Peningkatan Kompetensi Dasar Mahasiswa Calon Guru SD pada Mata Kuliah Pendidikan
Matematika dengan Model Pembelajaran Inovatif
Andri Anugrahana
D E WA N R E DA K S I
Pemimpin Redaksi
Dr. Anton Haryono, M.Hum.
Ketua LPPM Universitas Sanata Dharma
Sekretaris Redaksi
Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum.
Kepala Pusat Penerbitan dan Bookshop Universitas Sanata Dharma
Alamat Redaksi dan Administras Gedung LPPM Universitas Sanata Dharma, Mrican, Tromol Pos 29,
Yogyakarta 55002, Telepon: (0274) 513301, 515352, ext. 1527, Fax: (0274) 562383. Homepage: http://
www.usd.ac.id/lembaga/lppm/. E-mail: lemlit@usd.ac.id
Redaksi menerima naskah ringkasan laporan hasil penelitian baik yang berbahasa Indonesia maupun yang
berbahasa Inggris. Naskah harus ditulis sesuai dengan format di Jurnal Penelitian seperti tercantum pada
halaman belakang bagian “Ketentuan Penulisan Artikel Jurnal Penelitian” dan harus diterima oleh Redaksi
paling lambat dua bulan sebelum terbit.
JURNAL PENELITIAN
EDISI KHUSUS PGSD
ISSN 1410-5071
Volume 20, Nomor 2, Desember 2016, hlm. 103-191
DAFTAR ISI
iii
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016
iv
KATA PENGANTAR
Redaksi Jur nal LPP dengan bangga dalam K. 13. Hasil penelitian Limiansih ini menunjukkan
mempersembahkan Edisi Khusus Jurnal LPPM bahwa dalam buku siswa ternyata tidak ada tugas/
Volume 20 Nomor 2 yang memuat tulisan-tulisan para perintah/petunjuk yang mengarahkan siswa untuk
dosen PGSD Universitas Sanata Dharma. Ada dua mengajukan pertanyaan yang dapat dijawab dengan
urgensi kami menerbitkan edisi khusus ini. Pertama, suatu penelitian yang dapat siswa lakukan, mengajukan
produksi ilmu pengetahuan melalui penelitian dan pertanyaan tentang kemungkinan yang terjadi pada
publikasi di USD beberapa waktu terakhir ini sangat suatu objek jika diberi perlakuan tertentu, serta
banyak. Jika karya-karya dari satu program studi, mendiskusikan dan memikirkan cara menjawab
misalnya Prodi PGSD, mendominasi terbitan Jurnal pertanyaan yang mereka ajukan. Saran akademis yang
LPPM, terasa kurang merata. Kedua, karya-karya diusulkan Limiansih adalah perlu langkah-langkah
penelitian dosen Prodi PGSD memiliki karakteristik tambahan yang dilakukan guru ketika akan menggunakan
khusus yang berkaitan dengan pembinaan anak-anak buku siswa Kurikulum 2013.
usia sekolah dasar. Adanya sebuah jurnal edisi khusus Maria Agustina Amelia mengemukakan hasil
yang memuat karya-karya khusus ini tentu akan kajiannya berjudul “Analisis Soal Tes Hasil Belajar High
disambut dan diapresiasi oleh stakeholders pendidikan Order Thinking Skills (Hots) Matematika Materi
guru sekolah dasar. Pecahan untuk Kelas 5 Sekolah Dasar.” Hasil uji
Jurnal ini memuat sepuluh artikel ilmiah ilmiah. reliabilitas soal diperoleh indeks reliabilitas dalam
Ar tikel berjudul “Pengembangan Alat Peraga kriteria “tinggi”. Butirsoal memiliki konsistensi yang
Matematika Berbasis Metode Montessori Papan tinggi dalam mengukur kemampuan peserta didik
Dakon Operasi Bilangan Bulat untuk Siswa SD” ditulis mengenai materi pecahan. Hasil uji daya pembeda pada
oleh sebuah tim peneliti yang terdiri dari Gregoriusari soal terdapat 3 soal yang perlu direvisi karena belum
Ari Nugrahanta, Catur Rismiati, Andri Anugrahana, dan dapat membedakan peserta didik berkemampuan
Irine Kurniastuti. Studi ini berangkat dari sebuah tinggi dengan peserta didik berkemampuan rendah.
keprihatinan yang sangat mendasar, yaitu bahwa 17 soal dapat diterima karena sudah dapat membedakan
kemampuan Matematika siswa Indonesia memerlukan peserta didik berkemampuan tinggi dengan peserta
perhatian yang lebih serius, karena kita menduduki didik berkemampuan rendah. Hasil uji analisis tingkat
peringkat 57 dari 65 negara. Hasil studi mereka kesukaran soal yaitu: 1 soal (5%) memiliki tingkat
menunjukkan bahwa prosedur pengembangan alat kesukaran kategori mudah, 15 soal (75%) memiliki
peragamatematika berbasis metode Montessori tingkat kesukaran kategori sedang dan 4 soal (20%)
untuksiswa Sekolah Dasar dilakukan dengan bertahap yang memiliki tingkat kesukaran kategori sukar. Hasil
dan berlapis-lapis. Prosedur pengembangan dibagi uji pengecoh pada soal secara keseluruhan ada 11
dalam tahap awal, tahap implementasi I, tahap pengecoh tidak berfungsi. Pengecoh disebut tidak
implementasi II, dan tahap akhir. Produk alat peraga berfungsi jika dipilih kurang dari 5% keseluruhan
Matematika berbasis metode Montessori efektif peserta tes. Pengecoh yang tidak berfungsi perlu
digunakan dalam pembelajaran pada siswa-siswa direvisi kembali. Hasil kajian ini tentu menjadi referensi
Sekolah Dasar yang dibuktikan dengan adanya yang penting bagi para guru dalam menyikapi soal-
perbedaan prestasi belajar siswa atas pengguanaan alat soal tes itu dengan kelebihan dan kekurangannya.
peraga Papan Dakon, tingkat kepuasan sisa dan guru Ar tikel berjudul “Persepsi Mahasiswa
yang berada pada level cukup puas dan persepsi guru terhadap Perkuliahan Filsafat Ilmu Pengetahuan
dan siswa yang menunjukkan tendensi favorable atas dengan Pembelajaran Kontekstual-Reflektif Berbasis
alat peraga yang ada. Pedagogi Ignasian” yang ditulis oleh Paulus Wahana
Artikel yang ditulis Kintan Limiansih berjudul memperlihatkan tahap-tahap pemahaman dan
“Analisis Buku: Ragam Kegiatan Menanya di Buku apresiasi mahasiswa terhadap perkuliahan Filsafat
Siswa Kelas 1,2,4, dan 5 Kurikulum 2013” bertujuan Ilmu Pengetahuan. Studi ini memperlihatkan bahwa
mengetahui ragam kegiatan menanya di buku siswa pada awal kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan ternyata
v
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016
mahasiswa sebenarnya sudah tertarik mengikuti masalah, (2) pengumpulan data, (3) desainproduk, (4)
perkuliahan Filsafat Ilmu Pengetahuan, meskipun validasi desain, (5) revisi desain. Sebaiknya penelitian
belum mengetahui manfaat mata kuliah ini. Setelah dan pengembangan tes hasil belajar matematika
menjalaninya, mahasiswa umumnya beranggapan menurut teori Borg dan Gall dilanjutkan minimal
bahwa Kuliah Filsafat Ilmu menarik dan bermanfaat, hingga langkah ketujuh agar dapat diketahui kualitas
karenaternyata tidak terlalu sulit seperti diduga teshasil belajar yang disusun berkaitan dengan
sebelumnya. Pada akhirnya muncul persepsi positif validitas secara empiris, reliabilitas, daya beda, tingkat
mahasiswa, bahwa Perkuliahan Filsafat Ilmu kesukaran dan analisis pengecoh.
Pengetahuan ternyata dapat meningkatkan pemahaman Theresia Yunia Setyawan mengemukakan hasil
mahasiswa tentang materi pokok perkuliahan, yaitu kajiannya dalam artikel “Pengembangan Rencana
kegiatan berpikir, pengetahuan, maupun ilmu Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Yang Mengintegrasikan
pengetahuan. Edubuntu”. Edubuntu merupakan salah satu free/
Tim peneliti yang terdiri dari Paulus Yuli Suseno, opensource software (FOSS) yang paling banyak
Eny Winarti, dan Wahyu Wido Sari mengemukakan hasil digunakan dalam dunia pendidikan dewasa ini. Bagi
kajian mereka dalam artikel berjudul “Pengembangan Yunia Setyawan, penggunaan sistem operasi open
Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian source Edubuntu bisa menjadi salah satu alternatif
Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk menjawab tantangan ini karena selain mudah
untuk Siswa Kelas III B SD N Jetis 1 Yogyakarta”. digunakan, sistem operasi ini juga bebas biaya. Selain
Kajian tim ini menghasilkan kesimpulan sebagai itu, Edubuntu juga memiliki program-program yang
berikut. Proses pengembangan Materi Pendidikan lengkap yang bisa digunakan mulai dari tingkat
Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan untuk pendidikan dasar sampai tingkat pendidikan tinggi.
Siswakelas III B SD N Jetis 1 Yogyakarta dilakukan Pesatnya kemajuan zaman dan cepatnya ar us
berdasarkan 2 langkah pengembangan materi globalisasi memang membutuhkan pengintegrasian
menur ut Tomlinson (Harsono, 2015) yaitu (1) teknologi dalam pembelajaran.
menganalisis kebutuhan siswa melalui kegiatan Ar tikel “Efektivitas Penerapan Model
observasi dan wawancara bersama siswa kelas III B, Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Mata
guru, dankepala sekolah, serta (2) mendesain materi Pelajaran IPS SD” yang ditulis Adimassana dan
berdasarkan 10 prinsip pengembangan materi Rusmawan mengemukakan tiga kesimpulan sebagai
menurut Tomlinson (2005). Hasil validasi materi oleh berikut. 1) Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dua ahli dan dua orang guru kelas memperoleh I efektif ditinjau dari prestasi belajar IPS; (2) Model
skor rata-rata 3,54 sehingga materi dikategorikan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II efektif ditinjau
“sangat layak”, sedangkan berdasarkan hasil dari prestasi belajar IPS; dan (3) Model pembelajaran
validasidari 4 siswa kelas III B yang menjadi validator, kooperatif tipe jigsaw I lebih efektif dibandingkan tipe
dapat disimpulkan bahwa panduan eksperimen jigsaw II ditinjau dari prestasi belajar IPS. Berdasarkan
yang dikembangkan sudah memenuhi 10 prinsip temuan tersebut, kedua peneliti ini menyarankan agar
pengembangan materi menurut Tomlinson. paraguru IPS, kepala sekolah dan instansi yang terkait
Ar tikel “Pengembangan Tes Hasil Belajar diharapkan untuk menambah wawasan mengenai
Matematika Materi Menyelesaikan Masalah Yang penerapan model pembelajaran kooperatif di kelas
Berkaitan Dengan Waktu, Jarak dan Kecepatan untuk khususnya model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
Siswa Kelas V” yang ditulis oleh Puji Purnomo dan I dengan tipe jigsaw II melalui berbagai penataran,
Maria Sekar Palupi mengemukakan bahwa produk tes pelatihan dan sejenisnya.
hasil belajar matematika materi pengukuran yang Selanjutnya artikel yang ditulis oleh Andri
meliputi waktu, jarak, dan kecepatan untuk siswa Anugrahana berjudul “Peningkatan Kompetensi
kelas V sekolah dasar seharusnya dikembangkan Dasar Mahasiswa Calon Guru SD pada Mata Kuliah
berdasarkan prosedur penelitian dan pengembangan Pendidikan Matematika dengan Model Pembelajaran
Borg dan Gall. Terdapat 10 langkah dalam prosedur Inovatif” berangkat dari keprihatinan bahwa “matematika
penelitian dan pengembangan Borgdan Gall, namun masih dianggap sebagai matakuliah yang sulit” oleh
dalam penelitian dan pengembangan ini hanya beberapa mahasiswa. Anugrahana berkesimpulan
dilakukan hingga langkah ke 5 yaitu (1) potensidan bahwa jika kompetensi dasar yang dikembangkan
vi
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016
dalam mendidikan calon guru SD adalah kompeten 2 mahasiswa PGSD Universitas Sanata Dharma.
pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial Kelima langkah yang diajukannnya sebagai berikut. 1)
dan kompetensi kepribadian, maka mata kuliah Fase informasi, dosen memberikan informasi dengan
pendidikan matematika dapat membantu mahasiswa tanya jawab ringan; 2) Fase orientasi terarah, dosen
merncang pembelajaran matematika yang baik. dan mahasiswa melakukan eksplorasi topik materi; 3)
Akhirnya Christiyanti Aprinastuti menutup Fase uraian, mahasiswa membagikan pengalaman yang
rangkaian tulisan di jurnal ini dengan artikel berujudul sesuai dengan topi; 4) Fase orientasi bebas, dosen
“Pengembangan Model Pembelajaran Geometri membuat lembar tugas untuk mahasiswa; dan 5) Fase
Berdasarkan Teori Van Hiele pada Mata Kuliah integrasi, mahasiswa membuat kesimpulan dari
Matematika 2 Mahasiswa PGSD USD”. Tulisan yang informasi dan hasil diskusi dalam topik materi.
sekali lagi memfokuskan perhatiannya pada persoalan Demikian kesepuluh artikel ilmiah –tulisan para
matematika ini mencoba mengupas persoalan geometri dosen PGSD Universitas Sanata Dharma yang
yang merupakan kajian dalam Matematika yang disajikan dalam edisi khusus ini. Kami berharap para
berhubungan dengan logika keruangan seseorang. stakeholders di bidang pendidikan dasar dapat
Aprinastuti, setelah mengungkap pentingnya memperoleh manfaat yang besar dari hasil kajian para
persoalan geometri dalam memahami matematika pakar di bidang pendidikan sekolah dasar ini.
memberikan lima langkah pengembangan model
pembelajaran berdasarkan teori van Hiele untuk Selamat membaca!
pembelajaran geometri pada mata kuliah Matematika
vii
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA
BERBASIS METODE MONTESSORI PAPAN DAKON
OPERASI BILANGAN BULAT UNTUK SISWA SD
Gregoriusari Ari Nugrahanta, Catur Rismiati,
Andri Anugrahana, dan Irine Kurniastuti
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Sanata Dharma
Alamat korespondensi: Jl. Affandi Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta 55022
Email: gregoriusari@gmail.com; ematuris@gmail.com;
andrianugrahana@gmail.com; irine.kurnia@gmail.com
ABSTRACT
The purpose of this research was to develop and validate a learning media called “Papan Dakon”
for integer operations based on Montessori method for elementary school students especially for the
fourth graders. This research was conducted through a collaboration of four researches: research
and development (R&D), quasi-experiment, survey, and qualitative research. The subject of this
research was approximately 53 students and one teacher from two schools in Yogyakarta. The result
showed that 1) the process of developing learning media ran gradually, step 1 was to develop eight
learning media based on Montessori methods, and step 2 was to validate the media, and the last
step was revision of the product; 2) the learning media were effective. It showed from the improvement
of students’ learning achievement, the satisfaction level of the students and their teacher in “enough
satisfy” category, and the relatively positive perception of the users toward the learning meadia
“Papan Dakon”. Recomendattion for the future research included determining the exact number of
the students who would be involved in experiemntal study, providing sistematic and organized
schedule, considering the production capacity, and adding the number of schools in the try out
phase in order to increase the number of product users.
Keyword: learning media, Montessori, papan dakon, satisfaction, perception.
103
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 103-116
anak. Pembentukan pengetahuan menurut teori sebaya, pentingnya konteks dalam pembelajaran,
konstruktivistik memandang anak aktif menciptakan pentingnya gaya interaksi autoritatif dari orang
struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan dewasa, dan pentingnya keteraturan dan kerapian
lingkungan. Penekanan belajar siswa secara aktif dan lingkungan belajar.
mandiri inilah yang perlu dikembangkan (Ültanýr, Montessori menggunakan metode eksperimental
2012). Untuk itu dibutuhkan sebuah lingkungan yang dalam mengembangkan pembelajaran dan alat-alat
memfasilitasi kebutuhan anak dalam mengembangkan peraga yang digunakan secara intensif selama dua
proses kognisinya secara mandiri. tahun di Casa dei Bambini (Rumah Anak-anak) yang
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan didirikannya pada tahun 1907 di Roma. Alat peraga
sumbangan penelitian yang berguna untuk Montessori adalah material pembelajaran siswa yang
mengembangkan produk alat peraga dan melakukan dirancang secara menarik, bergradasi, memiliki
serangkaian uji coba untuk mengetahui efektivitasnya. kendali kesalahan, dan memungkinkan siswa untuk
Borg dan Gall (1983: 773) mencatat bahwa media belajar secara mandiri tanpa banyak intervensi dari
belajar di Amerika yang sudah diujicobakan terlebih guru (Lillard, 1997: 11).
dahulu di lapangan untuk mengetahui efektivitasnya Montessori mulai dengan membuat alat-alat
adalah kurang dari 1 persen. Bisa diduga bahwa sangat pembelajaran yang dibuat secara paralel dengan
sedikit media pembelajaran di Indonesia yang dibuat modifikasi bentuk dan warna yang berbeda-beda
dengan melalui serangkaian penelitian untuk uji coba untuk satu jenis alat. Jika anak-anak ternyata lebih
di lapangan untuk memastikan efektivitasnya. memilih untuk menggunakan suatu alat peraga,
Penelitian ini dibatasi pada pengembangan Montessori lalu menyingkirkan semua alat peraga
alat peraga Matematika SD berbasis metode paralel yang tidak dipilih anak-anak. Dengan itu
Montessori Papan Dakon untuk materi operasi Montessori mendapatkan alat peraga yang memang
bilangan bulat bagi siswa SD. Penelitian ini memiliki sesuai dengan kecenderungan alamiah anak sendiri.
tujuan utama untuk mengembangkan sebuah produk Dari situ Montessori menemukan benang merah
alat peraga dan menguji efektivitasnya. Oleh karena yang menjadi ciri-ciri alat peraga Montessori. Ciri-
itu, rumusan masalah dari penelitian ini adalah: (1) ciri tersebut adalah sebagai berikut (Montessori,
Bagaimana mengembangkan alat peraga Matematika 2002: 170-176): (a) Menarik, alat peraga harus dibuat
berbasis metode Montessori Papan Dakon untuk menarik agar secara spontan anak-anak ingin
materi operasi bilangan bulat bagi siswa SD dengan menyentuh, meraba, memegang, merasakan, dan
prosedur dari Borg dan Gall (1983) yang telah menggunakannya untuk belajar. Tampilan fisik alat
dimodifikasi? (2) Bagaimana efektivitas produk alat peraga harus mengkombinasikan warna yang cerah
peraga Matematika berbasis metode Montessori dan lembut. (b) Bergradasi, alat peraga har us
Papan Dakon untuk materi operasi bilangan bulat memiliki gradasi rangsangan yang rasional terkait
bagi siswa SD? warna, bentuk, dan usia anak sehingga bukan hanya
alat peraga sebanyak mungkin melibatkan penggunaan
panca indera, tetapi juga alat peraga yang sama bisa
2. LANDASAN TEORI digunakan untuk berbagai usia perkembangan anak
dengan tingkat abstraksi pembentukan konsep-
Metode Montessori mer upakan metode konsep yang semakin kompleks. (c) Auto-correction,
pembelajaran yang dikembangkan oleh Maria alat peraga harus memiliki pengendali kesalahan
Montessori (1870-1952) dengan menggunakan pada alat peraga itu sendiri agar anak dapat mengetahui
konsep belajar sambil bermain untuk anak-anak sendiri apakah aktivitas yang dilakukannya itu benar
(Holt, 2008: xi). Lillard (2005) menyebutkan delapan atau salah tanpa perlu diberi tahu orang lain yang lebih
prinsip yang digunakan dalam metode Montessori, dewasa atau guru. (d) Auto-education, seluruh alat
yaitu pentingnya keleluasaan anak dalam beraktivitas, peraga harus diciptakan agar memungkinkan anak
kemerdekaan anak dalam memilih sendiri apa yang semakin mandiri dalam belajar dan mengembangkan
mau dipelajari, pentingnya minat, pentingnya diri dan meminimalisir campur tangan orang dewasa.
motivasi intrinsik dengan menghapus hadiah dan Dari keempat ciri alat peraga Montessori di atas,
hukuman, pentingnya kolaborasi dengan teman peneliti menambahkan satu ciri lagi yaitu
104
G. Ari Nugrahanta, C. Rismiati, A. Anugrahana, & I. Kurniastuti, Pengembangan Alat Peraga ....
kontekstual. Montessori mengembangkan sistem as well as the areas to be improved and enhance
pembelajarannya dengan alat-alat peraga yang students’ learning experience” (2010:5). Secara
diciptakan dengan material apa adanya di lingkungan khusus, Rowley (2003) mengidentifikasi empat
sekitar. alasan utama pentingnya feedback dari para siswa:
Penelitian ini mengukur tingkat kepuasan
guru dan siswa dalam menggunakan alat peraga “to provide auditable evidence that
Montessori Papan Dakon. Kepuasan atau satisfaction students have had the opportunity to
berasal dari Bahasa Latin, yaitu satis yang berarti make comments on their courses and
enough atau cukup, dan facere yang berarti to do atau that such information is used to bring
melakukan. Jadi, kepuasan ar tinya kemampuan about improvements, to encourage
suatu barang atau jasa untuk dapat memberikan students to reflect on their learning, to
sesuatu yang dicari oleh pengguna sampai pada allow institutions to benchmark and to
tingkat cukup. Kepuasan adalah tingkat perasaan provide indicators that will contribute to
seseorang setelah membandingkan antara yang the reputation of the university in the
diterima dan yang diharapkan (Umar, 1997: 65). Dari marketplace, and to provide students
hal ini terlihat bahwa yang penting adalah persepsi with an opportunity to express their level
dan bukan aktual. Jadi, bisa terjadi bahwa secara of satisfaction with their academic
aktual, produk mempunyai potensi untuk memenuhi experience” (2003: 143).
harapan pengguna, tetapi ternyata hasil dari persepsi
pengguna berbeda dengan yang diinginkan oleh Persepsi mer upakan hal penting dalam
produsen. pembentukan kepuasan. Oleh karena itu perlu juga
Subjektivitas atas kepuasan ini dapat diartikan menilik persepsi seseorang terhadap produk yang
bahwa kepuasan pengguna barang atau jasa bersifat dihasilkan. Persepsi adalah tanggapan (penerimaan)
dinamis dari waktu ke waktu dalam ar ti bahwa langsung dari sesuatu (KBBI, 2008). Kegiatan
harapan orang tidak selalu tetap sepanjang waktu. penafsiran atas suatu objek atau pengalaman yang
Oleh karena itu, mengetahui harapan pengguna akan sama dapat berbeda antara satu orang dan yang
suatu produk menjadi penting untuk diperhatikan. lainnya. Hal ini dapat terjadi akibat perbedaan
Kotler, dkk. (Tjiptono & Diana, 2003) mengidentifikasi pengetahuan (Suharnan, 2005), kebutuhan, dan
empat metode untuk mengukur kepuasan pengguna pengalaman masa lalu (Rakhmat, 2003). Selain itu
barang dan jasa yaitu: sistem keluhan dan saran, juga dipengaruhi oleh faktor dari diri individu antara
ghost shooping (mystery shooping), lost customer lain: perasaan, prasangka, keinginan atau harapan,
analysis, dan sur vei kepuasan pelanggan. Dalam perhatian (fokus), proses belajar, minat, dan motivasi
konteks penelitian untuk mengetahui tingkat (Thoha, 1996).
kepuasan atas media pembelajaran Matematika Dalam konteks penelitian ini, pembelajaran
berbasis Montessori ini, metode yang akan matematika dilakukan dengan menggunakan alat
digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan peraga Montessori yang relatif baru baik bagi siswa
pengguna adalah dengan survei kepuasan pengguna. maupun bagi gur u. Persepsi siswa dan gur u
Pemilihan metode ini didasarkan pada karakteristik terhadap media pembelajaran Montessori dapat
produk yang masih dalam tataran uji coba dan belum diperlihatkan dari respon siswa dan guru setelah
mer upakan produk komersial sehingga belum diimplementasikan pembelajaran dengan media
memungkinkan pelaksanaan ghost shoppers, lost Montessori dalam pelajaran matematika. Pemaknaan
customer analysis maupun sistem keluhan dan saran. yang dimunculkan dari siswa atau guru diungkap
Pengguna media, dalam hal ini guru dan siswa, dengan metode wawancara kemudian data yang
diminta untuk mengevaluasi setiap pernyataan didapatkan di-crosscheck dengan data observasi.
seputar persepsi dan harapan mereka atas media Penelitian tentang metode Montesori telah
yang mereka gunakan. Toth, Jonas, Berces dan dilakukan oleh Lillard dan Else-Quest (2006) yang
Bedzsula (2010) mengungkapkan bahwa “student membandingkan kemampuan akademis dan sosial
satisfaction surveys can be regarded as a more dari sekolah yang menggunakan metode Montessori
comprehensive tool to identify institutional strengths dan 27 sekolah negeri dan 12 swasta yang menerapkan
105
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 103-116
program-program khusus seper ti kurikulum yang dikembangkan oleh Borg dan Gall (1983: 775)
akselerasi, pendalaman bahasa, seni, dan penggunaan dan menyederhanakannya menjadi 8 langkah, yaitu
metode penemuan di lingkungan kaum pinggiran a) analisis kebutuhan dengan mengumpulkan
dan minoritas di Milwaukee, Wisconsin. Sampel informasi terkait literatur yang relevan, materi
adalah anak-anak usia 5 tahun dan usia 12 tahun dari pembelajaran, media pembelajaran, dan kesesuaian
kedua kelompok yang dibandingkan. Hasil penelitian dengan usia siswa; b) perencanaan dengan kegiatan
menunjukkan bahwa anak-anak sekolah Montessori meliputi per umusan kompetensi, sasaran,
mencapai skor yang jauh lebih tinggi dengan tingkat langkah-langkah kegiatan, dan simulasi kelayakan;
agresifitasnya yang jauh lebih rendah dibandingkan c) perancangan prototype produk yang meliputi
dengan kelompok non Montessori. Hasil penelitian perancangan media pembelajaran, album pembelajaran,
dari Rathunde (2003) menunjukkan bahwa anak- pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasinya; d) uji
anak di sekolah Montessori memiliki motivasi, coba terbatas yang meliputi validasi ahli pembelajaran
kualitas pengalaman, dan konteks sosial yang Matematika, ahli media pembelajaran, guru-guru di
jauh lebih baik dibandingkan sekolah dengan SD mitra, dan pengujian produk pada 4-6 siswa
metode biasa. Manner (2007) juga membandingkan lamban belajar di SD Kl yang diikuti dengan analisis
prestasi akademis dalam kemampuan membaca data yang diperoleh dari interview, observasi, dan
dan kemampuan matematika antara sekolah kuesioner yang dilakukan; e) revisi produk
Montessori dan sekolah biasa dengan menggunakan berdasarkan masukan yang diperoleh dari uji coba
instrumen tes Standford dalam periode tiga tahun. terbatas; f) uji coba produk dengan menggunakan
Penelitiannya menunjukkan bahwa pada tahun tiga jenis metode penelitian lain di SD Ke, yaitu
pertama anak-anak sekolah Montessori dan sekolah metode penelitian kuasi eksperimental dengan
biasa mencapai skor Standford yang sama. menggunakan 24 siswa sebagai kelompok eksperimen
Perbedaan yang signifikan mulai muncul di tahun dan 24 siswa sebagai kelompok kontrol untuk
kedua. Pada tahun ketiga sekolah Montessori mengetahui efektivitas produk, metode penelitian
memperlihatkan kemampuan yang sangat unggul kuantitatif sur vei untuk mengetahui tingkat
dibandingkan sekolah biasa. kepuasan satu orang guru dan 48 siswa terhadap
alat peraga dan metode penelitian kualitatif untuk
mengetahui persepsi satu guru dan 3 siswa, dan g)
3. METODOLOGI PENELITIAN revisi produk akhir berdasarkan masukan-masukan
yang diperoleh dari langkah ke-6; dan h) diseminasi
Jenis penelitian ini adalah penelitian hasil penelitian.
