Anda di halaman 1dari 29

Selamat sore Pak dan teman-teman,

Pendapat saya dalam duskusi ini adalah


dari ke 4 metode tersebut, saya memilih metode pembelajara Interaktif ( Interactive Instructions)
karena dalam pembelajaran ini guru menjadi fasilitator, motivator, dan perancang aktivitas
belajar. Selain itu pembelajaran interaktif menekankan pada diskusi dan sharing di antara peserta
didik. Diskusi dan sharing memberi kesempatan peserta didik untuk bereaksi terhadap gagasan,
pengalaman, pendekatan dan pengetahuan guru atau temannya dan untuk membangun cara
alternatif untuk berfikir dan merasakan. Kelebihan pemebelajaran ini adalah peserta didik dapat
belajar dari temannya dan guru untuk membangun keterampilan sosial dan kemampuan-
kemampuan, mengorganisasikan pemikiran dan membangun argumen yang rasional.
Selain itu di tempat saya fasilitas sarana dan prasarana sangat minim, belum terpenuhinya
fasilitas TIK dan perpustakaan, belum memiliki ruang khusus dan kekurangan buku serta buku
yang tersedia tidak terbarukan. Buku terbarukan adalah solusi mendapatkan informasi tanpa
internet dan memotivasi siswa belajar mandiri oleh karena itu kami menerapkan metode
pembelajaran interaktif agar siswa dapat memecahkan masalah sendiri, memberi contoh-contoh,
mencoba keterampilan dan melakukan tugas-tugas yang tergantung pada pengetahuan yang
dimiliki atau yang harus dicapai.
Ini saja dari saya, thanks…
=Meryana Wati Djara=
Abstrak

Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
dalam segala segi kehidupan, termasuk dalam proses pembelajaran. Dunia kerja menuntut
perubahan kompetensi. Kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkolaborasi
menjadi kompetensi penting dalam memasuki kehidupan abad 21. Sekolah dituntut mampu
menyiapkan siswa memasuki abad 21.

Subjek abad 21 terdiri atas bahasa inggris (bahasa resmi masing-masing negara),
bahasa pergaulan dunia, seni, matematika, ekonomi, pengetahuan alam (science), geografi,
sejarah, pemerintahan, dan kewarganegaraan. Sedangkan tema abad 21 mencakup kesadaran
global; literasi keuangan, ekonomi, bisnis dan wirausaha; kesadaran sebagai warga negara;
literasi kesehatan; dan literasi lingkungan.

Taksonomi Bloom sebagai acuan dalam tujuan pembelajaran menyangkut dimensi


pengetahuan dan proses kognitif. Dimensi pengetahuan mencakup faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif. Proses kognitif terdiri atas 1) mengingat (remember); 2)
memahami (understand); 3) menerapkan (apply); 4) menganalisis (analyze); 5) evaluasi
(evaluate); dan 6) menciptakan (create). Dimensi pengetahuan dan proses kognitif menjadi
landasan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, sehingga
tersusun strategi pembelajaran abad 21.

Kata Kunci: kecakapan abad 21, taksonomi bloom, subjek dan tema abad 21, strategi
pembelajaran abad 21.

Pendahuluan

Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
dalam segala segi kehidupan. Teknologi menghubungkan dunia yang melampaui sekat-sekat
geografis sehingga dunia menjadi tanpa batas. Teknologi transportasi udara memberikan
kemudahan menempuh perjalanan panjang. Media on-line beritasatu.com merilis waktu tempuh
Newark – Singapura sejauh 9.535 mil dengan penerbangan non-stop selama 18 jam. Melalui
media televisi, kejadian di suatu tempat dapat secara langsung diketahui dan dilihat di tempat
lain yang berjarak sangat jauh pada waktu bersamaan. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi melalui internet memberi kemudahan pengiriman uang pada waktu yang sangat
singkat, bahkan real time. Perkembangan teknologi menjadikan terjadinya perubahan kualifikasi
dan kompetensi tenaga kerja.

Kang, Kim, Kim & You ( 2012) mencatat bahwa perubahan standar kinerja akademik
terjadi seiring dengan perkembangan teknologi informasi komunikasi (TIK) dan pertumbuhan
ekonomi global. Perubahan standar menuntut penyesuaian dunia pendidikan dalam menyiapkan
peserta didik. Tekonologi informasi dan komunikasi memudahkan komunikasi antar anggota
masyarakat dan dunia kerja yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Pertumbuhan ekonomi
global menuntut persaingan yang semakin ketat dalam setiap aspek kehidupan, pasar tidak lagi
dibatasi oleh sekat-sekat geografis, namun dusah menjadi pasar global. Siswa abad 21 perlu
dibekali dengan kemampuan TIK dan mencermati perkembangan ekonomi global. Proses
pembelajaran harus mengakomodir hal tersebut.

Rotherdam & Willingham (2009) mencatat bahwa kesuksesan seorang siswa tergantung
pada kecakapan abad 21, sehingga siswa harus belajar untuk memilikinya. Partnership for 21st
Century Skills mengidentifikasi kecakapan abad 21 meliputi : berpikir kritis, pemecahan
masalah, komunikasi dan kolaborasi. Berpikir kritis berarti siswa mampu mensikapi ilmu dan
pengetahuan dengan kritis, mampu memanfaatkan untuk kemanusiaan. Trampil memecahkan
masalah berarti mampu mengatasi permasalahan yang dihadapinya dalam proses kegiatan belajar
sebagai wahana berlatih menghadapi permasalahan yang lebih besar dalam kehidupannya.
Ketrampilan komunikasi merujuk pada kemampuan mengidentifikasi, mengakses,
memanfaatkan dan memgoptimalkan perangkat dan teknik komunikasi untuk menerima dan
menyampaikan informasi kepada pihak lain. Terampil kolaborasi berarti mampu menjalin
kerjasama dengan pihak lain untuk meningkatkan sinergi. Sedang menurut National Education
Association untuk mencapai sukses dan mampu bersaing di masyarakat global, siswa harus ahli
dan memiliki kecakapan sebagai komunikator, kreator, pemikir kritis, dan kolaborator.

Mensikapi fenomena perubahan kebutuhan tenaga kerja dan kemajuan, sekolah perlu
dipersiapkan dan menyiapkan diri dalam menghadapi tantangan abad 21. Pemahaman terhadap
kecakapan abad 21 menjadi penting disampaikan kepada siswa. Pencapaian kecakapan abad 21
dilakukan dengan memahami karakteristik, teknik pencapaian dan strategi pembelajaran yang
dilakukan.

Kecakapan Abad 21

Persoalan kecakapan abad 21 menjadi perhatian pemerhati dan praktisi pendidikan. The North
Central Regional Education Laboratory (NCREL) dan The Metiri Grup (2003) mengidentifikasi
kerangka kerja untuk keterampilan abad ke-21, yang dibagi menjadi empat kategori: kemahiran
era digital, berpikir inventif, komunikasi yang efektif, dan produktivitas yang tinggi.

ATCS (assesment and teaching for 21st century skills) menyimpulkan empat hal pokok
berkaitan dengan kecakapan abad 21 yaitu cara berpikir, cara bekerja, alat kerja dan kecakapan
hidup. Cara berpikir mencakup kreativitas, berpikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan
keputusan dan belajar. Cara kerja mencakup komunikasi dan kolaborasi. Alat untuk bekerja
mencakup teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dan literasi informasi
Kecakapan hidup mencakup kewarganegaraan, kehidupan dan karir, dan tanggung jawab pribadi
dan sosial.

Educational Testing Service (ETS) (2007), mendefinisikan keterampilan abad ke-21


sebagai pembelajaran kemampuan untuk a) mengumpulkan dan / atau mengambil informasi, b)
mengatur dan mengelola informasi, c) mengevaluasi kualitas, relevansi, dan kegunaan informasi,
dan d) menghasilkan informasi yang akurat melalui penggunaan sumber daya yang ada.
Partnership for 21st Century Skills mengidentifikasi enam elemen kunci untuk abad ke-21 yaitu
mendorong pembelajaran: 1) menekankan pelajaran inti, 2) menekankan keterampilan belajar, 3)
menggunakan alat abad ke-21 untuk mengembangkan keterampilan belajar, 4) mengajar dan
belajar dalam konteks abad ke-21, 5) mengajar dan mempelajari isi abad ke-21, dan 6 )
menggunakan penilaian abad ke-21 yang mengukur keterampilan abad ke-21

Kang, Kim, Kim & You (2012) memberikan kerangka kecakapan abad 21 dalam domain
kognitif, afektif, dan budaya sosial. Domain kognitif terbagi dalam sub domain : kemampuan
mengelolan informasi, yaitu kemampuan menggunakan alat, sumberdaya dan ketrampilan inkuiri
melalui proses penemuan; kemampuan mengkonstruksi pengetahuan dengan memproses
informasi, memberikan alasan, dan berpikir kritis; kemampuan menggunakan pengetahuan
melalui proses analistis, menilai, mengevaluasi, dan memecahkan masalah; dan kemampuan
memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan metakognisidan berpikir kreatif.

Domain afektif mencakup sub domain : identitas diri yakni mampu memahami konsep
diri, percaya diri, dan gambaran pribadi; mampu menetapkan nilai-nilai yang menjadi nilai-nilai
pribadi dan pandangan terhadap setiap permasalahan. Pengarahan diri ditunjukan dengan
menguasai diri dan mampu mengarahkan untuk mencapai tujuan dalam bingkai kepentingan
bersama. Akuntabilitas diri ditunjukan dengan inisiatif, prakarsa, tanggungjawab, dan sikap
menerima dan menyelesaikan tanggungjawabnya.

