Anda di halaman 1dari 58

BAB II

ASUHAN KEBIDANAN PADA PERSALINAN NORMAL

DENGAN LASERASI PERINEUM DERAJAT II

2.1 Persalinan

2.1.1 Pengertian Persalinan

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban

keluar dari uterus ibu,persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada

usia kehamilan cukup bulan( setelah 37 minggu tanpa disertai penyulit). ( Buku

APN 2008,hal 37 )

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu) lahir spontan dengan presentasi

belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada

ibu maupun pada janin. (Prawirohardjo, 2006)

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin

turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban

didorong keluar melalui jalan lahir. (Saifuddin, 2006)

2.1.2 Jenis Persalinan

a. Persalinan Spontan

Bila ini berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan

lahir.

8
b. Persalinan Buatan

Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar misalnya dengan

ekstraksi forsep, vakum, operasi caesar.

c. Persalinan Anjuran

Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan di timbulkan dari luar

dengan jalan rangsangan. ( Prawirahardjo, 2006)

2.1.3 Perubahan Anatomi Fisiologis Pada Persalinan

a. Pendataran serviks

Pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari panjang

sekitar dua sentimeter menjadi hanya berupa muara melingkar dengan

tepi hampir setipis kertas. Pemendekan dapat dibandingkan dengan

suatu proses pembentukan terowongan yang mengubah seluruh panjang

sebuah tabung yang sempit menjadi corong yang sangat tumpul dan

mengembang dengan lubang keluar melingkar kecil. Pendataran

menyebabkan ekspulsi sumbat mukus ketika saluran serviks

memendek. (Cunningham dkk, 2005: 278).

b. Dilatasi serviks

Dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks

merupakan daerah yang resistennya lebih kecil. Oleh karena itu, ketika

kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan

hidrostatik kantong amnion akan melebarkan saluran serviks seperti

sebuah baji. Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan pada bagian

9
terbawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga sama

efektifnya. Proses pendataran dan dilatasi serviks ini menyebabkan

pembentukan kantong cairan amnion didepan kepala. (Cunningham

dkk, 2005: 279).

c. Penurunan kepala

Penilaian penurunan kepala janin dilakukan dengan menghitung

proporsi bagian terbawah janin yang masih berada di atas tepi atas

simfisis dan dapat diukur dengan lima jari tangan pemeriksa

(perlimaan). Bagian di atas simfisis adalah proporsi yang belum masuk

pintu atas panggul sisanya.

Penurunan bagian terbawah dengan metode lima jari (perlimaan):

1. 5/5 jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba di atas simfisis

pubis.

2. 4/5 jika sebagian 1/5 bagian terbawah janin telah memasuki pintu

atas panggul.

3. 3/5 jika sebagian 2/5 bagian terbawah janin telah memasuki rongga

panggul.

4. 2/5 jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin masih berada di

atas simfisis dan 3/5 bagian telah turun melewati bidang tengah

rongga panggul (tidak dapat digerakkan).

5. 1/5 jika hanya satu dari lima jari masih dapat teraba bagian

terbawah janin yang berada di atas simfisis dan 4/5 bagian telah

masuk kedalam rongga panggul.

10
6. 0/5 jika bagian terbawah janin sudah tidak dapat diraba dari

pemeriksaan luar dan seluruh bagian terbawah janin sudah masuk

kedalam rongga panggul. (APN, 2008)

2.1.4 Teori Persalinan

1. Teori keregangan

Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas

tertentu.Setelah melewati batas waktu tersebut menjadi kontraksi

sehingga persalinan dapat dimulai.keadaan uterus yang terus membesar

dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus.Hal ini

mungkin merupakan factor yang dapat mengganggu sirkulasi

uteroplasenter sehingga plasenta mengalami degenerasi. Pada kehamilan

ganda seringkali terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga

menimbulkan proses persalinan.

2. Teori Penurunan Progesteron

Proses penuaan plasenta terjadi mulai kehamilan 28 minggu, dimana

terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami

penyempitan dan buntu. Villi koriales mengalami perubahan – perubahan

dan produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim

lebih sensitive terhadap oksitosin.Akibatnya otot rahim mulai

berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone tertentu.

11
3. Teori Oksitosin Internal

Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise parst posterior.Perubahan

keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah sensitivitas

otot rahim, sehingga seringkali terjadi kontraksi Braxton

hicks.Menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuannya kehamilan

maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan

dimulai.

4. Teori Prostaglandin

Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu,

yang dikeluarkan oleh desidua.Pemberian prostaglandin pada saat hamil

dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga terjadi

persalinan.Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya

persalinan.

5. Teori Hipotalamus-Pituitari dan Glandula Suprarenalis

Teori ini menunjukan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi

keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus.Dari

beberapa percobaan tersebut disimulkan ada hubungan antara

hipotalamus pitutari dengan munculnya persalinan.Glandula supra renal

merupakan pemicu terjadinya persalianan.

12
6. Teori Berkurangnya Nutrisi

Berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakan oleh hipokrates untuk

pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin berkurang makan hasil konsepsi

akan segera dikeluarkan.

7. Faktor Lain

Tekanan pda ganglion servikale dan pleksus frankenhauser yang terletak

dibelakang servik.Bila ganglion ini tertekan maka kontraksi uterus dapat

dibangkitkan.

2.1.5 Tanda-Tanda Dan Gejala Menjelang Persalinan

a) Lightening

Penurunan kepal bayi kedalam pelvis minor yang dimulai kira-kira 2

(dua) minggu sebelum persalinan.

b) Perubahan servik

Mendekati persalinan serviks semakin matang.Kematanagan serviks

mengindikasikan kesiapannya untuk persalinan.

c) Persalinan palsu

Persalinan palsu terdiri dari kontraksi uterus yang memberikan pengaruh

signifikan terhadap serviks. Kontraksi Braxton Hicks yang tidak nyeri,

persalinan palsu dapat terjadi sejak 6 minggu kehamilan.

d) Pengeluaran cairan

Pada kondisi normal ketuban pecah pada akhir kala I persalinan.

13
e) Bloody show

Pada lendir diekresi serviks sebagai hasil proliferasi kelenjar, lendir

serviks pada awal kehamilan.Plak ini sebagai pelindung dan penutup

jalan lahir selam kehamilan.Pengeluaran plak lendir ini disebut Blody

show.

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan

a) Power

1) His kontraksi otot rahim

2) Kontraksi otot dinding perut

3) Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan

4) Ketegangan dan kontraksi liganentum rotundum

b) Pasanger

Janin dan plasenta

c) Passage

Jalan lahir mempunyai pengaruh dalam proses persalinan, dimana jalan

lahir di bagi atas :

1) Bagian keras tulang-tulang panggul (rangka panggul).

2) Bagian lunak; otot-otot, jaringan-jaringan dan ligament-ligament

d) Penolong

Penolong mempengaruhi proses persalinan, dimana persalinan yang

ditolong oleh dokter atau bidan akan berjalan dengan lancar dan aman.

14
e) Psikis ibu

Psikis ibu mempengaruhi proses persalinan, dimana psikis sangat

mempengaruhi keadaan emosional ibu dalam proses melahirkan.

(Sumarah, 2008 : 23-45)

2.1.7 Tahapan Dalam Persalinan

Dalam persalinan terdapat pembagian tahapan yang sering disebut

dengan kala I sampai kala II.