pengembangan (research and development). Teknik pengumpulan data yang digunakan
Penelitian pengembangan merupakan suatu proses dalam penelitian ini adalah kuesioner, tes dan
yang digunakan untuk mengembangkan dan triangulasi. Kuesioner digunakan untuk mengetahui
memvalidasi produk pendidikan (Borg & Gall, 1983: kualitas alat peraga menurut para ahli pada proses
772). Produk yang dikembangkan dalam penelitian validasi produk dan untuk mengetahui tingkat
ini adalah media pembelajaran matematika Papan kepuasan gur u dan siswa. Kuesioner disusun
Dakon untuk operasi bilangan bulat dan albumnya berdasarkan karakteristik-karakteristik media
untuk siswa-siswa SD kelas IV dengan menggunakan pembelajaran berbasis Montessori seperti yang telah
prinsip-prinsip pengembangan media pembelajaran disebutkan pada bagian terdahulu yaitu menarik,
berbasis metode Montessori. Penelitian ini bergradasi, auto correction, auto education dan
mengelaborasi empat jenis penelitian yaitu: penelitian kontekstual. Penelitian sur vei tingkat kepuasan
pengembangan untuk mengembangkan produk, menambahkan indikator life atau durability dan
penelitian kuasi eksperimental untuk mengetahui workmanship atau kualitas pengerjaan sebagai
pengaruh penggunaan produk, penelitian kuantitatif karakteristik dari produk baru secara umum. Tes
survei untuk mengetahui tingkat kepuasan siswa dan dilakukan dalam bentuk pretest dan posttest pada
guru, dan penelitian kualitatif untuk mengetahui kelompok kontrol dan kelompok eksperimen untuk
persepsi siswa dan guru terhadap produk. mengetahui pengaruh alat peraga terhadap prestasi
Langkah pengembangan produk yang digunakan belajar siswa. Triangulasi memadukan teknik
dalam penelitian ini mengadaptasi langkah-langkah observasi saat alat peraga digunakan oleh para siswa
106
G. Ari Nugrahanta, C. Rismiati, A. Anugrahana, & I. Kurniastuti, Pengembangan Alat Peraga ....
di kelas; wawancara terhadap siswa, dan guru; dan tidak penting dan sangat tidak puas (C), atau sangat
dokumentasi dengan menganalisis dokumen dari tidak penting dan sangat puas (D). Hasil dari
proses pembelajaran. pemetaan matrik ini adalah rekomendasi atas produk
Teknik analisis data yang digunakan dalam media pembelajaran yang dievaluasi.
penelitian ini disesuaikan dengan setiap tahapan
penelitian dan jenis data yang ada.
b. Uji pengaruh terhadap prestasi belajar Gambar 1. Matriks Analisis Importance Performance
Teknik analisis data untuk mengetahui
pengaruh penggunaan alat peraga yang dihasilkan
dengan statistik inferensial.
c. Tingkat kepuasan siswa dan guru terhadap d. Persepsi siswa dan guru terhadap alat peraga
alat peraga Teknik analisis data dilakukan melalui tiga
Teknik analisis data yang akan digunakan tahap, yaitu tahap pengodean, tahap analisis tematik,
dalam penelitian ini menggunakan framework dan tahap interpretasi (Poerwandari, 1998).
dari Douglas, Douglas dan Barnes (2006) yang
menggunakan Impor tance Per formance Analysis
(IPA) atau “quadrant analysis”. Analisis kuadran 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
merupakan teknik grafis yang digunakan untuk
menganalis hasil evaluasi tingkat kepentingan dan 4.1 Hasil Penelitian untuk Rumusan
tingkat kepuasan. Gambar 1 menunjukkan gambaran Masalah I
matrik dari kepuasan siswa atas karakteristik media Rumusan masalah I penelitian ini adalah
pembelajaran yang dievaluasi. Respon pengguna “Bagaimana prosedur pengembangan alat peraga
(siswa dan guru) bisa berada pada salah satu dari Matematika berbasis metode Montessori untuk
empat area, sangat penting dan sangat puas (B), siswa Sekolah Dasar?” Prosedur pengembangan
sangat penting dan sangat tidak puas (A), sangat yang digunakan dalam penelitian ini bisa dibagi
107
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 103-116
dalam 3 tahap, yaitu tahap awal, tahap implementasi, mencari solusi terhadap permasalahan pendidikan
dan tahap akhir. Tahap awal dimulai dengan identifikasi di Indonesia. Untuk membantu mencari solusi
permasalahan dan tujuan, identifikasi ruang lingkup terhadap problem pembelajaran di kelas, perlu
penelitian, dan merancang desain penelitian secara diketahui kekhasan usia anak SD. Jean Piaget
keselur uhan. Tahap implementasi terdiri dari (Hergenhahn, 2009) menyatakan bahwa anak usia
implementasi tahap I dan II. 7-12 tahun ada dalam tahap perkembangan operasional
Sebagaimana sudah disampaikan pada bagian konkret. Pada tahap ini anak mengembangkan
terdahulu, masalah yang teridentifikasi dalam kemampuan untuk mengonservasi, mengelompokkan,
pembelajaran matematika secara umum adalah mengur utkan, dan memproses konsep angka
rendahnya prestasi belajar siswa Indonesia terutama melalui kejadian konkret. Anak dapat
dibandingkan dengan negara-nagara lain. Terobosan memecahkan masalah yang agak kompleks asalkan
inovatif pembelajaran sangat diperlukan untuk masalah tersebut masih konkret bisa dioperasikan
Gambar 2. Tahapan Pengembangan Alat Peraga Papan Dakon Operasi Bilangan Bulat
108
G. Ari Nugrahanta, C. Rismiati, A. Anugrahana, & I. Kurniastuti, Pengembangan Alat Peraga ....
secara riil. Dari sini sangatlah penting menggunakan Tahap akhir merupakan analisis terhadap
aktivitas konkret dalam pembelajaran dan alat peraga setiap hasil penelitian bagian. Hasil analisis digunakan
memainkan peran sentral. Pemahaman ini menjadi untuk melakukan revisi terhadap produk yang
titik pijak bagi penelitian dengan tujuan untuk dihasilkan. Revisi produk dilakukan terhadap alat
mengembangkan alat peraga melalui serangkaian peraga, kartu-kartu latihan, dan album pembelajaran
langkah penelitian yang terarah dan terukur. untuk menghasilkan produk final yang sudah melalui
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan, serangkaian uji coba.
ruang lingkup penelitian diidentifikasikan pada
pengembangan alat peraga matematika berbasis 4.2 Hasil Penelitian untuk Rumusan
metode Montessori Papan Dakon untuk operasi Masalah II
bilangan bulat bagi siswa kelas IV SD. Bidang Rumusan masalah II penelitian ini adalah
matematika dipilih karena bidang ini yang biasanya “Bagaimana efektivitas produk alat peraga
cukup menjadi momok bukan hanya bagi siswa, Matematika berbasis metode Montessori untuk
tetapi juga guru dan orang tua. Sesudah menentukan siswa Sekolah Dasar?” Spesifikasi produk dari alat
ruang lingkup, peneliti merancang desain penelitian peraga dakon untuk operasi bilangan bulat ini
secara keseluruhan. Penelitian dilakukan oleh empat dikembangkan dari alat peraga Montessori “snake
dosen PGSD dengan melibatkan empat mahasiswa game” (Ratri, 2014).
penulis skripsi. Penelitian R&D untuk mengembangkan
produk alat peraga, penelitian kuasi-eksperimental
untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat peraga
terhadap prestasi belajar siswa, penelitian survei untuk
mengetahui kepuasan pengguna dan penelitian
kualitatif untuk mengungkap persepsi siswa dan guru.
Tahap kedua adalah tahap implementasi. Pada
implementasi tahap I digunakan metode penelitian
R&D untuk mengembangkan alat peraga matematika
berbasis metode Montessori. Langkah-langkah yang
digunakan mengadaptasi langkah-langkah dalam
penelitian pengembangan dari Borg dan Gall
Gambar 3. Alat Peraga Asli Montessori (Snake Game)
sebagaimana sudah dikemukakan dalam bab III.
Langkah-langkah tersebut dimodifikasi menjadi lima Permainan snake game digunakan untuk
langkah, yaitu 1) kajian standar kompetensi dan memahami operasi pengurangan dan penjumlahan
kompetensi dasar, 2) analisis kebutuhan, 3) produksi bilangan positif dan negatif. Dengan prinsip yang
alat peraga, 4) pembuatan instrumen penelitian, dan sama dengan permainan tersebut, dikembangkan
5) validasi alat peraga. Implementasi tahap I ini alat peraga dengan menggunakan alat dakon
menghasilkan prototype alat peraga. Gambar 2 sebagaimana sudah dikenal luas untuk permainan
menunjukkan alur penelitian. anak. Papan dakon terdiri dari 20 lubang yang terdiri
Implementasi tahap II dilakukan untuk dari 10 lubang bagian atas dan 10 lubang bagian
melakukan uji coba eksperimental dari prototype bawah. Masing-masing lubang berdiameter 5 cm.
yang dihasilkan dan untuk mengetahui kepuasan Seluruh papan terbuat dari kayu mindi dengan
siswa dan guru serta persepsi siswa dan guru atas panjang 60 cm, lebar 15 cm, dan tinggi 4 cm.
alat peraga yang dihasilkan. Alat peraga direplikasi Lubang-lubang dakon pada baris atas
agar bisa digunakan para siswa dalam satu kelas secara digunakan untuk menempatkan biji bilangan bulat
memadai. Hanya satu guru yang melaksanakan positif, sedangkan pada baris bawah untuk bilangan
pembelajaran baik di kelompok eksperimen dan bulat negatif. Papan ini dilengkapi dengan 100 biji
kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen bilangan bulat positif dengan warna merah dan 100
pembelajaran dilangsungkan dengan menggunakan biji bilangan bulat negatif dengan warna biru. Biji
alat peraga yang diteliti, sedangkan pada kelompok berbentuk setengah tabung berdiameter 1,5 cm
kontrol pembelajaran dilangsungkan dengan metode dengan tinggi 1 cm. Dalam operasi bilangan, jika
klasikal biasa. bagian atas dan bagian bawah terisi dengan biji,
109
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 103-116
keduanya akan diambil sebagai nilai nol (bulat). Hasil penelitian tentang tingkat kepuasan
Dengan demikian sisa biji bisa dihitung apakah siswa maupun gur u, masing-masing ada pada
positif atau negatif. Alat peraga papan bilangan bulat kategori cukup puas. Aspek alat peraga yang perlu
dilengkapi dengan album pembelajaran yang berisi dipertahankan prestasinya (Kuadran II) menurut
materi, manual penggunaan alat peraga, dan 46 kartu siswa adalah mudah digunakan, memudahkan
soal beser ta jawabannya berdasarkan indikator mengerjakan soal, bisa digunakan siswa kelas 1
pembelajaran. Alat peraga yang dikembangkan bisa sampai kelas 6, membantu memperbaiki kesalahan,
dilihat pada Gambar 4 berikut. menemukan kesalahan yang dibuat siswa, terbuat
Hasil dari penelitian kuasi-eksperimental pada dari bahan yang kuat, dapat dipakai berkali-kali, tetap
kelas IV di SD Ke menunjukkan bahwa penggunaan kuat walau jarang digunakan, dan dicat rapi. Hal
papan dakon operasi bilangan bulat berpengaruh yang perlu diperbaiki (Kuadran I) adalah familiaritas
secara signifikan terhadap prestasi belajar matematika (pernah dilihat). Tabel 2 menunjukkan persebaran
siswa. Rata-rata skor post-test kelompok kontrol lebih pernyataan pada kuesioner siswa. Pernyataan yang
rendah (M = 30, SE = 0,45) dibandingkan dengan tidak konsisten adalah pernyataan yang berada di
skor post-test kelompok eksperimen (M = 31,5, SE = kuadran berbeda antara diagram kar tesius
0,45). Perbedaan ini signifikan t (34) = -2,218, p < per indikator dengan diagram kar tesius secara
0,05 dan memiliki effect size sedang yaitu r = 0,35 keseluruhan. Pernyataan yang tidak konsisten
(Ardeta, 2014). memiliki indikasi bahwa pernyataan tersebut perlu
110
G. Ari Nugrahanta, C. Rismiati, A. Anugrahana, & I. Kurniastuti, Pengembangan Alat Peraga ....
diperbaiki dan membutuhkan responden lebih kelas 1 - 6, memperbaiki kesalahan, bahan kuat,
banyak (Hastuti, 2014). pernah dilihat, tidak mudah rusak, dan mudah
Aspek yang perlu dipertahankan menurut diperbaiki. Hal yang perlu diperbaiki (Kuadran I)
guru ialah membantu siswa mengerjakan soal tanpa adalah ukuran proporsional dan permukaan halus
bantuan orang lain, memahami konsep matematika (Hastuti, 2014).
111
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 103-116
Hasil penelitian tentang persepsi guru dan Dalam pemikiran mereka, alat peraga dibuat dengan
siswa dari Sari (2014) yaitu berkitan dengan (1) menggunakan bahan seadanya yang dapat dan mudah
Pandangan subjek mengenai penggunaan alat peraga ditemukan tanpa perlu pertimbangan. (2) Pengalaman
dalam pembelajaran. Subjek, baik guru maupun subjek setelah menggunakan alat peraga Montessori.
siswa tidak terlalu familiar dengan penggunaan alat Baik siswa maupun guru mengungkapkan bahwa
peraga, mereka jarang menggunakan alat peraga. mereka senang menggunakan alat peraga berbasis
Selama ini pembuatan alat peraga masih jarang metode Montessori dan ingin mengulangi
dilakukan, jika dilakukan pun sebatas menggunakan menggunakan alat peraga tersebut di kemudian hari.
alat-alat atau bahan yang tersedia di lingkungan Pertama kali melihat alatnya, siswa langsung tertarik
sekolah. Selain itu, para guru tidak menerapkan dan ingin menggunakan alat tersebut. Siswa merasa
prinsip tertentu dalam mengembangkan alat peraga. tertarik karena menganggap bahwa alat peraga
112
G. Ari Nugrahanta, C. Rismiati, A. Anugrahana, & I. Kurniastuti, Pengembangan Alat Peraga ....
semacam dakon tersebut juga dapat digunakan untuk penghitungan operasi bilangan bulat. Menurut
untuk alat mainan. Dalam prosesnya, siswa tidak guru, alat peraga yang dimodifikasi dari alat permainan
merasa sedang mengerjakan soal matematika akan dakon ini memberi pengaruh kepada para siswa
tetapi sedang bermain. Proses yang menarik terjadi untuk menggunakan alat tersebut sebagai mainan
selama proses siswa menggunakan alat peraga ini. sehingga siswa kurang serius. Namun demikian, sisi
Masing-masing siswa antusias untuk mengerjakan baiknya adalah siswa dapat menggunakan alat
soal dengan alat peraga, mereka ingin mencoba tersebut tanpa merasa sedang belajar suatu konsep
mengerjakan soal dengan alat tersebut dan kemudian matematika yang sulit, karena dilakukan dengan
mencocokkan sendiri jawabannya dari kartu jawaban. perasaan senang seperti ketika bermain. (4) Beberapa
Dalam proses ini nampak terjadi proses belajar masukan untuk pengembangan alat. Alat peraga
secara mandiri karena alat peraga sudah dilengkapi semestinya mudah untuk dipindahkan oleh anak-
dengan kartu soal dan kartu jawaban. Prinsip auto- anak ketika ingin menggunakan alat peraga tersebut.
education dan auto-correction muncul dalam Alat peraga dakon yang dikembangkan ini dirasakan
proses ini. Dengan konsep alat seperti ini, menurut terlalu berat untuk dipindahkan oleh kanak-anak.
pengakuan guru, alat ini dengan sendirinya dapat Oleh karena itu, saran bagi pengembangan
membantu dalam mengajarkan konsep matematika selanjutnya ialah menggunakan bahan yang relatif
pada siswa. Selanjutnya, guru mengapresiasi ide lebih ringan.
pembuatan alat peraga dakon ini karena alat peraga
ini dapat digunakan untuk mengajarkan beberapa 4.3 Spesifikasi produk final
kompetensi dasar dari kelas 1-4. Hal ini menunjukkan Untuk produk final, modifikasi alat peraga
satu ciri dari alat peraga Montessori yang dapat dilakukan relatif terbatas. Selur uh kayu
digunakan pada kelas multilevel. Pengalaman yang menggunakan bukan kayu mindi, tetapi kayu pinus
dialami oleh guru memberikan pemahaman yang dengan alasan sama seperti sebelumnya. Tinggi
lebih baik terhadap pandangannya mengenai papan dakon dibuat lebih rendah untuk mengurangi
pembuatan alat peraga. Dengan melihat dan berat papan. Biji setengah tabung dibuat dengan
merasakan keuntungan menggunakan alat peraga diameter lebih lebar dan dengan ketinggian 2 mm
Montessori dengan berbagai karakteristiknya, guru yang dibuat dengan bahan MDF.
Gambar 5. Spesifikasi Produk Final dan Album Alat Peraga Papan Dakon Operasi Bilangan Bulat
113
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 103-116
ditelusur satu per satu dari masing-masing langkah, alat yang dikembangkannya kemudian melakukan
langkah yang diambil dalam penelitian ini sudah obser vasi objektif pada situasi langsung dan
mengacu pada langkah ideal yang semestinya kemudian memperbaiki alat yang dikembangkan
dilakukan dalam suatu penelitian pengembangan sesuai dengan respons siswa (Montessori, 2002).
menurut Borg dan Gall (1983). Analisis kebutuhan Hasil observasi dan wawancara dalam uji coba alat
lengkap, ujicoba, analisis, dan revisi produk sudah peraga ini memberi masukan yang sangat berarti
dilakukan. Hanya saja sebagai keterbatasan dari dalam pengembangan alat peraga.
penelitian ini ialah persoalan subjek dan tempat Keefektifan alat peraga Matematika berbasis
ujicoba. Semestinya uji coba yang dilakukan dalam metode Montessori ini dapat ditunjukkan melalui
penelitian pengembangan ini dilakukan pada 10 penelitian survei kepuasaan dan penelitian kualitatif
hingga 30 sekolah akan tetapi dalam penelitian ini yang dilakukan. Para subjek yang menjadi partisipan
hanya dilakukan pada satu sekolah untuk masing- dalam penelitian ini sangat terbantu dengan karakteristik
masing alat peraga yang dihasilkan. Namun yang dimiliki oleh alat peraga montessori. Semua
demikian dari sisi subjek sudah mencukupi yaitu ciri khas alat Montessori yang menarik, bergradasi,
lebih dari 40 subjek sebagai jumlah minimal yang memiliki pengendali kesalahan, dan memungkinkan
disarankan. Sebagai penguatan dari subjek yang siswa belajar secara mandiri (Lillard, 1997) muncul
terbatas ini, evaluasi dilakukan dengan menggunakan dalam alat peraga yang dikembangkan. Pelajaran
obser vasi, wawancara, dan kuesioner laporan diri Matematika yang diajarkan menjadi terasa lebih
dari masing-masing subjek penelitian. Hasil dari mudah karena alat peraga ini membantu siswa
evaluasi sudah cukup memadai sebagai masukan memahami konsep melalui alat konkret yang
untuk melakukan revisi produk. Langkah selanjutnya mempunyai pengendali kesalahan. Siswa mendapatkan
yang semestinya perlu dilakukan ialah menguji kesempatan untuk bereksplorasi secara mandiri dan
kembali produk tersebut setelah direvisi jika ada menemukan ‘aha!’ atau ‘insight’ dengan cara
dana dan waktu yang memadai. Secara keseluruhan berekplorasi dengan alat peraga tersebut.
penelitian pengembangan ini sudah mengikuti asas- Secara teoretis temuan ini masih sejalan
asas penelitian yang semestinya. dengan pendapat Jean Piaget (Hergenhahn, 2009)
Keberadaan alat peraga yang digunakan yang menyebutkan bahwa anak usia 7-12 tahun ada
mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dalam tahapan perkembangan operasional konkret.
khususnya dalam pelajaran Matematika. Hasil ini Dalam rentang usia ini anak akan mengalami
sesuai dengan apa yang diprediksikan sebelumnya kesulitan untuk mengembangkan kemampuan
jika mer ujuk pada berbagai review mengenai berpikir abstrak jika tanpa melakukan sesuatu yang
keefektifan dari alat peraga Montessori. Bahkan, konkret terlebih dahulu. Untuk memahami konsep-
dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lillard konsep terkait relasi angka-angka dalam matematika
dan Else-Quest (2006) menunjukkan keefektifan dibutuhkan kemampuan abstraksi yang tidak mudah.
penggunaan alat peraga Montessori yang ditunjukkan Pendekatan yang hanya sekedar dilakukan untuk
dengan penguasaan konsep Matematika yang lebih mentrasfer pengetahuan dari gur u ke murid
tinggi pada siswa di sekolah Montessori dibanding terutama dengan metode ceramah tentu sangat
dengan siswa negeri yang memiliki siswa cerdas dan berlawanan dengan proses perkembangan yang
berbakat dengan berbagai program unggulan. terjadi dalam rentang usia anak SD. Seluruh proses
Masukan kedua yang dapat digunakan untuk pembelajaran semestinya dilakukan dengan
pengembangan dari produk alat peraga ini ialah memberi kesempatan seluas-luasnya pada para siswa
masukan yang berkaitan dengan produk alat peraga. untuk melakukan aktivitas konkret, lalu pelan-pelan
Dalam penelitian survei kepuasaan, nampak satu per menuju ke yang abstrak.
satu bagian karakteristik dari alat peraga yang Secara lebih umum temuan-temuan dalam
diterima baik dan masih perlu perbaikan. Dalam penelitian ini menegaskan perlunya media pembelajaran
penelitian kualitatif pun muncul banyak sekali yang dapat melibatkan siswa dalam aktivitas konkret.
masukan. Maria Montessori sendiri sebagai founder Sejalan dengan Dewey yang mengatakan bahwa
dari pendekatan Montessori ini melakukan hal yang sekolah semestinya dilengkapi dengan berbagai
mirip yang dilakukan peneliti. Montessori mencobakan kemungkinan yang bisa melibatkan siswa dalam
114
G. Ari Nugrahanta, C. Rismiati, A. Anugrahana, & I. Kurniastuti, Pengembangan Alat Peraga ....
aktivitas-aktivitas konkret (Dewey, 1944). Sekolah berlapis-lapis. Prosedur pengembangan dibagi dalam
perlu dilengkapi dengan areal kebun agar para tahap awal, tahap implementasi I, tahap implementasi
siswa bisa melakukan berbagai aktivitas pertanian II, dan tahap akhir. Produk alat peraga Matematika
atau perkebunan. Tujuan utamanya bukan untuk berbasis metode Montessori efektif digunakan dalam
mempersiapkan para siswa agar menjadi petani atau pembelajaran pada siswa-siswa Sekolah Dasar yang
pekerja kebun. Semua aktivitas tersebut menjadi dibuktikan dengan adanya perbedaan prestasi belajar
wahana untuk mengembangkan berbagai kemampuan siswa atas pengguanaan alat peraga Papan Dakon,
berpikir abstrak. Dalam temuannya Chang (2014) tingkat kepuasan sisa dan guru yang berada pada
mengungkapkan bahwa upaya yang dilakukan oleh level cukup puas dan persepsi guru dan siswa yang
pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kualitas menunjukkan tendensi favorable atas alat peraga
pendidikan dengan beaya yang sangat besar dengan yang ada.
berbagai kebijakan yang menyangkut sertifikasi Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam hal
gur u ternyata belum menunjukkan hasil yang jumlah replikasi alat, waktu transisi antara selesainya
menggembirakan. Temuan dalam penelitian ini yang alat peraga yang dihasilkan dalam penelitian R&D
menggarisbawahi pentingnya aktivitas pembelajaran awal dengan implementasi eksperimentalnya yang
yang konkret dengan menggunakan alat peraga atau begitu pendek, terbatasnya lembaga mitra yang
media pembelajaran secara lebih umum kiranya bisa dapat mereplikasi alat peraga dalam waktu singkat
semakin menegaskan arah yang perlu ditempuh dalam dan dalam jumlah yang banyak, terbatasnya sekolah
peningkatan kualitas pembelajaran. Penelitian ini tempat uji coba, terbatasnya responden guru dalam
hanyalah awal dari perjalanan yang masih panjang. penelitian sur vei. Rekomendasi untuk penelitian
selanjutnya adalah perlunya kepastian jumlah siswa
dalam kelas-kelas yang akan digunakan untuk uji
5. PENUTUP eksperimental alat peraga yang digunakan, penjadwalan
yang sistematis dan terorganisisr, kapasitas produksi
Prosedur pengembangan alat peraga alat peraga, memperbanyak jumlah sekolah untuk uji
matematika berbasis metode Montessori untuk coba sehingga bisa memperbanyak subjek pemakai.
siswa Sekolah Dasar dilakukan dengan bertahap dan
115
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 103-116
116
ANALISIS BUKU:
RAGAM KEGIATAN MENANYA DI BUKU SISWA
KELAS 1,2,4, DAN 5 KURIKULUM 2013
Kintan Limiansih
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Sanata Dharma
Alamat korespondensi: Jl. Affandi Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta 55022
Email: kintan@usd.ac.id
ABSTRACT
This research aimed to understand the variety of questioning activity in student books. This research
was descriptive. The objects analyzed were the elementary students’ books grade 1, 2, 4, and 5. The
analysis was done by matching the questioning activity in student books with the indicator of
questioning activity. From the analysis, it was found in the student books that there have been any
instruction or task for the students to make a question. The dominant instruction found in the book
was to make a question based on the pictures and texts provided, while the task questioning based
on the observed real object/phenomenon was only in 5th grade book. In the student book, there was
no task/command/instruction that leads the students to make a scientific question, to ask about the
possibility that make happen if an object was given particular treatment, or to discuss and think
about how to answer the question they asked. Therefore, additional steps were needed by teacher
when they using the 2013 curriculum student book.
Keywords : questioning, student book, science.