Domain budaya sosial ditunjukan dengan terlibat aktif dalam keanggotaan organisasi
sosial, diterima dalam lingkungan sosial, dan mampu bersosialisasi dalam lingkungan.

Subjek dan Tema Abad 21

Pemahaman dan penguasaan subjek dan tema abad 21 menentukan kesuksesan seorang siswa di
masa mendatang. Partnership for 21st Century Skills (2009) memberikan rumusan subjek mata
pelajaran abad 21 meliputi : bahasa inggris (bahasa resmi masing-masing negara), bahasa
pergaulan dunia, seni, matematika, ekonomi, pengetahuan alam (science), geografi, sejarah,
pemerintahan, dan kewarganegaraan.

Penguasaan bahasa nasional masing-masing dan bahasa pergaulan internasional


mempengaruhi posisi yang dapat dicapai oleh seseorang. Melalui penguasaan bahasa siswa
mampu mengkomunikasikan kompetensinya baik dengan bahasa tulis maupun lisan. Penguasaan
seni dapat mewarnai pengelolaan diri dalam menghadapi pergaulan di dunia kerja dan
masyarakat, sehingga lebih dapat menempatkan diri dalam lingkungan. Matematika membangun
logika dan cara berpikir sistematis, sehingga melalui penguasaan matematika dapat
meningkatkan logika berpikir yang diperlukan dalam berinteraksi.

Penguasaan kompetensi mata pelajaran tersebut belum memberikan dampak luas pada
siswa kalau tidak dibarengi dengan penguasaan tema-tema abad 21. Menurut Partnership for 21st
Century Skills (2009) tema yang mengemuka pada abad 21 adalah : kesadaran global; literasi
keuangan, ekonomi, bisnis dan wirausaha; kesadaran sebagai warga negara; literasi kesehatan;
dan literasi lingkungan.
Kesadaran global mencakup kecakapan memahami dan menangani isu-isu global. Isu-isu
global dalam setiap aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dan
pengetahuan. Belajar dari dan bekerja sama dengan individu yang mewakili beragam budaya,
agama dan gaya hidup merupakan syarat dalam memasuki pergaulan dunia. Dunia yang semakin
terbuka menuntut kemampuan menerima dan memahami akar budaya, agama, dan gaya hidup
orang lain dalam semangat saling menghormati dan dialog terbuka dalam konteks pribadi,
pekerjaan dan masyarakat. Memahami negara, budaya, dan bahasa orang yang berinteraksi akan
meningkatkan pemahaman diri dan orang lain, meningkatkan harkat dan martabat masing-
masing.

Kecakapan keuangan, ekonomi, bisnis dan wirausaha mencakup : kecakapan menentukan


pilihan ekonomi pribadi. Pilihan seseorang terhadap sumber ekonomi pribadinya menentukan
keberagaman perekonomian dalam suatu negara. Orang tidak lagi terombang-ambing terhadap
pandangan orang lain terhadap sumber ekonominya, namun memaknai sumber ekonomi sebagai
jalan dalam berkontribusi bagi perekonian secara makro. Persoalan ini akan meningkatkan
pemahaman atas peran ekonomi dalam masyarakat. Keterampilan kewirausahaan untuk
meningkatkan produktivitas kerja dan pilihan karir dapat meningkatkan kontribusi terhadap
perkembangan “organisasi” yang dimasukinya. Kewirausahaan mencakup kemampuan dalam
berekspresi, berimprovisasi, dan meningkatkan kinerja.

Kesadaran sebagai warga negara mencakup kecakapan berpartisipasi efektif dalam


kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehidupan berbangsa dan bernegara terkait dengan peran
dan fungsinya dalam tugas dan tanggungjawab masing-masing. Memperjuangkan hak dan
memenuhi kewajiban sebagai warga negara dan masyarakat, menjadi titik tolak dalam hidup
bermasyarakat. Mengembangkan supremasi sipil, menempatkan hak-hak sipil dalam bingkai
demokratis yang mampu mengakomodir setiap kepentingan individu dalam bingkai pemenuhan
kepentingan bersama.

Kesadaran kesehatan mencakup kemampuan dalam memelihara kesehatan pribadi,


keluarga, masyarakat, bangsa dan masyarakat global. Pemeliharaan kesehatan dimulai dari
kemampuan mencari informasi dan menafsirkan persoalan-persoalan kesehatan, termasuk sebab,
akibat, dan proses pencegahan dan pengobatan. Kesehatan dalam konteks ini adalah kesehatan
menyeluruh fisik dan mental.

Literasi lingkungan yaitu mencakup kesadaran terhadap pemeliharaan dan pemanfaatan


lingkungan secara bertanggungjawab dan bermakna bagi kehidupan. Peka terhadap dampak
pengelolaan lingkungan yang tidak bertanggungjawab terhadap kehidupan secara global.
Perubahan iklim dan dampaknya terhadap kehidupan. Perubahan perilaku alam yang
menyebabkan terjadinya anomali iklim, dan dampak-dampak terhadap lingkungan sebagai akibat
ekploitasi alam.

Strategi Pembelajaran Abad 21

Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan siswa untuk berpikir kritis,
mampu menghubungkan ilmu dengan dunia nyata, menguasai teknologi informasi komunikasi,
dan berkolaborasi. Pencapaian ketrampilan tersebut dapat dicapai dengan penerapan metode
pembelajaran yang sesuai dari sisi penguasaan materi dan ketrampilan.

Kemampuan berpikir kritis siswa dibangun melalui pembelajaran yang menerapkan


taksonomi pembelajaran sebagaimana disampaikan oleh Benyamin Bloom tahun 1956 yang telah
direvisi pada tahun 2001. Bloom membagi tujuan pendidikan menjadi tiga ranah yaitu ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Tujuan pendidikan mengalami penyempurnaan pada tahun
2001 (Anderson dan Krathwohl, 2001). Taksonomi pembelajaran dikelompokan dalam dimensi
pengetahuan dan dimensi proses kognitif.

Dimensi proses pengetahuan terdiri empat bagian yaitu faktual, konseptual, prosedural,
dan metakognitif. Krathwohl (2002), Anderson & Krathwohl (2001) menyebutkan bahwa
pengetahuan faktual menekankan pada pengetahuan faktual, yaitu pengetahuan yang berupa
potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin
ilmu tertentu, yang mencakup pengetahuan tentang terminologi dan pengetahuan tentang bagian
detail. Pengetahuan faktual menyajikan fakta-fakta yang muncul dalam pengetahuan.
Pengetahuan konseptual, yaitu pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-
unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi sama-sama, yang mencakup
skema, model pemikiran dan teori. Pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang
bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru, dan Pengetahuan
metakognitif, yaitu mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan
tentang diri sendiri.

Dimensi poses pengetahuan terbagi dalam tiga yaitu kognitif, afektif dan psikomotor
(Anderson & Krathwohl, 2001:67-68) ranah kognitif terbagi dalam enam tingkat yaitu : 1)
mengingat (remember) : mengambil, mengakui, dan mengingat pengetahuan yang relevan dari
memori jangka panjang; 2) memahami (understand): membangun makna dari lisan, pesan
tertulis, dan grafis melalui menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasi, meringkas,
menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan; 3) menerapkan (apply): melaksanakan atau
menggunakan prosedur melalui pelaksana, atau menerapkan; 4) menganalisis (analyze): breaking
materi menjadi bagian-bagian penyusunnya, menentukan bagaimana bagian-bagian berhubungan
satu sama lain dan yang secara keseluruhan struktur atau tujuan melalui membedakan,
mengorganisasikan, dan menghubungkan; 5) evaluasi (evaluate): membuat penilaian
berdasarkan kriteria dan standar melalui memeriksa dan mengkritisi; dan 6) menciptakan
(create): menempatkan elemen bersama-sama untuk membentuk suatu kesatuan yang utuh atau
fungsional, reorganisasi elemen ke pola baru atau struktur melalui menghasilkan, perencanaan,
atau menghasilkan.

Proses pembelajaran yang mampu mengakomodir kemampuan berpikir kritis siswa tidak
dapat dilakukan dengan proses pembelajaran satu arah. Pembelajaran satu arah, atau berpusat
pada guru, akan membelenggu kekritisan siswa dalam mensikapi suatu materi ajar. Siswa
menerima materi dari satu sumber, dengan kecenderungan menerima dan tidak dapat
mengkritisi. Kemampuan berpikir kritis dibangun dengan mendalami materi dari sisi yang
berbeda dan menyeluruh.
Kemampuan menghubungkan ilmu dengan dunia nyata dilakukan dengan mengajak
siswa melihat kehidupan dalam dunia nyata. Memaknai setiap materi ajar terhadap penerapan
dalam kehidupan penting untuk mendorong motivasi belajar siswa. Secara khusus pada dunia
pendidikan dasar yang relatif masih berpikir konkrit, kemampuan guru menghubungkan setiap
materi ajar dengan kehidupan nyata akan meningkatkan penguasaan materi oleh siswa.
Menghubungkan materi dengan praktik sehari-hari dan kegunaannya dapat meningkatkan
pengembangan potensi siswa.