A. Kala I

Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antar pembukaan

lengkap, pada permulaan his pada kala pembukaan berlangsung tidak begitu

kuat sehingga masih dapat berjalan. ( Sellers, 1993 )

Lamanya kala I untuk :

1) Primigravida berlangsung 12-14 jam seharusnya tidak melebihi 16 jam.

2) Sedangkan multigravida 7-9 jam seharusnya tidak melebihi 11 jam.

(Sellers, 1993)

Proses pembukaan serviks sebagai akibat his dibagi menjadi 2 (dua) fase :

1) Fase laten

Berlangsung selama 8 jam.Pembukaan etrjadi sangat lambat sampai

ukuran diameter 3 cm.

15
2) Fase aktif

Fase aktif dibagi menjadi 3 fase, yaitu;

a. Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi

4cm.

b. Fase dilatasi maksimal, dalan waktu 2 jam pembukaan

berlangsungsangat cepat dari4 cm menjadi 9 cm.

c. Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu

2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida, pada multigravida terjadi

demikian akan tetapi fase laten, fase aktif dan fase deselerasi terjadi lebih

pendek. ( Hanifa, 2005 )

B. Kala II

Kala II adalah pengeluaran yang dimulai dari pembukaan lengkap dan

diakhiri kelahiran bayi.Tahap ini dikenal dengan tahap ekspulsi. (Varney,

2007 )

Kala II dibagi menjadi 3 fase, yaitu :

1) Fase periode tenang ; dari pembukaan lengkap sampai dorongan untuk

mengejan atau permulaan usaha mengejan yang sering dan berirama.

2) Fase II ( mengejan aktif ) ; dari permulaan upaya mengejan yang berirama

sampai kepala terlihat didepan vulva (crowing) sampai lahir semua tubuh

bayi. ( Varney, 2007)

16
C. Kala III

Kala III adalah kelahiran plasenta yang dimulai setelah kelahiran bayi

sampai lahirnya plasenta . Kala III berlangsung rata-rata 5 – 10 menit, akan

tetapi kisaran normal adalah 30 menit. (Varney, 2007)

Tanda-tanda pelepasan plasenta, yaitu :

1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus ( uterus menjadi globuler)

2) Tali pusat memanjang

3) Semburan darah tiba-tiba dari jalan lahir. (APN, 2004)

D. Kala IV

Kala empat dimulai dari saat plasenta lahir sampai dua jam pertama

postpartum. (Saifuddin, 2006)

Kala IV adalah kal pengawasan selama 2 jam setelah bayi dan plasenta

lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post

partum. (Manuaba, 1998)

1. Asuhan dan pemantauan Kala IV

Setelah plasenta lahir :

a) lakukan rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang uterus

berkontraksi baik dan kuat.

b) Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan anda secara

melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri

setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.

c) Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.

17
d) Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau episiotomi)

perineum.

e) Evaluasi keadaan umum ibu.

f) Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV di

bagian belakang partograf, segera setelah asuhan diberikan atau setelah

penilaian dilakukan (APN, 2008)

2. Memperkirakan kehilangan darah

Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena

darah sering kali bercampur dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin

terserap handuk, kain atau sarung.Tak mungkin menilai kehilangan darah

secara akurat melalui perhitungan jumlah sarung karena ukuran sarung

bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau

basah oleh darah. Meletakkan wadah atau pispot di bawah bokong ibu

untuk mengumpulkan darah bukanlah cara efektif untuk mengukur

kehilangan darah dan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring di atas

wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk

memegang dan menyusukan bayinya (APN, 2008).

Observasi yang dilakukan adalah menilai tingkat kesadaran ibu, memeriksa

tanda-tanda vital, menilai kontraksi uterus dan menilai pendarahan yang

melebihi 500 cc. Selama kala IV ibu harus dipantau setiap 15 menit pada

satu jam pertama dan setiap 30 menit pada satu jam kedua setelah

persalinan.

18
3. Memeriksa perdarahan dari perineum

Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan :

a. Derajat I : Mukosa vagina, komisura posterior, dan kulitperineum. Tak

perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik.

b. Derajat II : Mukosa vagina, komisura posterior, kulitperineumdan otot

perineum. Luka perlu dijahit.

c. Derajat III : Mukosa vagina, komisura posterior, kulitperineum, otot

perineumdan otot sfingter ani. Segera dirujuk.

d. Derajat IV : Mukosa vagina, komisura posterior, kulitperineum, otot

perineumdan otot sfingter ani, dan dinding depan rektum.Segera dirujuk

(APN, 2008).

4. Pencegahan infeksi

Setelah persalinan, dekontaminasi alas plastik, tempat tidur, alat-alat

persalinan dan matras dengan klorin 0,5% selama 10 menit kemudian cuci

dengan deterjen dan bilas dengan air bersih.

Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan konsentrat

berbentuk cair.

Jumlah bagian air =

% 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑡
− 1
% 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛

(APN, 2008)

5. Pimpinan persalinan Kala IV

Pimpinan persalinan kala IV terutama observasi ketat, karena bahaya

perdarahan primer terjadi pada dua jam pertama post partum.Dengan

19
demikian sebaiknya jangan meninggalkan parturient seorang diri sehingga

perdarahan dapat diketahui.

Tujuh pokok hal penting sebelum meninggalkan ibu post partum kontraksi

ibu dalam keadaan baik, tidak ada perdarahan dari vagina atau alat genetalia,

plasenta dan selaput ketuban lahir lengkap, kandung kemih kosong, luka

perineum terawat dengan baik dan tidak ada hematoma, bayi dalam keadaan

baik, nadi dan tekanan darah normal.

Observasi pada kala IV dilakukan selama dua jam, setiap 15 menit pada satu

jam pertama dan setiap 30 menit pada satu jam kedua setelah

melahirkan.(APN, 2008)

6. Perubahan fisiologi pada Kala IV

a. Tanda Vital

Tekanan darah, nadi, dan pernapasan harus menjadi stabil pada level pra-

persalinan selama jam pertama pascapartus. Pemantauan tekanan darah

dan nadi yang rutin selama interval ini adalah satu sarana mendeteksi

syok akibat kehilangan darah berlebihan. Suhu ibu berlanjut sedikit

meningkat, tetapi biasanya di bawah 380C.

b. Gemetar

Bagi wanita mengalami tremor selama kala IV persalinan, gemetar

seperti itu dianggap normal jika tidak ada demam >38,00 C atau tanda-

tanda infeksi lain. Respons ini dapat di akibatkan hilangnya ketegangan

dan sejumlah energi selama melahirkan; respons fisiologis terhadap

20
penurunan volume intra-abdomen dan pergeseran hematologik juga

memainkan peranan.

c. Sistem Gastrointestinal

Mual dan muntah, jika ada selama persalinan, harus diatasi. Haus

umumnya dialami, dan banyak ibu melaporkan lapar segera setelah

melahirkan.

d. Sistem Renal

Kandung kemih yang hipotonik disertai retensi urine bermakna dan

pembesaran umum terjadi. Tekanan dan kompresi pada kandung kemih

dan uretra selama persalinan dan pelahiran adalah penyebabnya.

