Oleh:
***
***
Masa KKM:
***
Supervisor Pembimbing:
Dr. dr. Hesti Lestari, Sp.A(K)
ResidenPembimbing:
***
MANADO
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
***
***
Masa KKM:
***
Megetahui,
Residen Pembimbing
***
Supervisor Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaanNya,
sehingga refarat dengan judul Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) dapat
Refarat ini dibuat sebagai salah satusyarat pada masa Kepaniteraan Klinik
Madya (KKM) di Bagian Ilmu Anak, RSUP Prof. dr. R. D. Kandou, Fakultas
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah aktif terlibat dan berperan serta dalam
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penyusunan refrat ini masih
terdapat banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran sangat diharapkan dalam
Penulis
3
DAFTAR ISI
2. Definisi .................................................................................................... 9
5. Sasaran .................................................................................................... 16
8. Faktor Penghambat.................................................................................. 22
9. Evaluasi ................................................................................................... 23
4
BAB I
PENDAHULUAN
burden), dimana penyakit menular masih masalah karena tidak mengenal batas
dari penyakit menular dan penyakit tidak menular adalah imunisasi. Upaya
Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan
Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Mulai tahun
dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I) yaitu tuberculosis, difteria, pertussis, campak, polio, tetanus dan
hepatitis B. Dengan upaya imunisasi pula, kita sudah dapat menekan penyakit
polio dan sejak tahun 1995 tidak ditemukan lagi virus polio liar di Indonesia. Hal
ini sejalan dengan upaya global untuk membasmi polio di dunia dengan Program
EPI sebagai komponen penting pelayanan kesehatan ibu dan anak, khususnya
dalam pelayanan kesehatan primer. Pada tahun 1981 mulai dilakukan imunisasi
5
polio,tahun 1982 imunisasi campak, dan tahun 1997 imunisasi hepatitis mulai
Imunisasi yang telah diperoleh dari bayi belum cukup untuk melindungi
terhadap penyakit, sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi
penurunan terhadap tingkat kekebalan yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi,
pada usia sekolah anak-anak mulai berinteraksi dengan lingkungan baru dan
bertemu dengan lebih banyak orang sehingga beresiko tertular atau menularkan
sejak tahun 1984 telah mulai melaksanakan program imunisasi pada anak sekolah.
Program ini kemudian dikenal dengan istilah Bulan Imunisasi Anak Sekolah
imunisasi anak sekolah yang selanjutnya disebut BIAS adalah bentuk operasional
dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu
setiap tahunnya dengan sasaran semua anak kelas 1,2 dan 3 di seluruh Indonesia.
Pemberian imunisasi atau vaksin kepada anak sekolah ini merupakan kebijakan
aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit
6
imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan di atas ambang
kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) dilaksanakan oleh puskesmas dan
monitoring dilakukan oleh dinas kesehatan. Berikut refarat yang akan membahas
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Imunisasi
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada
(misalnya vaksin BCG, DPT dan campak) dan melalui mulut (misalnya
vaksin polio).3
kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini,
8
2. Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)
Salah satu strategi yang tercantum dalam Global Immunization Vision and
Strategy (GIVS) 2006 – 2015 adalah “to protect more people in a changing
tua, dalam hal ini adalah murid sekolah dasar. Pemberian imunisasi pada
murid sekolah yang disebut BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) telah
dilaksanakan secara rutin sejak tahun 1984, dimana saat ini murid kelas 1
kelas 3 menerima imunisasi TT. Pelaksanaan BIAS ini merupakan salah satu
dasar/MI.1,2
bulan imunisasi anak sekolah yang selanjutnya disebut BIAS adalah bentuk
pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran semua anak kelas 1,2 dan
kesehatan.4
9
Beberapa dasar hukum dari BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) adalah
sebagai berikut:
tahun 1997.
3. Tujuan BIAS
dengan imunisasi (PD3I). Tujuan khusus program ini adalah sebagai berikut:
bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2013.
10
3. Global eradikasi polio pada tahun 2018.
difteri dan tetanus. Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan bagi
Tujuan umum dari BIAS adalah meningkatkan derajat kesehatan anak usia
dan Tetanus.
jangka panjang.