Penguasaan teknologi informasi komunikasi menjadi hal yang harus dilakukan oleh
semua guru pada semua mata pelajaran. Penguasaan TIK yang terjadi bukan dalam tataran
pengetahuan, namun praktik pemanfaatnyanya. Metode pembelajaran yang dapat mengakomodir
hal ini terkait dengan pemanfaatan sumber belajar yang variatif. Mulai dari sumber belajar
konvensional sampai pemanfaatan sumber belajar digital. Siswa memanfaatkan sumber-sumber
digital, baik yang offline maupun online. Membuat produk berbasis TIK, baik audio maupun
audiovisual.

Kecakapan berkolaborasi menunjukkan sikap penerimaan terhadap orang lain, berbagi


dengan orang lain, dan bersama-sama dengan orang lain mencapai tujuan bersama. Paradigma
pembelajaran kolaboratif memfasilitasi siswa berada dalam peran masing-masing,
melaksanakannya, dan bertanggungjawab. Sikap individualistik, mau menang sendiri, dan
bekerja sendiri akan mengurangi kemampuan siswa dalam menyiapkan diri menyongsong masa
depannya. Setiap kompetensi yang ada pada masing-masing dikolaborasikan, sehingga dapat
meningkatkan kompetensi dan pencapaian hasil.

Beers menegaskan bahwa strategi pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam
mencapai kecakapan abad 21 harus memenuhi kriteria sebagai berikut : kesempatan dan aktivitas
belajar yang variatif; menggunakan pemanfaatan teknologi untuk mencapai tujuan pembelajaran;
pembelajaran berbasis projek atau masalah; keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular
connections); fokus pada penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh siswa;
lingkungan pembelajaran kolaboratif; visualisasi tingkat tinggi dan menggunakan media visual
untuk meningkatkan pemahaman; menggunakan penilaian formatif termasuk penilaian diri
sendiri.

Kesempatan dan aktivitas belajar yang variatif tidak monoton. Metode pembelajaran
disesuaikan dengan kompetensi yang hendak dicapai. Penguasaan satu kompetensi ditempuh
dengan berbagai macam metode yang dapat mengakomodir gaya belajar siswa auditori, visual,
dan kenestetik secara seimbang. Dengan demikian masing-masing siswa mendapatkan
kesempatan belajar yang sama.

Pemanfaatan teknologi, khususnya tekonologi informasi komunikasi, memfasilitasi siswa


mengikuti perkembangan teknologi, dan mendapatkan berbagai macam sumber dan media
pembelajaran. Sumber belajar yang semakin variatif memungkinkan siswa mengekplorasi materi
ajar dengan berbagai macam pendekatan sesuai dengan gaya dan minat belajar siswa.

Pembelajaran berbasis projek atau masalah, menghubungkan siswa dengan masalah yang
dihadapai dan yang dijumpai dalam kehidupam sehari-hari. Bertitik tolak dari masalah yang
diinventarisis, dan diakhiri dengan strategi pemecahan masalah tersebut, siswa secara
berkesinambungan mempelajari materi ajar dan kompetensi dengan terstruktur. Pada
pembelajaran berbasis projek, pemecahan masalah dituangkan dalam produk nyata yang
dihasilkan sebagai sebuah karya penciptaan siswa. Pada pembelajaran berbasis masalah/projek
pembelajaran juga fokus pada penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh siswa.

Keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular connections), atau kurikulum


terintegrasi memungkinkan siswa menghubungkan antar materi dan kompetensi pembelajaran,
dengan demikian pembelajaran dapat lebih bermakna, dan teridentifikasi manfaat mempelajari
sesuatu. Pembelajaran ini didukung lingkungan pembelajaran kolaboratif, dapat memaksimalkan
potensi siswa. Didukung dengan visualisasi tingkat tinggi dan penggunaan media visual dapat
meningkatkan pemahaman siswa.

Sebagai akhir dari sebuah proses pembelajaran, penilaian formatif menunjukan sebuah
pengendalian proses. Melalui penilaian formatif, dan didukung dengan penilaian oleh diri
sendiri, siswa terpantau tingkat penguasaan kompetensinya, mampu mendiagnose kesulitan
belajar, dan berguna dalam melakukan penempatan pada saat pembelajaran didisain dalam
kelompok.

Pandangan Beers tersebut memperjelas bahwa proses pembelajaran untuk menyiapkan


siswa memiliki kecakapan abad 21 menuntut kesiapan guru dalam merencanakan, melaksanakan,
dan mengevaluasi pembelajaran. Guru memegang peran sentral sebagai fasilitator pembelajaran.
Siswa difasilitasi berproses menguasai materi ajar dengan berbagai sumber belajar yang
dipersiapkan. Guru bertugas mengawal proses berlangsung dalam kerangka penguasaan
kompetensi, meskipun pembelajaran berpusat pada siswa.

Simpulan dan Saran


Perkembangan perekonomian global dan tuntutan dalam dunia kerja mesti disikapi
sekolah dalam menyiapkan siswa. Abad 21 menuntut penguasaan berpikir tingkat tinggi, berpikir
kritis, menguasai teknologi informasi, mampu berkolaborasi, dan komunikatif. Proses mencapai
kecakapan tersebut dilakukan dnegan memperhatikan taksonomi Bloom yang membagi
pengetahuan dalam dua kategori yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif.

Dalam konteks sistem pendidikan nasional disarankan untuk melakukan analisis standar
kompetensi dan kompetensi dasar masing-masing kelas, sehingga dapat memberikan wadah yang
cukup dalam mengintegrasikan pembelajaran dalam beberapa mata pelajaran
erkembangan dalam dunia pendidikan abad 21 harus sejalan dengan perkembangan
teknologi, sosial, ekonomi dan politik. Hal ini berpengaruh bagi perubahan kebutuhan warga
negara, pelajar, guru, pemerintah, sumber informasi, pengetahuan, dan sebagainya. Oleh karena
itu, dibutuhkan model desain pembelajaran yang berpusat pada siswa dan pengembangan literasi
baru dalam pendidikan sains. Aspek penting dari model desain pembelajaran ini adalah untuk
membimbing guru dalam: (a) mengubah praktek mengajar mereka ke arah yang berpusat pada
siswa, dan (b) mengintegrasikan penggunaan teknologi pendidikan yang efektif dalam praktek
belajar-mengajar mereka. Kedua aspek penting tersebut terkandung dalam Model Desain
Pembelajaran Rase yang menekankan kepada empat komponen pembelajaran, yakni: Resources
(sumber daya), Activity (kegiatan), Support (dukungan) dan Evaluation (evaluasi).

Selain itu, model ini digunakan untuk menekankan pentingnya konsep pembelajaran dalam
pendidikan sains. Masalah yang sering muncul dalam pendidikan dan sains adalah siswa tidak
didukung oleh pengalaman yang memadai dan sumber daya yang memadai dalam kegiatan
pembelajaran untuk memungkinkan pengembangan pengetahuan konseptual yang diperlukan
untuk memahami dan berpikir dalam ilmu. Guru sering berkonsentrasi pada pengajaran fakta,
mengekspos siswa untuk di formasi yang mereka butuhkan untuk mengingat (sebagai subjek
pemahaman yang mendalam) mempersiapkan pada hasil ujian dan tugas-tugas penilaian lainnya.
Pendidik sains perlu fokus pada mendukung siswa untuk mengembangkan basis yang cukup
pengetahuan konseptual yang diperlukan tidak hanya untuk masalah berpikir dan pemecahan,
tetapi juga untuk menetapkan keputusan, dan merancang, rekayasa dan menerapkan teknologi.
Semakin berkembangnya teknologi dunia, menggiring siswa pada pendekatan saintifik. Sehingga
secara otomatis konten kurikuler akan berkembang terus bersama dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang akan mempromosikan cara
belajar siswa pada tingkat pemahaman konseptual yang lebih dalam dan dengan waktu yang
lebih efisien.