Mempertahankan kandung kemih wanita kosong selama persalinan dapat

menurunkan trauma. Setelah melahirkan, kandung kemih harus tetap

kosong guna mencegah uterus berubah posisi dan atoni. Uterus yang

berkontraksi dengan buruk meningkatkan perdarahan dan keparahan

nyeri.(Varney, 2007: 836)

Observasi yang dilakukn selama 2 jam pada kala IV, yaitu;

1. Tekanan darah : setiap 15 menit sekali pada jam pertama dan 30 menit

sekali pada jam ke dua.

2. Nadi : Setiap 15 menit sekali pada jam pertama dan 30 menit sekali

pada jam ke dua.

3. Suhu : setiap 1 jam sekali.

4. TFU : setiap 15 menit sekali pada jam pertama dan 30 menit pada jam

kedua.

21
5. Kontraksi uterus : setiap 15 menit sekali pada jam pertama dan 30

menit pada jam kedua.

6. Kandung kemih : setiap 15 menit sekali pada jam pertama dan 30

menit pada jam kedua.

7. Perdarahan : setiap 15 menit sekali pada jam pertama dan 30 menit

sekali pada jam kedua

2.1.8 Penatalaksanaan Asuhan Persalinan Normal

Tabel 1.2 penatalaksanaan asuhan APN

No Langkah-langkah Persalinan Normal

I. MENGENALI TANDA DAN GEJALA KALA II

1. Mengamati tanda dan gejala kala II

 Ibu merasa adanya dorongan kuat dan meneran

 Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan

vagina

 Perineum tampak menonjol

 Viulva dan sfingter ani membuka

II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN

2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial

untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikassi ibu dan

bayi baru lahir. Untuk asfiksia → tempat datar dan keras, 2 kain dan

1 handuk bersuh dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm

dari tubuh bayi.

 Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal

22
No Langkah-langkah Persalinan Normal

bahu bayi

 Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di

dalam partus set

3. Pakai celemek plastic

4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai. Mencuci

kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir kemudian

mengeringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.

5. Memakai sarung tangan DTT steril untuk pemeriksaan dalam.

6. Memasukan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang

memakai sarung tangan DTT dan steril (pestikan tidak terjadi

kontaminasi pada alat suntik)

III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN

JANIN BAIK

7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati

dari depan kearah belakang dengan menggunakan kapas atau kasa

yang sudah dibasahi air DTT .

 Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi oleh

kotoran ibu, bersihkan dengan seksama dengan cara menyeka dari

arah depan ke belakang.

 Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah

yang benar.

 Mengganti sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang

23
No Langkah-langkah Persalinan Normal

masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%

kemudian lepaskan dan rendam kedalam keadaan terbalik dalam

larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah

sarung tangan di lepaskan.

8. Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan

lengkap.

 Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah

lengkap, lakukan amniotomi.

9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan

yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin

0,5% kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta

merendamnya didalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit. Cuci

kedua tangan setelah sarung tangan di lepaskan.

10. Memeriksa DJJ setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk

memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit).

 Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.

 Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJdan

semua hasil penilaian serta asuhan lainnya dalam partograf

1V. MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU

PROSES BIMBINGAN MENERAN

11. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik

dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai

24
No Langkah-langkah Persalinan Normal

dengan keinginannya.

 Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran,

melanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu serta janin

sesuai dengan padoman fase aktif dan mendokumentasikan semua

temuan yang ada.

 Menjelaskan pada anggota keluarga bagaimana peran mereka

untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran

secara benar.

12. Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi ibu untuk meneran.

(Bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu

ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang di inginkan dan

pastikan ibu merasa nyaman).

13. Melakukan bimbingan meneran saat ibu merasa ada dorongan yang

kuat untuk meneran.

 Membimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif

 Dukung dan beri ibu semangat pada saat meneran dan perbaiki

cara meneran apabila caranya tidak sesuai

 Membantu ibu untuk mengambil posisi yang nyaman sesuai

dengan pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam

waktu yang lama)

 Menganjurkan ibu untuk istirahat jika tidak ada kontraksi

 Menganjurkan keluarga untuk memberi dukungan dan semangat

25
No Langkah-langkah Persalinan Normal

pada ibu

 Memberikan asupan cairan per oral yang cukup (minum)

 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai

 Segera merujuk bila bayi belum atau tidak akan segera lahir

setelah 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit

(1 jam ) meneran untuk multigravida.

14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang

nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam

60 menit.

V. PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI

15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu,

jika kepala bayi telah membuka vulva denag diameter 5-6 cm.

16. Meletakan kain bersih dilipat 1/3 bagian diletakan di bawah bokong

ibu.

17. Membuka partus set dan memeriksa kembali kelengkapan alat dan

bahan.

18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

VI. PERSIAPAN PERTOLINGAN KELAHIRAN BAYI

Lahirnya Kepala

19. Setelah tampak kepala bayi terlihat di vulva dengan diameter 5-6 cm,

lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain

bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk

26
No Langkah-langkah Persalinan Normal

menehan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala.

Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau bernafas cepat

dan dangkal.

20. Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan melakukan

tindakan yang sesuai bila itu terjadi, dan kemudian melanjutkan

proses kelahiran bayi .

 Jika tali pusat melilit leher bayi secara longgar, lepaskan lewat

bagian atas kepala bayi

 Jika tali pusat melilit leher bayi secara kuat, klem tali pusat didua

tempat dan memotongnya diantara dua klem tersebut

21. Menunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.

Lahirnya Bahu

22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara

biparental. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan

lembut gerakan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan

muncul dibawah arcus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan

distal untuk melahirkan bahu belakang.

Lahirnya Badan Tungkai

23. Setelah kedua bahu lahir, menggeser tangan bawah kearah perineum

ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah.

Gunakan lengan bagian atas untuk menelusuri dan memegang lengan

dan siku sebelah atas.

27
No Langkah-langkah Persalinan Normal

24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran atas berlanjut ke

punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua tungkai mata

kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing

mata kaki ibu jari dan jari-jarnya).

VII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR

25. Menilai segera bayi baru lahir:

a. Apakah bayi menangis kuat atau bernafas tanpa kesulitan?

b. Apakah bayi bergerak dengan aktif ?

Jika bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megap-megap maka

melakukan langkah resusitasi (lanjutkan kelangkah resusitasi pada

asfiksia BBL).

26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala, danm bagian

tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.

Ganti handung basah dengan handuk/kain kering. Biarkan bayi di

atas perut ibu.

27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bati dalam

uterus (hamil tunggal)

28. Memberitahu ibu bahwa ia akan di suntik oksitosin agar uterus

berkontraksi baik.

29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit

IM di 1/3 bagian paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi

terlebih dahulu sebelum menyuntik oksitosin).

28
No Langkah-langkah Persalinan Normal

30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-

kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal

(ibu) dan jepit kembali tali pusat pda 2 cm distal ari klem pertama.

31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat

 Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang sudah di jepit

(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di

antar 2 klem tersebut.

 Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi

kemudian melingkatkan kembali benang tersebut dan

mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.

 Lepaskan klem dan masukan dalam wadah yang telah disediakan.

32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi

Lertakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga

bayi nempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara

payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.

33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala

bayi.

VIII. PENATALAKSANAAN AKTIF PERSALINAN KALA TIGA

34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.

Pengeluaran Plasenta

35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis,

untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.