117
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 117-122
2008). Para ilmuan menggunakan metode ilmiah dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran
dalam proses menemukan dan mengembangkan yang berbasis pada proses ilmiah yang dalam
ilmu. Pembelajaran IPA diarahkan untuk inquiry dan pelaksanaannya siswa melaksanakan serangkaian
berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk kegiatan-kegiatan ilmiah untuk menemukan kebenaran
memperoleh pengalaman dan pemahaman yang atau pengatahuan baru. Karakteristik pembelajaran
lebih mendalam tentang alam sekitar.Dengan adanya dengan pendekatan saintifik adalah sistematis
pendekatan saintifik di Kurikulum 2013 yang sedang artinya, pembelajaran dilakukan atas tahapan belajar
berkembang di Indonesia saat ini maka pembelajaran yang runtut dan tahapan belajar ini berfungsi sebagai
yang ada mendukung pelaksanaan pembelajaran IPA panduan pelaksanaan pembelajaran (Abidin, 2014).
yang berkualitas. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik di
Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Kurikulum 2013 memiliki komponen utama kegiatan
saintifik, pemerintah menyediakan buku guru dan yang sama dengan komponen kegiatan pembelajaran
buku siswa sebagai panduan pembelajaran.Buku berbasis penelitian ilmiah menurut Harlen dan
siswa dijadikan sebagai acuan utama pembelajaran Qualter (2004). Dalam Permendikbud No. 103 tahun
dengan pendekatan saintifik, termasuk pelaksanaan 2014 dijelaskan bahwa pendekatan saintifik terdiri
kegiatan menanya (Limiansih, 2015). Karena sebagai atas lima pengalaman belajar yaitu mengamati,
pedoman pembelajaran, harapannya, buku siswa menanya, mengumpulkan informasi/mencoba,
mampu memfasilitasi tahapan proses saintifik menalar/mengasosiasi, dan mengomunikasikan.
termasuk pada kegiatan menanya. Penelitian Langkah kedua dalam pembelajaran saintifik
terdahulu tentang analisis kegiatan saintifik di buku adalah menanya (Nasution, 2013). Kegiatan observasi
khususnya keberadaan kegiatan menanya, diperoleh yang dilakukan siswa di awal diharapkan dapat
informasi bahwa pada buku siswa kelas IV telah mengarahkan siswa untuk menanya.Observation
terdapat kegiatan menanya serta langkah-langkah leads to a question that needs to be answered to satisfy
pembelajaran dengan pendekatan saintifik lainnya human curiosity about the observation, such as why
meliputi mengamati, mencoba, mengasosiasi, hingga or how this event happened or what it is like
mengomunikasikan (Limiansih, 2016).Data-data (McLelland, 2006). Salah satu wujud respon atas
yang ada terbatas pada kuantitas tahapan pendekatan kesenjangan antara fakta (yang diperoleh selama
saintifik sehingga diperlukan tinjauan secara lebih pengamatan) dan pengetahuan yang telah dimiliki
mendalam tentang kualitas pengembangan ketrampilan adalah dengan mengajukan pertanyaan (Harlen dan
menanya yang ada di buku siswa. Qualter, 2004).
Berdasarkan pentingnya ketrampilan menanya, Pembelajaran yang produktif adalah
besarnya peran buku sebagai panduan pembelajaran, pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk
ser ta keterbatasan penelitian tentang kualitas membuat pertanyaan dan menjawabnya. Pertanyaan
pengembangan ketrampilan menanya di buku, maka ini akan menghubungkan siswa dengan lingkungan
dilakukan analisis buku kelas 1, 2, 4, dan 5 untuk serta antara pertanyaan dan jawaban (Harlen dan
meninjau kualitas kegiatan menanya di buku siswa Qualter, 2004). Untuk mengembangkan pertanyaan,
khusus untuk bidang IPA. Melalui kegiatan analisis obser vasi yang dilakukan perlu melibatkan
yang ada diharapkan dapat diketahui kualitas pengukuran secara kuantitatif sehingga siswa dapat
kegiatan menanya di buku siswa sehingga dapat mendeskripsikan fenomena atau peristiwa dengan
dilakukan perbaikan-perbaikan agar terwujud proses baik (McLelland, 2006).McLelland juga menjelaskan
pembelajaran yang optimal. bahwa pertanyaan yang dibuat oleh siswa diarahkan
pada pertanyaan yang memerlukan jawaban dan
dapat dibuat hipotesis sebagai jawaban sementara
2. LANDASAN TEORI atas pertanyaan itu.
Pertanyaan yang diajukan siswa bertujuan
Pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk memenuhi rasa ingin tahu dan memperjelas
dalam Kurikulum 2013 yaitu pendekatan ilmiah/ hal-hal yang kurang dipahami serta mencari informasi
saintifik atau scientific approach. Pembelajaran baru yang terkait dengan struktur pengetahuannya.
118
Kintan Limiansih, Analisis Buku: Ragam Kegiatan Menanya di Buku Siswa ....
Bahkan menurut Widodo (2006), salah satu tujuan kelas 3 dan 6 tahun 2014 belum diterbitkan. Analisis
siswa mengajukan pertanyaan yaitu untuk sekedar dilakukan pada seluruh tema, khusus pada kegiatan
mendapatkan perhatian.Mengajukan per tanyaan di bidang IPA.
dalam suatu domain pengetahuan atau dalam Instrumen dalam penelitian ini adalah rubrik
kaitanya dengan topik tertentu merupakan strategi analisis buku siswa yang mengacu pada indikator
kognitif yang berguna memfasilitasi pembelajaran. keterampilan menanya, dalam bidang sains yang
Pertanyaan memberikan pandangan tentang diadaptasi dari indikator ketrampilan ber tanya
bagaimana siswa secara selektif dapat mengetahui menurut Harlen dan Qualter (2004). Buku teks yang
kebutuhan belajarnya dengan cara mengidentifikasi dipergunakan dalam Kurikulum 2013 bersifat
informasi yang relevan dan tidak relevan dan tematik terpadu, sehingga mata pelajaran tidak
memantau pemahamannya sendiri. Mengacu pada tergambarkan secara terpisah. Penentuan halaman
pemahaman tersebut, pertanyaan berperan untuk yang memuat materi bidang IPA dilakukan dengan
meningkatkan proses metakognitif siswa. meninjau halaman-halaman di buku yang memuat
Harlen dan Qualter (2004) menyatakan materi sesuai Kompetensi Dasar IPA kelas 4 dan 5
beberapa indikator pengembangan ketrampilan serta Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia untuk
menanya siswa SD antara lain: buku kelas 1 dan 2. Halaman-halaman buku yang
1) Siswa mengajukan berbagai pertanyaan berisi muatan IPA dikumpulkan untuk kemudian
2) Siswa berpartisipasi aktif dalam mendiskusikan dilakukan tindakan selanjutnya. Peneliti membaca
cara memperoleh jawaban pertanyaan setiap halaman yang berkaitan dengan IPA dan
Ada berbagai jenis pertanyaan yang mungkin mencocokannya dengan indikator ketrampilan
dibuat oleh seseorang. Harlen dan Qualter (2004) menanya. Selanjutnya, peneliti membuat deskripsi
menggolongkan pertanyaan yang mungkin muncul singkat tugas/perintah/petunjuk/pertanyaan yang ada
dari siswa SD dalam 5 jenis per tanyaan, yaitu di buku. Kemudian data berupa deskripsi dijumlahkan
pertanyaan komentar, faktual, kompleks, dan investigatif. secara kuantitatif dan dijabarkan secara kualitatif.
Per tanyaan investigatif ditindaklanjuti dengan
mendiskusikan cara untuk menemukan jawabannya.
Dalam proses menanya, gur u berperan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
membantu siswa untuk memikirkan pertanyaan
eksplorasi dan investigatif yang mudah (Harlen dan Berdasarkan hasil analisis buku siswa kelas
Qualter, 2004). Hal penting yang perlu diperhatikan 1, 2, 4 dan 5, telah diperoleh informasi tentang
guru adalah ketahannya mengendalikan diri untuk kemunculan indikator menanya di buku siswa.
menjawab per tanyaan siswa karena meskipun Indikator-indikator menanya yang muncul di buku
pertanyaan tersebut mudah bagi guru, tapi belum secara keseluruhan (seluruh kelas), jika dinyatakan
tentu pertanyaan itu mudah bagi siswa. Jadi penting dalam grafik adalah seperti grafik di Gambar 1 di
bagi siswa untuk mendapatkan jawaban atas bawah ini.
pertanyaannya dengan usaha mereka.
3. METODOLOGI
119
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 117-122
120
Kintan Limiansih, Analisis Buku: Ragam Kegiatan Menanya di Buku Siswa ....
menambahkan bahwa pertanyaan saintifik adalah yang har us dijawabnya adalah per tanyaan
pertanyaan yang dapat dijawab dan mengarahkan investigatif. Petunjuk-petunjuk kegiatan yang ada di
pada pembuatan hipotesis tentang suatu masalah. buku ini hanya mampu mewadahi faktual.
Namun di buku siswa, tidak ada petunjuk untuk Selain tindak lanjut berupa mendiskusikan
siswa melakukan kegiatan ini. jawaban atas pertanyaan, di buku siswa ada petunjuk
Di buku siswa juga tidak terdapat petunjuk/ yang menyarankan siswa untuk menyimpan terlebih
tugas untuk membuat per tanyaan yang dapat dahulu pertanyaan yang belum dapat dijawab hingga
dijawab dengan suatu penelitian yang dapat siswa akhir pembelajaran.Hal ini menunjukkan bahwa ada
lakukan.Namun di buku terdapat petunjuk/tugas kemungkinan siswa tidak mendapatkan jawaban atas
membuat pertanyaan yang dapat dijawab dengan pertanyaan tersebut hingga akhir pembelajaran. Jika
suatu penelitian prosedurnya telah tersedia di buku. tidak ada tindak lanjut atau kegiatan tindaklanjut
Selain itu, di buku siswa baik kelas 1, 2, 4, untuk menjawab pertanyaan yang dilakukan tidak
maupun 5 tidak berisi tugas/petunjuk/perintah bagi sesuai dengan pertanyaan, maka pertanyaan yang
siswa untuk mendiskusikan dan memikirkan cara dibuat siswa akan menjadi tidak berguna. Siswa tidak
menjawab pertanyaan yang telah dibuat. Tindak memperoleh pengetahuan baru yang tepat sebagai
lanjut yang dapat dilakukan siswa setelah membuat pemenuhan rasa ingin tahu yang dimilikinya.
per tanyaan adalah memikirkan cara menjawab
pertanyaan tersebut (Harlen dan Qualter, 2004).
Kegiatan ini dapat dilakukan dengan berdiskusi 5. PENUTUP
bersama teman atau guru. Bahan yang dipikirkan
pada tahapan ini adalah cara menjawab pertanyaan, Berdasarkan analisis buku yang dilakukan,
bukan jawaban atas pertanyaan yang ada. peneliti memperoleh informasi umum tentang
Pertanyaan yang mungkin dibuat siswa dapat kemunculan kegiatan menanya, antara lain:
beragam, dapat berupa pertanyaan faktual maupun a. Buku siswa telah memuat tugas/petunjuk/
pertanyaan investigatif (Harlen dan Qualter, 2004). kegiatan bagi siswa untuk membuat pertanyaan
Pertanyaan faktual dapat ditindaklanjuti dengan cara tentang objek/fenomena yang diamati.
mencari referensi yang sesuai, sedangkan pada Kegiatan menanya yang dominan di buku
pertanyaan investigatif perlu dipikirkan kegiatan adalah membuat pertanyaan berdasarkan
atau penelitian untuk menjawab pertanyaan tersebut gambar dan bacaan, bukan objek asli.
(Harlen dan Qualter, 2004). Namun petunjuk/tugas b. Peneliti tidak menemukan tugas/perintah/
di buku siswa mengarahkan untuk siswa melakukan petunjuk yang mengarahkan siswa untuk
diskusi guna menjawab pertanyaan, bukan memikirkan mengajukan pertanyaan yang dapat dijawab
cara tindaklanjut yang tepat sesuai dengan jenis dengan suatu penelitian yang dapat siswa
pertanyaan yang dibuat lakukan, mengajukan per tanyaan tentang
Pertanyaan beragam yang dibuat perlu tindak kemungkinan yang terjadi pada suatu objek
lanjut yang beragam pula. Melalui kegiatan jika diberi perlakuan tertentu, mendiskusikan
mendisksusikan jawaban atas per tanyaan akan dan memikirkan cara menjawab pertanyaan
sulit untuk menjawab per tanyaan yang bersifat yang mereka ajukan.
investigatif. Pertanyaan investigatif perlu ditindaklanjuti c. Tindak lanjut dominan terhadap pertanyaan
dengan suatu investigasi, bukan sekedar diskusi. yang telah dibuat oleh siswa adalah diskusi
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa pertanyaan kelompok menjawab per tanyaan yang
investigatif memerlukan tidak lanjut per upa ada. Bahkan ada per tanyaan yang tidak
perencanaan penelitian atau investigasi guna ditindaklanjuti.
menjawab per tanyaan tersebut. Perencanaan Maka dari itu perlu dilakukan langkah-
penelitian ini dijelaskan langsung pada bagian ke-3 langkah tambahan oleh guru ketika menggunakan
yaitu “mencoba”. Sehingga dengan petunjuk tindak buku siswa ini. Misalnya mengajak anak mendiskusikan
lanjut yang ada di buku siswa mungkin akan tindak lanjut atas pertanyaan yang telah dibuat.
mengalami hambatan menjawab saat pertanyaan
121
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 117-122
122
ANALISIS SOAL TES HASIL BELAJAR
HIGH ORDER THINKING SKILLS (HOTS)
MATEMATIKA MATERI PECAHAN
UNTUK KELAS 5 SEKOLAH DASAR
Maria Agustina Amelia
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Sanata Dharma
Alamat korespondensi: Jl. Affandi Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta 55022
Email: amelia0284@gmail.com
ABSTRACT
This study conducted to analyze the quality of teacher’s made mathematics achievement test. Research
conducted using survey research methods and implemented at five elementary schools located in
Bandung on 357 learners. The instrument used is a mathematics achievement test, subject of learning
fraction. The test is multiple choice with 4 option. Based on the results the quality of theacher’s
made test are:: 1) 100% item test are valid (20 items), (2) The realibility of the test is high, (3) 3
items must be revised because it do not have good discriminations index, 17 items have good
discrimination index, (4) 1item (5%) categorized as easy, 15 items (75%) categorized as moderate,
and 4 items (20%) categorized as difficult, (5) There 11 options that have to revised.
Keywords : test quality, fractions, reliability, discriminations indexs, item difficulty.
123
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 123-131
124
Maria Agustina Amelia, Analisis Soal Tes Hasil Belajar High Order Thinking Stills (HOTS) ....
ini dapat diunduh secara cuma-cuma dan memiliki q = proporsi siswa yang menjawab salah
hak cipta atas nama Gordon P. Brooks. Software TAP (q = 1 - p)
dipilih untuk analisis soal tes karena penggunaanya
relatif mudah, dan dlam satu kali input data dapat Hasil analisis validitas pada penelitian ini
diperoleh hasil mengenai analisis validitas, dapat dilihat melalui hasil point biserial pada TAP.
reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran, dan Hasil point biser dibandingkan dengan rtabel dengan
pengecoh. taraf signifikan 5%. (Sugiyono, 2010: 258). Jika point
biser lebih besar dari rtabel maka butir soal tersebutvalid.
2.7.1 Analisis Validitas Besar rtabel untuk jumlah siswa sebanyak 357 siswa
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut yaitu » 0,1048. Jika point biserial lebih besar dari
benar-benar mengukur apa yang dimaksudkan untuk 0,1048 maka butir soal valid.
diukur. Pengertian validitas ini dapat dilihat dari dua
segi, yaitu (1) bila dalam penyususunan suatu tes, 2.7.2 Analisis Reliabilitas
penyusun berusaha memilih soal-soal yang secara Reliabilitas adalah salah satu hal yang penting
logis diperkirakan mengukur apa yang mau diukur dalam menganalisis setiap bulir. Reliabilitas setiap
baik menurut pertimbangan sendiri maupun setelah bulir suatu model tes adalah derajat tingkat
ber tukar pikiran dengan orang-orang lain atua kemantapan dan keterandalan tes itu secara
bahkan ahli-ahli di bidang pengetahuan yang keseluruhan. Tes yang reliabel selalu memberikan
bersangkutan, (2) bila suatu tes dipergunakan, maka hasil yang sama bila dicobakan kepada kelompok
validitasnya bisa diukur dengan memperbandingkan yang sama dalam waktu yang berbeda. (Kartawidjaja,
hasil-hasil pengukurannya dengan hasil pengukuran- 1987: 125). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
pengukuan lainnya. (Joni, 1984: 35). Teknik yang metode belah dua atau split-half method. Pembelahan
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi dilakukan dengan cara membagi dua sama
biserial. Korelasi biserial digunakan untuk menghitung banyakbutir soal berdasar nomor soal genap dan
validitas setiap item. (Arikunto, 1986: 70). Rumus ganjil yang selanjutnya disebut belahan ganjil-genap.
mencari korelasi biserial adalah sebagai berikut: Hasil reliabilitas yang dihitung menggunakan TAP
125
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 123-131
Keterangan: Keterangan:
D = indeks daya pembeda soal (Indeks P = indeks kesukaran
Diskriminasi) B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu
BA = jumlah jawaban benar pada kelompok atas dengan betul
BB = jumlah jawaban benar pada kelompok JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
bawah
N = jumlah peserta tes Indeks kesukaran menurut Arikunto (2012:
225) dapat dilihat pada Tabel 3. Distribusi tingkat
Kriteria daya pembeda atau indeks diskriminatif kesukaran, digunakan pendapat Widoyoko (2014:
menurut Cracker & Algina (dalam Kusaeri dan 165) yaitu: 25% mudah, 50% sedang, dan 25% sukar
Surapranata, 2012: 177) yang digunakan untuk
menganalisis daya pembeda dalam penelitian ini 2.7.5 Analisis Pengecoh
adalah sebagai berikut: Pengecoh (distractor) yang juga dikenal
dengan istilah penyesat atau penggoda adalah pilihan
2.7.4 Analisis Tingkat Kesukaran jawaban yang bukan merupakan kunci jawaban.
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu Pengecoh diadakan untuk menyesatkan siswa agar
mudah atau tidak terlalu sukar. Besarnya indeks tidak memilih kunci jawaban. Pengecoh dikatakan
kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Indeks berfungsi efektif apabila paling tidak ada siswayang
kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. terkecoh memilih. Pengecoh yang berdasarkan hasil
Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan uji coba tidak efektif direkomendasikan untuk
bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 diganti dengan pengecoh yang lebih menarik.
menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah. (Purwanto, 2009: 108). Menurut Sudijono (2011:
(Arikunto, 2012: 223)
Didalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini 411) pengecoh dinyatakan telah dapat menjalankan
diberi simbol P, dengan singkatan dari kata fungsinya dengan baik apabila distraktor/pengecoh
“proporsi”. Dengan demikian maka soal dengan P = tersebut sekurang-kurangnya sudah dipilih oleh 5%
0,70 lebih mudah jika dibandingkan dengan P = 0,20. dari seluruh peser ta tes. Arikunto (2012: 234)
Sebaliknya soal dengan P = 0,30 lebih sukar daripada mengatakan bahwa suatu distraktor dapat dikatakan
soal P= 0,80. berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5%
peserta tes.
126
Maria Agustina Amelia, Analisis Soal Tes Hasil Belajar High Order Thinking Stills (HOTS) ....
Berdasar Tabel 4, dapat dilihat bahwa seluruh 0,00-0,19. Hasil analisis daya pembeda dapat dilihat
butir soal dinyatakan valid karena koefisien point pada Tabel 5.
biserial yang diperoleh lebih besar dari t tabel
127
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 123-131
Berdasar tabel 5 diperoleh hasil, dari 20 butir 3.4 Analisis Tingkat Kesukaran
soal tes, terdapat 3 soal yang perlu direvisi yaitu butir Menurut Arikunto (2012: 225), secara umum
soal nomor 1, 8, dan 12 dan 17 soal dapat diterima. tingkat kesukaran diklasifikasikan kedalam 3
Soal-soal yang perlu direvisi disebabkan karena kategori yaitu sukar, sedang, dan mudah. Kategori
memiliki indeks daya pembeda yang belum baik sukar berada pada rentang nilai 0,00-0,30, kategori
sehingga belum dapat membedakan peserta didik sedang berada pada rentang nilai 0,32-0,75 dan
dengan kemampuan tinggi dengan peserta didik kategori mudah berada pada rentang 0,71-1,00.
dengan kemampuan rendah. Soal-soal yang sudah Distribusi tingkat kesukaran, dari 20 yang digunakan
dapat diterima memiliki indeks daya pembeda yang adalah: 25% mudah (5 soal), 50% sedang (10 soal),
baik sehingga sudah dapat membedakan peserta dan 25% sukar (5 soal). Hasil analisis tingkat
didik dengan kemampuan tinggi dengan peserta kesukaran dapat dilihat pada Tabel 6.
didik dengan kemampuan rendah
128
Maria Agustina Amelia, Analisis Soal Tes Hasil Belajar High Order Thinking Stills (HOTS) ....
Tabel 6: Lanjutan
Berdasar tabel 6. Didapatkan hasil 1 soal (5%) jawaban yang digunakan agar peserta tes dapat
memiliki tingkat kesukaran kategori mudah, 15 soal tertarik dengan pengecoh jawaban tersebut. Semakin
(75%) memiliki tingkat kesukaran kategori sedang banyak peserta tes yang memilih pengecoh, maka
dan 4 soal (20%) yang memiliki tingkat kesukaran pengecoh tersebut sudah menjalankan fungsinya.
kategori sukar. Dapat dilihat bahwa distribusi soal Sebaliknya apabila pengecoh yang dipasang
belum memenuhi kriteria sebagai soal yang baik. tidak ada yang memilih maka pengecoh tersebut
Untuk mendapatkan distribusi soal yang baik, maka tidak berfungsi Arikunto (2012: 234) memaparkan
soal-soal dalam kategori mudah perlu ditambahkan sebuah distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan
4 soal, dalam kategori sedang perlu dikurangi 5 soal, baik jika paling sedikit dipilih oleh 5 % (0,05)
dan dalam kategori sukar perlu ditambah 1 soal. peserta tes. Hasil analisis pengecoh dapat dilihat
pada Tabel 7.
3.5 Analisis Pengecoh Berdasar Tabel 7, dapat dilihat bahwa secara
Sudijono (2011: 410) mengatakan bahwa keselur uhan ada 11 pengecoh tidak berfungsi.
pengecoh adalah alternatif yang bukan merupakan Pengecoh disebut tidak berfungsi jika dipilih kurang
129
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 123-131
dari 5% keseluruhan peserta tes. Pengecoh yang peserta didik berkemampuan tinggi dengan
tidak berfungsi perlu direvisi kembali. peserta didik berkemampuan rendah.
4) Hasil uji analisis tingkat kesukaran soal yaitu:
1 soal (5%) memiliki tingkat kesukaran
4. PENUTUP kategori mudah, 15 soal (75%) memiliki
tingkat kesukaran kategori sedang dan 4 soal
4.1 Kesimpulan (20%) yang memiliki tingkat kesukaran
Kualitas produk tes hasil belajar matematika kategori sukar.
materi pecahan dengan indikator-indikator yaitu: 5) Hasil uji pengecoh pada soal secara keseluruhan
2.6.1. Mengenal arti pecahan sebagai perbandingan ada 11 pengecoh tidak berfungsi. Pengecoh
sebagian dengan keseluruhan, 2.6.2. Memahami disebut tidak berfungsi jika dipilih kurang dari
berbagai bentuk pecahan, 2.6.3. Operasi penjumlahan 5% keseluruhan peserta tes. Pengecoh yang
dan pengurangan, 2.6.4. Menjumlah dan mengurangkan tidak berfungsi perlu direvisi kembali.
berbagai bentuk pecahan, 2.6.5. Pemecahan masalah
sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan 4.2 Saran
pengurangan pecahan, 2.6.6. operasi perkalian dan Saran untuk peneliti selanjutnya yang akan
pembagian dapat disimpulkan sebagai berikut: mengembangkan produk tes hasil belajar
1) Hasil analisis validitas soal dengan taraf matematika adalah sebagai berikut: Sebaiknya soal
signifikan 5% untuk siswa berjumlah 357 yang akan diberikan untuk mengukur kemampuan
diperoleh 20 soal (100%) valid. peserta didik perlu diuji kualitasnya terlebih dahulu.
2) Hasil uji reliabilitas soal diperoleh indeks Dengan melakukan analisis butir soal, guru dapat
reliabilitas dalam kriteria “tinggi”. Jadi butir mengetahui kualitas soal yang dibuat. Soal yang
soal memiliki konsistensi yang tinggi dalam berkualitas baik akan dapat mengukur kemampuan
mengukur kemampuan peser ta didik peserta didik secara tepat. Namun jika kualitas butir
mengenai materi pecahan. soal belum baik, dimungkinkan kemampuan peserta
3) Hasil uji daya pembeda pada soal terdapat didik tidak diukur secara tepat dan soal tersebut
terdapat 3 soal yang perlu direvisi karena perlu diperbaiki. Untuk menganalis soal, dapat
belum dapat membedakan peser ta didik digunakan software untuk memudahkan kerja guru,
berkemampuan tinggi dengan peserta didik saat ini sudah banyak software yang dapat digunakan
berkemampuan rendah. 17 soal dapat untuk melakukan analisis butir soal yang mudah
diterimakarena sudah dapat membedakan digunakan dan dapat diperoleh secara Cuma-Cuma.
130
Maria Agustina Amelia, Analisis Soal Tes Hasil Belajar High Order Thinking Stills (HOTS) ....
Masidjo, Ign. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Penelitian Pasca Sarjana Undiksha Vol. 3
Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakar ta: Tahun 2013.
Kanisius. S u l i s t y o r i n i . 2 0 0 9 . E v a l u a s i P e n d i d i k a n.
Pur wanto. 2009. E v a l u a s i H a s i l B e l a j a r . Yogyakar ta: Teras.
Yogyakar ta: Pustaka Pelajar. Widoyoko, S.E. 2014. Penilaian Hasil Pembelajaran
Putri, Ida Ayu Putu Giri, dkk. 2013. Pengembangan di Sekolah. Yogyakar ta: Pustaka Pelajar.
Tes Matematika Berbasis SK/KD dengan Widoyoko, Eko Putro. 2015. Teknik Penyusunan
Teknik Concurent pada Siswa Kelas VI di Instrumen Penelitian. Yogyakar ta: Pustaka
SD Negeri Se-Kecamatan Gianyar. Jurnal Pelajar
131
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PERKULIAHAN
FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
DENGAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL-REFLEKTIF
BERBASIS PEDAGOGI IGNASIAN
Paulus Wahana
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Sanata Dharma
Alamat korespondensi: Jl. Affandi Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta 55022
Email: paulus_wahana@yahoo.com
ABSTRACT
This research intended to gain a description of students’ perception on Philosophy of Science lecture
used reflective contextual teaching and learning model based on Ignatian Pedagogy. This research
emerged, by reason of the existence of general perception that Philosophy of Science lecture is not
interesting, has no use, its contents are only will confuse and also burden to the students. The data
gained from students’ perception of Guidance and Counseling Study Program that follow the
Philosophy of Science lecture. To compare the students’ perception between before and after the
lecture conducted, the students are given the questionnaire by similar items in these two opportunities.
In addition of closed answer, there are given also opened answer, to give further explanation on the
selected answer on closed answer. Based on collected data, in fact Philosophy of Science lecture
used reflective contextual teaching and learning model based on Ignatian Pedagogy, gradually gives
appeal to the students as the lecture participants, gradually increase the students’ awareness on the
function of lecture, and gradually increase the students’ comprehension on the core material of the
lecture, relating to the reasoning activities, knowledge and scientific knowledge.
Keywords: contextual-reflective teaching and learning model, Ignatian Pedagogy, perception,
knowledge, scientific knowledge.