11
Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan bahwa
ini merupakan upaya kesehatan yang terbukti paling cost effective. Mulai
kembali wabah penyakit difteri dan campak. Seperti kasus peningkatan kasus
Desember 2011 terjadi 560 kasus klinis difteri dengan 13 kematian. Kasus
waktu dekat dan area geografis penyebarannya meluas. Selain itu, termasuk
yang signifikan.
imunisasi pada anak sekolah. Program ini kemudian dikenal dengan istilah
12
1987 melalui Surat Keputusan bersama dari Menteri Kesehatan, Menteri
Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk
Imunisasi) sampai usia anak sekolah. Hal ini disebabkan karena sejak anak
kekebalan yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi. Oleh sebab itu,
WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus
(insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun). BIAS adalah
salah satu bentuk kegiatan operasional dari imunisasi lanjutan pada anak
sasaran seluruh anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) atau sederajat (MI/SDLB)
Difteri Tetanus (DT) dan Vaksin Campak untuk anak kelas 1 SD atau
sederajat (MI/SDLB) serta vaksin Tetanus Toksoid (TT) pada anak kelas 2
13
atau 3 SD atau sederajat (MI/SDLB). Pada tahun 2011, secara nasional
Pemberian imunisasi bagi para anak usia SD atau sederajat (MI/SDLB) ini
bahwa imunisasi sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit
A. Kebijakan
14
a) Penyelenggaraan imunisasi anak sekolah dilaksanakan secara terpadu
lintas program & Lintas sektor dalam hal tenaga, sarana & dana mulai
bulan November, dimulai pada tahun 1998. Pada tahun 2001 di bln
B. Strategi
- Th 1998 s/d 2000 : Imunisasi Difteri Tetanus (DT) satu kali pada
anak kelas- I dan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) satu kali pada
anak kelas- I dan TT satu kali pd anak kelas- II dan kelas III saja.
15
c) Mobilisasi sosial kepada sasaran dengan memberikan penjelasan
tentang pentingnya BIAS, terutama kepada orang tua murid yang ikut
yang berlaku.
5. Sasaran
(SD), Ibtidaiyah (MI), Sekolah dasar luar biasa (SDLB) dan Sekolah Luar
2. Data dasar awal BIAS per Kab / Kota ( menurut hasil pendataan sasaran
6. Substansi BIAS
A. Vaksin Difteri
mulai dibuat secara massal tahun 1892. Anti-toksin difteria ini terutama
16
diragukan. Pemberian anti-toksin dini sangat mempengaruhi angka
digabung dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis dalam bentuk vaksin
DTP.6,7
kali oleh Hipokrates pada abad ke 5 SM dan epidemi pertama dikenal pada
abad ke-6 oleh Aetius. Bakteri tersebut pertama kali diisolasi dari
sedangkan anti-toksin ditemukan pertama kali dibuat pada akhir abad ke-
atau dengan pasien carrier difteri. Kontak langsung melalui percikan ludah
(saat batuk, bersin dan berbicara), eksudat dari kulit yang terinfeksi atau
kontak tidak langsung melalui debu, baju, buku maupun mainan yang
terkontaminasi.10
difteri kulit masa inkubasi adalah 7 hari setelah infeksi primer pada kulit.
17
Pasien akan mengalami gejala seperti demam dan terkadang menggigil,
kerongkongan sakit dan suara parau, perasaan tidak enak, mual, muntah,
B. Vaksin Tetanus
efek dari transfer pasif suatu anti-toksin yang kemudian diikuti oleh
sudah mulai dikenal sejak abad ke-5 SM tetapi baru pada tahun 1884
18
dibuktikan secara eksperimental melalui penyuntikan pus pasien tetanus
tetanus sangat tahan panas dan kebal terhadap beberapa antiseptik. Bakteri
ini banyak terdapat pada kotoran, debu jalan, usus dan tinja kuda, domba,
mampu menginfeksi sistem urat saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Gejala
utama penyakit ini timbul kontraksi dan spastisitas otot yang tidak
(MI/SDLB) dan vaksin Td diberikan pada anak kelas dua dan tiga SD atau
maka bayi yang akan dilahirkan akan terlindungi dari infeksi tetanus
D. Vaksin Campak
19
untuk meningkatkan kekebalan tubuh sehingga dapat memutuskan mata
infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari
7. Pelaksanaan BIAS
Setiap tahun BIAS dilaksanakan pada bulan Agustus untuk Campak dan
pada bulan November untuk DT (kelas I) dan Td (kelas II dan III). Pelayanan
imunisasi di sekolah dikoordinir oleh tim pembina UKS. Peran guru menjadi
murid pada saat pelayanan imunisasi akan merugikan murid itu sendiri dan
Kelas I DT 0.5 cc
Campak 0.5 cc
Kelas II TT 0.5 cc
20
Pemberian imunisasi pada anak sekolah bertujuan sebagai investasi bagi
kemampuan hidup sehat bagi peserta didik dalam lingkungan hidup sehat
harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
terkait sebagai salah satu upaya mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.
Diselenggarakan melalui wadah yang sudah ada yaitu Tim Pembina Usaha
8. Faktor penghambat
21
dan prasarana, kurangnya koordinasi lintas sektor (unit pelanyanan kesehatan
distribusi SDM dan kurangnya informasi yang lengkap dan akurat tentang
pentingnya imunisasi.