29
No Langkah-langkah Persalinan Normal

36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan talipusat ke arah bawah

sambil tangan yang lain mendorong uterus ke belakang atau dorso

cranial secara hati-hati (mencegah inversion uteri). Jika plasenta

tidak lahir setelah 30-40 detik, menghentikan penegangan tali pusat

dan menunggu hingga kontraksi berikut dimulai.

 Jika uterus tidak berkontraksi, minta ibu. Suami atau anggota

keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu

Mengeluarkan plasenta

37. Melakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta

terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat ke

arah bawah dan kemudian ke aras atas, mengikuti jalan lahir tetap

melakukan tekanan dorso-kranial.

 Jika tali pusat bertambah panjang pindahkan klem hingga berjarak

5-10 cm dari vulva dan melahirkan plasenta.

 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat

1. Mengulang pemberian oksitosin 10 unit IM

2. Menilai kandung kemih dan melakukan kateterisasi kandung

kemih dengan menggunakan teknik aseptic

3. Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan

4. Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit

berikutnya

30
No Langkah-langkah Persalinan Normal

5. Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah

bayi lahir atau bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta

manual

38. Saat plasenta terlihat di introitus vagina, melahirkan plasenta dengan

kedua tangan. Memegang dan memutar plasenta hingga selaput

ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada

tempat yang tersedia.

 Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan DTT atau

steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian

menggunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk

mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal

Rangsang Taktil ( Masase) Uterus

39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase

uterus, meletakan tangan di fundus dan melakukan masase dengan

gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi( fundus

teraba keras).

 Melakukan tindakan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik

mesase

IX. MENILAI PERDARAHAN

40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik bagian maternal maupun foetal

dan pastikan selaput keruban lengkap dan utuh. Kemudian masukan

plasenta ke dalam plastic kantong atau tempat khusus.

31
No Langkah-langkah Persalinan Normal

41. Mengevaluasi kemungkinan adanya laserasi pada vagina dan

perineum. Segera melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan

perdarahan.

Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktof, segera

lakukan penjahitan

X. MELAKUKAN PROSEDUR PASCA PERSALINAN

42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi

perdarahan pervaginam

43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling

sedikit 1 jam.

 Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusui

dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya

berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu

payudara.

 Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi

sudah berhasil menyusu.

44. Setelah 1 jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tets mata

anti biotik profilaksis dan vitamin K1 1 Mg IM di paha kiri

anterolateral.

45. Setelah satu jam pemberian vit K1 berikan suntikan imunisasi

Hepatitis B di paha kanan anterolateral.

 Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa

32
No Langkah-langkah Persalinan Normal

disusukan.

 Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil

menyusu dalam 1 jam pertama dan biarkan sampai bayi menyusu.

EVALUASI

46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan pencegahan perdarahan

pervaginam :

 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan

 Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan

 Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan

 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan

Asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri

47. Mengajarkan ibu atau keluarga cara melakuakn masase uterus dan

menilai kontraksi.

48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah

49. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit

selama 1 jam pertama paskapersalinan dan setiap 30 menit pada jam

kedua paskapersalinan.

 Memeriksa temperature tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam

pertama pasca persalinan.

 Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.

50. Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan

33
No Langkah-langkah Persalinan Normal

baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,5)

Kebersihan dan keamanan

51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai ke dalam larutan klorin

0,5 % untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan

setelah dekontaminasi.

52. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah

yang sesuai.

53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Membersihkan

sisa cairan ketuban, lender dan darah. Membantu ibu memakai

pakaian bersih dan kering.

54. Memastikan ibu merasa nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.

Menganjurkan keluarga untuk memberi ibu minum atau makan yang

di inginkannya.

55. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan

larutan klorin 0,5 %.

56. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5 %

membalikan bagian dalam ke luar dan merendanya dalam larutan

klorin 0,5 % selama 10 menit.

57. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir

Dokumentasi

58. Melengkapi partograf (Halaman depan dan belakang), periksa tanda

vital dan asuhan kala IV

34
2.1.9 Partograf

Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu

persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik.

Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu

petugas kesehatan dalam mengambil keputusan dalam penatalaksaan. Partograf

dimulai pada pembukaan 4 cm “fase aktif”. Petugas harus mencatat kondisi ibu

dan janin sebagai berikut;

a. Denyut jantung janin : catat setiap 30 menit.

b. Air Ketuban : Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan

vagina.

U : Selaput ketuban utuh (belum pecah)

J : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih

M : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur

mekonium

D : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah

K : Selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir lagi

atau kering. (Saifuddin,2002)

c. Penyusupan “ moulding atau molage” Tulang Kepala Janin.

Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi

dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu.

Semakin besar derajat penyusupan atau tumpang tindih antar tulang kepala

semakin menunjukan disproporsi kepala-panggul (CPD).

35
0 : Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat

dipalpasi

1 : Tulang-tulang kepala janin hanya salingb bersentuhan.

2 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi dapat

dipisahkan.

3 : Tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat

dipisahkan. (JNPK-KR, APN 2008)

d. Pembukaan mulut rahim (serviks): dinilai setiap 4 jam dan diberi tanda

silang (x).

e. Penurunan : mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba

(pada pemeriksaan abdomen / luar) diatas simfisis pubis; catat dengan

lingkaran (O) pada setiap pemeriksaan dalam. Pada posisi 0/5, sinsiput (S)

atau paruh atas kepala berada disimfisis pubis.

f. Waktu : menyatakan berapa jam waktu yang telah dijalani sesudah pasien

diterima.

g. Jam : Catat jam sesungguhnya .

h. Kontraksi

Catatan setiap setengah jam lakukan palpasi untuk menghitung banyaknya

kontraksi dalam 10 menit dan lamanya tiap-tiap kontraksi dalam hitungan

detik.

1) Kurang dari 20 detik

2) Antara 20 dan 40 detik

3) Lebih dari 40 detik

36
i. Oksitosin : Jika memakainya catat banyak oksitosin pervolume cairan

infuse dan dalam tetesan permenit.

j. Obat yang diberikan : catat semua obat lain yang diberikan.

k. Nadi : catat setiap 30-60 menit dan tandai dengan sebuah titik besar.

l. Tekanan darah : catat, setiap 4 jam dan tandai dengan anak panah.

m. Suhu badan :catat setiap dua jam

n. Protein, aseton dan volume urine : catat setiap kali ibu berkemih.

Jika temuan-temuan melintas ke arah kanan dan garis waspada petugas

kesehatan harus melakukan penilaian terhadap kondisi ibu dan janin dan

segera mencari rujukan yang tepat.

2.1.10 Teori Asuhan Intranatal Di Komunitas

A. Tujuan Persalinan Rumah

Tujuan asuhan intranatal dirumah ditentukan oleh bidan bersama-sama

dengan ibu hamil dan suami atau keluarga. Adapun tujuan asuhan intranatal

adalah sebagai berikut :

1) Memastikan persalinan yang telah direncanakan.

2) Memastikan persiapan persalinan bersih, aman dan dalam suasana

yang menyenangkan.

3) Mempersiapkan transportasi, serta biaya rujukan apabila diperlukan.

Agar tujuan tersebut diatas dapat dicapai, ada lima hal penting yang perlu

didiskusikan dengan ibu dan keluarga, yaitu sebagai berikut:

37
1) Membuat perencanaan persalinan yang perlu di tetapkan, yang mencakup

unsur-unsur berikut :

a) Tempat persalinan

b) Tenaga penolong persalinanan

c) Cara menjangkau tempat persalinanan

d) Pendamping persalinan

e) Biaya yang dibutuhkan untuk persalinan

f) Siapa yang mengurus keluarga pada saat ibu bersalin

g) Rencana metode kontrasepsi yang akan digunakan.