132
Paulus Wahana, Persepsi Mahasiswa terhadap Perkuliahan Filsafat Ilmu Pengetahuan ....
itu, yaitu mengembangkan pribadi manusia Sementara itu sebagaimana matakuliah yang
seutuhnya yang akan menjadi “manusia untuk orang lain, Matakuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan sering
lain”, sesuai dengan semangat dan teladan Yesus dianggap hanya akan menambah beban bagi
Kristus. (P3MP, 2007: hal. 3). Sasaran pendidikan mahasiswa saja. Bahkan ada sebagian civitas
yesuit adalah membantu ke arah perkembangan academica secara apriori (tanpa dasar pengalaman)
sepenuh-penuhnya semua bakat anugerah Allah menganggap matakuliah tersebut mer upakan
setiap pribadi anggota komunitas manusia. matakuliah yang tidak mudah difahami dan hanya
Dan salah satu aspek penting yang perlu akan membuat pusing mahasiswa saja, serta tidak
dikembangkan adalah aspek intelektualitas atau ada relevansinya dan manfaatnya bagi pengembangan
rasionalitas manusia. Pembentukan intelektualitas profesi mahasiswa. Namun apabila hal ini terjadi,
mahasiswa meliputi semakin ber tambahnya sungguh disayangkan. Sebab mahasiswa, yang telah
kemampuan untuk berpikir secara refleksif, logis, mengurbankan biaya, waktu, dan tenaga untuk
dan kritis. (Provinsi Indonesia Serikat Yesus, 1987: menempuh matakuliah ini, ternyata hanya akan
hal.11), bukan sekedar menumpuk dan membebani sekedar mempeproleh informasi-informasi yang
pikiran dengan segala macam informasi yang ada. dirasa tidak jelas, yang memusingkan, dan bahkan
Maka dalam rangka mengembangkan kemampuan bahan tersebut hanya akan menjadi beban yang tidak
berpipikir mahasiswa, kiranya sudah selayaknya ada manfaatnya.
mahasiswa memperoleh Matakuliah Filsafat Ilmu Agar Matakuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan,
Pengetahuan. Dengan Matakuliah Filsafat Ilmu yang merupakan salah satu matakuliah dari kelompok
Pengetahuan, diharapkan mahasiswa menyadari Matakuliah Pengembangan Kepribadian, sungguh
betapa pentingnya kegiatan berpikir, memahami dapat mengembangkan kepribadian mahasiswa,
penyebab/pemicu terjadinya kegiatan berpikir, memberikan dasar dan arah bagi kegiatan berpikir
memahami obyek dari kegiiatan berpikir, memahami ilmiah mahasiswa, serta memberikan daya tarik dan
arah dan tujuan kegiatan berpikir, memahami cara- menyenangkan untuk dipelajari, maka perlu
cara serta langkah-langkah kegiatan berpikir yang diusahakan model pembelajaran yang dapat
baik untuk sampai tercapainya tujuan serta manfaat mendukung ter wujudnya tujuan tersebut. Model
kegiatan berpikir yang sesungguhnya dan sebaiknya. pembelajaran yang akan saya gunakan dalam
Sehingga kegiatan berpikir sungguh dapat diusahakan kegiatan perkuliahan Filsafat Ilmu Pengetahuan ini
secara optimal dalam kehidupan mahasiswa dalam adalah model pembelajaran kontekstual-refleksif
rangka untuk mengembangkan dirinya, memberikan yang berbasis Pedagogi Ignasian.
pelayanan dan pengabdian pada sesama, dan demi Dengan model ini diharap mahasiswa tidak
kemuliaan dan keluhuran Allah yang Maha Kuasa, hanya sekedar menunggu informasi-informasi
Maha Bijaksana, dan Maha Kasih. sebagai materi yang diberikan oleh dosen, dan
Dalam konteks Indonesia, pendidikan selanjutnya hanya sekedar menjadi beban dan
diselenggarakan dalam rangka mewujudkan tujuan memusingkan mahasiswa, namun diharapkan
nasional Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan mahasiswa aktif memikirkan hal yang dibahasnya,
bangsa. Dan pengembangan ilmu pengetahuan dan berusaha untuk menemukan sendiri lingkup materi
teknologi menjadi bagian integral pembangunan yang dibahasnya, merasakan dan menemukan nilai-
nasional dan ekonomi nasional yang pada gilirannya nilai, persoalan atau permasalahan yang terkandung
akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara di dalamnya, dan selanjutnya berusaha memperoleh
berkelanjutan. Dengan demikian penyelenggaraan penjelasannya serta cara-cara untuk memecahkannya,
pendidikan serta pengembangan ilmu pengetahuan sehingga dapat mengembangkan atau meningkatkan
dan teknologi tidak hanya sekedar berhenti kemampuan berpikir mahasiswa, memberikan
mengumpulkan ilmu pengetahuan sebagai informasi pencerahan bagi mahasiswa dalam mengusahakan
semata, tetapi diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan. Lebih lanjut diharapkan dapat
kecerdasan bangsa dalam rangka menghadapi dan bermanfaat bagi mahasiswa dalam rangka menghadapi
mengatasi berbagai persoalan atau permasalahan berbagai persoalan atau permasalahan yang dihadapinya
kehidupan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan untuk diatasinya, dalam rangka melakukan pelayanan
kehidupan bangsa. dan pengabdian terhadap sesama.
133
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 132-143
134
Paulus Wahana, Persepsi Mahasiswa terhadap Perkuliahan Filsafat Ilmu Pengetahuan ....
lengkap dan garis besar, langkah-langkah perkuliahan dalam mengikuti perkuliahan, meningkatkan
tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut: pertama, kesadaran mahasiswa akan makna atau manfaat
setiap pokok bahasan atau materi pembelajaran/ perkuliahan Filsafat Ilmu Pengetahuan bagi mahasiswa,
perkuliahan selalu disuguhkan/disajikan secara serta meningkatkan pemahaman mahasiswa akan
kontekstual, artinya materi tersebut perlu dilihat materi pokok perkuliahan Filsafat Ilmu Pengetahuan.
dalam hubungannya dengan hal-hal lainnya yang Penelitian ini dapat dimasukan dalam jenis penelitian
relevan, dan terutama dalam kaitannya dengan eksperimental tindakan. Setelah menemukan
kehidupan mahasiswa. Dengan melihat dalam masalahnya/persoalannya, yaitu harapan untuk
konteksnya tersebut, diharap mahasiswa mampu meningkatkan daya tarik mahasiswa, meningkatkan
mengalami baik langsung atau tidak langsung kesadaran mahasiswa akan makna serta manfaat
tentang materi perkuliahan tersebut, misalnya secara perkuliahan, ser ta meningkatkan pemahaman
inderawi (melihat, mendengar, membau), secara mahasiswa akan materi pokok perkuliahan Filsafat
emotif, secara afektif, secara konatif, atau paling Ilmu Pengetahuan, peneliti membuat rencana untuk
tidak secara kognitif, sehingga bahan pembicaraan mencoba menerapkan suatu model perkuliahan
tersebut bukan suatu yang terlalu asing bagi (kontekstual-refleksif yang berbasis Pedagogi
mahasiswa, sedemikian r upa tidak memiliki Ignasian) dalam matakuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan
gambaran sedikit pun tentang bahan tersebut. demi terwujudnya harapan tersebut. Setelah rencana
Berdasar pengalaman tersebut, selanjutnya tesebut dijalankan, berulah diselidiki, dievaluasi
mahasiswa merefleksikannya, yaitu merenungkan, apakah tindakan yang telah direncanakan tersebut
merasakan, memikirkan, menggambarkan kembali memberikan hasil sesuai dengan harapan, dengan
bahan pembicaraan tersebut (dalam kaitannya melakukan perbandingan antara keadaan mahasiswa
dengan yang lain maupun dengan dirinya), untuk pada awal perkuliahan dengan keadaannya setelah
dapat memahaminya, untuk dapat menemukan mahasiswa hampir menyelesaikan perkuliahan.
makna atau arti serta nilai-nilai yang terkandung di Sehingga penelitian ini juga dapat disebut penelitian
dalamnya. Dan selanjutnya berdasarkan pemahaman deskriptik-komparatif.
ser ta nilai yang diperolehnya, diharapkan dapat
menumbuhkan motivasi dan mendorong mahasiswa 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
untuk bertindak (aksi), demi terwujudnya nilai-nilai Penelitian ini dilakukan di Program Studi
yang ditemukan dan dipilihnya. Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata
Dan dari tindakan tersebut diharapkan Dharma Yogyakarta. Diselenggarakan pada perkuliahan
mahasiswa dapat memperoleh dan merasakan Semester Gasal, Tahun Akademik 2007/2008, yang
hasilnya. Untuk itu perlu adanya pemikiran lebih berlangsung pada bulan Agustus sampai dengan
lanjut terhadap tindakan serta hasil yang dirasakannya, Desember 2007,
dalam rangka untuk memperoleh feedback, yaitu
melihat adanya kelebihan dan peluang, melihat 3.3 Subyek dan Obyek Penelitian
kelemahan dan hambatan dari usaha yang Dalam penelitian ini yang menjadi subyek
dilakukannya (evaluasi), serta dapat menemukan penelitian adalah dosen kelompok Matakuliah
ser ta memanfaatkan lebih lanjut hasil yang Pengembangan Kepribadian yang mengampu
diperolehnya sebagai dasar atau modal (yang perlu matakuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan. Sedang obyek
dilihat dalam konteksnya) bagi pengalaman lebih penelitian adalah kemampuan berpikir ilmiah
lanjut untuk membahas pokok bahasan atau bahan mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling,
perkuliahan berikutnya. yang mengikuti Matakuliah Filsafat Ilmu
Pengetahuan, Semester Gasal, Tahun Akademik
2007/2008. Jumlah mahasiswa yang terlibat dalam
3. METODOLOGI PENELITIAN penelitian ini sebanyak 46 orang.
135
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 132-143
refleksif yang berbasis Pedagogi Ignasian ser ta pada pengisian kuesioner dengan segala keterangannya
instr umen-instr umen penelitian yang akan yang telah dijawab dan diisi mahasiswa untuk
digunakannya; kedua, pembagian dan pengisian mengetahui tanggapan mahasiswa tentang matakuliah
kuesioner oleh mahasiswa tentang persepsi Filsafat Ilmu Pengetahuan pada awal semester, dan
mahasiswa, yang meliputi minat dan ketertarikan dibandingkan dengan tanggapan mahasiswa setelah
mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan Filsafat mahasiswa mengikuti perkuliahan hingga perkuliahan
Ilmu Pengetahuan, alasan ser ta manfaat yang dalam semester tersebut hampir berakhir.
dirasakan mahasiswa, dan tentang pemahaman
mahasiswa mengenai berpikir ilmiah pada awal
kuliah; ketiga, melakukan kegiatan perkuliahan 4. TEMUAN PENELITIAN
Filsafat Ilmu Pengetahuan sesuai rencana; dan DAN PEMBAHASAN
keempat, pengisian kuesioner oleh mahasiswa
tentang peningkatan persepsi mahasiswa yang Selain tentang identitas responden, angket
meliputi minat dan keter tarikan mahasiswa, mengajukan 9 pokok per tanyaan yang terkait
peningkatan alasan serta manfaat yang dirasakan dengan penelitian. Berhubung pertanyaan terakhir
mahasiswa, dan tentang pemahaman mahasiswa tentang “mengetahui bidang ilmu yang ditekuninya”
mengenai berpikir ilmiah pada setelah perkuliahan banyak yang salah pemahaman, yaitu dikira
sudah berlangsung dan hampir sampai akhir semester. menanyakan matakuliah FIP yang sedang diambilnya,
sementara yang tertulis dan yang dimaksud adalah
3.5 Instrumen Penelitian bidang ilmu yang sesuai dengan program studi yang
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ditekuninya, maka pertanyaan terakhir tidak dianalisa,
ini berupa kuesioner self-assesment, yang mengandung dan dengan demikian pokok pertanyaan/persoalan
pilihan tertutup dan isian keterangan terbuka, yang yang dianalisa tinggal tersisa 8 biji.
diisi mahasiswa pada awal semester. Sedangkan Sedangkan mahasiswa yang mengikuti kuliah
kuesioner self-assesment berikutnya tentang FIP pada kelas ini sebenarnya berjumlah 48 orang,
peningkatan kemampuan berpikir ilmiah, yang juga sementara yang mengisi angket sebelum pekuliahan
berisi pilihan tertutup, dan isian keterangan yang maupun angket setelah perkuliahan hanya 42, maka
terbuka, diisi pada hampir akhir semester. responden yang dapat peneliti olah hanya sebanyak
42 orang. Dari pengolahan angket tersebut, secara
3.6 Analisa Data keseluruhan dapat diperoleh data sebagaimana
Analisa data menggunakan analisis deskriptif- tersedia pada Table 1.
komparatif, dan persentase. Analisis data didasarkan
136
Paulus Wahana, Persepsi Mahasiswa terhadap Perkuliahan Filsafat Ilmu Pengetahuan ....
Tabel 1: Lanjutan
137
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 132-143
mereka. Dan hal tersebut dapat dilihat pada bahwa dalam bertindak diperlukan pemikiran dan
penjelasan mereka. Pemahaman manfaat tidak hanya perencanaan yang matang agar tujuan yang
sekedar didasarkan pada kepercayaan bahwa setiap diinginkan tercapai; memberikan motivasi pada
hal yang diberikan dalam kuliah mesti bermanfaat, mahasiswa agar berpikir untuk dapat menemukan
tetapi lebih didasarkan pada pemahaman mereka pemecahan atas permasalahan yang dihadapinya.
tentang Filsafat Ilmu Pengetahuan, setelah mereka
memang telah menerima secara nyata dalam 4.3 Memahami Alasan Memperoleh
perkuliahan. Kuliah FIP
Setelah mengikuti perkuliahan FIP, mahasiswa Berkenaan dengan alasan mengapa mahasiswa
tidak hanya menjawab bahwa FIP itu bermanfaat memperoleh matakuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan,
berdasarkan kepercayaan bahwa setiap matakuliah ternyata berdasarkan table di atas, pada awal
yang diberikan sebagaimana lain-lainnya pada perkuliahan terdapat 13 (31%) mahasiswa kurang
umumnya mesti baik, melainkan lebih berdasarkan tahu atau sedikit tahu, dan 29 (69%) tidak tahu.
pengalaman yang diterima dan dirasakan sendiri Ter nyata selur uh mahasiswa (100%) kurang
bahwa perkuliahan FIP yang diikuti tersebut mengetahui atau bahkan tidak mengetahui tentang
memang bermanfaat, dengan penjelasan-penjelasan alasan mereka memperoleh kuliah Filsafat Ilmu
sebagai berikut: terkait dengan kegiatan berpikir, FIP Pengetahuan. Dan ketidak tahuan mereka dapat
memberi motivasi mahasiswa agar berpikir untuk dilihat dalam bagian yang dapat mereka isi dengan
dapat menemukan pemecahan atas permasalahan- penjelasan: selain ada 5 mahasiswa yang tidak
permasalahan yang dihadapinya; mendorong mengisi, banyak yang menyatakan tidak tahu dengan
mahasiswa untuk berpikir rasional, radikal, berbagai penjelasan, misalnya bahwa mahasiswa
komprehensif, dan progresif; membentuk pola pikir masih bingung, heran, masih asing, belum pernah
mahasiswa lebih mendalam, kompleks, kritis, logis, mempelajari, tidak ada penjelasan sebelumnya;
dan sistematis. Terkait dengan ilmu pengetahuan, namun ada pula yang memberikan alasan yang
FIP membantu mahasiswa untuk menemukan tujuan umum, misalnya: agar memperoleh nilai, agar
ilmu pengetahuan sesuai dengan bidangnya, mempunyai pengetahuan tentang FIP, dan agar
memberikan pemahaman tentang ilmu pengetahuan memperoleh manfaat dari matakuliah FIP tersebut.
lebih baik (jelas, lengkap, mendalam, dan benar), Namun setelah mahasiswa mengikuti kuliah
memberikan pemahaman tentang ilmu pengetahuan FIP, setelah mengalami serta menerima isi perkuliahan
dari berbagai segi, sehingga memberikan pencerahan FIP, mereka semuanya, 42 (100%), menyatakan lebih
dan kejelasan, mahasiswa memperoleh pemahaman memahami alasan mengapa mereka memperoleh
tentang ilmu pengetahuan secara lengkap dan serta mengikuti kuliah FIP. Adapun alasan mereka
mendalam, menemukan ciri-ciri hakiki tentang ilmu memperoleh serta mengikuti kuliah FIP dapat dilihat
pengetahuan, unsure-unsurnya, dan tujuannya. dalam penjelasan mereka, kurang lebih sebagai
Terkait dengan perkuliahan di Prodinya, FIP berikut: terkait dengan ilmu pengetahuan sebagai
membantu mahasiswa untuk merefleksikan dan obyeknya, agar mahasiswa (sebagai warga masyarakat
memahami orientasi serta tujuan perkuliahan yang ilmiah) memahami ilmu pengetahuan dengan baik,
biasa diikutinya, menyadarkan mahasiswa bahwa serta dapat melaksanakan dengan baik pula, mahasiswa
mengikuti kuliah itu merupakan suatu kebutuhan memperoleh pencerahan dan memiliki pengetahuan
demi perkembangan selanjutnya; mahasiswa yang luas, mendalam, dari berbagai sudut pandang
menemukan kejelasan, keutuhan, dan kebenaran tentang ilmu pengetahuan, mahasiswa memahami
pemahaman tentang ilmu pengetahuan, dengan ilmu pengetahuan dengan baik, sehingga mengerti
segala unsur-unsurnya serta tujuannya. Dan terkait tujuan yang hendak dicapai dalam mempelajari ilmu
dengan kehidupan, FIP membantu mahasiswa untuk pengatahuan; terkait dengan perkuliahan yang
merefleksikan serta menerapkan ilmu pengetahuan menjadi tugas pokoknya, agar mahasiswa tidak
yang diterimanya dalam kehidupan sehari-hari; hanya sekedar melakukan r utinitas kegiatan
mahasiswa mendapatkan pencerahan dan dapat perkuliahan yang dirasa tidak memiliki makna,
mengubah kebiaaan lama yang salah menjadi namun mahasiswa diharap mampu merefleksikan
kebiasaan yang benar; mahasiswa mengetahui orientasi perkuliahan secara jelas, ser ta dapat
138
Paulus Wahana, Persepsi Mahasiswa terhadap Perkuliahan Filsafat Ilmu Pengetahuan ....
menerapkan dalam kehidupan mereka secara nyata, adalah secara filosofis, membahas secara rasional
agar mahasiswa lebih bertanggungjawab lagi dalam (kritis, logis, sistematis), obyektif, menyeluruh,
mengikuti kuliah, serius dalam memahami ilmu mendalam, dengan tujuan yang diharapkan memahami
pengetahuan yang digelutinya, sehingga ilmu ilmu pengetahuan secara lengkap dengan aspek-
pengetahuan tersebut kelak dapat digunakan dalam aspeknya (sebagai proses, prosedur, dan sebagai
kehidupan mereka. produk), jelas dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya, dan dapat memotivasi mahasiswa
4.4 Mengetahui Gambaran melakukan kegiatan ilmiah dengan baik.
Perkuliahan FIP
Berdasar table di atas, terdapat 34 (81%) 4.5 Mengetahui Kegiatan Berpikir
mahasiswa yang tidak memahami gambaran tentang Berdasar table di atas, pada awal perkuliahan
perkuliahan FIP, dan yang menyatakan sedikit atau FIP terdapat 23 (55%) mahasiswa yang sedikit/
kurang mengetahui tentang gambaran perkuliahan kurang mengetahui tentang kegiatan berpikir, dan
FIP ada 6 (14%). Sehingga mahasiswa yang menyatakan terdapat 12 (28%) tidak mengetahui tentang kegiatan
sedikit atau kurang mengetahui hingga tidak berpikir. Terdapat 35 (83%) mahasiswa sedikit atau
mengetahui gambaran perkuliahan FIP berjumlah 40 kurang mengetahui hingga tidak mengetahui
(95%). Sedang yang menjawab mengetahui ada 2 (5%), tentang kegiatan berpikir. Dan hanya 7 (17%)
dan yang sangat mengetahui tidak ada. Meskipun mahasiswa mengetahui tentang kegiatan berpikir.
baru akan memulai kuliah, namun sudah ada yang Hal ini tentu saja mengejutkan: meskipun mahasiswa
menjawab mengetahui serta sedikit mengetahui sudah biasa melakukan kegiatan berpikir, namun
gambaran tentang perkuliahan FIP; dan memang mereka tenyata tidak memiliki pemahaman yang
sebagian besar tidak memberikan penjelasan (24 jelas tentang kegiatan berpikir. Sembilan orang
orang tidak tahu karena belum mengikuti perkuliahan tidak memberikan keterangan, sedang tiga orang
FIP, dan 7 orang tidak mengisi penjelasan). menyatakan tidak menger ti. Adapun kualitas
Meskipun ada beberapa yang menjawab pemahaman mereka tentang kegiatan berpikir pada
sedikit mengetahui atau bahkan ada yang menjawab awal perkuliahan dapat dilihat dalam penjelasan dari
mengetahui, namun ternyata gambaran mereka mahasiswa yang menjawab mengetahui, sebagai
tentang perkuliahan FIP tidak benar, tidak sesuai berikut: berkenaan dengan tujuan, kegiatan berpikir
dengan apa yang akan senyatanya dikuliahkan. Hal bertujuan untuk memahami diri dan lingkungannya,
tersebut dapat kita lihat dalam beberapa contoh memperoleh pengetahuan baru, mencari yang baik,
sebagai berikut: mereka memiliki gambaran tentang mengungkapkan pendapat tentang sesuatu hal
perkuliahan FIP sebagai yang mempelajari seputar yang ada dalam pikiran, dapat menjalankan yang
ilmu kependidikan, mempelajari tentang manusia dipikirkannya, membantu perkembangan hiidup.
dengan alam semesta, mempelajari untuk menjadi Terkait dengan cara berpikir yang baik adalah
manusia yang berguna, mempelajari cara ahli filsafat berpikir positif dan optimis.
berpikir untuk menunjang ilmu yang dipelajari Namun setelah mengikuti perkuliahan FIP,
mahasiswa, mempelajari sejarah awal munculnya seluruh mahasiswa 42 (100%) memilih jawaban
ilmu pengetahuan, dan mempelajari ilmu-ilmu yang bahwa mereka lebih memahami tentang kegiatan
pasti sulit. berpikir. Peningkatan pemahaman tentang kegiatan
Mengikuti kuliah FIP memang dapat berpikir tersebut dapat dilihat dalam penjelasan
meningkatkan pengetahuan mereka tentang berikkut. Meskipun setiap penjelasan belum
gambaran perkuliahan FIP. Dan setelah mengikuti lengkap, karena memang merupakan penjelasan
perkuliahan FIP, ternyata seluruh mahasiswa, 42 singkat, namun masing-masing penjelasan cukup
(100%), memilih jawaban lebih dapat mengetahui memiliki kebenaran jawaban. Dan bila disintesekan
gambaran perkuliahan FIP. Adapun peningkatan antara jawaban yang satu dengan yang lain, kita
pengetahuan mereka dapat dilihat dalam penjelasan, dapat menemukan penjelasan yang lengkap tentang
yang kurang lebih sebagai berikut: berkenaan kegiatan berpikir: terkait penyebab, kegiatan berpikir
dengan obyek yang dibahas, FIP membahas ilmu dipicu oleh adanya persoalan, pertanyaan, adanya
pengetahuan; sedangkan cara yang digunakan rasa penasaran untuk ingin tahu, adanya keraguan,
139
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 132-143
ser ta adanya permasalahan yang dihadapinya. dasar dari pengetahuan, untuk memperoleh
Terhadap persoalan dan pertanyaan tersebut orang pengetahuan yang jelas dan benar orang harus
terpicu untuk berpikir dengan tujuan memperoleh berpikir secara kritis, logis, dan sistematis. Bila
penjelasan/keterangan untuk menemukan jawaban jawaban-jawaban tersebut di atas disintesekan, maka
yang jelas, yang benar. Sedangkan terkait dengan akan diperoleh keterangan/penjelasan yang lengkap
masalah yang dihadapinya, orang terpicu untuk tentang hubungan antara kegiatan berpikir dengan
berpikir dengan tujuan memperoleh kejelasan pengetahuan. Dengan berpikir orang dapat memperoleh
konteks masalahnya, dan akhirnya menemukan pengetahuan, sehingga untuk memperoleh
solusinya/pemecahannya. Dan untuk sampai pengetahuan yang jelas dan benar, orang perlu
memperoleh penjelasan/keterangan/pencerahan, berpikir dengan sungguh-sungguh, yaitu berpikir
serta akhirnya menemukan jawaban yang sebenarnya, kritis, logis, dan sistematis, dan terkait dengan yang
ser ta menghasilkan pemecahan, orang har us dipikirkan perlu dipikirkaan secara obyektif,
mengusahakan cara pemikiran yang sungguh- menyeluruh, dan mendalam.
sungguh, yaitu berpikir yang rasional (kritis, logis,
sistematis), obyektif, menyeluruh dan mendalam. 4.7 Mengetahui Perbedaan
Antara Pengetahuan
4.6 Mengetahui Hubungan Kegiatan dan Ilmu Pengetahuan
Berpikir dengan Pengetahuan Berdasar table di atas, sebelum perkuliahan
Berdasar table di atas, pada awal perkuliahan FIP dimulai, mahasiswa yang memberikan pilihan
FIP, terdapat 13 (31%) mahasiswa yang tidak sedikit/kurang mengetahui tentang perbedaan
mengetahui hubungan kegiatan berpikir dan pengetahuan dan ilmu pengetahuan ada 18 (43%),
pengetahuan, dan terdapat 28 (67%) mahasiswa yang dan yang memilih tidak mengetahui ada 21 (50%).
sedikit/kurang mengetahui tentang hubungan Dengan demikian mahasiswa yang memilih sedikit/
kegiatan berpikir dengan pengetahuan. Dengan kurang mengetahui hingga tidak mengetahui tentang
demikian terdapat 41 (98%) mahasiswa yang sedikit/ perbedaan pengethuan dengan ilmu pengetahuan
kurang memahami hingga tidak memahami tentang ada 39 (93%). Sedangkan yang memilih jawaban
hubungan antara kegiatan berpikir dengan pengetahuan. mengetahui perbedaan antara pengetahuan dan ilmu
Sedang yang memilih mengetahui ada 1 (2%). Yang pengetahuan hanya ada 3 (7%). Di samping banyak
tidak memberikan penjelasan ada 5 orang, sedang mahasiswa yang tidak mengisi penjelasannya (8
yang memberikan jawaban belum memahami ada 2 orang) dan menyatakan tidak tahu (7 orang), namun
orang. Adapun kualitas penjelasan tentang pengetahuan kualitas pengetahuan mereka tentang perbedaan
mereka tentang hubungan antara kegiatan berpikir antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan dapat kita
dengan pengetahuan dapat dilihat dilihat sebagai lihat kurang lebih sebagai berikut: terkait dengan
berikut: berpikir diperoleh dari dalam individu wujudnya, pengetahuan adalah hasil dari ilmu
sedang pengetahuan dari luar individu, pengetahuan pengetahuan, sedangkan ilmu pengetahuan
berhubungan dengan kegiatan berpikir, pengetahuan merupakan teori dan kumpulan kerangka pikir;
menjadi bahan untuk berpikir, berpikir dan pengetahuan pengetahuan adalah apa yang telah kita ketahui,
sama-sama diperoleh dari pengalaman, dengan telah kita pahami, sedangkan ilmu pengetahuan
berpikir orang dapat menimbang-nimbang mana menyangkut hal-hal yang perlu kita ketahui dan kita
yang baik dan benar tentang pengetahuan. gali, serta berupa teori-teori. Terkait dengan cara
Setelah mengikuti perkuliahan FIP, ternyata atau sumber nya, pengetahuan diperoleh dari
seluruh mahasiswa 42 (100%) memilih jawaban informasi dan pengalaman, sedangkan ilmu
lebih dapat mengetahui hubungan antara kegiatan pengetahuan dari belajar; pengetahuan diperoleh
berpikir dengan pengetahuan. Adapun peningkatan dari berbagai informasi, sedangkan ilmu pengetahuan
pengetahuan tentang hubungan kegiatan berpikir dari pengalaman; pengetahuan dari berbagai
dengan pengetahuan, dapat dilihat dalam penjelasan kegiatan, sedangkan ilmu pengetahuan dari kegiatan
mahasiswa, yang kurang lebih sebagai berikut: belajar saja; pengetahuan mencakup banyak hal
kegiatan berpikir manjadi sarana memperoleh dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan ilmu
pengetahuan yang jelas, kegiatan berpikir menjadi pengetahuan diperoleh dalam pengajaran formal;
140
Paulus Wahana, Persepsi Mahasiswa terhadap Perkuliahan Filsafat Ilmu Pengetahuan ....
