Anda di halaman 1dari 7

Antara Kobudo & Karate

Harus diakui bahwa Okinawa (Ryukyu)


mempunyai keindahan baik alam dan budaya. Tidak
mengherankan jika Okinawa menjadi aset unggulan Jepang
yang terus dipelihara. Jika ingin berkunjung ke Jepang tidak
salah jika Okinawa dijadikan prioritas. Sebagai tempat asal
karate, Okinawa ternyata juga mempunyai sisi lain dalam
dunia bela diri. Dari pulau kecil itu ternyata ada bela diri lain
disamping karate yaitu kobudo (atau sebelumnya kobutsu).
Kobudo berlawanan dengan karate karena menggunakan
beragam senjata. Istilah “kobu” dapat ditafsirkan kuno atau
lama. Tidak mengherankan karena kobudo memang
mempunyai sejarah yang justru lebih tua daripada karate.
Meskipun menyandang makna “kuno” bukan berarti kobudo
ketinggalan jaman. Sebaliknya, kobudo tetap dipertahankan
hingga kini sebagai warisan leluhur. Sayangnya sejarah
pasti kobudo sulit diungkap karena banyak fakta yang
hilang. Apalagi banyak dokumen yang berhubungan telah
hancur dalam Perang Dunia II. Meskipun dari arti namanya
saling bertolak belakang, antara kobudo dan karate ternyata
masih berhubungan erat.
Sekitar abad ke-12 penguasa lokal yang disebut Aji
menjalankan kekuasaannya dari benteng yang berdiri di
atas tanah kekuasaan mereka (gusuku). Di kemudian hari
pemerintahannya ternyata mengalami perpecahan hingga
Ryukyu terbagi menjadi tiga kerajaan yang independen.
Ketiganya ingin menunjukkan dominasinya dengan saling
menyerang dan berusaha menaklukkan satu sama lain. Saat
itu mereka menggunakan senjata dan bela diri meski
dengan gaya teknik yang tidak sekompleks sekarang. Dalam
persenjataan mereka telah menggunakan senjata tradisional
seperti bo (tongkat) dan alat pertanian dari logam yang
telah dimodifikasi.

Tahun 1429 Ryukyu memasuki pemerintahan Raja Sho


Hashi dan mengalami perubahan besar. Raja Sho merasa
bahwa perang lagi tidak berguna dan hanya berakibat
perpecahan. Selanjutnya muncul inisiatif darinya untuk
menyatukan ketiga kerajaan itu dalam satu pemerintahan
yang independen (unifikasi). Tentu saja upaya itu tidak
mudah karena Raja Sho harus memerangi kedua penguasa
lainnya yang jelas-jelas menolak. Setelah berhasil
mengalahkan kedua pesaingnya, Raja Sho akhirnya berhasil
menyatukan seluruh wilayah Ryukyu. Setelah kekuasaan
Raja Sho Hashi berakhir, cita-cita itu diteruskan oleh
keturunannya yaitu Sho Shin. Sebagai dukungan unifikasi
dibuatlah kebijakan anti perang berupa undang-undang.
Pada pokoknya kebijakan itu melarang penduduk untuk
menyimpan dan menggunakan senjata untuk perang.
Sebagai realisasinya seluruh senjata kemudian disita dari
penduduk setempat dan dikumpulkan di satu gudang yang
konon bersebelahan dengan istana Shuri.

Berakhirnya perang dan adanya undang-undang membuat


Ryukyu memasuki masa damai. Banyak penduduk yang
kemudian beralih pekerjaan menjadi pedagang karena
Dinasti Sho membuka pintu lebar-lebar untuk pendatang
dari luar. Hasilnya terjadilah pertukaran kebudayaan yang
dipercaya mempengaruhi cikal bakal kemunculan karate dan
kobudo dengan teknik yang lebih sistematis. Karena
menggunakan kapal sebagai media transportasi, penduduk
Ryukyu harus mempersenjatai diri dari serangan perompak
Jepang. Meski dilarang Dinasti Sho, banyak yang percaya
bahwa kobudo sebenarnya masih dilatih meski tidak dalam
dojo resmi. Pendapat itu berasal dari teknik dan senjata
tradisional Cina yang kemudian diadaptasi oleh masyarakat
setempat.

Sejarah mencatat perubahan besar dalam kobudo dan


karate terjadi setelah Ryukyu dijajah oleh kelompok
Satsuma tahun 1609. Akibat tidak mempunyai senjata yang
memadai lagi, penduduk Ryukyu hanya mengandalkan
peralatan seadanya yaitu alat pertanian dan tempurung
kura-kura sebagai perisai. Tentu saja benda-benda itu tidak
cukup melawan pasukan samurai berkuda yang
dipersenjatai pedang. Akhirnya Ryukyu berhasil dikuasai
samurai penjajah itu dan aturan larangan menggunakan
senjata kembali dilanjutkan. Penduduk setempat kemudian
mulai mengembangkan bela diri tangan kosong yang
berguna sebagai upaya pertahanan diri. Sejak saat itulah
awal karate sebagai bela diri alternatif mulai dikembangkan.
Meski demikian seluruh latihan bela diri baik tangan kosong
atau senjata sebenarnya masih dilatih meski rahasia.
Selama 300 tahun penduduk Ryukyu masih mewariskan ke
generasi berikutnya meski tanpa ada dokumen atau
keterangan yang menjelaskannya.