2) Membuat rencana pengambilan keputusan pada keadaan gawat darurat,

apabila keputusan utama tidak berada di berada di tempat.

3) Mengatur sistem transportasi apabila terjadi kegawatdaruratan.

4) Membuat rencana tabungan bersalin (tabulin)

5) Mempersiapkan peralatan untuk melahirkan.

B. Syarat persalinan di Rumah

Pemilihan pesalinan di rumah merupakan hak dari ibu dan keluarga. Ibu

boleh mimilih siapa yang mendampinginya pada saat persalinan. Meskipun

begitu ibu dan keluarga harus memperhatikan syarat-syarat persalinan di

rumah, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Adanya bidan terlatih dalammelakukan pertolongan persalinan.

2) Bidan harus mmberikan penjelasan tentang seluruh proses persalinan dan

kemungkinan komplikasi.

38
3) Bidan dipanggil bilamana ibu mulai merasakan kontraksi atau air ketuban

pecah.

4) Tersediannya ruangan hangat, bersih, dan sehat.

5) Ibu mempunyai kartu menuju sehat (KMS) ibu hamil, dan kartu KIA.

6) Tersediannya sistem rujukan untuk penanganan kegawat daruratan

obstetri.

7) Adanya kesepakatan atau informent consent antar bidan dan ibu/keluarga.

8) Tersedia alat transfortasi untuk merujuk.

9) Tersedia peralatan yang lengkap dan berfungsi.

C. Proses Persalinan di Rumah

Proses yang harus dilalui pada saat melakukan persalinan di rumah

adalah sebagai berikut :

1) Bidan melakukan pertemuan dengan ibu, suami dan keluarga.

2) Memperhatikan prinsip dari pencegahan infeksi.

3) Melakukan anamnesis yang lengkap tentang riwayat ibu.

4) Menginformasikan secara rinci tentang komplikasi yang kemungkinan

akan terjadi.

5) Apabila persalinan dilakukan di daerah terpencil, maka tindakan yang

dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a) Beritahukan perlengkapan yang diperlukan.

b) Sediakan obat-obatan yang dibutuhkan.

c) Mengatur siapa yang dipilih ibu sebagai pendamping.

39
d) Memberitahu tanda-tanda apabila akan memanggil bidan.

e) Memberitahu bagaimana, bilamana, dan di mana untuk merujuk.

f) Persiapan tranfusi darah

g) Mengatur transportasi apabila akan merujuk.

D. Persiapan Persalinan di Rumah

Persiapan pertolongan persalinan di rumah meliputi persiapan keluarga,

rumah dan tempat pertolongan persalinan, serta perlengkapan peralatan.

Persiapan keluarga

1) Keluarga telah mengambil keputusan bahwa persalinan dilakukan di

rumah, keluarga memberikan masukan atau ide dan bersedia/mampu

memberikan dukungan yang di perlukan.

2) Kegiatan rumah tangga secara rinci perlu dibahas untuk membentuk

jaringan kerja, yaitu siapa yang mengurus anak-anak yang lain.

Persiapan Rumah dan Tempat Pertolongan Persalinan

1) Situasi dan kondisi yang perlu diketahui oleh kelurga, yaitu :

a) Apakah rumah cukup aman dan hangat?

b) Apakah tersedia ruangan yang akan digunakan untuk menolong

persalinan?

c) Apakah tersedia air hangat?

d) Apakah kebersihannya cukup terjamin?

e) Apakah tersedia telepon atau media komunikasi lainnya?

40
2) Rumah

a) Ruangan sebaiknya cukup luas

b) Adanya penerangan

c) Tempat nyaman

d) Tempat tidur yang layak untuk pertolongan persalinan.

E. Persiapan Peralatan

Perlengkapan peralatan yang harus disiapkan oleh keluarga untuk

melakukan persalinan di rumah meliputi komponen-komponen berikut ini.

1) Persiapan untuk pertolongan persalinan.

a) Waskom,

b) Sabun cuci,

c) Handuk kering dan bersih,

d) Selimut

e) Pakaian ganti.,

f) Pembalut,

g) Kain pel,

h) Lampu.

2) Persiapan untuk bayi :

a) Handuk bayi,

b) Tempat tidur bayi,

c) Botol air panas untuk menghangatkan alas,

d) Pakain bayi,

e) Selimut bayi.

41
F. Menejemen Asuhan Intranatal di Rumah

Menejemen asuhan intranatal di rumah dibagi dalam empat tahap sesuai

dengan tahap yang ada dalam persalinan, yaitu kala I,II,III, dan IV. Dengan

memberikan asuhan intranatal yang baik dan dan sesuai dengan standar,

bidan dapat memberikan pertolongan persalinan yang memadai dan tepat

waktu, meningkatkan cakupan pesalinan oleh tenaga kesehatan, dan

menurunkan angka kajadian sepsis puerpularis pada ibu nifas, sehingga

membantu menurunkan angka kematian ataupun kesakitan ibu dan bayi.

Menejemen asuhan intranatal merupakan langkah ilmiah dan sistematis,

sehingga dalam pelaksanaanya bidan harus memahami alur pikir manajemen

asuhan intranatal di rumah.

1. Asuhan Persalinan Kala I

Pemberian asuhan persalina kala I bertujuan untuk memberikan

pelayanan kebidanan yang memadai dalam pertolongan persalinan yang

bersih dan aman. Ada tugas dan proses/langkah-langkah yang harus dilalui

dalam memberikan asuhan persalinan pada kala I. Tugas dan proses tersebut

seperti yang dijabarkan di bawah ini.

1) Melakukan penilaian secara tepat kapan persalinan dimulai.

2) Mampu memberikan asuhan yang memadai dengan memperhatikan

kebutuhan ibu.

3) Terampil dalam melakukan pertolongan persalinan.

4) Menghargai hak dan pribadi ibu serta tradisi setempat.

5) Mengizinkan adanya pendamping.

42
Sebelum bidan melakukan manajemen asuhan kala I, bidan perlu

mengingat tentang konsep sayang ibu, rujuk apabila partograf melewati

garis waspada atau ada kajadian-kajadian penting lain, serta lakukan

observasi ketat apabila didapatkan penyimpangan dalam partograf.

Langkah-langkah asuhan intranatal kala I, meliputi :

1) Mengijinkan ibu memilih pendamping persalinan,

2) Bidan harus segera datang kerumahibu apabila dipanggil,

3) Memperhatiakan proses pencegahan infeksi,

4) Melakukan anamnesis secara lengkap tentang kehamilan ibu,

5) Melakukan pemerikasaan fisik secara lengkap,

6) Melakukan pemerikasaan dalam sesuai kebutuhan/indikasi,

7) Melakukan pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan

partograf ,

8) Dokumentasi secara lengkap semua kejadian dalam lembar observasi

dan fartograf,

9) Beriakan dukungan moral pada ibu, suami dan keluarga,

10) Libatkan keluarga secara aktif dalam proses persalinan,

11) Jelaskan proses persalinan yang sedang berlangsung dan beritahu

setiap kemajuan,

12) Lakukan menejemen nyeri nonfarmakologi (masase punggung,

relaksasi, dan lain-lain)

13) Lakukan persiapan untuk pertolongan persalinan.