pengetahuan berdasar dari sumber yang sudah ada, tentang gambaran menyeluruh ilmu pengetahuan
sedangkan ilmu pengetahuan berasal dari sumber- ada 8 orang (19%), sedangkan yang memberikan
sumber lain; pengetahuan bisa didapatkan dimana jawaban tidak mengetahui gambaran menyeluruh
saja, sedangkan ilmu pengetahuan didapatkan dalam ilmu pengetahuan ada 34 (81%). Dengan demikian
lingkup pendidikan. mahasiswa yang memilih jawaban sedikit/kurang
Setelah perkuliahan FIP berlangsung, ternyata mengetahui dan memilih jawaban tidak mengetahui
hampir semua mahasiswa, 39 (93%) menjawab bahwa ada 42 orang (100%). Dengan demikian tidak ada
mereka lebih dapat mengetahui perbedaan antara responden yang memberikan jawaban mengetahui
pengetahuan dan ilmu pengetahuan, dan hanya 3 tentang gambaran menyelur uh tentang ilmu
(7%) menyatakan tidak. Ada pun peningkatan pengetahuan. Meskipun banyak yang tidak
pengetahuan mereka dapat dilihat dalam penjelasan memberikan penjelasan (22 mahasiswa) dan ada 8
mereka, yang kurang lebih sebagai berikut: terkait mahasiswa menyatakan belum memiliki gambaran
dengan lingkup atau cakupannya, ilmu pengetahuan menyelur uh tentang ilmu pengetahuan, karena
merupakan salah satu jenis pengetahuan, sehingga belum mempelajarinya, namun kita dapat memperoleh
untuk mengetahui ilmu pengetahuan kita perlu sedikit gambaran pemahaman mereka, dengan
memahami pengetahuan terlebih dahulu; pengetahuan melihat beberapa penjelasan mereka yang kurang
cakupannya lebih luas, sedangkan pengetahuan lebih lebih sebagai berikut: terkait dengan gambaran
sempit. Terkait dengan kualitasnya, pengetahuan umum, ilmu pengetahuan mer upakan sebuah
hasilnya belum tentu benar, sedangkan ilmu kerangka berpikir yang sistematis, mer upakan
pengetahuan hasilnya dapat diandalkan kebenarannya, rangkuman semua ilmu; tentang obyek yang
hasilnya pasti dan dapat dipertanggungjawabkan; dipelajari, ilmu pengetahuan mempelajari hubungan
pengetahuan begitu mudah diperoleh, namun hasil manusia dengan alam semesta, segala hal ikhwal
tidak selalu memuaskan, sedangkan ilmu pengetahuan pengetahuan manusia, tentang alur berpikir yang
menghasilkan kebenaran pengetahuan yang lebih logis dan sistematis; sedangkan terkait dengan
dapat dipercaya, lebih dapat diandalkan, karena manfaatnya, ilmu pengetahuan membantu kita
telah diusahakan lebih serius; ilmu pengetahuan mempelajari pengetahuan, memberi manfaat dalam
merupakan kegiatan akal-budi yang menghasilkan kehidupan sehari-hari. Nampak bahwa gambaran
pengetahuan yang lebih jelas, sedangkan pengetahuan masih terlalu umum, belum menunjukkan kekhasan
hanya sekedar tahu, tetapi kurang jelas. Dan dari ilmu pengetahuan tersebut.
berkenaan dengan cara, pengetahuan diperoleh Setelah menjalani perkuliahan FIP, sebagian
secara langsung dari apa yang kita alami, sedangkan besar mahasiswa, 39 orang (93%), merasa dibantu
ilmu pengetahuan har us dipelajari dan diteliti mengetahui gambaran menyeluruh tentang ilmu
berdasar proses ter tentu; ilmu pengetahuan pengetahuan, dan masih ada 3 (7%) belum dapat
diusahakan lebih teratur (ilmiah), sedangkan mengetahui gambaran menyeluruh ilmu pengetahuan.
pengetahuan itu kacau, campur aduk, dan lebih Adapun kualitas pengetahuan mereka, dapat kita
untuk kepentingan hidup praktis sehari-hari; lihat dari penjelasan mereka, yang kurang lebih
pengetahuan adalah kegiatan mengetahui, sedangkan sebagai berikut: berkenaan dengan obyek yang
ilu pengetahuan merupakan salah satu pengetahuan, dipelajari, ilmu pengetahuan mempelajari seluruh
yang diusahakan secara sungguh-sungguh; pengetahuan kenyataan, segala yang ada, segala bidang serta
tanpa dipelajari sungguh-sungguh kita sudah tahu, aspek kehidupan, dan seluruh alam semesta dengan
karena dapat diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, segala isinya serta aktivitasnya sejauh dapat diindera
sedangkan ilu pengetahuan harus dipelajari dengan secara langsung maupun tidak langsung; terkait
menggunakan metode ilmiah. dengan aspek pendekatan, ilmu pengetahuan dapat
dilihat dari 3 aspek pendekatan, yaitu sebagai proses,
4.8 Mengetahui Gambaran Menyeluruh prosedur, dan sebagai produk; terkait dengan cara,
Ilmu Pengetahuan ilmu pengetahuan merupakan kegiatan berpikir yang
Dari table di atas, sebelum mahasiswa diusahakan secara ilmiah, yaitu diusahakan secara
mengikuti kegiatan perkuliahan FIP, mahasiswa yang rasional, kritis, logis, sistematis, dan metodis;
memberikan jawaban sedikit/kurang mengetahui berkenaan dengan tujuan, menguak tabir dan
141
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 132-143
rahasia alam semesta untuk memperoleh kejelasan/ sebelumnya, enak dan gampang terima, selain
pencerahan dan kebenaran; sedangkan terkait memberikan pencerahan atau penjelasan
dengan manfaat, membantu kita dalam menjawab tentang kegiatan berpikir secara umum
dan memecahkan segala persoalan serta permasalahan maupun kegiatan berpikir dalam ilmu
yang kita hadapi. Bila penjelasan-penjelasan tersebut pengetahuan.
disintesekan atau digabungkan satu sama lain, d) Perkuliahan Filsafat Ilmu Pengetahuan yang
kiranya akan saling melengkapi serta menghasilkan telah diikuti mahasiswa ter nyata dapat
gambaran secara menyelur uh tentang ilmu meningkatkan pemahaman mahasiswa
pengetahuan sebagai berikut: ilmu pengetahuan tentang materi pokok perkuliahan, yaitu
merupakan kegiatan berpikir manusia (yang dapat kegiatan berpikir, pengetahuan, maupun ilmu
dipahami sebagai proses, prosedur, dan produk) pengetahuan.
yang berusaha menguak rahasia alam semesta e) Model pembelajaran kontekstual-refleksif
dengan segala isinya serta aktivitasnya sejauh dapat yang berbasis Pedagogi Ignasian nampaknya
diindera secara langsung atau tidak langsung, cocok untuk dipakai dalam penyelenggaraan
dengan meneropong dari berbagai sudut penglihatan, perkuliahan Filsafat Ilmu Pengetahuan,
ser ta melakukan kajian lebih mendalam, yang karena mahasiswa tidak hanya sekedar diberi
diusahakan secara obyektif, kritis, logis, sistematis, informasi atau penjelasan tentang ilmu
dan metodis, dalam rangka untuk memperoleh pengetahuan, namun mahasiswa dituntun
penjelasan/pencerahan/keterangan, sehingga dapat untuk melakukan kegiatan berpikir, baik
membantu kita dalam menjawab serta memecahkan berpikir secara umum terkait dengan kehidupan
berbagai macam persoalan serta masalah yang kita sehari-hari, maupun berpikir ilmiah terkait
hadapi. dengan ilmu pengetahuan, dan mencoba
untuk merefleksikan cara-cara serta langkah-
langkah yang telah dilakukan dan kemudian
7. SIMPULAN DAN SARAN dibahas.
142
Paulus Wahana, Persepsi Mahasiswa terhadap Perkuliahan Filsafat Ilmu Pengetahuan ....
143
PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN
DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN
MENGGUNAKAN MODEL CONSERVATION SCOUT
UNTUK SISWA KELAS III B SD N JETIS 1 YOGYAKARTA
Paulus Yuli Suseno, Eny Winarti, dan Wahyu Wido Sari
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Sanata Dharma
Alamat korespondensi: Jl. Affandi Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta 55022
Email: paulusyulisuseno@gmail.com
ABSTRACT
This research was motivated by observation results of Grade III B Students attitudes and behaviors
towards the environment, during the researcher implementing activities of PPL in SD N Jetis 1
Yogyakarta. Interviews were also held to analyze student’s need, the results of interviewing the 5
students, the teacher, and the headmaster indicated that there was a need of experiment materials.
This research aimed to develop a material in the form of Educational Materials of Awareness and
Care about The Environment, a merger of lesson plan day one and day two, Experiment Materials,
and Experiment Guideliness written by the researcher et al. The materials aimed to provide
environmental education for Grade III Students. Hopefully, they are getting aware and care about
the environment. Research methodology used was Research and Development (R&D), by implementing
2 steps of materials development according to Tomlinson (Harsono, 2015). The materials had been
evaluated by Natural Science Expert, Linguist, and Teacher of Grade III before being implemented.
The evaluation results obtained an average score 3.54, so that the materials included in the category
of “very proper” to be implemented further. The Experiment Guideliness were also evaluated by 4
students of Grade III B through interviews, they felt happy because they could read and doing the
steps of the acivities in the guidelines.
Keywords : materials development, educational of awareness and care about the environment,
Conservation Scout Model.
144
P. Yuli Suseno, Eny Winarti, & Wahyu Wido Sari, Pengembangan Materi Pendidikan Kesadaran dan ....
kepedulian lingkungan khususnya terhadap sampah Keprihatinan terhadap cara berpikir dan
dan tumbuhan. perilaku siswa kelas III B terhadap lingkungan,
Sebagian besar siswa kelas III B tumbuh dan mendorong peneliti untuk berusaha mengembangkan
besar di daerah sekitar Jetis. Lingkungan Jetis pola pikir siswa melalui pendidikan lingkungan.
sendiri menurut Nila Ardhanie selaku Direktur Beberapa ahli pendidikan, Davis (1998: 148), Stapp
Amrta Institue for Water Literacy, masuk dalam lima (1997: 34), NEEAC (dalam Thomson dan Hoffman,
kecamatan paling potensial mengalami krisis air 2002: 6) memaparkan bahwa pendidikan lingkungan
(Lathiva, dalam Harian bernas.com, 2016). Eko mer upakan sebuah proses untuk membentuk
Teguh Paripurno selaku Peneliti Penanggulangan kesadaran, pemahaman, sikap, dan kebiasaan
Bencana UPN Yogyakar ta menyatakan bahwa manusia agar lebih ber tanggungjawab terhadap
permukaan air di Kota Yogyakarta terus menurun lingkungan. Pendidikan lingkungan menjadi sarana
sebanyak 15-50 cm sejak tahun 2006 akibat penyampaian pengetahuan lingkungan serta untuk
maraknya pembangunan hotel dan berkurangnya mengupayakan peningkatan kesadaran dan kepedulian
lahan hijau (Mawa dalam tir to.id, 2016). Paus manusia terhadap kondisi lingkungan (Hamzah,
Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si’ (2015: 22) 2013: 35-36). Neolaka (2008) menjelaskan kesadaran
menyampaikan pandangannya bahwa keberadaan air lingkungan sebagai keadaan tergugahnya jiwa
minum segar merupakan topik yang paling penting. sehingga mendorong seseorang mampu untuk
Air sangat dibutuhkan untuk kehidupan manusia dan menentukan mana yang baik dan yang buruk bagi
untuk mendukung ekosistem di darat dan perairan. lingkungan. Nar wanti (dalam dalam Handayani,
Bencana banjir di sekitar Sungai Winongo dan 2013: 25) menjelaskan kepedulian lingkungan
Bedog Kabupaten Bantul bulan Maret 2016, serta sebagai tindakan dengan tujuan untuk mengembangkan
banjir di daerah sekitar MM UGM, Jalan Solo, Jalan upaya-upaya untuk mencegah ker usakan pada
Kaliurang, dan Jalan Godean, terjadi dikarenakan lingkungan.
banyaknya sampah yang menumpuk dan akhirnya Data-data yang didapatkan dari kegiatan
menyumbat saluran air. Sampah yang menyumbat observasi dan wawancara menjadi acuan bagi peneliti
saluran air tersebut diyakini adalah sampah rumah untuk melakukan penelitian dan pengembangan
tangga yang dibuang sembarangan oleh manusia (Research and Development). Metode yang dapat
(Apriyadi dalam Tribun Jogja, 2016). Sampah yang digunakan adalah dengan menyediakan suatu
dibuang oleh manusia ke sungai juga membuat layanan pembelajaran yang dapat mengarahkan dan
sungai menjadi kotor dan keruh. Berita terjadinya menguatkan terwujudnya tindakan yang bertanggung
bencana banjir tersebut menjadi perhatian lain bagi jawab terhadap lingkungan pada diri siswa (Hungerford
peneliti, sebab daerah Jetis menjadi salah satu dan Volk dalam Hamzah, 2013: 36, Clayton dan
daerah yang dilewati Sungai Code. Myers, 2014: 360). Prosedur dan prinsip pengembangan
Kegiatan wawancara bersama guru kelas III materi menurut Tomlinson (dalam Harsono, 2015)
B yang kedua dilakukan pada hari Rabu, 23 akan digunakan untuk menyusun sebuah materi
November 2016. Guru menceritakan pengalamannya pembelajaran dikarenakan fokus pada pengembangan
ketika mengajarkan materi yang bersifat praktik isi materi. Pengembangan materi menurut Tomlinson
ternyata dapat membuat siswa bersemangat dan dimaksudkan untuk mengembangkan bahan-bahan
senang. Kegiatan pratikum diyakini oleh guru dapat apapun yang dapat digunakan untuk membantu
mempermudah siswa dalam memahami pembelajaran. pelaksanaan pembelajaran (Tomlinson, 2005).
Pada hari yang sama, peneliti melakukan wawancara Penelitian ini berusaha untuk mengembangkan
kepada lima Siswa kelas III B SD N Jetis 1 sebuah materi pembelajaran dengan judul “Materi
Yogyakarta yang dipilih sendiri oleh guru kelas. Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan”.
Kelima siswa yang diwawancarai menyatakan bahwa Materi tersebut ditawarkan kepada guru dan seluruh
mereka membutuhkan panduan pratikum. Kegiatan Siswa kelas III B SD N Jetis 1 Yogyakarta. Peneliti
wawancara yang dilakukan bersama dengan Kepala melandaskan diri pada pandangan beberapa tokoh
SD N Jetis 1 Yogyakar ta pada hari Kamis, 01 ternama yakni (1) pandangan Maria Montesori,
Desember 2016 pukul 08.00 WIB juga menunjukkan bahwa melalui permainan anak-anak dapat
hal yang sama. mengaktualisasikan dirinya (Montesori, 2002), (2)
145
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 144-150
Jean Piaget (dalam Crain, 2007: 167-224) bahwa untuk membantu pelaksanaan pembelajaran seperti
kemampuan berpikir anak usia 7-11 tahun dapat buku teks, buku kerja (LKS), kaset, CD-ROM, video,
berkembang dengan baik jika dihadirkan aktivitas handout, dan dari internet.
konkret, dan (3) Lev Semionovich Vygotsky (dalam Penelitian ini mengembangkan materi berupa
Slavin, 2011: 59) bahwa seorang anak bisa berkembang “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian
menjadi lebih baik berkat kehadiran orang lain Lingkungan menggunakan Model Conservation
di sekitarnya atau justru menjadi scaf folder bagi Scout” untuk memberikan pendidikan lingkungan
orang lain. kepada Siswa kelas III B SD Negeri Jetis 1 Yogyakarta.
Model Conservation Scout (CS) yang merupakan Pelaksanaan pengembangan materi disesuaikan
salah satu model pembelajaran inovatif untuk dengan dua langkah pengembangan dari lima langkah
memberikan pendidikan konser vasi sederhana pengembangan materi menurut Tomlinson. Kelima
kepada anak dengan menyenangkan (Suseno, 2016: langkah pengembangan materi menurut Tomlinson
4) digunakan oleh peneliti. Metode eksperimen (dalam Harsono, 2015), yaitu: (1) Analisis kebutuhan
sederhana, teknik peer tutoring dan kampanye siswa, (2) Desain, (3) Implementasi, (4) Evaluasi,
digunakan dalam penyusunan materi. Materi dan (5) Revisi. Penelitian ini menggunakan dua
Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan langkah pengembangan yakni analisis kebutuhan
merupakan penggabungan Rencana Pelaksanaan siswa dan desain.
Pembelajaran Hari 1 (RPP H1), Silabus H1, dan Instrumen dan materi yang sudah disusun
Materi Eksperimen “Penyebab Banjir” karya Adelia sebaiknya dilakukan evaluasi materi oleh ahli,
Surya Putri serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran validasi dalam penelitian ini termasuk dalam bagian
Hari 2 (RPP H2), Silabus H2, dan Materi Eksperimen evaluasi materi. Penyusunan materi yang dikembangkan
“Fungsi Akar” karya Paulus Yuli Suseno. Implementasi oleh peneliti juga didasarkan pada 10 prinsip
materi dilakukan secara terintegrasi dalam pengembangan materi menurut Tomlinson (2005).
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Kesepuluh prinsip yang dikemukakan oleh Tomlinson
materi “Ker usakan Alam dan Cara Menjaga antara lain (1) memiliki pengaruh bagi pembelajar,
Kelestarian Alam dan Perilaku Manusia Yang Peduli (2) membuat pembelajar merasa nyaman dan bahagia,
Lingkungan”. Penyusunan materi ini didasarkan (3) mengembangkan kepercayaan diri, (4) relevan
pada latar belakang, tujuan, serta harapan yang sama untuk pembelajar, (5) membuat pembelajar tertarik,
yakni memberikan pendidikan lingkungan kepada (6) memberikan penjelasan, (7) memperhatikan
anak-anak Kelas III SD N Jetis 1 agar lebih sadar gaya belajar siswa, (8) memperhatikan sikap afektif
dan peduli terhadap lingkungan. yang berbeda, (9) memberdayakan kemampuan
intelektual, emosional, dan menstimulasi otak kanan
dan otak kiri, dan (10) terwujudnya feedback.
2. METODE Peneliti berusaha melandaskan diri pada
etika-etika atau kaidah-kaidah pokok dalam proses
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian, oleh karena itu peneliti menggunakan
penelitian ini adalah Penelitian dan Pengembangan prinsip pelaksanaan penelitian sesuai dengan yang
atau Research and Development (R&D). Terdapat diharapkan Institutional Review Board (IRB). Nama
beberapa macam desain metode penelitian dan dari masing-masing partisipan yang terlibat dalam
pengembangan dari beberapa ahli seperti Borg & penelitian ini akan disamaran demi mengantisipasi
Gall (1983) dan Dick & Carey (2003). Penelitipun resiko yang akan diterima atas keterlibatannya
memutuskan untuk menggunakan desain menurut dalam penelitian ini. Bahasa penelitian yang
Tomlinson dikarenakan fokus pada pengembangan digunakan diusahakan untuk tidak mengarah kepada
materi. Tomlinson mer upakan salah satu ahli ras, etnis, atau pun jenis kelamin.
terkemuka di dunia pada pengembangan materi Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri
untuk pembelajaran bahasa (Aneheim University, Jetis 1 Yogyakar ta yang beralamatkan di Jalan
2016). Tomlinson (2005) menyampaikan bahwa Pasiraman No.02, Dusun Cokrokusuman, Kelurahan
pengembangan materi adalah pengembangan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Provinsi Daerah
terhadap bahan-bahan apapun yang dapat digunakan Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan
146
P. Yuli Suseno, Eny Winarti, & Wahyu Wido Sari, Pengembangan Materi Pendidikan Kesadaran dan ....
selama 5 bulan dimulai pada bulan Juli 2016 sampai digunakan berdasarkan hasil validasi dari dua ahli,
dengan bulan Desember 2016. Lokasi sekolah tepat akan tetapi tetap perlu diperbaiki sesuai saran dari
berada di sebelah selatan perempatan Jalan A.M validator.
Sangaji Yogyakarta, dekat dengan Sungai Code yang
berjarak kurang lebih sekitar 500 meter dari sekolah. 2.3 Teknik Analisis Data
Subjek dalam penelitian ini adalah Siswa kelas III B Data yang digunakan dalam penelitian ini
SD N Jetis 1 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 berupa data kualitatif yang diperoleh dari hasil
yang berjumlah 24 siswa dengan jumlah siswa laki- obser vasi, wawancara, dan saran ahli serta data
laki sebanyak 10 dan siswa perempuan sebanyak 14. kuantitatif yang diperoleh dari hasil validasi
instrumen wawancara. Data kualitatif di dapat dari
2.1 Teknik Pengumpulan Data hasil kegiatan observasi pembelajaran di kelas. Hasil
Teknik pengumpulan data yang digunakan dari kegiatan wawancara yang dilakukan bersama
dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dengan kepala sekolah, guru, ser ta siswa juga
kuesioner, dan dokumentasi. Penelitian ini dijadikan sebagai data kualitatif untuk dianalsis.
menggunakan teknik obser vasi non-pastisipan. Hasil validasi dari ahli IPA dan bahasa yang berupa
Peneliti melakukan observasi di kelas III B SD N kritik, komentar, dan saran juga digunakan untuk
Jetis 1 Yogyakarta pada saat pembelajaran yang memperbaiki kualitas materi dengan harapan
berkaitan dengan lingkungan seperti IPS atau pun semakin layak untuk digunakan. Data kuantitatif
IPA sedang berlangsung. Obser vasi dilakukan pada penelitian ini berupa skor penilaian dari hasil
selama peneliti melaksanakan kegiatan PPL selama validasi materi oleh ahli IPA, ahli bahasa, dan guru.
4 bulan. Teknik wawancara yang digunakan peneliti Data yang diperoleh dianalisis menggunakan kriteria
adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara penilaian menurut Sukardjo (2006). Skala yang
ditujukan kepada narasumber yaitu siswa kelas III digunakan peneliti memiliki 4 pilihan. Skor rata-rata
B, Gur u kelas III B, dan Kepala SD N Jetis 1 yang didapatkan kemudian ditentukan kategorinya
Yogyakarta. Kuesioner yang dipakai dalam penelitian dengan kriteria yaitu “sangat layak” jika X (skor rata-
ini adalah kuesioner tertutup. Lembar kuesioner rata) > 3,4, “layak” jika 2,8 < X < 3,4, “cukup” jika
diberikan kepada ahli IPA dan ahli bahasa serta 2,2 < X < 2,8, dan “kurang layak” jika 1,6 < X < 2,2.
Guru kelas III A dan III B sebagai instrumen untuk
memvalidasi materi. Pengambilan data melalui
dokumentasi selama kegiatan berlangsung, digunakan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
sebagai data empiris untuk memperkuat hasil
penelitian dan diharapkan dapat membuat deskripsi Materi yang dikembangkan oleh peneliti
tentang hasil penelitian menjadi lebih konkret. berjudul “Materi Pendidikan Kesadaran dan
Kepedulian Lingkungan”. Proses pengembangan
2.2 Instrumen Penelitian materi pada penelitian ini menggunakan dua langkah
Instrumen yang digunakan dalam penelitian pengembangan materi menurut Tomlinson, kedua
ini adalah wawancara dan kuesioner. Daftar pertanyaan langkah tersebut antara lain sebagai berikut:
wawancara digunakan untuk menganalisis kebutuhan
Siswa dan Guru kelas III B serta kepala sekolah SD 3.1 Analisis Kebutuhan
N Jetis 1 Yogyakarta terhadap materi eksperimen. Hasil observasi dan wawancara baik terhadap
Kuesioner digunakan untuk mengetahui kualitas siswa, guru, dan kepala sekolah, menjadi dasar bagi
instrumen, perangkat pembelajaran, dan materi peneliti untuk menarik kesimpulan bahwa Sekolah,
eksperimen. Instr umen wawancara yang sudah Guru, dan Siswa kelas III B SD N Jetis 1 Yogyakarta
disusun kemudian dilakukan validasi terlebih dahulu membutuhkan materi dan panduan eksperimen.
kepada ahli sebelum digunakan. Pembelajaran IPA yang berlangsung masih sebatas
Keempat instrumen wawancara yang sudah pada konsep ilmu lingkungan, siswa belum diajak
divalidasi oleh ahli IPA mendapat skor rata-rata 36,8 untuk memahami pentingnya lingkungan ser ta
dan mendapat skor rata-rata 36,25 dari ahli bahasa. bagaimana hubungan manusia dengan keberagaman
Keseluruhan instrumen dinyatakan sudah layak lingkungan alami dan buatan. Peneliti meyakini
147
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 144-150
bahwa siswa belum mencapai pada tahap sadar dan Garis-garis besar pembelajaran yang sudah
peduli sepenuhnya, berdasar pada hasil kajian dan dikoreksi oleh dosen pembimbing kemudian
refleksi antara teori kesadaran Bloom dan pengalaman dikembangkan menjadi RPP yang sesuai dengan
peneliti selama melaksanakan kegiatan PPL. Kurikulum KTSP 2006. RPP disusun dengan
Materi dan panduan yang diharapkan oleh menggunakan Pendekatan Paradigma Pedagogi
sekolah, guru, dan siswa kelas III B antara lain Reflektif (PPR), Model Conservation Scout, Metode
sesuai dengan kurikulum, SK dan KD, berisikan tanya jawab, diskusi, demonstrasi, dan eksperimen
langkah-langkah kegiatan yang jelas beserta gambar- sederhana, serta Teknik kampanye dan peer tutoring.
gambarnya, bentuk hurufnya dapat dibaca dengan Peneliti kemudian mengembangkan sebuah Materi
mudah, berbentuk kotak atau persegi panjang, tidak Eksperimen berjudul “Fungsi Akar” sebagai
membahayakan, tidak terlalu mahal ketika dibuat terlaksananya Model CS. Panduan Eksperimen
kembali, berwarna-warni, dan bermanfaat atau berguna “Fungsi Akar” untuk siswa juga dikembangkan untuk
bagi pembaca khususnya dapat membimbing anak mewujudkan Pendidikan Emansipatoris.
agar peduli terhadap lingkungan. Bahan ajar tersebut dikembangkan menjadi
sebuah buku pegangan guru dengan judul “Materi
3.2 Desain Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan”.
Sepuluh (10) prinsip pengembangan materi Sharing yang dilakukan peneliti bersama rekan
menurut Tomlinson (2005) yang diyakini relevan yakni Adelia Sur ya Putri sebelum melakukan
dengan penelitian ini, digunakan oleh peneliti. validasi materi, mendorong peneliti dan rekan untuk
Peneliti memilih mata pelajaran IPA sebagai sarana menyatukan karya menjadi satu. Bentuk akhir dari
untuk memberikan pendidikan lingkungan kepada desain materi yang dikembangkan menjadi dua buah
siswa kelas III B. Materi pembelajaran pada RPP dan Silabus serta Materi Eksperimen “Fungsi
“Bab XIII. Cara Manusia Dalam Memelihara dan Akar” dan “Penyebab Banjir”. RPP H 1 dan H2
Melestarikan Alam” digunakan sebagai dasar menggunakan aspek memahami dan menganalisis
penyusunan isi materi. Langkah selanjutnya adalah untuk ranah pengetahuan, aspek merespon dan
menyusun garis-garis besar pembelajaran berdasarkan bertanggungjawab dalam RPP H 2 sedangkan aspek
panduan lembar students’ need analysis pemberian menghargai dalam RPP H 1 untuk ranah sikap,
dosen pembimbing. Poin-poin utama dalam aspek respon terpimpin dalam RPP H 1 dan H2,
panduanpun sebelumnya dikembangkan menjadi aspek persepsi, dan aspek adopsi dalam RPP H 2
Silabus pembelajaran. untuk ranah perilaku menurut Bloom (Notoatmodjo
dalam Jamanti, 2014).
