan psikologis sewaktu kanak-kanak (misalnya rasa rendah diri, terisolasi secara
sosial). Secara normal vertebra torakolumbal sedikit lurus bila dilihat dari belakang. Bila di lihat
dari samping, terdapat lengkungan dua ganda. Lengkungan cembung ke depan yang disebut
dengan lordosis terdapat pada leher dan lumbal (pinggang) sedangkan lengkungan cembung ke
belakang yang juga disebut dengan kifosis terdapat pada torakal (punggung) dan sacrum
(panggul).
4) Over load Pekerjaan
Pekerjaan atau aktivitas tertentu yang mengharuskan seseorang bekerja secara statis pada posisi
tertentu dengan ergonomik yang salah juga dapat menyebabkan spondyloarthrosis lumbal.
Diantaranya yaitu posisi berdiri dalam waktu yang lama akan mengakibatkan kelemahan
pada otot-otot yang membantu stabilisasi lumbal, sehingga akan meningkatkan lumbar lordosis.
Hal ini akan menyebabkan tekanan terkonsentrasi pada bagian posterior annulus fibrosus. Selain
itu terjadi gangguan suplay zat-zat metabolisme, kehilangan cairan diskus dan ketebalan diskus,
berkurangnya jumlah cairan pada canalis spinalis dan meningkatnya tekanan pada permukaan
facet (Braggins, 2000).
5) Penyimpangan Bentuk Facet
Menurut Magee, pada 43% populasi dijumpai adanya penyimpangan bentuk facet segmen L5-
S1. Penyimpangan bentuk facet yang ditemui half moon shape sebesar 12% dan asymetric half
moon/half moon flat shape sebesar 31 %. Bentuk facet “half moon shape” dengan arah facet
mendekati transversal dengan sudut 30o, menyebabkan terjadinya iritasi pada saraf terutama saat
gerak ekstensi
(Magee,2007).
6) Hal yang lain
Penyebab-penyebab lain terjadinya spondyloarthrosis adalahkebiasaan atau gaya hidup, dan
obesitas.
BAB III

STATUS KLINIK

1. Data-data Rumah Sakit


a. Diagnosa Medis : spondylosis lumbal
b. Catatan klinis :-
c. Rujukan : Pasien di rujuk oleh dokter Saraf ke Fisioterapi
2. Pemeriksaan Fisioterapi
A. Anamnesis
a. Anamnesis umum
Nama : Ny. N R
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Agama :Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Bantimurung
b. Anamnesis khusus
Keluhan Utama : Nyeri
Lokasi Keluhan :Punggung bawah
Sifat Keluhan : menjalar
Kapan Terjadinya :3 bulanyang lalu
Riwayat Penyakit Penderita : ± sekitar 3 bulan yang lalu pasien baru
mengeluhkan nyeri pada punggung bawahnya.
Nyeri pada punggung bawahnya diakibatkan
pekerjaan pasien yang terlalu sering mengangkat
beban berat dengan waktu yang lama . Kemudian
pasien dirujuk ke Fisioterapi oleh dokter saraf
untuk menjalani terapi.Tetapi pasien baru
melakukan terapi dan menjalani mulai pada bulan
Juni 2016
Riwayat Penyakit Dahulu :-
Riwayat Penyakit Penyerta : tidak ada
c. Anamnesis Sistem
 Kepala dan Leher :Tidak ada gangguan
 Musculoskeletal : spasme otot erector spine dan m. quadratus
lumborum
 Nervorum : Ada rasa kram dan kesemutan pada tungkai
 Cardiovaskuler :Tidak ada gangguan
 Respirasi :Tidak ada gangguan