Model Pedagogic RASE


Model Desain Pembelajaran RASE dapat dilihat dari dua perspektif: (1) instruksional dan (2)
pembelajaran. Dari perspektif instruksional, model ini akan membantu guru dalam
mengembangkan pendekatan yang berpusat pada siswa serta berbasis teknologi pendidikan. Dari
perspektif pembelajaran, model ini mendukung siswa untuk belajar konten disiplin dan
mengembangkan keahlian baru. Model ini dibangun berdasarkan dasar teoritis penting dan
menjelaskan konsep-konsep.
Constructivist learning environment atau Lingkungan belajar konstruktivis (Jonassen, 1999).
Dalam pandangan ini, pembelajaran harus diatur dalam kegiatan-kegiatan dan terjadi dalam
suatu lingkungan yang mendukung konstruksi pengetahuan, karena bertentangan dengan
transmisi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan adalah proses di mana siswa secara individu
membangun pemahaman mereka tentang isi kurikulum berdasarkan eksplorasi, keterlibatan
sosial, pengujian pemahaman dan pertimbangan berbagai perspektif. Menggarisbawahi
lingkungan belajar konstruktivis adalah Activity Theory, pada awalnya diusulkan oleh Lev
Vygotsky (1978) dan para pengikutnya seperti Leont'ev (1978), dan diartikulasikan dalam
kerangka yang lebih spesifik oleh para ahli lain seperti Engeström (1987). Teori aktivitas ini
menentukan komponen yang spesifik berupa aktivitas dalam sistem yang penting untuk
dipertimbangkan dalam perencanaan, pengelolaan dan memfasilitasi kinerja dalam pembelajaran,
seperti memahami secara spesifik suatu kegiatan, serta media-media yang digunakan.
Problem solving atau penyelesaian masalah (Jonassen, 2000). Untuk Jonassen, belajar dapat
dikatakan efektif ketika terjadi dalam konteks suatu kegiatan yang melibatkan siswa untuk
mampu memecahkan masalah secara terstruktur, masalah otentik, kompleks dan dinamis. Jenis
masalah berbeda-beda secara signifikan dari yang logis, terstruktur dengan baik dan dengan
solusi tunggal. Masalah jenis ini termasuk fenomena, studi kasus, strategi pengambilan
keputusan dan desain, yang semuanya memerlukan peserta didik untuk terlibat dalam pemikiran
yang mendalam, pemeriksaan beberapa kemungkinan, penyebaran berbagai perspektif teoritis,
menggunakan media, penciptaan produk, dan eksplorasi solusi yang memungkinkan. Siswa
belajar dengan memecahkan masalah kompleks daripada menyerap aturan dan prosedur siap
pakai.
Engaged learning atau Pembelajaran yang sedang dipakai ( Dwyer et al., 1985-1998). Dwyer,
Ringstaff dan Sand- Holtz melakukan studi longitudinal untuk menyelidiki pengadopsian yang
paling efektif dari teknologi Apple dalam lingkungan belajar yang berpusat pada siswa (yaitu,
Apple Kelas of Tomorrow). Para ahli ini berpendapat bahwa teknologi harus berfungsi sebagai
media untuk belajar, yang mendukung keterlibatan dalam kegiatan, kolaborasi dan pembelajaran
yang mendalam. Pusat pekerjaan mereka adalah konsep 'pergeseran pembelajaran, yang penting
dalam membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan penggunaan teknologi.
Problem-based learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah ( Savery & Duffy, 1995).
Savery dan Duffy mengusulkan PBL sebagai model desain yang optimal untuk belajar yang
berpusat pada siswa. Seiringan dengan hal tersebut, PBL dibangun berdasarkan filosofi
konstruktivis dan pembelajaran cenderung pada suatu proses konstruksi pengetahuan dan sosial.
Salah satu gambaran dari PBL adalah bahwa siswa aktif bekerja pada hubungan aktivitasyang
otentik dengan lingkungan di mana mereka akan secara alami diterapkan, yaitu, siswa
mengkonstruksi pengetahuan dalam konteks yang mengkonstruk kembali di mana mereka akan
menggunakan pengetahuan itu. Kreativitas, berpikir kritis, metakognisi, negosiasi sosial, dan
kolaborasi dari semua dianggap sebagai komponen penting dari proses PBL. Salah satu
karakteristik kunci dari PBL adalah bahwa guru bukan sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan, tetapi juga harus berfokus pada perintah metakognitif.
Rich environments for active learning atau Lingkungan pembelajaran aktif/Pembelajaran aktif
berbasis lingkungan ( Grabinger & Dunlap, 1997). ILAR, Savery dan Duffy, Grabinger dan
Dunlap mengusulkan PBL sebagai intervensi pendidikan yang efektif. Namun, dalam pendekatan
mereka perhatian lebih lanjut diberikan kepada konteks lingkungan di mana PBL terjadi,
mengingat aspek lebih lanjut dari komponen dan kompleksitas bahwa kegiatan seperti memang
dibutuhkan. Secara khusus, penekanan ditempatkan pada bagaimana membuat siswa lebih
bertanggung jawab, bersedia untuk memberikan inisiatif, reflektif dan kolaboratif dalam konteks
belajar yang dinamis, otentik dan generatif. Pendekatan ini juga menekankan pentingnya
pengembangan keterampilan belajar sepanjang hayat.
Technology-based learning environments and conceptual change atau Lingkungan pembelajaran
berbasis teknologi dan perubahan konseptual ( Vosniadou et al., 1995). Dalam pandangan ini,
peran sentral teknologi adalah untuk mendukung siswa dalam perubahan konseptual dan konsep
belajar daripada transfer pengetahuan sederhana. Siswa membangun model mental dan
representasi internal lainnya melalui upaya untuk menjelaskan dunia luar. Siswa sering
membawa kesalahpahaman sebelum situasi belajar. Oleh karena itu, instruksi seharusnya
dirancang untuk memperbaiki kesalahpahaman tersebut. Teknologi akan dirancang tidak hanya
presentasi representasi eksternal yang efektif dari pengetahuan konseptual, tetapi juga
eksternalisasi representasi internal sehingga guru dapat memperoleh wawasan pengetahuan dan
pemahaman siswa. Mengambil lebih perspektif konstruktif, teknologi dan representasi akan
menempatkan peran tertentu dalam kegiatan pembelajaran.
Interactive learning environments atau Lingkungan interaktif pembelajaran (Harper & Hedberg,
1997; Oliver, 1999). Dalam rangka untuk melayani kompleksitas diperlukan untuk belajar,
Oliver mengusulkan bahwa modul pembelajaran harus mengandung sumber daya, tugas dan
dukungan. Agar pembelajaran terarah, harus melibatkan tugas siswa untuk menentukan tujuan
spesifik sumber daya. Peran guru adalah untuk mendukung pembelajaran. Komponen-komponen
yang terintegrasi akan menyebabkan interaktivitas penting agar pembelajaran dapat terjadi.
Harper dan Hedberg sangat menekankan filsafat konstruktivis, dan berpendapat bahwa teknologi
itu sendiri harus menyediakan sebuah lingkungan di mana peserta didik dapat berkolaborasi
dengan media dan satu sama lain. Mirip dengan Jonassen (2000), Hedberg mendukung
pendekatan berbasis masalah sebagai intervensi pendidikan yang paling efektif. Meskipun
perspektif ini dirintis pada tahap awal adopsi multitafsir media, pendidikan dan pengembangan
perangkat lunak.
Collaborative knowledge building atau membangun kolaborasi pengetahuan ( Bereiter &
Scardamalia, di tekan). Konstruksi pengetahuan adalah konstruksi teoritis yang dikembangkan
oleh Bereiter dan Scardamalia untuk memberikan interpretasi dari apa yang dibutuhkan dalam
konteks kegiatan pembelajaran kolaboratif. Pengetahuan pribadi dipandang sebagai fenomena
diamati secara internal dan satu-satunya cara untuk mendukung pembelajaran dan memahami
apa yang sedang terjadi yakni untuk berurusan dengan pengetahuan masyarakat disebut (yang
mewakili apa sebuah komunitas pelajar tahu). pengetahuan masyarakat ini tersedia untuk
memperluas kinerja siswa dan memodifikasinya melalui wacana, negosiasi, dan ide-ide kolektif.
Situated learning atau situasi pembelajaran (Brown et al., 1989). Brown dan koleganya
membangun perspektif Teori Kegiatan untuk menekankan peran sentral suatu kegiatan dalam
belajar. Kegiatan adalah di mana pengetahuan konseptual dikembangkan dan digunakan.
Dikatakan bahwa situasi ini menghasilkan pembelajaran dan kognisi. Dengan demikian,
kegiatan, media-media dan pembelajaran tidak harus dianggap sebagai terpisah. Belajar adalah
suatu proses enkulturasi dimana siswa menjadi akrab dengan penggunaan media-media kognitif
dalam konteks kinerja pada suatu kegiatan yang otentik. Kedua aktivitas dan bagaimana media
ini digunakan khusus untuk budaya praktek. Konsep tidak hanya terletak dalam suatu kegiatan,
tetapi secara progresif dikembangkan melalui hal tersebut, dibentuk oleh makna yang ada,
budaya dan keterlibatan sosial. Dalam istilah Vygotsky, konsep memiliki sejarah, baik pribadi
dan budaya. Konsep hanya dapat dipahami dan dipelajari pada tingkat pribadi melalui
penggunaan mereka dalam sebuah aktivitas. Penggunaan media aktif dan interaksi antara media
dan kegiatan mengarah ke peningkatan dan selalu berubah pemahaman dari kedua kegiatan dan
konteks penggunaan media, dan media itu sendiri. Penggunaan media mungkin berbeda antara
komunitas yang berbeda dari praktek, jadi belajar bagaimana menggunakan media khusus untuk
masyarakat adalah suatu proses enkulturasi. Bagaimana media yang digunakan mencerminkan
bagaimana masyarakat melihat dunia. Konsep ini juga memiliki sejarah mereka sendiri dan
produk dari perkembangan sosial budaya dan pengalaman anggota dari Tengoklah praktek.
Dengan demikian, Brown dan koleganya sangat menyarankan bahwa aktivitas, konsep dan
budaya saling bergantung, bahwa “budaya dan penggunaan media menentukan cara praktisi
melihat dunia, dan cara menghadirkan dunia kepada mereka menentukan pemahaman budaya
tentang dunia dan media. Untuk belajar menggunakan media sebagai praktisi menggunakannya,
mahasiswa, harus memasukkannya kedalam masyarakat dan budaya”. Oleh karena itu, belajar
adalah proses enkulturasi, dimana siswa belajar untuk menggunakan media konseptual domain
dalam suatu aktivitas otentik.
Inquiry-based learning supported by technology (Pembelajaran berbasis inquiry didukung oleh
teknologi).Bekerja di bawah konsep umum ini termasuk berorientasi praktis kerangka kerja dan
pedoman desain untuk membangun modul pembelajaran berbasis teknologi. Ini termasuk
pendekatan seperti Quest Atlantis (Barab et al., 2005), Micro Pelajaran (Divaharan & Wong,
2003), Pelajaran Aktif (Churchill, 2006), dan Web Quest (Dodge, 1995). Mirip dengan karya
teoritis yang dibahas sebelumnya, pendekatan ini mengangkat pentingnya kegiatan belajar
sebagai intervensi pendidikan efektif. Belajar dimulai dengan penyelidikan atau masalah
(didukung dengan presentasi multimedia) yang disajikan kepada siswa dengan cara yang
menarik. Para siswa kemudian ditugaskan untuk tugas (s), disediakan dengan template untuk
membantu mereka dalam penyelesaian tugas (s), diarahkan ke berbasis Web dan sumber daya
lainnya untuk membantu mereka dan media-media kolaborasi seperti platform diskusi. Paling
sering, siswa menggunakan media berbasis teknologi dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka
dan diarahkan untuk menyerahkan hasil melalui sarana elektronik. Sebagai model desain,
pendekatan ini membuat langkah signifikan dalam mengarahkan guru untuk menjauh dari,
penggunaan teknologi tradisional, konten-driven berpusat pada guru. Apa yang dapat diamati
dari ide-ide ini adalah kegiatan yang dan pengetahuan konseptual adalah pusat untuk belajar.
Berdasarkan model-model tual teoritis dan mengkonsep, kami mengembangkan model Desain
Pembelajaran Rase sebagai media penting untuk mendukung kegiatan perencanaan instruksional.
Ide utama di balik RASE adalah konten yang sumber tidak cukup untuk pencapaian penuh hasil
belajar. Selain sumber daya, guru perlu mempertimbangkan hal berikut:
- Kegiatan bagi siswa untuk terlibat dalam penggunaan sumber daya dan kinerja pada tugas-
tugas seperti eksperimen dan memecahkan masalah melalui pengalaman terhadap hasil belajar
masalah.
- Dukungan untuk memastikan bahwa siswa diberikan bantuan, dan jika mungkin dengan media
untuk secara mandiri atau bekerja sama dengan siswa lain, memecahkan kesulitan yang muncul.
- Evaluasi untuk menginformasikan para siswa dan guru tentang kemajuan dan untuk melayani
sebagai media untuk memahami apa lagi yang perlu dilakukan dalam rangka untuk memastikan
hasil belajar yang dicapai.
Sumber pengetahuan meliputi (a) konten (misalnya, media digital, buku pelajaran, ceramah oleh
guru), (b) bahan (misalnya, bahan kimia untuk percobaan, cat dan kanvas), dan (c) media yang
digunakan siswa saat mengerjakan mereka aktivitas (misalnya, media-media laboratorium, kuas,
kalkulator, penggaris, perangkat lunak analisis statistik, kata proses-software). Ketika
mengintegrasikan sumber daya teknologi dalam mengajar, itu harus dilakukan dengan cara yang
mengarah siswa untuk belajar dengan, bukan hanya belajar dari sumber daya tersebut. Dengan
cara ini, siswa dapat mengembangkan unsur-unsur semua kemahiran baru mereka berlebihan.
Ada berbagai perangkat lunak yang dapat digunakan siswa dalam belajar (misalnya, media Mind
Mapping seperti Pikiran Meister, media gambar / video editing seperti iMovie, media profesional
seperti AutoCAD dan Mathematica, dan model bangunan dan eksperimen media-media seperti
Interaktif Fisika dan Stella).
Jenis sumber daya digital konten mungkin efektif untuk ilmu pengetahuan dan pembelajaran
teknik, khususnya untuk konsep ilmu pembelajaran, dan ment mengembangkan- kemahiran
baru? Kami berpendapat bahwa 'Konseptual Model Pembelajaran Objects' harus diberikan
pertimbangan oleh ilmu pengetahuan dan rekayasa pendidik. Selama dekade terakhir, kami telah
melakukan pekerjaan penelitian yang luas pada desain dan penggunaan tional educa- learning
(lihat Churchill, 2005, 2007, 2008, 2010, 2011a, 2011b, dalam pers; Churchill & Hedberg, 2008;
Jonassen & Churchill, 2004).
Sebuah konsep secara luas dipahami sebagai bentuk spesifik dari struktur kognitif yang
memungkinkan berpengetahuan untuk memahami informasi baru, dan terlibat dalam pemikiran
disiplin tertentu, pemecahan masalah dan pembelajaran lebih lanjut. literatur menggarisbawahi
pentingnya pembelajaran konseptual, dan mengacu pada bukti bahwa pengetahuan konseptual
yang tidak lengkap dan kesalahpahaman menjadi penghambat yang serius dalam belajar (lihat
Mayer, 2002; Smith et al., 1993; Vosniadou, 1994). Model telah dijelaskan dalam literatur
sebagai media yang efektif untuk belajar konseptual. Penggunaan pendidikan mereka telah
berpusat pada model instruksional dan pembelajaran (misalnya, Dawson, 2004; Gibbons, 2008;
Johnson & Lesh, 2003; Lesh & Do-err, 2003; Mayer, 1989; Norman, 1983; Seel, 2003; van
Someren et al., 1998). Sebuah objek model pembelajaran konseptual dirancang untuk mewakili
konsep tertentu (atau serangkaian konsep terkait) dan sifat-sifatnya, parameter dan hubungan.
Seorang pelajar dapat memanipulasi sifat-sifat dan parameter dengan komponen interaktif
(misalnya, slider, tombol, hotspot area, kotak input teks) dan mengamati perubahan yang
ditampilkan dalam berbagai mode (misalnya, numerik, tekstual, pendengaran dan visual).
Sumber daya ini membutuhkan sedikit waktu kontak untuk belajar maksimal dan pengetahuan
konseptual yang akan dibangun.
Gambar 2 menunjukkan contoh dari konseptual objek model pembelajaran. Objek belajar ini
merupakan representasi interaktif dan visual dari suatu konsep transfer kekuasaan melalui sistem
katrol. Hal ini memungkinkan siswa untuk memanipulasi sejumlah parameter dan mengamati
dampak dari konfigurasi pada sistem katrol. Dalam rangka mewujudkan potensi pendidikan
penuh obyek pembelajaran ini, guru perlu membuat tugas (kegiatan) di mana dia akan terlibat
dalam penyelidikan dan eksplorasi terutama yang berhubungan dengan penanaman dalam objek
pembelajaran. Seorang siswa bisa memposisikan dua slider untuk mengubah nilai-nilai beban
yang akan diangkat dan usaha yang akan diberikan untuk mengangkat beban ini, atau sebaliknya.
Mengungkap hubungan ini harus mengarah ke pemahaman yang lebih dalam konsep-konsep
kunci yang diwakili oleh objek pembelajaran.
Contoh lain dari objek pembelajaran disajikan pada Gambar 3. Objek pembelajaran ini
menggambarkan parameter pemesinan kunci dalam mesin (memutar). Kami menggunakan
teknik untuk menunjukkan relevansi ide untuk domain lainnya. Peserta didik dapat memanipulasi
parameter ini dan menjelajahi kombinasi optimal diperlukan untuk menyelesaikan tugas mesin.