Karate dan kobudo akhirnya berhasil muncul ke permukaan


setelah Jepang memasuki Restorasi Meiji. Kedua bela diri itu
akhirnya dimasukkan dalam salah satu pelajaran di sekolah.
Pemerintah Ryukyu menganggapnya sebagai aset penting
yang harus dipertahankan. Melalui latihan yang melelahkan,
ternyata kedua bela diri tradisional itu mampu memberikan
kontribusi besar baik fisik dan mental seseorang. Lebih jauh
pemerintah Ryukyu yakin bahwa bela diri dapat membentuk
karakter seseorang hingga mereka dapat memberikan
tanggung jawab sosial yang baik. Tidak heran jika karate
dan kobudo dianggap memberikan inspirasi besar ke seluruh
dunia hingga kini.

Setelah Ryukyu menjadi bagian Jepang dan berganti nama


menjadi Prefektur Okinawa, makin membuka jalan untuk
karate dan kobudo memasuki Jepang. Hal itu baru terjadi
setelah tahun 1917 pemerintah Jepang mengundang wakil
Okinawa untuk memberikan sumbangan demonstrasi bela
diri di Kyoto. Pemerintah Okinawa menanggapi hal itu
dengan positif dan mencari orang terbaik untuk pantas
sebagai wakilnya. Setelah melalui berbagai pertimbangan,
ditunjuk dua orang dari disiplin bela diri yang berbeda, yaitu
Gichin Funakoshi (karate) dan Shinko Matayoshi (kobudo).
Funakoshi dipilih sebagai wakil karena selain mahir karate
juga terpelajar. Sedangkan Matayoshi dipilih karena
menguasai banyak teknik senjata hasil berlatih di Cina.
Keduanya dianggap sebagai dua nama terbaik dalam bela
diri Okinawa era moderen.

Shinko Matayoshi (1888-1947) dianggap


sebagai salah satu nama terbaik dalam dunia kobudo
Okinawa moderen. Matayoshi lahir di Naha dalam keluarga
yang terpandang dan telah berlatih kobujutsu sejak usia
remaja. Saat usianya menginjak 22 tahun, dirinya pergi ke
Manchuria melalui utara Jepang dan bergabung dengan
gerombolan penjahat berkuda hanya untuk belajar teknik
senjata mereka. Hasilnya teknik berkuda dan memanah
Matayoshi berbeda dengan gaya Okinawa umumnya.
Setelah itu Matayoshi melanjutkan perjalanannya ke Fuchow
dan Shanghai untuk belajar tinju Shaolin, akupuntur dan
pengobatan herbal. Setelah belajar pada banyak ahli,
Matayoshi kemudian menggabungkan seluruh teknik dan
pengalamannya dalam satu silabus. Adalah Shinpo
Matayoshi (1922-1997) yang kemudian mendirikan Zen
Okinawa Kobudo Renmei tahun 1970. Organisasi ini
dianggap sebagai salah satu organisasi pioner dalam kobudo
Okinawa, karena bermaksud menyatukan seluruh praktisi
kobudo dan menjaga tradisi di dalamnya.
Foto Funakoshi yang
berlatih kobudo ini makin menegaskan bahwa dirinya juga
menguasai tenik senjata disamping karate. Sayangnya
teknik kobudo dari Funakoshi tidak banyak yang
mempelajarinya.

Kobudo moderen menggunakan kuda-kuda dan pergerakan


yang mirip dengan karate. Selain itu beberapa teknik
kobudo juga ada dalam karate seperti tai sabaki
(pergeseran badan), gerak tipu diikuti serangan dan
gerakan menyerang bertahan yang bergantian. Kobudo juga
menggunakan metode latihan satu macam senjata hingga
berulang kali (bahkan ratusan hingga ribuan) sehingga mirip
dengan latihan kihon atau kata dalam karate. Sebelum
masuk ke Jepang kobudo hanya menggunakan senjata
tradisional Okinawa dan beberapa diantaranya juga adaptasi
dari Cina. Setelah kobudo diperkenalkan di Jepang beberapa
senjata tradisional samurai seperti katana, naginata, yari
(tombak), yumi dan ya (busur dan panah) juga dimasukkan.
Agar tidak membingungkan, sistemnya kemudian disebut
dengan Ryukyu Kobudo atau Okinawa Kobudo.

Saat ini kebanyakan aliran karate di Okinawa masih


mempertahankan kobudo disamping latihan kihon, kumite
dan kata. Diantaranya adalah Shorin-ryu yang menjadi
salah satu gaya karate yang dipelajari Funakoshi.
Sebaliknya, 4 besar karate Jepang (kecuali Shito-ryu)
tampaknya sudah banyak yang meninggalkannya. Meski
demikian, ada juga praktisi karate Jepang moderen yang
berlatih kobudo meski hanya pilihan yang tidak wajib.
Contohnya adalah Hirokazu Kanazawa (pendiri SKIF) yang
mengajari senjata (semisal nunchaku) pada beberapa
muridnya yang senior.

Anda mungkin juga menyukai