148
P. Yuli Suseno, Eny Winarti, & Wahyu Wido Sari, Pengembangan Materi Pendidikan Kesadaran dan ....
Komponen terakhir dari materi adalah bahwa panduan eksperimen yang dikembangkan
penutup yang berisikan biografi peneliti dan rekan. sudah memenuhi 10 prinsip pengembangan materi
Biografi yang dijelaskan oleh peneliti antara lain menurut Tomlinson.
nama, tempat dan tanggal lahir, pendidikan ditempuh,
kegiatan yang pernah diikuti, dan foto.
Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian 4. KESIMPULAN
Lingkungan yang mer upakan satu kesatuan
kemudian dipisah menjadi dua bagian. Bagian Proses pengembangan Materi Pendidikan
per tama yakni RPP H1 dan RPP H2, divalidasi Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan untuk Siswa
dengan menggunakan instrumen validasi perangkat kelas III B SD N Jetis 1 Yogyakar ta dilakukan
pembelajaran. Bagian kedua yakni Materi Eksperimen berdasarkan 2 langkah pengembangan materi menurut
“Penyebab Banjir dan “Fungsi Akar”, divalidasi Tomlinson (Harsono, 2015) yaitu (1) menganalisis
dengan menggunakan instrumen validasi kualitas kebutuhan siswa melalui kegiatan obser vasi dan
materi eksperimen. Data yang didapatkan dari hasil wawancara bersama siswa kelas III B, guru, dan
validasi materi oleh dua ahli dan dua orang guru kepala sekolah, ser ta (2) mendesain materi
kelas memperoleh skor rata-rata 3,54. Kualitas berdasarkan 10 prinsip pengembangan materi
materi yang dikembangkan peneliti berdasarkan menurut Tomlinson (2005). Hasil validasi materi
hasil validasi dapat dikategorikan “sangat layak”. oleh dua ahli dan dua orang guru kelas memperoleh
Panduan eksperimen untuk siswa menjadi skor rata-rata 3,54 sehingga materi dikategorikan
materi terakhir yang dikembangkan oleh peneliti. “sangat layak”, sedangkan berdasarkan hasil validasi
Kelima Siswa yang berinisial Rz, Ts, De, Jn, dan Di dari 4 siswa kelas III B yang menjadi validator, dapat
dipilih oleh peneliti menjadi validator. Wawancara disimpulkan bahwa panduan eksperimen yang
validasi materi eksperimen dilaksanakan pada hari dikembangkan sudah memenuhi 10 prinsip
Selasa, 29 November 2016. Hasil validasi dari 4 siswa pengembangan materi menurut Tomlinson.
kelas III B yang menjadi validator, dapat disimpulkan
149
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 144-150
Montessori, M. 2002. The Montessori Method. New Suseno, P.Y. 2016. Pendidikan Kesadaran dan
York: Dover Publications. Kepedulian Lingkungan pada Anak Melalui
Neolaka, A. 2008. Kesadaran Lingkungan. Jakar ta: Model Conservation Scout. Yogyakar ta:
Rineka Cipta. Symposium on Biology Education,
Paus Fransiskus. 2015. Ensiklik Laudato Si’, Program Studi Pendidikan Biologi,
tentang Perawatan Rumah Kita Bersama. Universitas Ahmad Dahlan.
Penerjemah: Martin Harun. Jakarta: Obor. Thomson, G. dan Jenn Hoffman. 2002. Measuring
Slavin, R.E. 2011. Psikologi Pendidikan: Teori dan the Success Environmental Education
Praktik. Jakar ta: Indeks. Programs. (Online), (http://www.peecworks.
Stapp, W.B. 1997. The Concept of Environmental org/peec/peec_inst/I01795F64.0/ee-
Education. (Online), (www.tandfonline.com). success.pdf). Diakses 18 Juli 2016.
Diakses 18 Juli 2016. Tomlinson. 2005. Materials Development in
Sukar djo. 2006. K u m p u l a n m a t e r i e v a l u a s i Language Teaching. United Kingdom:
pembelajaran. Prodi Teknologi Pembelajaran: Cambridge University Press.
PPs UNY.
150
PENGEMBANGAN TES HASIL BELAJAR MATEMATIKA
MATERI MENYELESAIKAN MASALAH
YANG BERKAITAN DENGAN WAKTU, JARAK
DAN KECEPATAN UNTUK SISWA KELAS V
Puji Purnomo dan Maria Sekar Palupi
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Sanata Dharma
Alamat korespondensi: Jl. Affandi Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta 55022
Email: purnomousd@yahoo.com
ABSTRACT
A good quality test is reserved that tested the validity, reliability, discrimination index, item difficultl,
and option analysis. This study departs from the existence of the potential and the problems of
teachers in need of sample test result good quality math learning because teachers trouble and did
not have enough time to make the test results of the study are of good quality. Based on the potential
and the problems, researchers encouraged to undertake research and development of test results of
learning math. The purpose of this research and development is to (1) develop the test results of the
study are of good quality and (2) describe the quality of the test results of the learning of
mathematics.The type of research used in this research is the research and development (R&D).
Product research and development procedures tests results of learning math is based on the
modification of the model of the Borg and Gall. There are a 10-step procedure research and
development advanced by the Borg and Gall. Research and development are only done up to step 5.
Keywords : test development, expert judgement, valid, mathematics, content validity.
151
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 151-157
langkah-langkah konstruksi soal yang bail. Materi 2.1 Teknik Pengumpulan Data
yang dikembangkan pada tes hasil belajar yaitu Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
materi pengukuran yang terdiri dari waktu, jarak, yaitu melalui wawancara dan kuesioner.
dan kecepatan.
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian 2.1.1 Wawancara
ini adalah: bagaimana mengembangkan tes hasil Sudijono (2011: 82) menjelaskan bahwa
belajar matematika dengan langkah-langkah yang wawancara merupakan teknik pengumpulan data
baik sehingga dapat digunakan untuk mengukur yang digunakan untuk menghimpun bahan-bahan
kemampuan peserta didik pada kompetensi dasar keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan
2.5 menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka,
waktu, jarak, dan kecepatan untuk kelas V sekolah dan memiliki tujuan tertentu. Wawancara dalam
dasar? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk penelitian ini digunakan untuk mengetahui analisis
memaparkan langkah-langkah pengembangan tes kebutuhan tes hasil belajar. Peneliti melakukan
hasil belajar matematika dengan langkah-langkah wawancara kepada guru kelas V SDN Sarikar ya.
yang baik sehingga dapat digunakan untuk mengukur Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
kemampuan peserta didik pada kompetensi dasar yaitu wawancara secara terstruktur menggunakan
2.5 menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pedoman wawancara dan panduan pertanyaan yang
waktu, jarak, dan kecepatan untuk kelas V sekolah dasar diajukan kepada narasumber.
152
Puji Purnomo & Maria Sekar Palupi, Pengembangan Tes Hasil Belajar Matematika Materi ....
153
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 151-157
baik. Potensi dalam penelitian ini yaitu dan kecepatan. Setelah memilih Kompetensi
membuat tes hasil belajar matematika yang Dasar (KD) peneliti merumuskan indikator
berkualitas baik sehingga dapat menjadi berdasarkan taraf kognitif taksonomi bloom.
contoh bagi guru dan menjadi kumpulan soal Indikator yang dibuat peneliti sebanyak 14
untuk tes hasil belajar siswa. indikator. Setelah menyusun indikator, peneliti
(2) pengumpulan data Peneliti melakukan merumuskan soal sebanyak 60 butir soal. Soal
pengumpulan data dengan wawancara, kuesioner dibagi menjadi dua tipe yaitu soal tipe A dan
dan tes. Wawancara dilaksanakan pada soal tipe B. Masing-masing tipe soal terdiri
tanggal 19 Juli 2016, dengan mewawancarai dari 30 butir soal pilihan ganda.
guru kelas V SDN Sarikar ya. Wawancara (4) validasi desain Validasi desain yang digunakan
menggunakan pedoman wawancara. Dari dalam penelitian ini adalah validasi ahli (expert
hasil wawancara dapat diketahui bahwa guru judgment). Validasi bertujuan untuk menilai
membutuhkan contoh tes hasil belajar dan mengetahui kelayakan produk tes hasil
matematika. Lembar kuesioner digunakan belajar matematika sebelum diujicobakan.
untuk menilai kelayakan produk tes hasil Validasi ahli dilakukan oleh ahli matematika
belajar matematika. yaitu dosen matematika PGSD Universitas Sanata
(3) desain produk Peneliti mendesain produk tes Dharma dan tiga orang guru kelas V SD.
hasil belajar matematika dengan menentukan (5) revisi desain Revisi desain dilakukan setelah
kelas. Peneliti membuat tabel spesifikasi divalidasi oleh validator yaitu ahli matematika
produk dengan menentukan Standar Kompetensi dan tiga orang guru kelas V SD. Melalui
(SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Standar validasi peneliti mengetahui saran perbaikan
Kompetensi yang dipilih yaitu 2. Menggunakan untuk memperbaiki produk tes hasil belajar
pengukuran waktu, sudut, jarak, dan kecepatan matematika sebelum diujicobakan.
dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar
(KD) yang dipilih yaitu 2.5 Menyelesaikan Langkah-langkah prosedur pengembangan
masalah yang berkaitan dengan waktu, jarak, akan ditunjukkan dalam bagan Gambar 2.
154
Puji Purnomo & Maria Sekar Palupi, Pengembangan Tes Hasil Belajar Matematika Materi ....
155
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 151-157
butir soal yang dibuat yaitu 60 butir soal berdasarkan dilakukan oleh ahli matematika dan 3 guru kelas V
kurva normal dengan menentukan tingkat kesukaran SD. Peneliti memperbaiki beberapa saran yang
soal sebesar 25% mudah, 50% sedang dan 25% sukar. diberikan oleh ahli dan ketiga guru kelas V SD.
Peneliti memperbaiki satuan jarak pada soal agar
3.4 Validasi Desain wajar dan memperbaiki soal analisis. Peneliti
Validasi desain dilakukan dengan menggunakan memperbaiki rumusan pokok soal agar tidak terlalu
validasi isi (content validity). Validasi isi dilakukan panjang dan memperbaiki penggunaan tanda baca
untuk melihat dan menilai materi dengan soal melalui untuk kalimat perintah. Revisi desain bertujuan
expert judgement untuk menilai dan mengetahui untuk memperbaiki produk tes hasil belajar
kelayakan produk sebelum diujicobakan. Produk matematika.
yang telah dibuat divalidasi oleh satu ahli
matematika dan tiga guru kelas V SD yaitu guru
kelas V SDN Sarikarya, guru kelas V SDN Perumnas 4. KESIMPULAN DAN SARAN
dan guru kelas V SDN Karangasem. Hasil validasi
ahli dan guru kemudian dikategorikan berdasarkan Kesimpulan berdasarkan hasil analisis data
skala Likert (dalam Widoyoko, 2015: 69). dan pembahasan pada bab IV adalah sebagai
156
Puji Purnomo & Maria Sekar Palupi, Pengembangan Tes Hasil Belajar Matematika Materi ....
langkah ketujuhagar dapat diketahui kualitas tes secara empiris, reliabilitas, daya beda, tingkat
hasil belajar yang disusun berkaitan dengan validitas kesukaran dan analisis pengecoh.
157
PENGEMBANGAN
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
YANG MENGINTEGRASIKAN EDUBUNTU
Theresia Yunia Setyawan
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Sanata Dharma
Alamat korespondensi: Jl. Affandi Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta 55022
Email: theresiayunia@usd.ac.id
ABSTRACT
Along with the vast advance of technology as well as the development in the field of education itself,
integrating technology into learning becomes something unavoidable. Apart from being user-friendly
and flexible, the technology integrated into learning should be accessible and giving learning
opportunities for anyone wishing to learn. The use of open source opens the gates for the integration
of technology which is user-friendly, flexible, accessible to anyone, and most of all, free of charge.
Edubuntu as one of the free/open source software (FOSS) designed especially for classroom teaching
and learning is expected to be able to help teachers, especially those teaching at the elementary
levels, in integrating technology into their classrooms easily. As Edubuntu is still viewed as a relatively
new program in Indonesia, this research is aimed at describing the steps of integrating the open
source into the processes of classroom learning and teaching as well as at designing a sample
lesson plan that can later serve as a model for elementary school teachers in designing a lesson
plan integrating Edubuntu on their own.
Keywords : Edubuntu, lesson plan, primary school.
158
Theresia Yunia Setyawan, Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ....
program open source akan mampu membantu didesain untuk menunjang pembelajaran di sekolah
mereka untuk membuat keputusan-keputusan dan terdiri dari perangkat lunak tambahan seperti
yang lebih baik mengenai pengintegrasian teknologi GCompris yang terdiri dari 100 aktivitas pembelajaran
demi terlaksananya kegiatan pembelajaran yang seper ti matematika, membaca, komputer, sains,
lebih efektif. geografi, maupun subyek-subyek pembelajaran yang
Edubuntu merupakan salah satu FOSS yang lain (Orlof f, 2009:14). Perangkat lain yang bisa
paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan ditemukan dalam Edubuntuadalah paket KDE
dewasa ini (Mor & Winters, 2008; Shaame, 2014). Edutainment yang mirip dengan GCompris, dan
Sebagai varian dari Ubuntu yang dikhususkan untuk kalender SchoolTool yang memungkinkan guru,
menunjang proses pembelajaran, Edubuntu memiliki siswa maupun orang tua untuk saling terhubung dan
beragam aplikasi pendidikan yang bisa digunakan berbagi informasi yang berkaitan dengan jadwal atau
mulai dari tingkat pendidikan paling dasar (pendidikan agenda sekolah.
anak usia dini/prasekolah) sampai dengan pendidikan Seperti yang telah disinggung sebelumnya,
tinggi. Keberagaman aplikasi pendidikan yang manfaat pertama yang didapatkan dari pengintegrasian
disediakan diharapkan akan mampu mengembangkan Edubuntu di lingkungan pendidikan adalah penggunaan
keterampilan siswa dalam memecahkan masalah perangkat lunak yang legal baik di sekolah maupun
sejak dini karena memberikan kesempatan kepada di rumah. Hal ini sangat dimungkinkan karena
siswa untuk menjalankan sistem operasi alternatif Edubuntudapat digunakan secara internasional di
selain Windows dan Macintosh sejak mereka mulai seluruh penjuru dunia (Zymaris&Patten, 2008).
diperkenalkan pada perangkat komputer (Lewis, Selain itu, perangkat lunak seperti yang bersifat open
2007). source seper ti Edubuntu dapat dijalankan pada
Di lain pihak, Edubuntu juga mampu memberikan komputer-komputer lama yang spesifikasinya sudah
kesempatan pada para guru dengan keterampilan tidak memungkinkan bagi program-program
komputer terbatas untuk mengintegrasikan berbayar seperti Windows atau Macintosh.
teknologi dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari Bagi para pelaku dunia pendidikan, khususnya
di kelas dengan mudah. Meskipun demikian, guru dan siswa sendiri, penggunaan Edubuntu juga
tidaklah dapat dipungkiri bahwa salah satu kendala memberikan dampak yang positif. Para guru dengan
terbesar dalam pengimplementasian penggunaan kemampuan komputer yang terbatas akan dapat
open source dalam dunia pendidikan adalah kurang dengan mudah mengintegrasikan penggunaan
dikenalnya perangkat lunak semacam ini oleh Edubuntu dalam kegiatan belajar dan mengajar di
para pelaku dunia pendidikan, khususnya di kelas dalam waktu yang relatif singkat. Tambahan
Indonesia. Artikel ini bertujuan untuk memaparkan lain, seperti yang dipaparkan oleh Hylén (2006),
langkah-langkah pengintegrasian Edubuntu dalam educational open source seperti Edubuntu menawarkan
pembelajaran di kelas dan mengembangkan satu akses ke sumber-sumber belajar maupun materi
contoh rencana perencanaan pembelajaran (RPP) yang lebih fleksibel karena banyaknya aplikasi yang
yang mengintegrasikan aplikasi-aplikasi Edubuntu ditawarkan oleh open source tersebut.
yang bisa digunakan sebagai penunjang pembelajaran. Bagi siswa, khususnya mereka yang masih
Lebih jauh diharapkan agar para guru, khususnya, berada di tingkat pendidikan dasar, Edubuntu
para guru sekolah dasar, dapat memperoleh insight menumbuhkan ketertarikan tersendiri melalui tema-
dalam pengintegrasian penggunaan open source, temanya yang kid-friendly (Gambar 1). Selain itu,
dalam hal ini Edubuntu, dalam kegiatan belajar Edubuntu juga mudah untuk digunakan di rumah
mengajar di kelas sedini mungkin. dan mudah untuk dikelola bahkan untuk anak-anak
sekalipun karena dikemas dalam bentuk live CD
1.1 Pengintegrasian Edubuntu yang bisa langsung digunakan pada sistem operasi
dalam Pendidikan apapun tanpa perlu diunduh dan diinstal. Lebih dari
Edubuntu merupakan subproyek ketiga dari itu, Edubuntu akan memberikan kesempatan pada
Ubuntu yang dirilis pertama kali pada tanggal 13 para siswa yang masih duduk di tingkat sekolah
Oktober 2005 sebagai tambahan dari Ubuntu versi dasar untuk belajar secara lebih menyenangkan
5.10. Versi Edubuntu yang terbaru adalah versi 14.04 karena proses belajar dikemas dalam bentuk
yang dirilis pada tanggal 17 April 2014. Edubuntu permainan (learning disguised as fun). Melalui
159
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 158-173
permainan-permainan tersebut, mereka dapat belajar lingkungan pendidikan, hampir semua aplikasi yang
keterampilan membaca, mengeja, dan menalar ada dalam Edubuntu, baik yang berupa aksesoris,
(Hoover, 2008) dan mengeksplorasi kemungkinan- games, grafis, internet, maupun aplikasi-aplikasi
kemungkinan yang ditawarkan oleh teknologi masa pendidikan itu sendiri, bisa dimanfaatkan mulai dari
kini serta merasakan sensasi kecanggihan teknologi tingkat pendidikan dini (prasekolah) sampai
di ujung jari-jari mereka. pendidikan tinggi. Berikut adalah beberapa aplikasi
Edubuntu yang sesuai bagi siswa-siswa di tingkat
1.2 Aplikasi-aplikasi Edubuntu untuk pendidikan dasar, baik siswa prasekolah (1-5
Pendidikan Tingkat Dasar tahun), kelas bawah (6-8 tahun) maupun kelas atas
Sebagai variasi dari program Linux Ubuntu (9-11 tahun).
yang didesain secara khusus untuk digunakan dalam
160
Theresia Yunia Setyawan, Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ....
Tabel 1: Lanjutan
161
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 158-173
Tabel 1: Lanjutan
Dari tabel di atas dapat diasumsikan bahwa kelas. Dengan semakin meningkatnya kemampuan
hampir segala jenis kegiatan pembelajaran yang para guru dalam mengintegrasikan aplikasi-aplikasi
biasa dilaksanakan di tingkat pendidikan dasar dapat Edubuntu, para guru diharapkan untuk tidak hanya
difasilitasi oleh Edubuntu. Hal terpenting yang harus mampu memberikan pengalaman belajar yang lebih
dilakukan oleh para guru adalah memilah dan memilih menarik dan bermakna bagi siswa namun juga dapat
aplikasi-aplikasi apa saja yang kiranya sesuai dengan meningkatkan pemahaman mereka mengenai tiga
usia maupun kemampuan anak didik mereka, baik domain penting dalam pendidikan (domain
kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotorik. teknologi, pedagogi, dan konten) yang memiliki
Pemilihan dan pengintegrasian aplikasi yang sesuai keterkaitan yang sangat erat sehingga mampu
dengan materi pembelajaran dan juga kemampuan mengajarkan konten dengan metode dan teknologi
siswa diharapkan akan mampu meningkatkan yang sesuai (Schmidt et al., 2009; Baran, Chuang,
efektivitas proses belajar mengajar yang terjadi, dan & Thompson, 2011).
pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan
prestasi belajar siswa lewat pengalaman-pengalaman
belajar yang lebih bermakna. 2. METODE PENELITIAN
Meskipun demikian, kurang dikenalnya
Edubuntu di lingkungan pendidikan menjadi Penelitian ini merupakan pendahuluan dari
salah satu kesulitan bagi para guru yang ingin penelitian pengembangan yang sedianya akan
mengintegrasikan Edubuntu dalam kegiatan dilaksanakan dalam tiga tahap. Tiga tahap tersebut
belajar mengajar. Memaparkan langkah-langkah adalah (a) tahap evaluasi diri yang terdiri dari dua
pengintegrasian aplikasi-aplikasi Edubuntu yang proses, yaitu proses analisis dan proses desain, (b)
sesuai, mulai dari memilih sampai dengan tahap pendesainan prototipe yang terdiri dari proses
menuangkannya ke dalam rencana pelaksanaan uji ahli (expert review), uji coba individu (one-to-one),
pembelajaran (RPP) diharapkan akan mampu uji coba kelompok kecil (small group), dan (c) tahap
memberikan gambaran pada para guru di tingkat uji lapangan yang mer upakan tahap terakhir
pendidikan dasar untuk memulai langkah awal (Tessmer, 1993). Ketiga tahap tersebut dapat
mereka dalam mengintegrasikan teknologi di dalam digambarkan dalam bagan (Gambar 2).
162
Theresia Yunia Setyawan, Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ....
163
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 158-173
termasuk dalam kategori rendah. Hal ini ditunjukkan pengeloaan kelas secara online dalam kegiatan
dengan nilai konversi yang hanya mencapi 38,37% belajar mengajarnya.
untuk penguasaan aplikasi/perangkat lunak dan Dengan memper timbangkan tingkat
38,70% untuk kompetensi teknologi yang dimiliki perkembangan kemampuan kognitif siswa serta
oleh guru. Jumlah nilai untuk setiap item menunjukkan hasil kuisioner analisa kebutuhan tersebut, akan
rendahnya kemampuan guru dalam penggunaan didesain rencana pelaksanaan pembelajaran untuk
multimedia, pembuatan peta konsep digital, pembelajaran di kelas atas, yaitu kelas V sekolah
pembuatan video pendukung pembelajaran, dan dasar sebagai contoh. Kelas V menjadi pilihan
pengelolaan kelas secara online. karena pada tingkat ini, siswa dianggap sudah
Dengan mengacu pada hasil kuisioner memiliki kemampuan kognitif, psikomotorik,
tersebut di atas, maka pengembangan rencana maupun afektif yang memadai untuk terlibat dalam
pembelajaran berbasis Edubuntu akan berfokus pembelajaran yang mengintegrasikan teknologi di
untuk membantu guru dalam mengintegrasikan dalamnya. Dengan bertitik tolak pada Kurikulum
penggunaan multimedia, pembuatan peta konsep 2013 dan pendekatan saintifik yang menjadi ciri
digital dan video pendukung pembelajaran dalam khasnya, alah satu contoh rencana pelaksanaan
pembelajaran. Rencana pembelajaran yang disusun pembelajaran yang mengintegrasikan teknologi
juga akan membantu gur u untuk melakukan berbasis Edubuntu untuk siswa kelas V sekolah
dasar dapat dipaparkan sebagai berikut.
164
Theresia Yunia Setyawan, Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ....
Tabel 2: Lanjutan
165
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 158-173
Tabel 2: Lanjutan
4. Siswa dapat membuat laporan usaha pelestarian lingkungan dalam bentuk video sederhana secara
berkelompok.
5. Setelah mengamati contoh yang diberikan oleh guru, siswa dapat mengikuti prosedur dan langkah kerja dalam
berkarya kreatif membuat benda kerajinan.
6. Setelah mengamati contoh yang diberikan oleh guru, siswa dapat menunjukkan keterampilan membuat benda
pakai dari barang bekas dengan alat dan teknik sederhana.
7. Setelah berdiskusi dengan orangtuanya, siswa dapat mengidentifikasi zat-zat berbahaya dalam rokok dan dan
akibatnya bagi kesehatan tubuh.
8. Setelah berdiskusi dengan orangtuanya, siswa dapat menjelaskan penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh
kebiasaan merokok secara lisan.
D. Materi Pembelajaran
1. Usaha pelestarian lingkungan
2. Pemanfaatan barang bekas
3. Dampak merokok bagi kesehatan
E. Pendekatan, Model dan Metode Pembelajaran
1. Pendekatan: Saintifik
2. Metode: Diskusi, demonstrasi, unjuk kerja kelompok
F. Media, Alat dan Sumber Belajar
1. Media : Gambar-gambar tentang kegiatan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle)
2. Alat/Bahan: Program View Your Mind (VYM) dan Open Shot Video Editor
3. Sumber belajar :
a. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Lingkungan Sahabat Kita (Tema 9): Buku Tematik
Terpadu Kurikulum 2013 untuk Siswa SD/MI Kelas V. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
b. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Lingkungan Sahabat Kita (Tema 9): Buku Tematik
Terpadu Kurikulum 2013 untuk Guru SD/MI Kelas V. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi Waktu
Kegiatan 1. Siswa memulai pelajaran dengan berdoa bersama-sama 10 menit
Pendahuluan dengan guru
2. Siswa bersama guru melakukan tanya jawab tentang hal-hal
yang menarik di lingkungan sekitar sekolah maupun rumah siswa.
3. Siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai rencana
kegiatan mereka sepanjang hari itu.
Kegiatan Inti 1. Siswa membaca teks “Mendaur Ulang Sampah” dalam hati 185 menit
dan mencatat hal-hal penting yang mereka temukan dalam
teks tersebut (mengamati).
2. Siswa mendiskusikan hal-hal yang mereka temukan dengan
teman dan guru.
3. Siswa diperkenalkan pada konsep reduce, reuse dan recycle
(3R) dan diminta menemukan informasi lebih lanjut mengenai
penerapan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari
melalui studi pustaka di perpustakaan, atau pencarian informasi
melalui Internet (menanya, mengumpulkan informasi).