Skenario berikut, telah dijelaskan pada penelitian sebelumnya, yakni menggambarkan bagaimana
konseptual objek model pembelajaran mungkin mendukung pembelajaran sains:
(1) Pengamatan: Sebuah model konseptual dapat mendukung siswa untuk membuat hubungan
antara dunia nyata dan sifat mewakili suatu konsep. Hal ini dapat dirancang agar peserta didik
dapat mengenali sifat dari lingkungan nyata dalam antarmuka dari model konseptual, serta
sebaliknya. representasi ini dari properti tidak hanya salinan dari dunia nyata. Sebaliknya,
realitas diwakili melalui ilustrasi, representasi diagrammatical, analogi, metafora, tanda-tanda,
isyarat, simbol, dan ikon.
(2) Menggunakan analisis: Sebuah model konseptual akan memungkinkan siswa untuk
mengimpor Data dari lingkungan nyata dan percobaan untuk pengolahan analisis (misalnya,
tujuan kalkulator khusus). fitur desain (misalnya, slider, dialer, daerah tempat panas dan kotak
input teks) memungkinkan input parameter. Hasil interaksi dapat ditampilkan dalam berbagai
format seperti nomor, grafik, audio, lisan / pernyataan tertulis, representasi bergambar, dan
animasi.
(3) Percobaan: Sebuah model konseptual akan memungkinkan peserta didik untuk memanipulasi
parameter dan properti, dan mengamati perubahan yang dihasilkan dari manipulasi tersebut.
Juga, mungkin memungkinkan manipulasi hasil analisis penggunaan untuk memungkinkan siswa
untuk memeriksa bagaimana perubahan ini mempengaruhi parameter terkait. Perubahan dapat
disorot untuk memberikan isyarat dan mendorong generalisasi. fitur desain sebuah model
konseptual ini memungkinkan muncul secara umum untuk diuji.
(4) Berpikir: Sebuah model konseptual mungkin termasuk fitur yang memulai dan mendukung
pemikiran ilmiah. Sehubungan dengan konsep-konsep ilmu pengetahuan, hal ini dapat dicapai
dengan mengintegrasikan pemicu (misalnya, sinyal dan isyarat) yang menangkap perintah dan
memulai rasa ingin tahu. Selain itu, model konseptual mungkin mendukung kegiatan kognitif
menghubungkan model mental dari konsep (verbal dan visual) dikembangkan melalui interaksi
dengan isinya.
Model konseptual dapat digunakan kembali dalam lingkungan yang berbeda dan hubungan
aktivitas. Sebagai contoh, penggunaan kembali mungkin termasuk kelas atau presentasi
laboratorium, atau digunakan oleh beberapa peserta didik karena mereka berkolaborasi pada
tugas-tugas ilmu pengetahuan. Akhir-akhir ini, telah ada peningkatan model konseptual dan
benda-benda belajar lainnya tersedia melalui teknologi mobile seperti iPad. Penulis mengacu
pada ini sebagai Belajar Obyek Apps. Teknologi mobile memungkinkan sumber daya tersebut
untuk dibawa ke authen- konteks tic, pindah antara ruang kelas, laboratorium dan dunia nyata
dan digunakan oleh siswa secara mandiri di luar sekolah dan kapanpun mereka dibutuhkan.
pembaca diingatkan bahwa sumber daya hanya salah satu komponen dari sebuah unit
pembelajaran. Pertimbangan juga perlu diberikan untuk aktivitas, dukungan dan evaluasi.

