TINJAUAN PUSTAKA
saluran napas kronis. ini didefinisikan oleh sejarah gejala pernapasan seperti
mengi, sesak napas, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu
dan secara intens, bersama dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi variabel.
(GINA, 2018)
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trachea dan
jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh
reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosiniphils, dan T-
whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversible dan
saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi ini
berhubungan dengan hiperresponsivitas saluran pernapasan terhadap berbagai
bernapas, dada terasa sesak, dan bantuk, cenderung pada malam hari dan atau
dini hari. Sumbatan saluran napas ini bersifat reversible, baik dengan atau tanpa
pengobatan. Berbagai factor yang dapat menimbulkan serangan asma antara lain
perubahan suhu, pajanan iritan asap rokok, dan factor lingkungan. Saat serangan
Menurut (Andra & Yessie, 2013) Berdasarkan episodik serangan asma, dapat
dibedakan :
Gejala menonjol pada malam hari dapat berlangsung 3-4 hari, sedangkan
pada usia 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.
tahin (75%), pada 2 tahun pertama (50%) biasanya serangan episodik pada
usia 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi obstruksi jalan nafas yang persisten
dan hampir selalu terdapat wheezing setiap hari. Pada malam hari sering
penyakit:
a. Tahap 1 : Intermitten
hari)
eksaserbasi
Variabilitas 20-30%.
Variabilitas >30%.
hari).
Gejala terus-menerus.
Menurut (Andra & Yessie, 2013) Secara klinis asma dibagi menjadi dalam 3
stadium yaitu :
a. Stadium I
dan batuk kering, sputum yang kontal dan mengumpul merupakan benda
b. Stadium II
Sekresi bronchus bertambah batuk dengan dahak jernih dan berbusa pada
stadium ini mulai terasa sesak nafas berusaha lebih dalam, ekspirasi
memanjang dan ada wheezing otot nafas tambahan turut bekerja terdapat
c. Stadium III
Obstruksi atau spasme bronchus lebih berat. Aliran darah sangat sedikit
sehingga suara nafas hampir tidak terdengar, stadium ini sangat berbahaya
karena sering disangka ada perbaikan pernafasan dangkal tidak teratur dan
a. Asma alergik
atau non-alergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya
c. Asma gabungan
2.1.4 Etiologi
a. Faktor predisposisi
terkena penyakit asma jika terpapar dengan factor pencetus. Selain itu
1). Alergen
sebagainya.
karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi
asma terutama pada orang yang agak labil keperipadiannya. Hal ini
asma bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari
fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam
setelah olahraga.
5). Obat-obatan.
dan sebagainya.
2.1.5 Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversible. Obstruksi disebabkan oleh
bronkhi, atau pengisab bronki dengan mukus yang kental. selain itu, otot-otot
dialam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini belum diketahui,
tetapi ada yang paling diketahui adalah ketelibatan sistem imunologis dan sistem
otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
mast dalam paru. Pemajaan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi
Sistem saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronkhial diatur oleh
impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non
alergi, ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi,
latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dipelaskan
parasimpatis.
Selain itu reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak
yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang
ditimbulkan berupa batuk-batuk pada pagi hari, siang hari, dan malam hari, sesak
napas/susah bernapas, bunyi saat bernapas (whezzing atau mengi) rasa tertekan di
dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas atau susah bernapas.
Gejala ini secara reversible dan episodic berulang (Brunner & suddarth, 2011)
Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan, seperti berhadapan
dengan bulu binatang, uap kimia, perubahan temperature, debu, obat (aspirin,
beta blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi system respirasi, asap rokok dan
stress (GINA, 2004). Gejala asama dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya
distress pernapasan yang biasa dikenal dengan Status Asmaticus (Brunner &
Suddarth, 2011).
Status Asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak merespons
whizzing, rochi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian
bronkus maka suara whizzing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda
dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetic yang
terjadinya eksaserbasi dan gejala asma yang menetap. Beberapa hal atau kondisi
kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan, diet, status ekonomi dan
Gejala klasik pada asma bronchial ini adalah sesak napas, mengi (whezzing),
batuk sebagian penderita nyeri dada. Oada serangan asma yang leibh berat
penderita menutur Crockett (2001) diantaranya (a) sering pilek, sinusitis, bersin,
mimisan, amandek, sesak, suara serak, (b) pembesaran kelenjar dileher dan
kepala bagian belakang bawah, (c) Sering lebam kebiruan pada kaki atau tangan
seperti bekas terbentur, kulit timbul bisul, kemerahan, bercak putih dan bekas
hitam seperti tergigit nyamuk, (d) Sering menggosok mata, hidung, dan telinga
berlebihan, (e) Nyeri otot dan tulang belulang pada malam hari, (i) Sering
sering muntah, nyeri perut, sariawan, lidah sering putih atau kotor, nyeri gusi
atau gigi, mulut berbau, air liur berlebihan dan bibir kering, (h) Sering buang air
besar (>2 kali/hari), sulir buang air besar (obstripasi), kotoran bulat kecil hitam
seperti kotoran kambing, keras, sering buang angin, (i) kepala, telapak kaki atau
tangan sering teraba hangat atau dingin, (j) Sering berkeringat berlebih, (k) mata
gatal, timbul bintik di kelopak mata, mata sering berkedip, (l) Gangguan
hormonal berupa tumbuh rambut berlebih di kaki dan tangan, keputihan dan (m)
menetap.
b. Terapi Asma.