4. Siswa merangkum informasi yang telah diperoleh dan, setelah
memperhatikan penjelasan dari guru, menyajikan informasi
yang telah diperolehnya dalam bentuk peta pikiran
(mengasosiasi, mencoba).
166
Theresia Yunia Setyawan, Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ....
Tabel 2: Lanjutan
167
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 158-173
Tabel 2: Lanjutan
168
Theresia Yunia Setyawan, Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ....
Tabel 2: Lanjutan
169
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 158-173
konten pedagogis, konten teknologi, pedagogis menjadikan suatu tugas sebagai tugas mandiri atau
teknologi, dan di atas semuanya itu, pemahaman tugas kelompok. Dengan membagi siswa dalam
yang baik dalam gabungan tiga area tersebut – kelompok, siswa-siswa yang memiliki kemampuan
teknologi, pedagogis, konten. Schmidt, dkk. (2009) heterogen dapat saling berinteraksi dan belajar satu
dan Baran, Chuang, dan Thompson (2011) menyebut sama lain. Alhasil, siswa akan memiliki pengalaman
pemahaman ini dengan istilah TPACK (tecnological belajar yang lebih bermakna dan pengerjaan tugas
pedagogical content knowledge). pun dapat menjadi lebih efisien dan memakan waktu
Contoh rencana pembelajaran tersebut yang tidak terlalu lama (Setyawan, 2014).
menunjukkan bahwa konten utama yang ingin Penggunaan View Your Mind (VYM) dan
disampaikan oleh guru kepada siswa adalah mengenai Open Shot Video Editor menunjukkan diterapkannya
usaha pelestarian lingkungan dan bagaimana pengetahuan konten teknologi oleh guru. Kedua
pemanfaatan barang bekas bisa menjadi salah satu program berbasis Edubuntu ini dipilih selain karena
alternatif dari upaya untuk melestarikan lingkungan. merupakan open source juga karena mudah digunakan.
Pengetahuan pedagogis gur u tampak dalam Baik guru maupun siswa tidak perlu memiliki
upayanya untuk membuat siswa bekerja secara keahlian dalam bidang komputer secara khusus
mandiri maupun membagi siswa dalam kelompok- untuk dapat menjalankan kedua program tersebut.
kelompok yang nantinya akan mengerjakan sebuah Tampilan antarmuka kedua program tersebut dapat
proyek video. Keterampilan penggunaan teknologi dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.
guru tampak dalam upayanya mengintegrasikan Kemampuan gur u untuk menentukan
penggunaan perangkat lunak yang berbasis Edubuntu, program mana yang sebaiknya digunakan secara
dalam hal ini program pembuat peta pikiran (View individu dan program mana yang sebaiknya
Your Mind) dan Open Shot Video Editor, dalam digunakan secara berkelompok oleh siswa
proses pembelajaran. Hal ini juga tampak dalam menunjukkan bahwa guru telah memiliki dan
usaha guru untuk memperkenalkan situs penyedia mampu menerapkan pengetahuan pedagogis
video online seperti Youtube kepada para siswanya. teknologinya. Dengan menggunakan contoh rencana
Gur u menerapkan pengetahuan konten pembelajaran di atas, guru memutuskan untuk
pedagogisnya ketika ia mengambil keputusan untuk menugaskan siswa untuk menggunakan View Your
170
Theresia Yunia Setyawan, Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ....
Mind secara pribadi dengan asumsi bahwa siswa Aspek-aspek ini adalah aspek kognitif yang berupa
memiliki cara yang berbeda dalam berkreasi dan konten pembelajaran yang disampaikan, aspek
mendesain peta pikiran (mind map) mereka masing- psikomotorik yang berupa keterampilan pemanfaatan
masing. Sejalan dengan hal tersebut, keputusan guru teknologi oleh siswa, dan aspek afektif yang dapat
untuk menugaskan siswa untuk secara berkelompok diobser vasi melalui interaksi antar siswa melalui
menggunakan program Open Shot Video Editor strategi pembelajaran yang diterapkan. Oleh Mishra
didasarkan pada asumsi bahwa siswa perlu saling dan Koehler (2006), pengetahuan yang dimiliki guru
berinteraksi dan bersinergi dengan siswa lain dalam untuk menerapkan kemampuan-kemampuan ini
kelompoknya. Penggunaan program ini akan dalam pembelajaran didefinisikan sebagai pengetahuan
memungkinkan siswa untuk berbagi peran (misalnya, konten, pedagogis, dan teknologi (TPACK).
presenter, pengambil gambar, pengedit gambar,
editor, dsb.) dalam pengerjaan proyek tugas mereka
sehingga, secara langsung maupun tidak langsung, 4. PENUTUP
siswa dapat belajar dan saling melengkapi pemahaman
mereka masing-masing dalam proses pengerjaan Dengan semakin berkembang pesatnya
proyek tersebut. kemajuan zaman dan cepatnya arus globalisasi,
Secara keseluruhan, guru dituntut untuk pengintegrasian teknologi dalam pembelajaran
mampu memilih strategi pembelajaran yang sesuai menjadi suatu hal yang tidak bisa dihindari lagi.
dengan konten pembelajaran yang akan disampaikan, Sekolah, bahkan di tingkat dasar, harus mempersiapkan
mampu memilih teknologi yang sesuai dengan dan membekali siswanya dengan kemampuan-
konten maupun strategi yang yang telah dipilih, dan kemampuan yang diperlukan untuk terus bertahan
juga mampu untuk melakukan penilaian pembelajaran di abad 21. Meskipun demikian, proses pengintegrasian
yang meliputi keseluruhan aspek pembelajaran. teknologi dalam pembelajaran di kelas bukanlah
171
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 158-173
merupakan proses yang sederhana. Teknologi yang keterampilan yang memadai. Perlunya pendampingan
dipilih tidak hanya harus mudah digunakan namun dan pelatihan pengintegrasian teknologi untuk
juga murah. Penggunaan sistem operasi open source gur u menjadi hal yang sangat mendesak untuk
Edubuntu bisa menjadi salah satu alternatif untuk dilakukan demi terlaksananya pembelajaran yang
menjawab tantangan ini karena selain mudah mengintegrasikan yang efektif. Selain itu, perlu juga
digunakan, sistem operasi ini juga bebas biaya. diperhatikan kesiapan perangkat lunak yang akan
Selain itu, Edubuntu juga memiliki program-program digunakan dan, yang terutama, kesiapan siswa untuk
yang lengkap yang bisa digunakan mulai dari tingkat terlibat dalam pembelajaran yang mengintegrasikan
pendidikan dasar sampai tingkat pendidikan tinggi. teknologi. Guru harus selalu memegang teguh
Di sisi lain, tidak bisa dipungkiri bahwa, prinsip bahwa teknologi merupakan sarana bukan
pengintegrasian teknologi dalam pembelajaran tujuan pembelajaran.
menuntut guru untuk memiliki pengetahuan dan
172
Theresia Yunia Setyawan, Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ....
Shaame, A. A. 2014. “The Adoption of Free and Zymaris, C. & Patten, B. 2008. Free Software
Open Source Software in Teaching and for Schools v8.12: A Catalogue of Open
Learning: Case Study Zanzibar Education Source Computer Programs for Teaching
Institutions”. Inter national Jour nal of and learning. Diunduh dari http://
Managerial Studies and Research (IJMSR), creativecommons.org/licenses/by-sa/2.5/
2(5), 53-59. au/ pada 6 Mei 2015
Tessmer, M. 1998. Planning and Conducting
Formative Evaluations: Improving the
Quality of Education and Training. London:
Kogan Page.
173
EFEKTIVITAS
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE JIGSAW PADA MATA PELAJARAN IPS SD
Adimassana dan Rusmawan
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Sanata Dharma
Alamat korespondensi: Jl. Affandi Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta 55022
Email: adimas@usd.ac.id
ABSTRACT
This study aims to determine the effectiveness of the implementation of cooperative learning model
jigsaw I and II to improve students’ achievement in social studies at primary school. This research
used quasi-experimental method. The populations were all fourth grade students from nine primary
school in Yogyakarta. The data were collected through observation, documentation, and testing. The
data were analized using t-test. The results showed that (1) jigsaw I cooperative learning model was
effective in terms of learning achievement IPS; (2) jigsaw II of cooperative learning model effective
in terms of learning achievement in social studies; and (3) the jigsaw 1 was more efective then the
second in terms of learning achievement in social studies.
Keywords : model jigsaw cooperative learning, academic achievement IPS, efectivity.
174
Adimassana & Rusmawan, Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif ....
psikologis cenderung hanya terfokus pada satu sebagai suatu usaha eksploratif untuk menguasai
bidang keahlian saja. materi secara mendalam sebelum dibawa ke dalam
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II kelompok asal.
memberikan peluang dan motivasi kepada setiap Prestasi belajar adalah “hasil belajar”
anggota kelompok untuk memiliki perhatian dan sebagaimana dikemukakan oleh Winkel (1996:162),
penguasaan terhadap semua persoalan yang menjadi yaitu “hasil belajar yang berhasil dicapai seseorang
tanggungjawab kelompoknya. Peluang tersebut dalam proses belajar”. Dengan demikian prestasi
secara nyata diberikan melalui langkah-langkah belajar merupakan hasil dari proses belajar yang
tipe jigsaw II yang diawali dan diakhiri dengan dilakukan oleh seseorang terhadap suatu bidang
pembahasan seluruh persoalan oleh semua anggota kajian. Prestasi belajar dipengaruhi oleh banyak faktor,
kelompok, sehingga semua anggota memiliki yang salah satunya adalah model pembelajaran
perhatian pada selur uh tugas yang menjadi yang digunakan oleh guru. Penelitian payung ini
tanggungjawab kelompok. dimasudkan untuk membandingkan sejauh mana
Penelitian ini dilakukan secara khusus pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
mata pelajaran IPS karena mata pelajaran ini sangat I dan II dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
membutuhkan kerjasama dalam kelompok mengingat Masalah yang akan dijawab dalam penelitian payung
cakupan materinya amat luas. Mata pelajaran ini ini dapat dirumuskan: (1) bagaimana keefektifan
tergolong mata pelajaran yang kurang menarik minat model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw I ditinjau
para siswa karena memuat materi yang amat dari prestasi belajar IPS siswa SD? (2) bagaimana
kompleks dan luas. Dalam KTSP (2006) IPS keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe
mencakup materi tentang: (1) manusia, tempat dan Jigsaw II ditinjau dari prestasi belajar IPS siswa SD?
lingkungan (antropologi, geografi dan sosiologi), (2) Dan (3) manakah yang lebih efektif diantara model
waktu keberlanjutan dan perubahan (sejarah), (3) pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw I dan tipe Jigsaw
sistem sosial dan budaya (antropologi kebudayaan), II ditinjau dari prestasi belajar IPS siswa SD?
dan (4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
(ekonomi) yang pembelajarannya untuk SD (1) keefektifan penerapan model pembelajaran
dilaksanakan secara terpadu. Guru SD ditantang kooperatif tipe Jigsaw I ditinjau dari prestasi belajar
untuk dapat mengembangkan proses pembelajaran IPS siswa SD; (2) keefektifan penerapan model
yang dapat menumbuhkan minat belajar siswa, pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II ditinjau dari
dengan menerapkan model-model pembelajaran prestasi belajar IPS siswa SD; dan (3) perbedaan
yang inovatif, yang salah satunya adalah model keefektif antara penerapan model pembelajaran
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. kooperatif tipe Jigsaw I dan tipe Jigsaw II ditinjau
Penyampaian materi yang dilakukan dengan dari prestasi belajar IPS siswa SD.
metode ceramah jelas akan membuat siswa bosan
dan kurang tertantang untuk aktif terlibat dalam
mengkonstruksi dan memahami konsep-konsep 2. METODE PENELITIAN
yang dipelajari. Penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw dipercaya dapat merangsang Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-
dan menantang siswa untuk terlibat secara aktif eksperimental untuk membuktikan dan sekaligus
dalam proses pembelajaran. Sebagai dampaknya membandingkan tingkat keefektifan model
diharapkan prestasi belajar mereka dapat mengalami pembelajaran kooperatif tipe jigsaw I dan II dalam
peningkatan secara optimal. Penerapan model meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar. Desain penelitian
pelajaran IPS dapat dilakukan dengan membahas yang dipakai dalam penelitian ini adalah Non-
sejumlah persoalan yang terkait dengan materi IPS equivalent comparison-group design. Rancangan
melalui kerja kelompok di kelas. Berdasarkan tulisan desain Non-equivalent comparison-group design
Slavin (2005:237) prosedur yang khas pada model disajikan dalam diagram berikut ini (Johnson &
pembelajaran tipe jigsaw adalah adanya pembahasan Christensen, 2008: 331):
tiap-tiap nomor persoalan di dalam kelompok ahli
175
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 174-181
Kelompok Pertama X1
O1 O2
Kelompok Kedua X2
O3 O4
176
Adimassana & Rusmawan, Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif ....
setelah treatment. Data sebelum treatment memuat Kategori hasil pretest dan postest prestasi
data pretest prestasi belajar IPS, sedangkan data belajar IPS pada kelompok eksperimen I dan
setelah treatment memuat data posttest prestasi kelompok eksperimen II disajikan pada Tabel 2.
belajar IPS. Data pretest dan posttest pada kelompok Berdasarkan kriteria ketuntasan hasil belajar,
eksperimen I dengan model pembelajaran jigsaw I rata-rata hasil belajar pada kelompok pembelajaran
sedangkan kelompok eksperimen II dengan model kooperatif tipe jigsaw I dan kelompok pembelajaran
pembelajaran jigsaw II. koopertif tipe jigsaw II sudah memenuhi standar
Secara ringkas, hasil pretest dan posttest ketuntasan minimal yaitu 65 atau nilai > 64,99.
prestasi belajar IPS pada kelompok eksperimen I dan Persentase ketuntasan kelompok jigsaw I dapat
kelompok eksperimen II disajikan pada Tabel 1. dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif Berdasarkan perbandingan nilai tes pada
seper ti yang ditunjukkan tabel 1, hasil pretest Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan
tertinggi yang dicapai siswa adalah 80 dan terendah hasil belajar IPS pada kelas pembelajaran kooperatif
12. Rata-rata pretest pada kelas dengan menerapkan tipe jigsaw I yaitu dengan peningkatan 84,2%.
model jigsaw I (kelompok eksperimen I) dan kelas Berdasarkan hasil posttest, masih terdapat 11 siswa
dengan menerapkan model jigsaw II (kelompok (7,9%) yang belum memenuhi standar ketuntasan
eksperimen II) berturut-turut adalah 48,01 dan minimal.
46,89. Hasil posttest tertinggi yang dicapai siswa Berdasarkan perbandingan nilai tes pada
adalah 100 dan terendah 80, sedangkan rata-rata Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan
posttest kelompok jigsaw I dan kelompok jigsaw II hasil belajar IPS pada kelas pembelajaran kooperatif
masing-masing 78,12 dan 79,21. tipe jigsaw II yaitu dengan peningkatan 84,2%.
Tabel 2: Banyak Siswa Per Kategori pada Tes Prestasi belajar IPS
Jigsaw 1 Jigsaw 2
Skor Kategori Pretest Posttest Pretest Posttest
n % n % n % n %
80 < skor < 100 Sangat Baik 0 0 51 36,4 0 0 56 40,0
65 < skor < 79,99 Baik 9 6,4 77 55,0 9 6,4 73 52,1
55 < skor < 64,99 Cukup 42 30,0 11 7,9 35 25,0 11 7,9
40 < skor < 54,99 Kurang 43 30,7 0 0 50 35,7 0 0
0 < skor < 39,99 Sangat kurang 45 32,1 0 0 46 32,9 0 0
Total 139 100 139 100 140 100 140 100
177
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 174-181
Berdasarkan hasil posttest, masih terdapat 11 siswa 65% siswa mendapatkan nilai melebihi KKM tanpa
(7,9%) yang belum memenuhi standar ketuntasan harus remidi. Hal lain yang juga menjadi pertimbangan
minimal. adalah apabila sebelum pembelajaran hasil pretest
menunjukkan ketuntasan klasikal lebih dari 65%,
3.2 Pembahasan maka topik tersebut tidak perlu diajarkan lagi.
Kualitas dan keberhasilan pembelajaran Hasil pretest untuk kedua kelompok eksperimen
sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan ternyata menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal
guru dalam memilih dan menggunakan model masih sangat rendah. Oleh karena itu perlu
pembelajaran. Namun permasalahannya, suatu diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan
model pembelajaran yang ada tidak menjamin menerapkan pendekatan pembelajaran tertentu
keberhasilan dan efektif untuk diterapkan. Oleh yakni penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
karena itu perlu dilakukan uji coba berupa eksperimen. jigsaw I dan model pembelajaran kooperatif tipe
Penelitian ini menerapkan model pembelajaran jigsaw II. Setelah dilakukan pembelajaran, dari hasil
kooperatif tipe jigsaw I dan jigsaw II pada materi analisis deskriptif terhadap skor posttest diperoleh
IPS siswa kelas IV dan V SD. Tujuan utama dari hasil untuk kelompok eksperimen pertama yaitu
penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menentukan kelas yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe
perbedaan keefektifan model pembelajaran jigsaw I mencapai kentutasan di atas KKM sebesar
kooperatif tipe jigsaw I dan jigsaw II ditinjau dari 92,1%. Sementara kelompok eksperimen kedua
prestasi belajar IPS. Berikut ini akan disampaikan (jigsaw II), juga mencapai ketuntasan belajar klasikal
pembahasan dari masalah yang telah diselidiki. di atas KKM, yaitu 92,1. Dilihat dari ketercapaian
Baik pada kelas yang menggunakan model KKM, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw I maupun kelas jigsaw I dan jigsaw II keduanya efektif. Akan tetapi
yang menggunakan model pembelajaran kooperatif jika dibandingkan, antara model pembelajaran
tipe jigsaw II terjadi peningkatan prestasi belajar kooperatif tipe jigsaw I dan tipe jigsaw II, dapat
IPS. Untuk mengetahui tingkat keefektifan dari disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw I dan tipe jigsaw I justru lebih efektif dibandingkan dengan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II peneliti model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II.
mengacu pada KKM. KKM untuk materi IPS adalah Mengapa hal itu bisa terjadi, padahal berdasarkan
65. Pembelajaran dikatakan efektif apabila ketuntasan kajian pustaka dikatakan bahwa model pembelajaran
klasikal melebihi 65%, dengan kata lain lebih dari kooperatif tipe jigsaw II dirancang lebih baik dari
178
Adimassana & Rusmawan, Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif ....
tipe jigsaw I? Ada tiga hal yang barangkali dapat secara lebih luas; (2) materi dan instrumen pada
menjelaskan pertanyaan di atas: (1) Tampaknya penelitian ini terbatas pada materi perjuangan bangsa
“penjelasan klasikal awal tentang seluruh persoalan/ sehingga memungkinkan generalisasi yang terbatas.
materi yang harus diselesaikan oleh siswa” tidak
terlalu berpengaruh terhadap penguasaan siswa atas
keselur uhan materi yang pada akhirnya harus 4. PENUTUP
mereka kuasai setelah terjadi interaksi dalam diskusi
kelompok ahli dan kelompok asal pada sesi akhir. 4.1 Kesimpulan
Proses yang paling berpengar uh terhadap Dari hasil penelitian dengan menerapkan
penguasaan siswa atas materi yang mereka pelajari model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw I dan
adalah diskusi dalam kelompok ahli dan dalam jigsaw II pada siswa SD dapat disimpulkan sebagai
kelompok asal sesi akhir yang pada model berikut: (1) Model pembelajaran kooperatif tipe
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw I maupun tipe jigsaw I efektif ditinjau dari prestasi belajar IPS; (2)
jigsaw II sama-sama merupakan bagian yang utama; Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II efektif
(2) Hal yang barangkali juga berpengaruh terhadap ditinjau dari prestasi belajar IPS; dan (3) Model
lebih efektifnya model pembelajaran kooperatif tipe pembelajaran kooperatif tipe jigsaw I lebih efektif
jigsaw I dibanding tipe jigsaw II adalah pengemasan/ dibandingkan tipe jigsaw II ditinjau dari prestasi
perancangan materi pelajaran dan penggunaan belajar IPS.
media pembelajaran oleh guru pada kelompok jigsaw
I dan jigsaw II memiliki dampak yang berbeda 4.2 Saran
terhadap tingkat minat siswa dalam mempelajari Berdasarkan simpulan dan dengan
materi IPS yang saat itu menjadi bahan pelajaran, memperhatikan implikasi dari penelitian, saran yang
yang dalam penelitian ini tidak diteliti. 3) Tidak dapat disampaikan adalah sebagai berikut: (1) Para
adanya tahapan penjelasan klasikal awal tentang guru IPS, kepala sekolah dan instansi yang terkait
seluruh materi pada model pembelajaran kooperatif diharapkan untuk menambah wawasan mengenai
tipe jigsaw I justru memberikan alokasi waktu yang penerapan model pembelajaran kooperatif di kelas
lebih banyak untuk diskusi dalam kelompok ahli dan khususnya model pembelajaran kooperatif tipe
dalam kelompok asal sesi akhir, sehingga penguasaan jigsaw I dengan tipe jigsaw II melalui berbagai
materi siswa justru bisa lebih optimal. penataran, pelatihan dan sejenisnya. Dengan
Penelitian ini mempunyai keterbatasan- demikian para guru memiliki pengalaman sehingga
keterbatasan, sehingga diharapkan akan membuka dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif
kesempatan bagi peneliti lainnya untuk melakukan tipe jigsaw I dan tipe jigsaw II di kelas dalam rangka
penelitian sejenis yang akan berguna bagi perluasan meningkatkan prestasi belajar IPS; (2) disarankan
wawasan keilmuan. Keterbatasan-keterbatasan kepada para guru SD, apabila ingin meningkatkan
tersebut di antaranya sebagai berikut: (1) sampel prestasi belajar IPS secara lebih optimal hendaknya
penelitian diambil secara purporsive, sehingga menggunakan model pembelajaran kooperatif
kesimpulan yang diambil tidak dapat digeneralisasikan tipe jigsaw I.
179
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 174-181
Asih, Novia Catur Wiji. 2014. Perbedaan Prestasi II (skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata
Belajar IPS Atas Penerapan Model Dharma.
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 1 Pada Sharan, Shlomo. 1999. Handbook of Cooperative
Siswa Kelas V Semester 2 (Skripsi), Learning (terjemahan dari Handbook of
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Cooperative Learning methods, Westpor t:
Depdiknas. 2007. Bahan Sosialisasi KTSP, Jakarta: Connection London). Yogyakarta: Familia.
Depdiknas. Slavin, R.E. 1990. Cooperative Learning: Theory,
Inggriani, Christina. 2014. Perbedaan Prestasi Research, and Practice, Englewood: Clif fs,
Belajar IPS Atas Penerapan Model NJ: Prentice-Hall.
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 1 Pada Sodhiq, Dwi Fibrian Fajar. 2010. Peningkatan
Siswa Kelas IV Semester 2 (Skripsi), Prestasi Belajar Menggunakan Model
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Cooperative Learning tipe Jigsaw II dalam
Killen, Roy. 2009. Ef fective Taching Strategies (5 Mata Pelajaran IPS Siswa Kelas IV SD
ed.): Lessons from research and practice, Tidar 7 Magelang Tahun Pelajaran 2009/
South Melbour ne: Cengage Lear ning 2010 (skripsi). Yogyakar ta: Universitas
Australia. Sanata Dharma.
Mahandani, Rosalia Pratiwi. 2014. Perbedaan Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori
Prestasi Belajar IPS Atas Penerapan Model dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 2 Pada Pelajar.
Siswa Kelas V Semester 2 (Skripsi), Susanto, Yohanes Haris. 2010. Peningkatan Prestasi
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Belajar Menggunakan Model Cooperative
Nastiti. 2012. Peningkatan Minat dan Prestasi Learning tipe Jigsaw I dalam Mata
Belajar PKn Melalui Model Pembelajaran Pelajaran IPS Siswa Kelas IV SD Kanisius
Kooperatif Tipe Jigsaw II Materi Koperasi Gowongan Tahun Pelajaran 2009/2010
Pada Siswa Kelas IV SD Kanisius (skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata
Wirobrajan Semester 2 Tahun Pelajaran Dharma.
2 0 1 1 / 2 0 1 2 ( s k r i p s i ) . Yo g y a k a r t a : Susanto, Wayan. 2009. Peningkatan Prestasi
Universitas Sanata Dharma. Belajar Dalam Mata pelajaran IPS
Prasetyanto, Carolus Boromeus Fajar Tri. 2014, Menggunakan Model Pembelajaran
Perbedaan Prestasi Belajar IPS Atas Kooperatif Tipe Jigsaw II pada Siswa Kelas
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif V SD Pangudi Luhur Yogyakar ta Tahun
Tipe Jigsaw 2 Pada Siswa Kelas V Semester 2 0 0 9 / 2 0 1 0 ( s k r i p s i ) . Yo g y a k a r t a :
2 (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata Universitas Sanata Dharma.
Dharma. Wahyuningsih, Ursula Wahyu Dwi. 2014. Perbedaan
PUSKUR. 2007. Bahan Sosialisasi KTSP. Jakar ta: Prestasi Belajar IPS Atas Penerapan Model
Depdiknas. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 1 Pada
Raharjo, Novean. 2014. Perbedaan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV Semester 2 (Skripsi).
IPS Atas Penerapan Model Pembelajaran Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Kooperatif Tipe Jigsaw 2 Pada Siswa Kelas Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif
IV Semester 2 (Skripsi). Yogyakar ta: Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual
Universitas Sanata Dharma. Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
Sari, Ardina Yullyanta. 2014. Perbedaan Prestasi Widyasari, Septi. 2014. Perbedaan Prestasi Belajar
Belajar IPS Atas Penerapan Model IPS Atas Penerapan Model Pembelajaran
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 1 Pada Kooperatif Tipe Jigsaw 1 Pada Siswa Kelas
Siswa Kelas V Semester 2 (Skripsi). IV Semester 2 (Skripsi). Yogyakar ta:
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Universitas Sanata Dharma.
Setyawati, Kristina Dewi. 2010. Peningkatan Utami, Cicilia Yuli. 2009. Peningkatan Keaktifan
Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Dengan Siswa Kelas IV A Dalam Pembelajaran
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Kooperatif Tipe Jigsaw (I) di SD Negeri
180
Adimassana & Rusmawan, Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif ....
181
PENINGKATAN KOMPETENSI DASAR
MAHASISWA CALON GURU SD
PADA MATA KULIAH PENDIDIKAN MATEMATIKA
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF
Andri Anugrahana
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Sanata Dharma
Alamat korespondensi: Jl. Affandi Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta 55022
Email: andrianugrahana@gmail.com
ABSTRACT
Students’preception of math was poor. Based on interviewed, they thought math was difficult. To
improve their motivation and competence of math, the researcher used inovative method to teach
math such as realistic mathematic education (RME), van Hiele, jigsaw, and problem solving. This
action research aim to improve four teacher training competence (pedagogy, profesional, personaity
and social). The result showed there was an improvement of four competence after the treatment.
Keywords : competence, pedagogy, profesional, personaity and social.
182
Andri Anugrahana, Peningkatan Kompetensi Dasar Mahasiswa Calon Guru SD pada ....