B. Pemeriksaan
1) Vital Sign
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Denyut Nadi : 74 x/menit
 Pernafasan : 22 x/menit
 Temperatur : 360 C
2) Inspeksi
a) Statis
Tidak terlihat perubahan pada daerah lumbal
b) Dinamis
Pasien cenderung bergerak secara perlahan jika memulai gerakan,
misalnya membungkuk atau berdiri ke duduk.
3) Pemeriksaan Fungsional
a) Tes Orientasi/Quick Test
 Lumbo Pelvic Rhythm
Hasil : - ada nyeri
 Squad and Bouncing
Hasil : - tidak ada nyeri
b) Pemeriksaan Fungsi Dasar
 Aktif
Tujuan : untuk mengetahui adanya nyeri, ROM Aktif dan
koordinasi gerakan
Fleksi : sedikit nyeri, ROM terbatas
Ekstensi : nyeri, ROM dalam batas normal
Lateral Fleksi Kanan : tidak nyeri, ROM dalam batas normal
Lateral Fleksi Kiri : tidak nyeri, ROM dalam batas normal
Rotasi kanan : tidak nyeri, ROM dalam batas normal
Rotasi kiri : tidak nyeri, ROM dalam batas normal

 Pasif
Tujuan : untuk mengetahui ROM pasif, stabilitas sendi dan
end feel
Fleksi : tidak nyeri, ROM terbatas hard endfeel
Ekstensi : nyeri, ROM dalam batas normal soft endfeel
Lateral Fleksi Kanan : tidak nyeri, ROM dalam batas normal soft endfeel
Lateral Fleksi Kiri : tidak nyeri, ROM dalam batas normal soft endfeel
Rotasi kanan :tidak nyeri, ROM dalam batas normal elastis
endfeel
Rotasi kiri : tidak nyeri, ROM dalam batas normal elastis
endfeel

 TIMT
Tujuan : untuk mengetahui kualitas saraf
Fleksi : sedikit nyeri, kualitas saraf baik
Ekstensi : nyeri, kualitas saraf kurang baik
Lateral Fleksi Kanan : tidak nyeri, kualitas saraf baik
Lateral Fleksi Kiri : tidak nyeri, kualitas saraf baik
Rotasi kanan : tidak nyeri, kualitas saraf baik
Rotasi kiri : tidak nyeri, kualitas saraf baik
4) Pemeriksaan Spesifik
1. Vas Test
Tujuan : untuk mengetahui tingkat nyeri
Teknik : pasien diberikan suatu alat ukur, setelah itu fisioterais
menjelaskan penggunaan alat, dan pasien menunjukkan tingkat derajat
nyeri yang ia rasakan.
Hasil :

0 6 10
Interpretasi : Nyeri sedang
2. SLR Test
Tujuan : untuk mengetahui apakah ada gangguan pada
hip,m.Hamstring dan penekanan nervus ishiadicus
Teknik : pasien tidur terlentang, kedua tungkai lurus, salah satu
tangan fisioterapis berada diatas lutut, yang satunya dibawah
ankle sebagai fiksasi, kemudian mengangkat lurus tungkai
ke atas secara pasif.
Hasil : nyeri pada sudut diatas 700
Interpretasi : tidak ada nyeri pada sudut 300, itu berarti tidak ada
gangguan pada m.Hamstring. Tidak ada nyeri pada sudut
700, ini juga berarti tidak ada gangguan pada hip joint, tapi
jika ada nyeri pada sudut diatas 700, berarti ada penekanan
pada nervus ishiadicus.
3. Neri
Tujuan : untuk mengetahui adanya gangguan pada duramater dalam
medullaspinalis
Teknik : pasien tidur terlentang, kedua tungkai lurus, salah satu tangan
fisioterapis berada diatas lutut, yang satunya dibawah ankle
sebagai fiksasi, kemudian mengangkat lurus tungkai ke atas
secara pasif dan disertai gerakan dorso fleksi ankle.
Hasil : tidak nyeri
Interpretasi : jika tes ini positif ada nyeri maka kemungkinan terjadi
gangguan pada duramater.

4. Bragard
Tujuan : untuk mengetahui apakah ada penjepitan n.ischiadikus
Teknik : pasien tidur terlentang, kedua tungkai lurus, salah satu
tangan fisioterapis berada diatas lutut, yang satunya dibawah
ankle sebagai fiksasi, kemudian mengangkat lurus tungkai
ke atas secara pasif dan disertai gerakan dorso fleksi ankle,
dan fleksi leher.
Hasil : nyeri
Interpretasi : nyeri menjalar sampai di bawah lutut, berarti ada penjepitan
pada N.Ischiadicus.