43
2. Asuhan Persalinan Kala II

Manajemen asuhan persalina kala II bertujuan untuk memastikan proses

persalinan aman, baik untuk ibu maupun bayi. Tugas yang harus dikerjakan

bidan dalam asuhan persalinan kala II adalah sebagai berikut :

1) Melakukan pertolongan persalinan bersih dan aman.

2) Menghargai hak ibu sebagai pribadi.

3) Menghargai tradisi.

4) Mengijinkan ibu untuk memilih pendamping persalinan.

Langkah-langkah asuhan intranatal kala II yaitu sebagai berikut :

1) Berikan pendamping dan hargai ibu selama proses persalinan.

2) Memastikan tersediannya ruanagan dan peralatan yang dibutuhkan.

3) Cuci tangan dengan air mengalir sebelum dan setelah melakukan

tindakan.

4) Bantu ibu memilih posisi yang diinginkan.

5) Kosongkan kantong kemih setiap 2 jam.

6) Anjurkan ibu mengejan hanya jikan ada dorongan ingin mengejan.

7) Barikan pujian pada ibu.

8) Berikan minum yang mengandung gula, pada saat tidak ada his.

9) Lakukan observasi ketat denyut jantung janin setiap tidak ada his,

apabila terjadi gawat janin percepat persalinan dengan melakukan

episiotomi.

10) Hindari peregangan vagina secara manual.

11) Lakukan pertolongan persalinan sesuai dengan standar normal (APN).

44
12) Apabila rektum ibu mengeluarkan feses, bersihkan dengan kain

bersih.

13) Lakukan inisiasi menyusui dini.

14) Berikan vitamin K pada paha bayi.

15) Berikan salep mata pada bayi.

16) Dokumentasikan secara lengkap semua temuan.

Hal-hal yang menjadi perhatian bidan pada saat memberikan asuhan

intaranatal kala II antara lain sebagai berikut.

1) Hindari untuk meminta ibu mengejan jika dalam posisi terlentang.

2) Ingat tiga bersih , yaitu bersih alat, tempat persalinan, pengikatan, dan

pemotongan tali pusat

3) Pimpin ibu untuk mengedan apabila ada keinginan untuk mengedan

4) Hindari intervensi apabila tidak dibutuhkan

5) Terangkan konsep sayang ibu

6) Lakuan pengambilan keputusan sesegera mungkin apabila diperlukan

rujukan.

3. Asuhan Persalinan Kala III

Bidan sebagai tenaga penolong harus terlatih dan terampil dalam

melakukan manajemen aktif kala III. Hal penting dalam asuhan persalinan

kala III adalah mencegah kejadian perdarahan, karena penyebab salah satu

kematian pada ibu.

Asuhan persalinan kala III merupakan hal penting, mengingat salah satu

penyebab kematian ibu adalah perdarahan. Oleh karena itu, dalam asuhan

45
kala III ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu bidan sebagai

penolong persalinan harus terlatih dan terampil melakukan manajemen aktif

kala III, tersedianya peralatan dan perlengkapan manajemen aktif kala III

dan pencegahan infeksi, tersedianya obat-obatan dan metode efektif untuk

penyimpanan, serta sistem rujukan untuk kegawatdaruratan obstetric yang

efektif.

Asuhan persalinan kala III diberikan dengan tujuan untuk membantu

mengeluarkan placenta dan selaput janin secara lengkap, mengurangi

kejadian perdarahan pasca-salin, memperpendek kala III, mencegah

terjadinya komplikasi, dan mencegah terjadinya retensio placenta. Dalam

hal ini bidan mempunyai tugas rutin, yaitu melakukan penatalaksanaan aktif

persalinan kala III.

Hal-hal yang perlu diperhatikan bidan pada saat memberikan asuhan

persalinan kala III adalah sebagai berikut:

a. Penyimpanan oksitosin harus dalam lemari es pada suhu 2-8˚C dan

hindarkan dari paparan cahaya secara langsung.

b. Pada suhu 30˚C oksitosin dapat bertahan selama 1 bulan, pada suhu

40˚C oksitosin dapat bertahan selama 2 minggu.

c. Tidak dianjurkan untuk memberikan ergometrin atau metergin sebelum

bayi lahir.

d. Tanda-tanda pelepasan plasenta adalah fundus naik dan berkontraksi

dengan baik, keluarnya darah dari vagina serta tali pusat memanjang.

46
e. Pada saat melahirkan plasenta, jangan medorong fundus dan menarik

tali pusat secara berlebihan.

f. Lakukan penengangan tali pusat dengan hati-hati.

g. Hentian peregangan tali pusat apabila ibu mengeluh nyeri atau tali

pusat tertahan.

h. Apabila merasa tidak yakin plasenta dapat dilahirkan dengan lengkap,

ikuti prosedur tetap pelanatalaksanaan placenta rest, bila perlu rujuk.

4. Asuhan Persalinan Kala IV

Asuhan persalinan yang mencakup pada pengawasan satu sampai dua jam

setelah plasenta lahir. Pengawasan/observasi ketat dilakukan pada hal-hal

yang menjadi perhatian pada asuhan persalinan kala IV.

Pada kala ini tidak menutup kemungkinan terjadi perdarahan dan atonia

uteri. Kehilangan darah biasanya dikarenakan pelepasan placenta atau

robekan serviks dan perineum. Jumlah darah yang keluar harus diukur (1

bengkok = ±500 cc), apabila jumlah perdarahan > 500 cc harus dicari

penyebabnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada asuhan kala IV, yaitu sebagai

berikut:

a. Kontraksi uterus

b. Perdarahan

c. Kantong kemih

d. Adanya luka

e. Keadaan plasenta dan selaputnya harus lengkap

47
f. Tanda-tanda vital

g. Keadaan bayi

5. Kegawatdaruratan Persalinan

Persalinan merupakan proses alamiah, akan tetapi dalam prosesnya tidak

menutup kemungkinan terjadi komplikasi-komplikasi atau

kegawatdaruratan. Beberapa tindakan yang harus dilakukan bidan apabila

menghadapi kasus kegawatdaruratan persalinan adalah sebagai berikut:

a. Jangan menunda untuk melakukan rujukan

b. Mengenali maslah dan memberikan instruksi yang tepat

c. Selama proses merujuk dan menunggu tindakan selanjutnya lakukan

pendampingan secara terus menerus

d. Lakukan observasi Vital Sing secara ketat

e. Rujuk segera bila terjadi Fetal Distress

f. Apabila memungkinkan, minta bantuan teman untuk mencatat riwayat

kasus dengan singkat.

2.2 Laserasi

2.2.1 Pengertian Laserasi

Robekan perineum derajat II adalah robekan meliputi mukosa vagina,

fouchette posterior, kulit perineum, dan otot perineum. ( Azwar, 2002)

Laserasi perineum adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh

rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu

pada saat proses persalinan. Bentuk rupture/laserasi biasanya tidak teratur

sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan. (Hamilton, 2002)

48
2.2.2 Klasifikasi Robekan Perineum.

1. Derajat I

Gambar 2.1 Robekan perineum derajat 1

Laserasi pada mukossa vagina, komisura posterior, kulit perineum, pada

laserasi tersebut tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan aktif dan posisi

luka baik.