“Matematika adalah mata pelajaran empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi pedagogik,
yang sulit maka sulit juga untuk kami kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
mengajar matematika” (Komunikasi kompetensi profesional (Ghufron, 2008).
pribadi, Juli 2017) Kompetensi kepribadian ditunjukkan dengan
ciri-ciri kepribadian yang mantap, berakhlak mulia,
“ Banyak hitungannya bu jadi ya masih afif dan ber wibawa, serta menjadi teladan bagi
sulit bu..”(Komunikasi pribadi, Juli peserta didik. Dan sub kompetensi; (a) menampilkan
2017) diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa,
arif, dan ber wibawa, (b) pribadi berakhlak mulia
“Kami sebagai calon guru kalau bisa dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat,
diberikan contoh-contoh kongkrit dalam mengevaluasi kinerja sendiri secara profesional, dan
menerapkan model- model pembelajaran (d) mengembangkan profesionalisme secara
“ (Komunikasi pribadi, Juli 2017). berkelanjutan.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan
Peneliti juga menanyakan materi yang mengelola pembelajaran, yang meliputi pemahaman
dianggap sulit bagi mahasiswa terkait dengan terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran matematika. pembelajaran dan pengembangan peser ta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
“Kesulitannya hampir semuanya bu, yang dimiliki. Dan sub kompetensi berikutnya
kadang bingung mau gimana jelasinnya. adalah; (a) karakteristik peserta didik, (b) latar
Mau pakai alat apa supaya anak paham.” belakang keluarga dan masyarakat, gaya belajar,
(Komunikasi pribadi, Juli 2017) (d) pengembangan potensi peser ta didik,
(e) penguasaan teori dan praktik pengembangan
Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui potensi peserta didik, (f) dan cara-cara melaksanakan
sejauh mana tanggapan mahasiswa terhadap mata evaluasi pembelajaran.
kuliah pendidikan matematika dan harapan terhadap Kompetensi Profesional berupa kemampuan
mata kuliah pendidikan matematika. Dan hasil dari untuk menguasai materi pembelajaran secara
wawancara ini menjadi dasar dalam membekali luas dan mendalam yang memungkinkan untuk
model-model pembelajaran inovatif sebagai calon membimbing peser ta didik memenuhi standar
guru SD. Bahwa mahasiswa membutuhkan bekal kompetensi lulusan yang ditetapkan. Dan sub
yang cukup untuk menjadi guru. Salah satu cara kompetensi yang kedua; (a) menguasai substansi
untuk meningkatkan keberhasilan adalah mengubah bidang studi dan metodologi keilmuan, (b) menguasai
persepsi mahasiswa bahwa matematika bukan mata struktur dan materi kurikulum bidang studi yang
pelajaran yang sulit bahwa matematika sebagai diajarkan, menguasai dan memanfaatkan teknologi
sekumpulan konsep menjadi matematika sebagai informasi dalam pembelajaran, (d) mengorganisasi
kegiatan murid untuk memecahkan masalah-masalah materi kurikulum bidang studi yang diajarkan, dan
dari dunia kehidupan atau alam pikiran murid- (e) meningkatkan kualitas pembelajaran melalui
murid sendiri (Suryanto, 2010: 6). Untuk mengubah penelitian tindakan kelas.
presepsi mahasiswa dapat dilakukan dengan Kompetensi sosial merupakan kemampuan
membuat matematika menjadi menyenangkan untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif
dengan menggunakan model-model pembelajaran dan efisien dengan peserta didik, sesama pendidik,
yang inovatif. tenaga kependidikan, orang tua/wali, dan warga
masyarakat sekitar. Selanjutnya untuk sub kompetensi
yang kedua; (a) berkomunikasi dan berinteraksi
2. TINJAUAN PUSTAKA secara efektif dan efisien ser ta empati dengan
peser ta secara efektif dan efisien ser ta empati
2.1 Kompetensi Guru SD dengan peser ta didik, sesama pendidik, tenaga
Kompetensi guru tersebut diatur dalam dalam kependidikan, orang tua dan masyarakat sekitar,
UU Nomor 14 Tahun 2005, Bab IV Pasal 10 seorang (b) berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan,
guru dikatakan kompeten apabila ia telah menguasai baik di sekolah maupun di masyarakat, berkontribusi
183
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 182-187
terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, Suatu pola ur utan (sintaks) dari suatu model
regional, nasional, dan global, dan (d) memanfaatkan pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan
teknologi infor masi dan komunikasi untuk alur langkah yang pada umumnya diikuti oleh
berkomunikasi dan mengembangkan diri. serangkaian kegiatan pembelajaran. Suatu sintaks
pembelajaran menunjukkan dengan jelas kegiatan-
2.2 Hakikat Pendidikan Matematika kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru dan
Pendidikan matematika adalah belajar teori siswa, urutan kegiatan-kegioatan tersebut, dan tugas-
dan praktik dari metode-metode yang ada dalam tugas khusus yang perlu dilakukan oleh siswa.
matematika, yaitu metode pemecahan masalah, Sintaks dari berbagai macam model pembelajaran
metode demonstrasi, metode diskusi, hingga mempunyai komponen yang sama. Misalnya, semua
pendidikan matematika realistik. Souviney (1994: 34) pembelajaran diawali dengan menarik perhatian
menyatakan bahwa definisi umum konsep matematika siswa dan memotivasi siswa terlibat dalam proses
adalah pola pokok yang berhubungan dengan pembelajaran. Setiap model pembelajaran selalu
himpunan dari objek atau tindakan pada yang lain. mempunyai perbedaan dan tahapan masing-masing.
Konsep matematika yang diajarkan pada jenjang Di samping ada persamaannya, setiap model
sekolah merupakan bagian dari matematika sekolah. pembelajaran antara sintaks yang satu dengan
Matematika di sekolah diajarkan oleh guru, jadi guru sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan.
matematika harus mampu membuat perangkat yang Perbedaan-perbedaan inilah ter utama yang
memudahkan siswa untuk belajar teori dan praktik berlangsung di antara pembukaan dan penutupan
matematika. pembelajaran, yang harus dipahami oleh para guru
Objek pelajaran matematika ada empat yaitu agar supaya model-model pembelajaran dapat
fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip. Matematika dilakukan dengan berhasil.
merupakan studi tentang struktur-struktur, klasifikasi
tentang str uktur-str uktur, memisah-misahkan
hubungan-hubungan diantara str uktur-stuktur. 3. METODE PENELITIAN
Konsep matematika dapat dipahami dengan benar
jika disajikan melalui bentuk konkrit/representasi Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh
fisik Gunawan (2004: 72). mahasiswa yang terlibat dalam mata kuliah pendidikan
matematika yang terdiri dari 50 mahasiswa. Data
2.3 Model-Model Pembelajaran penelitian ini adalah tanggapa mahasiswa terhadap
Model pembelajaran mempunyai empat ciri penerapan model pembelajaran matematika di kelas.
khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau Data juga berupa hasil test dari setiap materi yang
prosedur ter tentu. Keempat ciri (Santoso, 2011) disampaikan.
tersebut ialah (1) rasional teoritik yang logis yang Data primer yang digunakan adalah kuisioner
disusun oleh para pencipta atau pengembangnya, yang dibagikan diawal dan diakhir perkuliahan.
(2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana Sedangkan data sekunder adalah hasil sumulasi dan
siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan refleksi. Instrumen yang digunakan untuk menggali
dicapai), (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan data dalam penelitian ini adalah kuesioner, simulasi
agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan mengajar dan hasil refleksi mengajar.
berhasil; dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan
agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Kedua, 3.1 Kuesioner
model dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi Kuesioner merupakan suatu teknik atau cara
yang penting, apakah yang dibicarakan adalah pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti
tentang mengajar di kelas, atau praktek mengawasi tidak langsung bertanya jawab dengan reponden).
siswa. Model pembelajaran diklasifikasikan Instrumen atau alat pengumpulan datanya datanya
berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaksnya juga disebut angket, berisi sejumlah pertanyaan atau
(pola urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya. pernyataan yang harus dijawab atau direspon oleh
Penggunaan model pembelajaran tertentu responden (Sukmadinata, 2008: 219). Lembar
memungkinkan guru dapat mencapai pembelajaran kuesioner yang digunakan berisi per tanyaan-
tertentu dan bukan tujuan pembelajaran yang lain. pertanyaan untuk mengali sejuh mana pemahaman
184
Andri Anugrahana, Peningkatan Kompetensi Dasar Mahasiswa Calon Guru SD pada ....
185
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 182-187
Realistik Indonesia), Kontekstual, Van Hiele, problem Mahasiswa mendapatkan banyak manfaat
solving. Dengan menggunakan model-model selama mengikuti perkuliahan pendididkan
pembelajaran saat mengisi perkuliahan, dosen juga matematika.
sekaligus sebagai model bagi mahasiswa.
Untuk konsep bilangan, dosen menggunakan
pendekatan PMRI yang memuat 5 karakteristik dari 4. KOMPETENSI KEPRIBADIAN
PMRI. Kegiatan pembelajaran mengikuti karakteristik
dari PMRI yaitu (1) penggunaan konteks, (2) penggunaan Kemampuan yang dikembangkan adalah
model, (3) konstruksi siswa (4) interaktivitas, dan menjadi pribadi yang mantap dan memantapkan diri
(5) keterkaitan. Sedangkan konsep geometri sebagai calon guru SD. Pada mata kuliah pendidikan
menggunakan model prmbelajaran Van Hiele dengan matematika kemampuan kepribadian dikembangkan
menggikuti lima fase (langkah) pembelajaran, yaitu: dengan merefleksikan setiap kegiatan salah satunya
(1) informasi (information), (2) orientasi langsung adalah setelah melakukan simulasi.
(directed orientation), (3) penjelasan (ecplication),
(4) orientasi bebas (free orientation), dan (5) integrasi “Setelah mengajar saya menjadi paham
(intregation). Konsep pengukuran diberikan dengan bahwa sebagai guru kita harus
menggunakan model kooperatif jigsaw dengan menggunakan media dalam mengajar
mengikuti langkah dari jigsaw yaitu melakukan khususnya matematika. Karena anak SD
mambaca untuk menggali informasi, diskusi masih membutuhkan benda konkret.”
kelompok ahli, laporan kelompok, kuis, dan juga
penghargaan. Selain itu juga dengan model problem Dari hasil matakuliah pendidikan matematika
solving dimana mahasiswa diberikan permasalahan- ini, muncul harapan dan niat yang akan dilakukan
permasalahan yang ditemukan di sekitar siswa. apabila di kemudian hari menjadi guru.
4.3 Kompetensi Sosial “Saya seneng dan ingin jadi guru yang
Kompetensi yang dikembangkan dalam bagus dan kreatif dalam merencanakan
perkuliahan pendidikan matematika adalah hanya dan memilih media.”
kemampuan komunikasi antara mahasiswa dengan
mahasiswa lain dalam peer teaching maupun saat “Harapan dan niat saya ingin menjadi
berdiskusi dengan mahasiswa lain. Selain itu guru yang baik dengan bekal yang sudah
mahasiswa juga akan saling memebrikan masukan saya dapatkan terus maju dan mau
setelah melakukan simulasi. menjadi guru yang lebih bagus.”
Mahasiswa dan dosen memberikan masukan
dan tangapan terhadap simulasi yang dilakukan oleh
mahasiswa. Masukan dari mahasiswa dan dosen 5. KESIMPULAN
ber tujuan untuk membantu mahasisa dalam
merefleskikan dirinya. Hal tersebut dapat dilihat dari Kesimpulan dari penelitian ini senagai berikut.
pernyataan berikut ini. 1) Mata kuliah pendidikan matematika dirancang
untuk mengembangkan kompetensi dasar
“Masukan sangat membantu saya mahasiswa sebagai calon guru. Kompetensi
setelah mengajar. Meskipun terkadang dasar yang dikembangkan adalah kompetensi
menyakitkan tetapi masukan ini untuk pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi
membangun kita sebagai calon guru” sosial dan kompetensi kepribadian
2) Mata kuliah pendidikan matematika dapat
“perasaan saya senang karena punya membantu mahasiswa merncang pembelajaran
pengalaman baru di sekolah” matematika yang baik
186
Andri Anugrahana, Peningkatan Kompetensi Dasar Mahasiswa Calon Guru SD pada ....
187
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN
GEOMETRI BERDASARKAN TEORI VAN HIELE
PADA MATAKULIAH MATEMATIKA 2
MAHASISWA PGSD USD
Christiyanti Aprinastuti
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Sanata Dharma
Alamat korespondensi: Jl. Affandi Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta 55022
Email:c_aprinast@yahoo.com
ABSTRACT
The background of this study was some students’ misconceptions about the quadrilateral in Teacher
Training Program. The reseacher developed a learning tool geometry that based on the theory of
van Hiele. This research used research and development. Preliminary studies have been done in
previous research. The outcomes from this research was lesson plan of Math 2nd lesson. The lesson
plan consist of information, directional, descriptions, free orientation, and integration phases.
Keywords : geometric teaching and learning, learning model.
188
Christiyanti Aprinastuti, Pengembangan Model Pembelajaran Geometri Berdasarkan Teori Van Hiele ....
permasalahan tersebut adalah adanya perbedaan produk desain pembelajaran berdasarkan analisis
pemahaman geometri. kebutuhan dan studi pustaka. Produk yang akan
Perbedaan pemikiran dalam geometri dapat dihasilkan adalah rancangan pembelajaran, modul
terjadi pada setiap orang, hal ini dikarenakan setiap dan alat peraga geometri berdasarkan teori van
orang memiliki perbedaan tingkat pemahaman Hiele. Selanjutnya, proses validasi desain yang
berpikir dalam area ker uangan. Hal tersebut merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah
dibuktikan oleh Piere van Hiele, yang terkenal rancangan produk lebih efektif atau tidak. Dalam
dengan teorinya dalam pembelajaran geometri yaitu tahap ini validasi masih bersifat penilaian berdasarkan
Teori van Hiele, yang mengungkap wawasan tentang pemikiran rasional, belum fakta dilapangan. Validasi
perbedaan dalam pemikiran secara geometri dan desain dilakukan oleh pakar pembelajaran
bagaimana perbedaan tersebut muncul(van de Wale, Matematika. Revisi desain juga dilakukan untuk
2008: 151-154). Teori van Hiele terdiri atas 5 tingkatan, memperbaiki desain yang akan dikembangkan dari
yaitu tingkat 0 (Visualisasi), tingkat 1 (Analisis), hasil validasi desain oleh para pakar pembelajaran
tingkat 2(Deduksi Informal), tingkat 3 (Deduksi), Matematika. Langkah selanjutnya adalah uji coba
tingkat 4(Rigor). produk, yang dimaksudkan untuk mengumpulkan
Dari perbedaan tingkat itulah, van Hiele data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
melihat perbedaan karakteristik untuk setiap menetapkan tingkat keefektifan, efisiensi, dan/atau
tingkatan, sehingga diciptakan pula sebuah model daya tarik dari produk yang dihasilkan. Tahapan
pembelajaran khusus untuk kajian geometri yang terakhir merupakan revisi produk, revisi produk ini
dikenal juga sebagai model pembelajaran van Hielle. dilakukan apabila dalam pemakaian kondisi nyata
Bertitik tolak dari hal tersebut van Hiele menenmukan terdapat kekurangan dan kelemahan dari hasil
5 fase dalam pembelajaran geometri, yaitu (1) fase ujicoba produk.
informasi: memberikan informasi dengan tanya
jawab ringan, (2)fase orientasi terarah: melakukan
eksplorasi topik materi, (3) fase uraian: membagikan 3. HASIL PENGEMBANGAN
pengalaman yang sesuai dengan topic, (4) fase
orientasi bebas: membuat lembar tugas untuk Model pembelajaran yang dirancang merupakan
mahasiswa, (5) fase integrasi: membuat kesimpulan model pembelajaran untuk menjawab permasalahan
dari informasi dan hasil diskusi dalam topik pada penelitian sebelumnya. Permasalahan tersebut
materi(van de Wale, 2008: 154). adalah sebagai berikut.
Berdasarkan uraian di atas serta sebagai 1) Interpretasi bangun belah ketupat yang masih
kelanjutan dari penelitian penulis sebelumnya, terbatas hanya pada bentuk belah ketupat
penulis ber maksud mengembangkan model yang diibaratkan seperti bentuk ketupat.
pembelajaran pembelajaran berdasarkan teori van 2) Klasifikasi belah ketupat dan persegi yang
Hiele untuk mengatasi permasalahan pembelajaran dikelompokkan adalah hasil persepsi yang
geometri pada matakuliah Matematika 2 mahasiswa dibawa sejak mahasiswa di sekolah dasar.
PGSD Universitas Sanata Dharma. 3) Adanya persepsi mengenai hubungan
antarbangun segiempat sebagai gabungan
antar bangun.
2. METODE PENGEMBANGAN 4) Adanya persepsi yang salah dari bagan
“keluarga segiempat”, dari hasil perkuliahan
Metode pengembangan produk yang yang penulis berikan.
digunakan dalam penelitian ini adalah Research and Hasil pengembangan model pembelajaran
Development (R & D). Adapun prosedur penelitian berdasarkan teori van Hiele adalah sebagai berikut.
yang dilakukan adalah sebagai berikut. Pengumpulan 1) Pada fase informasi, dosen perlu banyak
data dilaksanakan dengan (1) menganalisis memberi contoh real bangun belah ketupat
kebutuhan desain pembelajaran (2) mengkaji teori dengan berbagai bentuk. Fase informasi
van Hiele dan aplikasinya dalam pembelajaran. Pada menjadi dasar untuk melangkah ke dalam fase
tahapan desain produk, pengembang mendesain yang lebih mendalam. Dosen juga menenkankan
189
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016, hlm. 188-190
pada mahasiswa bahwa yang dikatakan belah dimana mahasiswa dituntut untuk dapat
ketupat tidak melulu yang berbentuk belah membuat kesimpulan dari setiap topik yang
ketupat. Dosen memberikan informasi dengan telah dibahas.
tanya jawab ringan mengenai belah ketupat
dan bentuk bentuk real di sekitar kelas.
2) Fase orientasi terarah, mahasiswa dalam 4. PENUTUP
kelompok melakukan eksplorasi topik materi,
berupa definisi, sifat-sifat belah ketupat dan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
persegi. Hal ini dimaksudkan agar materi tersebut, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah
yang akan dibahas mahasiswa, tidak keluar sebagai berikut. Pengembangan model pembelajaran
dari konteks yang telah ditentukan. berdasarkan teori van Hiele untuk pembelajaran
3) Fase uraian, dalam proses ini mahasiswa geometri pada matakuliah Matematika 2 mahasiswa
membagikan pengalaman yang sesuai dengan PGSD Universitas Sanata Dharma adalah:
topic yang didapatkan. Kegiatan dapat berupa 1) Fase informasi, dosen memberikan informasi
presentasi ataupun permainan yang menekankan dengan tanya jawab ringan,
penjelasan topik yang dibahas kelompok. 2) Fase orientasi terarah, dosen dan mahasiswa
4) Fase orientasi bebas, dosen membuat lembar melakukan eksplorasi topik materi,
tugas untuk mahasiswa, tujuan dari lembar 3) Fase uraian, mahasiswa membagikan
kerja ini sebagai evaluasi dan memonitor pengalaman yang sesuai dengan topic,
seberapa dalam pengetahuan yang didapat 4) Fase orientasi bebas, dosen membuat lembar
mahasiswa. tugas untuk mahasiswa,
5) Fase integrasi, mahasiswa membuat kesimpulan 5) Fase integrasi, mahasiswa membuat kesimpulan
dari informasi dan hasil diskusi dalam topik dari informasi dan hasil diskusi dalam topik
materi. Fase ini merupakan fase terkahir materi.
190
BIOGRAFI PENULIS
Gregorius Ari Nugrahanta, menyelesaikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2007), dan
Program S1 Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Drijarkara Program S3 di Ohio University USA (2012).
Jakarta (1995), program S1 Teologi di Universitas
Gregoriana Roma (2000), dan program S2 Filsafat di Wahyu Wido Sari, menyelesaikan Program S1 di
Hochschule für Philosophie München (2006). Jurusan Biologi Institut Pertanian Bogor (2008) dan
Program S2 di Bioteknologi Universitas Gadjah Mada
Catur Rismiati, menyelesaikan Program S1 Yogyakarta (2011).
Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma
Yogyakar ta (2004), program S2 Elementar y Puji Purnomo, menyelesaikan Program S1 Didaktik
Education: Social Studies di The University of Iowa Kurikulum di Universitas Sebelas Maret Surakarta
USA (1997), dan program S3 Cur riculum and (1981) dan Program S2 Ilmu Administrasi di
Instruction di Loyola University Chicago USA (2012). Universitas di Gadjah Mada Yogyakarta (1994).
Irine Kur niastuti, menyelesaikan program S1 Maria Sekar Palupi, mahasiswa Program S1
Psikologi UniversitasGadjah Mada (2010) dan Pendidikan Guru Sekolah Dasar di FKIP Universitas
program S2 Psikologi Profesi dengan Mayor di Sanata Dharma Yogyakarta (2016).
Psikologi Pendidikan Universitas Gajah Mada (2013).
Theresia Yunia Setyawan, menyelesaikan Program
Kintan Limiansih, menyelesaikan Program S1 S1 Pendidikan Bahasa Inggris di FKIP Universitas
Pendidikan Fisika FKIP Universitas Sanata Dharma Sanata Dharma Yogyakarta (2000) dan Program S2
Yogyakarta (2009) dan Program S2 Pendidikan Dasar, Kajian Bahasa Inggris di Universitas Sanata Dharma
Universitas Pendidikan Indonesia (2015). Yogyakarta (2008).
Maria Agustina Amelia, menyelesaikan Program Y.B. Adimassana, menyelesaikan Program Sarjana
S1 Matematika di Fakultas MIPA Universitas Sanata S1 Sosiologi Pendidikan di IKIP Sanata Dharma
Dharma Yogyakarta (2007) dan Program S2 Jurusan Yogyakar ta (1988) dan Master of Ar ts bidang
Penelitian dan Pengukuran Pendidikan di Universitas Pendidikan Guru Sekolah Dasar di The Ohio State
Pendidikan Indonesia Bandung (2014). University, Columbus, U.S.A (1995).
191-1
INDEKS PENULIS
191-2
Jurnal Penelitian (Edisi Khusus PGSD). Volume 20, No. 2, Desember 2016
Sumarna, FX. “Improving Learning Outcomes of Suseno, Paulus Yuli., Eny Winarti, & Wahyu Wido
Catholic Religious Education Method by Make Sari. “Pengembangan Materi Pendidikan
a Mach”. Vol. 20, No. 1, November 2016, Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan
hlm. 40-48. Menggunakan Model Conservation Scout untuk
Suryadi Sw., Ignas. “Implementasi Gaya Kepemimpinan Siswa Kelas III B SD N Jetis 1 Yogyakarta”. Edisi
Transformasional-Heroik dalam Bidang Khusus PGSD Vol. 20, No. 2, Desember 2016,
Pendidikan di Indonesia”. Vol. 20, No. 1, hlm. 144-150.
November 2016, hlm. 54-68.
Susanto, Gatot Nugroho. “Pergerakkan Darat Ikan W
Amfibi: Periophthalmus Gracilis Eggert”. Vol. Wahana, Paulus. “Persepsi Mahasiswa terhadap
20, No. 1, November 2016, hlm. 36-39. Perkuliahan Filsafat Ilmu Pengetahuan dengan
Pembelajaran Kontekstual-Reflektif Berbasis
Pedagogi Ignasian”. Edisi Khusus PGSD Vol. 20,
No. 2, Desember 2016, hlm. 132-143.
191-3
KETENTUAN PENULISAN ARTIKEL
JURNAL PENELITIAN
Ketentuan Umum
1. Artikel merupakan karya asli dari hasil penelitian dan belum pernah dipulikasikan di media lain.
2. Isi artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
3. Artikel menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.
4. Panjang artikel 15-20 halaman (tidak termasuk Daftar Pustaka) dengan spasi ganda, ukuran kertas A4.
5. Artikel dikirim dalam bentuk print out dan softcopy/file (jenis dokumen .rtf – Rich Texs Format) dengan
menggunakan CD atau dikirim melalui email lemlit@usd.ac.id
6. Penulis wajib mengirimkan biodata yang meliputi riwayat pendidikan dengan contoh sbb:
Antonius Gilang Fajar, menyelesaikan Program S1 Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Sanata Dharma
(1999-2002) dan Program S2 Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah
Mada (2009-2011). Saat ini sedang studi lanjut S3 pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
7. Penulis wajib menyertakan status pekerjaan dan alamat korespondensi seperti contoh berikut:
Dosen Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma. Alamat korespondensi:
Kampus I Mrican, Jl. Affandi, Yogyakarta. Email: gilang_fajar@yahoo.com dan albertusyuniarto@yahoo.com
Format Artikel
1. Judul, maksimal 12 kata dalam bahasa Indonesia atau 10 kata dalam bahasa Inggris,
2. Nama penulis tanpa gelar diikuti dengan identitas penulis meliputi institusi, alamat korespondensi, dan
alamat email, dengan contoh sbb:
Antonius Gilang Fajar, Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP, Universitas Sanata Dharma. Alamat
korespondensi: Kampus I Mrican, Jl. Affandi, Yogyakarta. Email: gilang_fajar@yahoo.com
3. Abstrak sekitar 150-200 kata dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Abstrak berisi seputar permasalahan,
metode, temuan-temuan penting, dan kontribusi karangan,
4. Kata kunci terdiri 3-5 kata, yang menggambarkan daerah pemasalahan yang diteliti atau istilah-istilah yang
merupakan dasar gagasan dalam artikel,
5. Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penulisan,
6. Metode penelitian,
7. Pembahasan yang dapat terdiri dari beberapa bab,
8. Penutup,
9. Daftar Pustaka, memuat referensi yang diurutkan secara alfabetis. Nama belakang penulis ditulis terlebih
dahulu diikuti nama depan.
Ketentuan Khusus
1. Tabel dilengkapi dengan judul tabel di bagian atas tabel tersebut. Gambar/Bagan dilengkapi dengan judul
gambar/bagan di bagian bawah gambar/bagan tersebut.
2. Catatan referensi dituliskan di dalam teks sebagai body-notes, ditulis dengan empat kemungkinan:
(1) nama, tahun, dan halaman semuanya di dalam kurung, (2) hanya tahun dan halamannya di dalam kurung,
(3) nama di luar kurung, dan tahun di dalam kurung, (4) nama dan tahun di dalam kurung. Referensi yang
berupa kutipan langsung atau ringkasannya dituliskan halamannya. Contoh catatan referensi: (Mantra, 2007:
51) , Mantra (2007: 51), Mantra (2007), (Mantra, 2007)
3. Catatan yang berupa tambahan informasi diberi nomor urut Latin, ditulis sebagai catatan kaki.
4. Ketentuan penulisan Daftar Pustaka:
a. Dari sumber buku: nama penulis, tahun terbit, judul (dicetak miring), edisi (jika ada), nama kota dan
penerbit. Contoh:
Blocher, Richard.2004. Dasar Elektronika. Yogyakarta: Andi Offset.
b. Dari sumber jurnal: nama penulis, tahun terbit, judul artikel (dalam dua tanda kutip), nama jurnal (dicetak
miring), volume, nomor, halaman.
c. Dari sumber selain buku dan jurnal: nama penulis, tahun terbit, judul, jenis sumber, nama kota dan penerbit.
d. Dari sumber internet: nama penulis, tahun diunggah, judul artikel (dalam dua tanda kutip), nama buku/
ebook/jurnal (jika ada), alamat akses homepage, tanggal akses. Contoh:
Svensson, Jakob. 2000. “When is External Aid Policy Credible? Aid Dependence and Conditionality”. Journal
of Development Economics. Vol 61. No. 2. Diakses dari: www.jstor.org, tanggal 4 Juni 2010.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Sanata Dharma