5. Palpasi
Tujuan : untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan spasme otot
m.erectorspine
Teknik : pasien tidur tengkurap, kemudian fisioterapis mempalpasi
bagian lumbal.
Hasil : nyeri
Interpretasi : bila ada nyeri tekan, berarti tes ini positif

6. Connective Tissue
Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada spasme otot erector spine
Tehnik : Pasien tidur tengkurap dan FT melipat M. Erektor Spine
dan otot tulang belakang
Hasil : nyeri
Interpretasi : Bila terasa sedikit sulit ketika melipat jaringan lunak,
berarti kemungkinan ada spasme otot erectorspine
7. Dermatom Test
Tujuan : Untuk mengetahui sensibilitas sesuai dengan
persarafannya
Teknik : Terapis menggunakan rader kemudian
mengaplikasikannya pada area-area tubuh yang sesuai area
dermatomnya
Interpretasi : bila terjadi gangguan pada salah satu bagian, kemungkinan
terjadi gangguan pada area dermatom bagian tersebut.

8. Myotom Test
Tujuan : untuk mengetahui adanya gangguan kelemahan otot atau
saraf yang menginervasinya
Teknik : Posisi pasien supine lying, sendi dalam posisi netral atau
posisi MLPP, diaplikasikan tahanan isometrik dgn kontraksi
dipertahankan 5 detik kemudian ban-dingkan dgn sisi
lainnya.
Interpretasi : Bila terjadi kelemahan pada salah satu otot, berarti
kemungkinan terjadi gangguan pada saraf yang
menginervasi otot tersebut.

9. PACVP
Tujuan : Untuk mengetahui letak kelainan secara segmentasi
region lumbal
Teknik : memberikan tekanan atau compressi pada procesus
spinosus secara perlahan dan hati – hati
Hasil : nyeri pada L4-L5

Interpretasi : jika ada nyeri pada processus spinosus yang ditekan,


berarti mengindikasikan adanya gangguan pada segmen
tersebut
10. ROM Test
Tujuan : Menegetahui LGS yang ada pada setiap gerakan di lumbal
Teknik : dalam posisi duduk, pasien diinstruksikan untuk bergerak
sesuai gerakan yang ada pada lumbal dan terapis mengukur
LGS menggunakan goniometer atau meteran
Hasil : Aktif
S: 20° - 0° - 60°
Pasif
S: 20° - 0° - 60°
Interpretasi : ROM terbatas pada gerakan ekstensi

5) Pemeriksaan Tambahan
1. Laboratorium :-
2. X-Ray : Terdapat kesan spondylosis lumbal

C. Diagnosa Fisioterapi
“Gangguan aktifitas Fungsional lumbal akibat Nyeri Pinggang Bawah karena
Spondylosis L4-L5”

D. Problematik Fisioterapi
- Nyeri
- Keterbatasan gerak
- Spasme otot erector spine
E. Tujuan Fisioterapi
 Tujuan jangka panjang:
Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien.
 Tujuan jangka pendek:
Mengurangi Nyeri
Meningkatkan LGS sendi
Mengurangi Spasme Otot
F. Penatalaksanaan Fisioterapi
1) SWD
Tujuan : Melancarkan sirkulasi darah dan meningkatkan metabolisme
jaringan dan sebagai pre eliminary exercise
Teknik : Pasien tidur terlentang kemudian dilakukan pemasangan alat secara
segmental pada daerah lumbal
Dosis :F : 2x seminggu
I : 170 Hz
T : coplanar
T : 10 menit
2) TENS
Tujuan : untuk memberikan efek analgetik
Teknik : Pasien dalam posisi tengkurap lalu ke empat pet diletakkan pada
daerah lumbal.
Dosis : F : 2x / seminggu
I :25 mA
T : 4 pad
T : 15 menit
3) Massage
Tujuan : mengurangi spasme, melepaskan perlengketan otot
Tehnik : Posisi pasien tidur tengkurap. Kemudian friction pada bagian
yang sakit/nyeri dan spasme.
Dosis :F: 2x / seminggu
I: deep pressure
T: thumb friction
T: 8 putaran
4) Mobilisasi saraf
Tujuan : untuk
Teknik : pasien tidur terlentang dengan fleksi hip 60, kemudian fisioterapi
membawah tungkai pasien kearah adduksi hip kemudian diikuti dengan dorso
fleksi ankle.