2. Derajat II

Gambar 2.2 Robekan Perineum derajat

Laserasi pada mukossa vagina, komisura posterior, kulit perineum, serta

otot perineum. Laserasi tersebut perlu dijahit.

49
3. Derajat III

Gambar 2.3 Robekan Perineum derajat 3

Laserasi pada mukossa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot

perineum, serta otot sfingter ani Laserasi tersebut perlu dijahit.

4. Derajat IV

Gambar 2.4 Robekan Perineum derajat 4

Laserasi pada mukossa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot

perineum,otot sfingter ani, serta dinding depan rectum. Laserasi tersebut

perlu dijahit. (APN, 2007)

50
2.2.3 Tujuan Penjahitan Laserasi Perineum

Tujuan dari penjahitan luka perineum yaitu :

1. Untuk mendekatkan jaringan-jaringan agar proses penyembuhan bisa

terjadi, proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan

tersebut tetapi hasil dari pertumbuhan jaringan.

2. Untuk menghentikan perdarahan.

2.2.4 Langkah-langkah Penjahitan Laserasi Perineum

A. Persiapan Alat

1. Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan

a. Wadah berisi : Sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahit, benang

jahit, kasa steril, pinset

b. Kapas DTT

c. Buka spuit sekali pakai 10 ml dari kemasan steril, jatuhkan dalam

wadah DTT

d. Patahkan ampul lidokain

2. Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi di tepi tempat tidur

3. Pasang kain bersih di bawah bokong ibu

4. Atur lampu sorot atau senter ke arah vulva / perineum ibu

5. Pastikan lengan / tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan

sabun dan air mengeliar

6. Pakaian satu sarung tangan DTT pada tangan kanan

7. Ambil spuit dengan tangan yang berasarung tangan, isi tabung suntik

dengan lidokain dan letakkan kembali ke dalam wadah DTT

51
8. Lengkapi pemakaian sarunga tangan pada tangan kiri

9. Bersihkan vulva dan perineum dengan kapas DTT dengan gerakan satu

arah dari vulva ke perineum

10. Periksa vagina, servik dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa

laserasi hanya merupakan derajat satu atau dua.

B. Anestesi Lokal

1. Beritahu ibu tentang apa yang akan dilakukan.

2. Tusukkan jarum suntik pada daerah kamisura posterior yaitu bagian

sudut bahwa vulva.

3. Lakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap.

4. Suntikan anestesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah

perineum.

5. Tanpa menarik jarum suntik keluar dari luka arahkan jarum suntik

sepanjang luka pada mukosa vagina.

6. Lakukan langkah 2-5 diatas pada kedua tepi robekan.

7. Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan.

C. Penjahitan Laserasi pada Perineum

1. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di

mukosa vagina. Setelah itu buat ikatan dan potong pendek benang dari

yang lebih pendek. Sisakan benang kira-kira 1 cm.

2. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah

cincin himen.

52
3. Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa

vagina lalu ke belakang cincin himen sampai jarum ada di bawah

laserasi kemudian ditarik keluar pada luka perineum.

4. Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan otot. Lihat kedalam luka

untuk mengetahui letak ototnya.

5. Setelah dijahit sampai ujung luka, putarlah jarum dan mulailah

menjahit kearah vagina dengan menggunakan jahitan subkutikuler.

6. Pidahkan jahitan dari bagian luka perineum kembali ke vagina di

belakang cincin hymen untuk diikat dengan simpul mati dan dipotong

benangnya.

7. Masukkan jari ke dalam rektum.

8. Periksa ulang kembali pasa luka.

9. Cuci daerah genital dengan lembut kemudian keringkan. Bantu ibu

mencari posisi yang diinginkan.

10. Nasehati ibu untuk :

a. Menjaga perineum selalu bersih dan kering

b. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya

c. Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 x/

hari.

d. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa luka.

53
2.2.5 Macam-macam Jahitan Laserasi Perineum

A. Jahitan Kulit

1. Jahitan interrupted :

a. Jahitan simple interrupted (Jahitan satu demi satu)

Merupakan jenis jahitan yang paling dikenal dan paling banyak

digunakan. Jarak antara jahitan sebanyak 5-7 mm dan batas jahitan dari

tepi luka sebaiknya 1-2 mm. Semakin dekat jarak antara tiap jahitan,

semakin baik bekas luka setelah penyembuhan.

b. Jahitan Matras

1) Jahitan matras vertikal

Jahitan jenis ini digunakan jika tepi luka tidak bisa dicapai hanya

dengan menggunakan jahitan satu demi satu. Misalnya di daerah yang

tipis lemak subkutisnya dan tepi satu demi satu. Misalnya di daerah

yang tipis lunak subkutisnya dan tepi luka cenderung masuk ke dalam.

2) Jahitan matras horizontal

Jahitan ini digunakan untuk menautkan fasia dan aponeurosis. Jahitan

ini tidak boleh digunakan untuk menjahit lemak subkutis karena

membuat kulit diatasnya terlihat bergelombang.

c. Jahitan Continous

- Jahitan jelujur

Lebih cepat dibuat, lebih kuat dan pembagian tekanannya lebih rata

bila dibandingkan dengan jahitan terputus. Kelemahannya jika benang

putus / simpul terurai seluruh tepi luka akan terbuka.

54
- Jahitan interlocking, feston.

- Jahitan kantung tembakau (tabl sac)

d. Jahitan Subkutis

- Jahitan continous : jahitan terusan subkutikuler atau intrademal.

Digunakan jika ingin dihasilkan hasil yang baik setelah luka sembuh.

Juga untuk menurunkan tengan pad aluka yang lebar sebelum

dilakukan penjahitan satu demi satu.

- Jahitan interrupted dermal stitch.

e. Jahitan Dalam

Pada luka infeksi misalnya insisi abses, dipasang dren. Dren dapat

dibuat dari guntingan sarunga tangan fungsi dren adalah mengelirkan

cairan keluar berupa darah atau serum.

2.3 Perawatan Luka Laserasi Perineum

2.3.1 Pengertian Perawatan Luka Perineum

Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia (biologis,

psikologis, sosial dan spiritual) dalam rentang sakit sampai dengan sehat (Aziz,

2004). Post Partum adalah selang waktu antara kelahiran placenta sampai

dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil (Mochtar,

2002).

2.3.2 Tujuan Perawatan Perineum

Tujuan perawatan perineum menurut Hamilton (2002), adalah mencegah

terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan.

55
2.3.3 Lingkup Perawatan

Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan infeksi organ-

organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk

melalui vulva yang terbuka atauakibat dari perkembangbiakan bakteri pada

peralatan penampung lochea (pembalut) (Feerer, 2001).

Sedangkan menurut Hamilton (2002), lingkup perawatan perineum adalah

1. Mencegah kontaminasi dari rektum

2. Menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma

3. Bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau.

2.3.4 Waktu Perawatan

Menurut Feerer (2001), waktu perawatan perineum adalah

1. Saat mandi

Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka

maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang

tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian

pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan

pembersihan perineum.

2. Setelah buang air kecil

Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar

terjadi kontaminasi air seni padarektum akibatnya dapat memicu

pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan

perineum.

56
3. Setelah buang air besar.

Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran

disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke

perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan

anus dan perineum secara keseluruhan.