1. Medikasi (obat-obatan).
3. Non-farmakologi.
1. Pengontrolan (controllers)
triamcinolone.
MDI)
(Seebri)
Metilsantin (Teofilin)
Anti-IgE (omalizumab)
Inhalasi
Dipropionat (CFC)
Dipropionat (HFA)
Propionat (DPI)
Propionat (HFA)
Asetonid
2. Pelega (Reliever)
Macam-macam Pelega:
albuterol, terbulatin.
Aminofilin.
berespon).
Adrenalin.
Tabel 2. Tahapan Terapi Asma (GINA, 2016)
tinggi IgE
(atau + + teofilin)
Teofilin)
Pelega SABA (k/p) SABA (k/p) SABA (k/p) SABA (k/p) SABA (k/p)
Pengontrol
Meningkatkan dosis terapi (step up) bila: gejala tidak terkontrol, terjadi
Menurunkan dosis terapi (step down) bila: gejala asma terkontrol baik dan
fungsi paru stabil selama ≥ 3 bulan, pilih waktu yang tepat (tidak infeksi, tidak
Berhenti merokok
ruagnan.
senam Asma)
Imunoterapi alergen
Bronchial Thermoplasty
2.2 KONSEP FUNGSI PARU
Uji fungsi paru adalah alat untuk mengevaluasi sistem pernapasan, kelainan
yang terkait riwayat penyakit pasien, penelitian berbagai pencitraan paru dan uji
invasif seperti bronkoskopi dan biopsi terbuka paru. Perbandingan antara nilai
yang diukur pada pasien dengan nilai normal yang berasal dari penelitian
keparahan penyakit. Dokter harus terbiasa dengan uji fungsi paru karena sering
digunakan dalam pengobatan dan evaluasi gejala pernapasan seperti sesak napas
dan batuk, untuk menilai praoperasi dan diagnosis penyakit seperti asma dan
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Uji fungsi paru adalah istilah umum
kapasitas difusi karbon monoksida (CO) dan gas darah arteri. Uji fungsi paru
digunakan untuk mengukur dan merekam 4 komponen paru yaitu saluran napas
(besar dan kecil), parenkim paru (alveoli, interstitial), pembuluh darah paru dan
2.3.1 Spirometri
Spirometri paling sering digunakan untuk menilai fungsi paru. Sebagian besar
pasien dapat dengan mudah melakukan spirometri setelah dilatih oleh pelatih
atau tenaga kesehatan lain yang tepat. Uji ini dapat dilaksanakan di berbagai
tempat baik ruang praktek dokter, ruang gawat darurat atau ruang perawatan.
Diagnostik
Evaluasi keluhan dan gejala (deformitas rongga dada, sianosis, penurunan suara
napas, perlambatan udara ekspirasi, overinfl asi, ronki yang tidak dapat dijelaskan)
hipoksemia,polisitemia)
Deteksi dini seseorang yang memiliki risiko menderita penyakit paru (perokok,
kesehatan)
Monitoring
Evaluasi kecacatan
Kesehatan masyarakat
Menurut (Yunus, 1987) Pada spirometri, dapat dinilai 4 volume paru dan 4
kapasitas paru :
a. Volume paru:
1. Volume tidal, yaitu jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke luar dari
2. Volume cadangan inspirasi, yaitu jumlah udara yang masih dapat masuk
4. Volume residu yaitu jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah
ekspirasi maksimal.
b. Kapasitas paru:
1. Kapasitas paru total, yaitu jumlah total udara dalam paru setelah inspirasi
maksimal.
4. Kapasitas residu fungsional, yaitu jumlah udara dalam paru pada akhir
ekspirasi biasa.
Pengukuran Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP¹) dan kapasiti vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang
Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
VEP¹ atau KVP < 75% atau VEP¹ < 80% nilai prediksi.
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai risiko VEP¹ atau KVP < 75%
asma.
yang lebih jelas sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF
meter) yang relatif sangat mudah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan
APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang
jelas.
(uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi
Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE
harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat
berat penyakit.
Nilai APE tidak selalu berkolerasi dengan parameter pengukuran faal paru lain,
di samping itu APE juga selalu berkorelasi dengan derajat obstruksi. Oleh karenanya
bukan nilai prediksi normal, kecuali tidak diketahui nilai terbaik penderita yang
bersangkutan.
Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk
mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dpat diperoleh melalui 2 cara :
Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/ perbedaan nilai
Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi
jiwa dan tubuh yang bisa ditambahkan dalam berbagai rutinitas guna
mendapatkan efek relaks. Praktik jangka panjang dari latihan pernapasan dalam
akan memperbaiki kesehatan. Bernapas pelan adalah bentuk paling sehat dari
Tujuan nafas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan dari teknik
penderita asma pada dasarnya menitik beratkan pada latihan pernapasan yang
bertujuan untuk:
trapezius.
kesehatan yang diharapkan bisa mengefektifkan semua organ dalam tubuh secara
optimal dengan olah napas dan olah fisik secara teratur, sehingga hasil
lebih besar dan berguna untuk menangkal penyakit (Wisnu Wardoyo, 2003).
2.5 KERANGKA KONSEP.
Non Farmakologi:
Pencegahan Asma Bronkhial
Teknik pernafasan yang benar
(DeepBreathing Exercise, yoga,
dan senam Asma)
: Diteliti