5) William’s Flexion exercise


Tujuan : Penguatan dan peregangan otot ekstensor dan fleksor sendi
lumbosacralis,mengurangi nyeri akibat spasme.
Teknik :
 Latihan I (Pelvic Tilting)

Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua knee fleksi & kaki datar
diatas bed/lantai. Datarkan punggung bawah melawan bed tanpa
kedua tungkai mendorong ke bawah. Kemudian pertahankan 5 – 10
detik
 Latihan II (Single Knee To Chest)
Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua knee fleksi & kaki

datar di atas bed/lantai. Secara perlahan tarik knee kanan kearah

shoulder & pertahankan 5 – 10 detik. Kemudian diulangi untuk

knee kiri dan pertahankan 5 - 10 detik.

 Latihan III (Double Knee To Chest)

Mulai dengan latihan sebelumnya (latihan II) dengan posisi pasien

yang sama. Tarik knee kanan ke dada kemudian knee kiri ke dada

dan pertahankan kedua knee selama 5 – 10 detik. Dapat diikuti

dengan fleksi kepala/leher (relatif) kemudian turunkan secara

perlahan-lahan salah satu tungkai kemudian diikuti dengan tungkai

lainnya.

 Latihan IV (Partial Sit-Up)

Lakukan pelvic tilting seperti pada latihan I. Sementara


mempertahankan posisi ini angkat secara perlahan kepala dan
shoulder dari bed/lantai, serta pertahankan selama 5 detik. Kemudian
kembali secara perlahan ke posisi awal
 Latihan V (Hamstring Stretch)

Mulai dengan posisi long sitting dan kedua knee ekstensi penuh.
Secara perlahan fleksikan trunk ke depan dengan menjaga kedua
knee tetap ekstensi. Kemudian kedua lengan menjangkau sejauh
mungkin diatas kedua tungkai sampai mencapai jari-jari kaki.

G. Edukasi
1. Melakukan kompres hangat pada pinggang belakang selama ± 10 menit
2. Pasien diminta banyak istirahat dan tidak mengangkat barang berat
3. Pasien diminta untuk tidak terlalu sering melakukan gerakan membungkuk

H. Home Program
Mengulang gerakan latihan William’s Flexion Exercise yang telah diajarkan

I. Prognosis
Qua ad Vitan : Baik
Qua ad Sanam : Baik
Qua ad Fungsional : Terganggu
Qua ad Cosmetican : Baik

J. Evaluasi
a. Sesaat
Setelah diterapi, pasien masih merasakan nyeri dan masih terdapat spasme pada
ototnya
b. Berkala
Setelah beberapa kali diterapi nyeri sedikit berkurang, namun gerakan
membungkuk masih terasa sakit jika dilakukan

0 5.6 10
DAFTAR PUSTAKA

Gita Puspitaningrum. 2015. Penatalaksaan Fisioterapi Pada Kasus Low Back Pain Akibat
Spondylosis Lumbalis Di RsudDr. Moewardi Surakarta, Diakses tanggal 15 Juni 2016

I Made Subadi. 2010. Penambahan William’s Exercises Pada Intervensi Micro Wave
Diathermy,Transcutaneus Elektrical Nervestimulation Dan Abdominal Exercises Menurunkan
Nyeri Punggung Bawah Akibat Spondylosis Lumbalis

Andryanto,Dkk. 2013. Intervensi William Flexion Exercise Lebih BaikDari Masase Pada
Kombinasi Ir Dan Tens UntukPenurunan Nyeri Penderita Spondilosis Lumbal

Henty Noviansari.2015.Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Lowback Pain (Lbp)Akibat


Spondylosis Dengan Modalitas Tens Dan William Flexion Exercise Di Rs Pku Muhammadiyah
Surakarta, Diakses tanggal 15 Juni 2016

Anda mungkin juga menyukai