AKTIVITAS
Kegiatan adalah komponen penting untuk pencapaian penuh hasil belajar. Suatu kegiatan
memberikan siswa dengan pengalaman di mana belajar terjadi dalam konteks pemahaman yang
muncul, menguji ide, generalisasi dan menerapkan pengetahuan. Sumber daya, seperti
konseptual obyek model pembelajaran, media yang digunakan siswa saat menyelesaikan
aktivitas mereka. Berikut ini adalah dua karakteristik kunci dari suatu kegiatan yang efektif: (1)
Suatu kegiatan harus “Berpusat pada siswa”: yakni berfokus pada apa yang siswa akan lakukan
untuk belajar, bukan pada apa yang siswa akan ingat, Sumber daya adalah media di tangan siswa,
Guru fasilitator yang berpartisipasi dalam proses tersebut, Mahasiswa menghasilkan produk yang
menunjukkan kemajuan belajar mereka, Siswa belajar tentang proses, Siswa mengembangkan
kemahiran baru. (2) Suatu kegiatan harus “otentik”: yakni berisi skenario nyata dan masalah-
terstruktur, Ini pengulangan praktek profesional, Menggunakan media khusus untuk praktek
profesional, Hasilnya produk yang menunjukkan kompetensi profesional, tidak hanya
pengetahuan. Berikut ini adalah contoh dari apa suatu kegiatan mungkin: (1) Sebuah proyek
desain (misalnya, merancang percobaan untuk menguji hipotesis ilmiah), (2) Studi kasus
(misalnya, kasus bagaimana seorang ilmuwan mengidentifikasi fisika baru keteraturan), (3)
pemecahan masalah tugas belajar (misalnya, meminimalkan gesekan di daerah yang bertanda),
(4) Mengembangkan sebuah film dokumenter tentang isu tertentu yang menarik (misalnya, GM
pro makanan dan kontra), (5) Sebuah poster untuk mempromosikan isu kontroversial ilmiah
(misalnya, energi nuklir), (6) hari ilmu Perencanaan di sekolah Anda, (7) Mengembangkan
perangkat lunak untuk mengontrol perpindahan mekanik kekuasaan, (8) Peran-play (misalnya,
membela percobaan sains dengan hewan kecil). Hasil dari suatu kegiatan dapat menjadi produk
konseptual (misalnya, ide atau kecuali bahwa konsep disajikan dalam laporan tertulis), prangkat
keras (misalnya, model sebuah sirkuit listrik), atau prangkat lunak (misalnya, penciptaan berbasis
komputer). Perangkat yang dihasilkan oleh siswa seharusnya berdasarkan pendapat sejawat dan
review ahli dan revisi sebelum penyerahan akhir. Proses ini mungkin juga melibatkan presentasi
mahasiswa dan rekan / umpan balik ahli. Perangkat yang dihasilkan seharusnya dievaluasi
dengan cara agar siswa dapat merenungkan umpan balik dan mengambil tindakan lebih lanjut
terhadap prestasi lebih koheren dari hasil belajar.
Mendukung Tujuan dari dukungan adalah untuk memberikan siswa dengan perancah penting
sementara memungkinkan pengembangan keterampilan belajar dan kemandirian. Bagi para guru,
salah satu tujuannya adalah untuk mengurangi redundansi dan beban kerja. Dukungan mungkin
mengantisipasi kesulitan, seperti memahami suatu kegiatan, dengan menggunakan media atau
bekerja dalam kelompok. Selain itu, guru harus melacak dan merekam kesulitan yang terus
berlangsung dan isu-isu yang perlu ditangani selama belajar, dan berbagi dengan siswa. Tiga
mode dukungan yang mungkin: guru-murid, siswa-siswa, dan siswa-perangkat (sumber daya
tambahan). Dukungan dapat berlangsung di ruang kelas dan di lingkungan online seperti melalui
forum, wiki, Blog dan ruang jejaring sosial. Dukungan juga dapat dilihat sebagai antisipasi
kebutuhan siswa. Tergantung di lapangan, struktur pendukung proaktif seperti TANYA JAWAB
dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam kebutuhan tersebut. Tujuan dari dukungan
antisipatif adalah untuk memastikan siswa memiliki akses ke sumber daya ketika mereka
membutuhkan bantuan, bukannya bergantung pada guru untuk bantuan.
Berikut adalah beberapa strategi spesifik dengan spesialisasi: (1) Membangun sumber daya dan
bahan yang merupakan FAQ Page, (2) Buat “Bagaimana saya?” Atau “Help Me” Forum, (3)
Buat Daftar istilah yang berhubungan dengan kursus, (4) Gunakan daftar periksa dan rubrik
untuk kegiatan, (5) Gunakan platform jaringan sosial lainnya dan media-media sinkron seperti
chat dan Skype. Secara keseluruhan, dukungan harus bertujuan mengarah siswa untuk menjadi
lebih peserta didik independen. Guru harus memberikan sering, awal, umpan balik positif yang
mendukung keyakinan siswa bahwa mereka dapat melakukannya dengan baik. Selain itu, siswa
juga perlu aturan dan parameter untuk pekerjaan mereka. Misalnya, sebelum siswa dapat
meminta guru untuk membantu, mereka harus terlebih dahulu meminta teman sekelas mereka
melalui salah satu Forum dan / atau mencari di Internet untuk solusi untuk masalah mereka (s).
Dengan cara ini, siswa diharapkan untuk mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka
dan untuk menunjang pelabuhan siswa lain dalam kelompok mereka.

EVALUASI
Evaluasi belajar siswa selama semester merupakan bagian penting dari pengalaman belajar yang
berpusat pada siswa yang efektif. Evaluasi formatif dalam rangka untuk memungkinkan siswa
untuk terus meningkatkan pembelajaran mereka. Suatu kegiatan harus memerlukan siswa untuk
bekerja pada tugas-tugas, dan mengembangkan dan perangkat Duce pro yang bukti belajar
mereka. Ini bukti belajar siswa memungkinkan guru untuk memantau kemajuan siswa dan
memberikan panduan lebih lanjut formatif untuk membantu meningkatkan prestasi belajar siswa.
Siswa juga perlu mencatat kemajuan mereka dalam menyelesaikan rangkaian tugas, sehingga
mereka juga dapat memantau cara belajar mereka dan perbaikan yang mereka buat. Rubrik dapat
diberikan untuk memungkinkan siswa melakukan evaluasi diri juga. Selain itu, evaluasi mungkin
dilakukan oleh rekan-rekan juga. Berikut adalah beberapa poin mengapa evaluasi penting untuk
belajar siswa: (1) Menawarkan umpan balik pada pekerjaan dan mengidentifikasi di mana siswa
di mereka pembelajaran, (2) Menawarkan kesempatan bagi siswa untuk meningkatkan pekerjaan
mereka, (3) Memungkinkan siswa untuk menjadi pembelajar yang lebih efektif dan termotivasi,
(4) Membantu siswa menjadi lebih mandiri dan peserta didik mandiri.
Berikut perlengkapan rekomendasi mungkin berguna untuk guru untuk mengembangkan unit
pembelajaran mereka didasarkan pada model Desain Pembelajaran RASE. Sebelum memulai
untuk membangun unit pembelajaran, guru perlu: (1) Memastikan bahwa hasil belajar kursus
tertentu selaras dengan berlebihan semua hasil program pembelajaran, (2) Mengidentifikasi unit
yang dibutuhkan untuk mencapai hasil belajar pembelajaran, (3) Menyelaraskan penilaian, unit
pembelajaran dan hasil belajar. Ini harus disajikan dalam dokumen Outline Course keseluruhan
di mana rincian tentu saja, termasuk hasil belajar, jadwal dan topik, dan informasi tentang
evaluasi/tugas secara jelas disajikan dan selaras. Hanya kemudian adalah guru mampu
mengembangkan dan unit pembelajaran hadir sebagai berikut: (1) Jelaskan topik, (2) hasil hadir
belajar, (3) Jelaskan apa yang diharapkan dan apa yang harus dilakukan jika dukungan
diperlukan, (4) Jelaskan prasyarat dan bagaimana untuk membangun pembelajaran sebelumnya,
(5) Jelaskan suatu kegiatan, (6) Jelaskan tugas dalam kegiatan, (7) Memberikan petunjuk tentang
bagaimana untuk melanjutkan awalnya, (8) Jelaskan kiriman (perangkat yang akan diproduksi),
menyediakan template jika apapun, memberikan contoh kiriman jika ada, (9) standar kehadiran
untuk Evaluasi dan menyediakan rubrik, (10) Menyediakan memeriksa diri dan bentuk evaluasi
rekan jika diperlukan, (11) Jelaskan pilihan dukungan. Selanjutnya, kita perlu menyediakan
Sumber daya seperti: (1) Catatan, artikel dan buku, (2) Presentasi, demonstrasi dan dicatat
kuliah/nyata, (3) materi Interaktif seperti model konseptual dan bentuk lain dari objek belajar, (4)
Video, (5) Perangkat lunak, (6) media Dukungan. Kita juga perlu secara jelas menentukan apa
yang diharapkan dari evaluasi dan bagaimana hal itu akan dilakukan, sehingga siswa memiliki
titik acuan yang jelas untuk pekerjaan mereka.
TUGAS AKHIR MODUL 1
PEMBELAJARAN ABAD 21
Oleh
Nama :Meryana Wati Djara,S.Pd
NUPTK :
No.Peserta PPG :
Bidang Studi Sertifikasi :
Sekolah Asal : SMA Negeri 1 Hawu Mehara

Kemukakan gagasan Ibu/Bapak dalam sebuah rancangan pembelajaran yang


di dalamnya memuat keterampilan belajar abad 21 seperti unsur strategi,
metode dan media pembelajaran serta cara mengevaluasinya.