1. Persiapan

a. Ibu Pos Partum

Perawatan perineum sebaiknya dilakukan di kamar mandi dengan posisi

ibu jongkok jika ibu telah mampu atau berdiri dengan posisi kaki

terbuka.

b. Alat dan bahan

Alat yang digunakan adalah botol, baskom dan gayung atau shower air

hangat dan handuk bersih.Sedangkan bahan yang digunakan adalah air

hangat, pembalut nifas baru dan antiseptik (Fereer, 2001).

2. Penatalaksanaan

Perawatan khusus perineal bagi wanita setelah melahirkan anak

mengurangi rasa ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah infeksi, dan

meningkatkan penyembuhan dengan prosedur pelaksanaan menurut

Hamilton (2002) adalah sebagai berikut:

a. Mencuci tangannya

b. Mengisi botol plastik yang dimiliki dengan air hangat

57
c. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah

mengarah ke rectum dan letakkan pembalut tersebut ke dalam

kantung plastik.

d. Berkemih dan BAB ke toilet

e. Semprotkan ke seluruh perineum dengan air

f. Keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan ke

belakang.

g. Pasang pembalut dari depan ke belakang.

h. Cuci kembali tangan

3. Evaluasi

Parameter yang digunakan dalam evaluasi hasil perawatan adalah:

a. Perineum tidak lembab

b. Posisi pembalut tepat

c. Ibu merasa nyaman

2.3.5 Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum

1. Gizi

Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses

penyembuhan luka pada perineum karena penggantian jaringan sangat

membutuhkan protein.

2. Obat-obatan

a. Steroid : Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan menggangu

respon inflamasi normal.

b. Antikoagulan : Dapat menyebabkan hemoragi.

58
c. Antibiotik spektrum luas / spesifik : Efektif bila diberikan segera

sebelum pembedahan untuk patolagi spesifik atau kontaminasi

bakteri. Jika diberikan setelah luka ditutup, tidak efektif karena

koagulasi intrvaskular.

3. Keturunan

Sifat genetik seseorang akan mempengaruhi kemampuan dirinya dalam

penyembuhan luka. Salah satu sifat genetik yang mempengaruhi adalah

dalam sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa

darah meningkat. Dapat terjadi penipisan protein-kalori.

4. Sarana prasarana

Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam

perawatan perineum akan sangat mempengaruhi penyembuhan

perineum, misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptik.

5. Budaya dan Keyakinan

Budaya dan keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan perineum,

misalnya kebiasaan tarak telur, ikan dan daging ayam, akan

mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi

penyembuhan luka.

2.3.6 Dampak Dari Perawatan Luka Perineum

Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat menghindarkan

hal berikut ini:

59
A. Infeksi

Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab akan sangat menunjang

perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi

pada perineum.

B. Komplikasi

Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung

kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya

komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir.

C. Kematian ibu post partum

Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya

kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post partum

masih lemah (Suwiyoga, 2004).

2.4 Manajemen Asuhan Kebidanan

2.4.1 Pengertian

Manajemen adalah proses pemecahan masalah yang diinginkan sebagai

metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori

ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan, dan tahapan yang logis untuk

pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien. ( Varney, 2007 )

Langkah I ( Pertama ): Tahapan Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah pertama ini dukumpulkan informasi yang akurat dan

lengkap dari semua sumber yang berlebihan dengan kondisi pasien.

60
Untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara :

1. Anamnesa

2. Pemeriksaan yang sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda

vital

3. Pemeriksaan khusus

4. Pemeriksaan penunjang

Tahap pengambilan data ini merupakan tahap awal yang akan

menentukan langkah berikutnya, sehingga data sesuai dengan kasus yang

dihadapai akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam

tahap selanjuntnya sehingga dalam pendekatan ini harus yang komphorensif

melupti data subyektif, obyektif dan hasil pemeriksaan. Sehingga dapat

menggambarkan kondisi atau masukan yang sebenarnya.

Kaji ulang data yang sudah dikumpulkan apakah sudah tepat, lengkap

dan akurat.

Langkah II ( Dua ) : Interprestasi data dasar

Interpretasi data untuk mengidentifikasi diagnosa atau masalah pada

langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnose atau masalah berdasarkan

interpretasi yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan.

Data yang sudah dikumpulkan di interpretasikan sehingga dapat

merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik.Rumusan diagnosa dan

masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat di definisikan seperti

61
diagnosa, tetapi tetap membutuhkan penanganan masalah sering berkaitan

dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan

sesuai dengan hasil pengkajian.

Langkah III ( Ketiga ) : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial

dan menganitisifasi penanganannya.

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa

berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi.Langkah ini

membutuhkan antisifasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan.Bidan di

harapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosa atau masalah

potensial ini menjadi benar-benar terjadi.Langkah ini penting sekali dalam

melakukan asuhan yang aman.

Langkah IV ( Keempat ) : Mengidentifikasi & Menetapkan kebutuhan

yang memerlukan penanganan segera

Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, untuk melakukan

konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan klien.

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan untuk di

konsultasikan dan di tangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai

dengan kondisi klien.

62
Langkah V ( Kelima ) : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh

Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh di tentukan oleh langkah-

langkah sebelumnya.Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksana

terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisifasi.

Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa yang

sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan,

tetapi juga dari kerangka pedoman antisifasi terhadap wanita tersebut seperti

apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan,

konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang

berkaitan dengan ekonomi, kultural atau masalah psikologis.

Langkah VI ( Keenam ) : Pelaksanaan Langsung Asuhan Dengan Efisien

Dan Aman

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah

diuraikan ada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan

ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau

anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukan sendiri ia

tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya ( misalnya

memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana )

Langkah VII ( Ketujuh ) : Evaluasi

Pada langkah ke VII ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang

diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar

63
telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi

didalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika

memang benar efektif dalam pelaksanaannya.

2.4.2 SOAP

Metode pendokumentasian yang digunakan dalam asuhan kebidanan

adalah SOAP, yang merupakan salah satu metode yang ada. SOAP merupakan

singkatan dari:

SOAP

S: Subjektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui

anamnesa sebagai langkah I Varney.

O: Objektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil

laboratorium dan test diagnostic lain yang dirumuskan dalam data focus,

untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney.

A: Assesment

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data

subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi:

1. Diagnosa/masalah

2. Antipasti diagnosa/masalah potensial

3. Perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter konsultasi/kolaborasi atau

rujukan sebagai langkah 2, 3 dan 4 Varney.

64
P: Planning

- Rencana asuhan → hasil dari assessment

- Dapat berupa instruksi kebidanan, pengumpulan data tambahan

pendidikan

- Dapat buat keputusan untuk revisi modifikasi atau melanjutkan asuhan

tindakan yang lalu

- Pendokumentasian dari tindakan dan evaluasi, perencanaan berdasarkan

assessment, langkah 5, 6, dan 7 Varney

Keuntungan:

a. Berfokus pada klien dan masalah

b. Efisien → integrasi informasi/data

c. Evaluasi dan revisi rencana asuhan

d. Memberi kesinambungan asuhan berbagai anggota tim

e. Melakukan komunikasi yang efektif antara anggota tim kesehtan

f. Masalah diberi nomer → memudahkan untuk mengikuti perkembangan

g. Penggunaan SOAP → merefleksikan elemen proses kebidanan

65

Anda mungkin juga menyukai