Jawaban :

Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi


informasi dan komunikasi dalam segala segi kehidupan, termasuk dalam
proses pembelajaran. Dunia kerja menuntut perubahan kompetensi.
Kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkolaborasi menjadi
kompetensi penting dalam memasuki kehidupan abad 21. Sekolah dituntut
mampu menyiapkan siswa memasuki abad 21.
Subjek abad 21 terdiri atas bahasa inggris (bahasa resmi masing-masing
negara), bahasa pergaulan dunia, seni, matematika, ekonomi, pengetahuan
alam (science), geografi, sejarah, pemerintahan, dan kewarganegaraan.
Sedangkan tema abad 21 mencakup kesadaran global; literasi keuangan,
ekonomi, bisnis dan wirausah,kesadaran sebagai warga Negara, literasi
kesehatan, dan literasi lingkungan.
Educational Testing Service (ETS) (2007), mendefinisikan keterampilan
abad ke-21 sebagai pembelajaran kemampuan untuk a) mengumpulkan dan /
atau mengambil informasi, b) mengatur dan mengelola informasi, c)
mengevaluasi kualitas, relevansi, dan kegunaan informasi, dan d)
menghasilkan informasi yang akurat melalui penggunaan sumber daya yang
ada. Partnership for 21st Century Skills mengidentifikasi enam elemen kunci
untuk abad ke-21 yaitu mendorong pembelajaran: 1) menekankan pelajaran
inti, 2) menekankan keterampilan belajar, 3) menggunakan alat abad ke-21
untuk mengembangkan keterampilan belajar, 4) mengajar dan belajar dalam
konteks abad ke-21, 5) mengajar dan mempelajari isi abad ke-21, dan 6 )
menggunakan penilaian abad ke-21 yang mengukur keterampilan abad ke-21

 Strategi Pembelajaran Abad 21

Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan


siswa untuk berpikir kritis, mampu menghubungkan ilmu dengan dunia nyata,
menguasai teknologi informasi komunikasi, dan berkolaborasi. Pencapaian
ketrampilan tersebut dapat dicapai dengan penerapan metode pembelajaran
yang sesuai dari sisi penguasaan materi dan ketrampilan.
Kemampuan berpikir kritis siswa dibangun melalui pembelajaran yang
menerapkan taksonomi pembelajaran sebagaimana disampaikan oleh
Benyamin Bloom tahun 1956 yang telah direvisi pada tahun 2001. Bloom
membagi tujuan pendidikan menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif,
dan psikomotor. Tujuan pendidikan mengalami penyempurnaan pada tahun
2001 (Anderson dan Krathwohl, 2001). Taksonomi pembelajaran
dikelompokan dalam dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif.
Dimensi proses pengetahuan terdiri empat bagian yaitu faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif. Krathwohl (2002), Anderson &
Krathwohl (2001) menyebutkan bahwa pengetahuan faktual menekankan
pada pengetahuan faktual, yaitu pengetahuan yang berupa potongan-
potongan informasi yang terpisah-pisah atau unsur dasar yang ada dalam
suatu disiplin ilmu tertentu, yang mencakup pengetahuan tentang terminologi
dan pengetahuan tentang bagian detail. Pengetahuan faktual menyajikan
fakta-fakta yang muncul dalam pengetahuan. Pengetahuan konseptual, yaitu
pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar
dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi sama-sama, yang
mencakup skema, model pemikiran dan teori. Pengetahuan prosedural, yaitu
pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat
rutin maupun yang baru, dan Pengetahuan metakognitif, yaitu mencakup
pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri
sendiri.
Dimensi poses pengetahuan terbagi dalam tiga yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor (Anderson & Krathwohl, 2001:67-68) ranah kognitif terbagi
dalam enam tingkat yaitu : 1) mengingat (remember) : mengambil, mengakui,
dan mengingat pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang; 2)
memahami (understand): membangun makna dari lisan, pesan tertulis, dan
grafis melalui menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasi, meringkas,
menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan; 3) menerapkan (apply):
melaksanakan atau menggunakan prosedur melalui pelaksana, atau
menerapkan; 4) menganalisis (analyze): breaking materi menjadi bagian-
bagian penyusunnya, menentukan bagaimana bagian-bagian berhubungan
satu sama lain dan yang secara keseluruhan struktur atau tujuan melalui
membedakan, mengorganisasikan, dan menghubungkan; 5) evaluasi
(evaluate): membuat penilaian berdasarkan kriteria dan standar melalui
memeriksa dan mengkritisi; dan 6) menciptakan (create): menempatkan
elemen bersama-sama untuk membentuk suatu kesatuan yang utuh atau
fungsional, reorganisasi elemen ke pola baru atau struktur melalui
menghasilkan, perencanaan, atau menghasilkan.
Proses pembelajaran yang mampu mengakomodir kemampuan berpikir
kritis siswa tidak dapat dilakukan dengan proses pembelajaran satu arah.
Pembelajaran satu arah, atau berpusat pada guru, akan membelenggu
kekritisan siswa dalam mensikapi suatu materi ajar. Siswa menerima materi
dari satu sumber, dengan kecenderungan menerima dan tidak dapat
mengkritisi. Kemampuan berpikir kritis dibangun dengan mendalami materi
dari sisi yang berbeda dan menyeluruh.
Kemampuan menghubungkan ilmu dengan dunia nyata dilakukan
dengan mengajak siswa melihat kehidupan dalam dunia nyata. Memaknai
setiap materi ajar terhadap penerapan dalam kehidupan penting untuk
mendorong motivasi belajar siswa. Secara khusus pada dunia pendidikan
dasar yang relatif masih berpikir konkrit, kemampuan guru menghubungkan
setiap materi ajar dengan kehidupan nyata akan meningkatkan penguasaan
materi oleh siswa. Menghubungkan materi dengan praktik sehari-hari dan
kegunaannya dapat meningkatkan pengembangan potensi siswa.
Penguasaan teknologi informasi komunikasi menjadi hal yang harus
dilakukan oleh semua guru pada semua mata pelajaran. Penguasaan TIK yang
terjadi bukan dalam tataran pengetahuan, namun praktik pemanfaatnyanya.
Metode pembelajaran yang dapat mengakomodir hal ini terkait dengan
pemanfaatan sumber belajar yang variatif. Mulai dari sumber belajar
konvensional sampai pemanfaatan sumber belajar digital. Siswa
memanfaatkan sumber-sumber digital, baik yang offline maupun online.
Membuat produk berbasis TIK, baik audio maupun audiovisual.
Kecakapan berkolaborasi menunjukkan sikap penerimaan terhadap
orang lain, berbagi dengan orang lain, dan bersama-sama dengan orang lain
mencapai tujuan bersama. Paradigma pembelajaran kolaboratif memfasilitasi
siswa berada dalam peran masing-masing, melaksanakannya, dan
bertanggungjawab. Sikap individualistik, mau menang sendiri, dan bekerja
sendiri akan mengurangi kemampuan siswa dalam menyiapkan diri
menyongsong masa depannya. Setiap kompetensi yang ada pada masing-
masing dikolaborasikan, sehingga dapat meningkatkan kompetensi dan
pencapaian hasil.
Beers menegaskan bahwa strategi pembelajaran yang dapat
memfasilitasi siswa dalam mencapai kecakapan abad 21 harus memenuhi
kriteria sebagai berikut : kesempatan dan aktivitas belajar yang variatif;
menggunakan pemanfaatan teknologi untuk mencapai tujuan pembelajaran;
pembelajaran berbasis projek atau masalah; keterhubungan antar kurikulum
(cross-curricular connections); fokus pada penyelidikan/inkuiri dan
inventigasi yang dilakukan oleh siswa; lingkungan pembelajaran kolaboratif;
visualisasi tingkat tinggi dan menggunakan media visual untuk meningkatkan
pemahaman; menggunakan penilaian formatif termasuk penilaian diri sendiri.
Kesempatan dan aktivitas belajar yang variatif tidak monoton. Metode
pembelajaran disesuaikan dengan kompetensi yang hendak dicapai. Penguasaan
satu kompetensi ditempuh dengan berbagai macam metode yang dapat
mengakomodir gaya belajar siswa auditori, visual, dan kenestetik secara
seimbang. Dengan demikian masing-masing siswa mendapatkan kesempatan
belajar yang sama.
Pemanfaatan teknologi, khususnya tekonologi informasi komunikasi,
memfasilitasi siswa mengikuti perkembangan teknologi, dan mendapatkan
berbagai macam sumber dan media pembelajaran. Sumber belajar yang semakin
variatif memungkinkan siswa mengekplorasi materi ajar dengan berbagai macam
pendekatan sesuai dengan gaya dan minat belajar siswa.
Pembelajaran berbasis projek atau masalah, menghubungkan siswa dengan
masalah yang dihadapai dan yang dijumpai dalam kehidupam sehari-hari. Bertitik
tolak dari masalah yang diinventarisis, dan diakhiri dengan strategi pemecahan
masalah tersebut, siswa secara berkesinambungan mempelajari materi ajar dan
kompetensi dengan terstruktur. Pada pembelajaran berbasis projek, pemecahan
masalah dituangkan dalam produk nyata yang dihasilkan sebagai sebuah karya
penciptaan siswa. Pada pembelajaran berbasis masalah/projek pembelajaran juga
fokus pada penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh siswa.
Keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular connections), atau
kurikulum terintegrasi memungkinkan siswa menghubungkan antar materi dan
kompetensi pembelajaran, dengan demikian pembelajaran dapat lebih bermakna,
dan teridentifikasi manfaat mempelajari sesuatu. Pembelajaran ini didukung
lingkungan pembelajaran kolaboratif, dapat memaksimalkan potensi siswa.
Didukung dengan visualisasi tingkat tinggi dan penggunaan media visual dapat
meningkatkan pemahaman siswa.
Sebagai akhir dari sebuah proses pembelajaran, penilaian formatif
menunjukan sebuah pengendalian proses. Melalui penilaian formatif, dan
didukung dengan penilaian oleh diri sendiri, siswa terpantau tingkat penguasaan
kompetensinya, mampu mendiagnose kesulitan belajar, dan berguna dalam
melakukan penempatan pada saat pembelajaran didisain dalam kelompok.
Pandangan Beers tersebut memperjelas bahwa proses pembelajaran untuk
menyiapkan siswa memiliki kecakapan abad 21 menuntut kesiapan guru dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Guru memegang
peran sentral sebagai fasilitator pembelajaran. Siswa difasilitasi berproses
menguasai materi ajar dengan berbagai sumber belajar yang dipersiapkan. Guru
bertugas mengawal proses berlangsung dalam kerangka penguasaan kompetensi,
meskipun pembelajaran berpusat pada siswa.

 Model Pembelajaran Untuk Abad 21


Model pembelajaran secara sederhana diartikan cara atau teknik
memfasilitasi anak untuk belajar yang terbaik. Cara/teknik yang digunakan
oleh seorang guru bergantung pada: 1) karakteristik peserta didik, 2)
karakteristik kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik, 3) daya
dukung lingkungan belajar, termasuk ke dalam daya dukung adalah
kemampuan guru dalam memfasilitasi pembelajaran anak. Model
pembelajaran abad 21 merupakan cara/teknik yang digunakan guru untuk
memfasilitasi pengaman belajar terbaik anak sesuai dengan kondisi anak,
lingkungan belajar anak, dan daya dukung yang dimiliki. Untuk itu kita harus
menguraikan apa yang menjadi karakteristik pembelajar abad 21 ini.
Pengkategorian karakteristik lainnya dikembangkan oleh
http://www.education.alberta.ca yang mengidentifikasi karakteristik
pembelajar abad 21 adalah: 1) sangat nyaman dengan globalisasi dan
pengaruhnya terhadap bagaimana kita bekerja dan bersosialisasi. Mereka
menampakkan sikap yang lebih santai dan terbuka terhadap lingkungan sosial
yang dinamis di sekitarnya. 2) cenderung menunjukkan penerimaan dan
toleransi yang tinggi terhadap orang lain. Mereka juga mengharapkan hal
yang sama berupa keterbukaan, pilihan-pilihan, fleksibilitas baik di sekolah
maupun di dunia kerja. 3) memiliki harapan yang tinggi terhadap relevansi
dan makna kerja mereka. 4) memiliki hubungan yang erat dengan internet. 5)
memiliki keterampilan belajar abad 21, yaitu: literasi dalam teknologi
informasi dan komunikasi, kemampuan untuk berpikir dan memecahkan
masalah, keterampilan interpersonal dan mengarahkan diri, kepedulian
global, finansial, ekonomi, bisnis, dan melek kewarganegaraan. Dan 6) yang
paling penting adalah bagaimana menjaga keberlanjutan belajar dalam
kehidupan mereka.
Karakteristik pembelajar abad 21 ini menjadi penting untuk diketahui
oleh para guru dan orang tua supaya dapat mengetahu bagaimana cara/teknik
memfasilitasi pembelajarannya.
Cara/teknik pembelajaran yang digunakan untuk memfasilitasi pembelajaran
abad 21 ini meliputi:
1) pembelajaran yang berpusat pada peserta didik,
2) multi interaksi dalam proses pendidikan,
3) lingkungan belajar yang lebih luas,
4) peserta didik aktif menyelidiki dalam proses belajar,
5) apa yang dipelajari kontekstual dengan anak,
6) pembelajaran berbasis tim,
7) objek yang dipelajari relevan dengan kebutuhan anak,
8) semua indera anak didayagunakan dalam proses belajar,
9) menggunakan multimedia (khususnya ICT),
10) hubungan guru dengan siswa adalah kerjasama untuk belajar bersama,
11) peserta didik belajar sesuai dengan kebutuhan individual, sehingga
layanan pembelajaran lebih individual juga,
12) kesadaran jamak (bukan individual),
13) multi displin,
14) otonomi dan kepercayaan,
15) mengembangkan pemikiran kreatif dan kritis,
16) guru dan siswa sama-sama saling belajar.

 Evaluasi
Evaluasi belajar siswa selama semester merupakan bagian penting dari
pengalaman belajar yang berpusat pada siswa yang efektif. Evaluasi formatif
dalam rangka untuk memungkinkan siswa untuk terus meningkatkan
pembelajaran mereka. Suatu kegiatan harus memerlukan siswa untuk bekerja
pada tugas-tugas, dan mengembangkan dan perangkat Duce pro yang bukti
belajar mereka. Ini bukti belajar siswa memungkinkan guru untuk memantau
kemajuan siswa dan memberikan panduan lebih lanjut formatif untuk
membantu meningkatkan prestasi belajar siswa. Siswa juga perlu mencatat
kemajuan mereka dalam menyelesaikan rangkaian tugas, sehingga mereka
juga dapat memantau cara belajar mereka dan perbaikan yang mereka buat.
Rubrik dapat diberikan untuk memungkinkan siswa melakukan evaluasi diri
juga. Selain itu, evaluasi mungkin dilakukan oleh rekan-rekan juga. Berikut
adalah beberapa poin mengapa evaluasi penting untuk belajar siswa: (1)
Menawarkan umpan balik pada pekerjaan dan mengidentifikasi di mana siswa
di mereka pembelajaran, (2) Menawarkan kesempatan bagi siswa untuk
meningkatkan pekerjaan mereka, (3) Memungkinkan siswa untuk menjadi
pembelajar yang lebih efektif dan termotivasi, (4) Membantu siswa menjadi
lebih mandiri dan peserta didik mandiri.
Berikut perlengkapan rekomendasi mungkin berguna untuk guru untuk
mengembangkan unit pembelajaran mereka didasarkan pada model Desain
Pembelajaran RASE. Sebelum memulai untuk membangun unit pembelajaran,
guru perlu: (1) Memastikan bahwa hasil belajar kursus tertentu selaras
dengan berlebihan semua hasil program pembelajaran, (2) Mengidentifikasi
unit yang dibutuhkan untuk mencapai hasil belajar pembelajaran, (3)
Menyelaraskan penilaian, unit pembelajaran dan hasil belajar. Ini harus
disajikan dalam dokumen Outline Course keseluruhan di mana rincian tentu
saja, termasuk hasil belajar, jadwal dan topik, dan informasi tentang
evaluasi/tugas secara jelas disajikan dan selaras. Hanya kemudian adalah
guru mampu mengembangkan dan unit pembelajaran hadir sebagai berikut:
(1) Jelaskan topik, (2) hasil hadir belajar, (3) Jelaskan apa yang diharapkan
dan apa yang harus dilakukan jika dukungan diperlukan, (4) Jelaskan
prasyarat dan bagaimana untuk membangun pembelajaran sebelumnya, (5)
Jelaskan suatu kegiatan, (6) Jelaskan tugas dalam kegiatan, (7) Memberikan
petunjuk tentang bagaimana untuk melanjutkan awalnya, (8) Jelaskan kiriman
(perangkat yang akan diproduksi), menyediakan template jika apapun,
memberikan contoh kiriman jika ada, (9) standar kehadiran untuk Evaluasi dan
menyediakan rubrik, (10) Menyediakan memeriksa diri dan bentuk evaluasi rekan
jika diperlukan, (11) Jelaskan pilihan dukungan. Selanjutnya, kita perlu
menyediakan Sumber daya seperti: (1) Catatan, artikel dan buku, (2) Presentasi,
demonstrasi dan dicatat kuliah/nyata, (3) materi Interaktif seperti model
konseptual dan bentuk lain dari objek belajar, (4) Video, (5) Perangkat lunak, (6)
media Dukungan. Kita juga perlu secara jelas menentukan apa yang diharapkan
dari evaluasi dan bagaimana hal itu akan dilakukan, sehingga siswa memiliki titik
acuan yang jelas untuk pekerjaan mereka.

Anda mungkin juga menyukai