Negara ASEAN, dan 15% dari kematian campak tersebut berasal dari
karena setiap tahunnya lebih dari 1 juta anak Indonesia belum terimunisasi
campak.
Pada pelaksanaan BIAS di sekolah dasar beberapa anak ada yang ijin
keluar kota, sakit, menolak dengan alasan takut anaknya sakit dan menolak
Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) surat keterangan yang dibawa oleh
orangtua anak adalah surat keterangan dari dokter luar wilayah kota Tegal
bahkan ada yang membawa surat keterangan dari dokter Spesialis kulit
imunisasi campak di wilayah puskesmas Tegal Barat, namun masih ada yang
22
9. Evaluasi
23
BAB III
PENUTUP
satu daerah atau negara ke negara lain dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat
dengan hasil yang efektif. Imunisasi merupakan upaya prioritas yang dapat
dipilih, mengingat bahwa imunisasi merupakan upaya yang paling cost effective
pada anak yang lebih tua yaitu dengan program BIAS. Diharapkan program ini
dapat terus meningkatkan derajat kesehatan anak usia sekolah sebagai tujuan
tehnologi, upaya imunisasi dapat semakin efektif dan efisien dengan harapan
dapat memberikan sumbangan yang nyata bagi kesejahteraan anak, ibu serta
masyarakat lainnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta: 2005.
manajer mid level untuk imunisasi di kota banda Aceh. Jurnal kebijakan
25
7. World Health Organization. Diphtheria vaccine: position paper. Wkly
10. Skogen V, Jenum PA, Danilova E, Koroleva VN, Halvorsen DS, Sjursen
11. Y Iriani, Kaharuba CF, Sari DP, Azhar MB, Tjuandra W, Anwar Z. Kadar
immunoglobulin G-Difteri dan tetanus pada anak sekolah dasar kelas satu.
12. Blencowe H, Cousens S, Mullany LC, Lee AC, Kerber K, Wall S, et al.
Clean birth and postnatal care practices to reduce neonatal deaths from
www.cdc.gov/vaccines/hcp/acip-recs/index
26
14. World Health Organization. WHO Technical Note: Current
15. Lin TS, Chen LK, Lin TY, Wen SH, Chen MC, Jan RH. Autonomic
immunity in adolescents from Sao Paulo, Brazil. Braz J Med Biol Resp
2007;40:259-63.
Status kekebalan terhadap difteria dan tetanus pada anak usia 4-5 tahun
January–May 20, 2011. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2011 May
24;60:1-4
from http://www.medscape.com/viewarticle/815514.
20. Gastañaduy PA, Budd J, Fisher N, Redd SB, Fletcher J, Miller J, et al. A
27
1
S Susanti. Pelaksanaan program bulan imunisasi anak sekolah pada anak sekolah dasar untuk
memenuhi hak asasi anak dalam memperoleh perlindungan penyakit campak di wilayah
puskesmas tegal barat kota tegal.
2
Pedoman
3
1. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, penyunting.
4
Munthe AR, Kusnanto H, Hasanbasri M. Pelatihan seperti apa yang dapat mendukung
implementasi kebijakan: perspektif peserta – evaluasi training manajer mid level untuk imunisasi
di kota banda Aceh. Jurnal kebijakan kesehatan Indonesia. 2013; 2(1): 1-3.
5
Sari DP. Status imunitas terhadap tetanus pada anak kelas I SD di beberapa Sekolah Dasar di
Palembang tahun 2008 [tesis]. Palembang: Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya; 2009
6
Hadinegoro SRS, Ismoedijanto, Tumbelaka AR. Difteria, Tetanus, Pertusis. Dalam: Ranuh IGN,
Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko, penyunting. Pedoman
Imunisasi di Indonesia. Edisi 4. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014. h.
271-83.
7
World Health Organization. Diphtheria vaccine: position paper. Wkly Epidemiol Rec 2006;81:24-
32.
8
Rusmil K, Gunardi H, Fadlyana E, Soedjatmiko, Dhamayanti M, Sekartini R, dkk. The
immunogenicity, safety, and consistency of an Indonesia combined DTP-HB-Hib vaccine in
expanded program on immunization schedule. BMC Pediatrics 2015;15:219.
9
Wirsing von Konig CH, Campins-Marti M, Finn A, Guiso N, Mertsola J, Liese J. Pertussis
immunization in the global pertussis initiative European region: recommended strategies and
implementation considerations. Pediatr Inf Dis J 2005;24(5 Suppl):S87-92.
10
Skogen V, Jenum PA, Danilova E, Koroleva VN, Halvorsen DS, Sjursen H. Immunity to diphtheria
among children in Northern Norway and North-Western Russia. Vaccine 2001;19:197-203.
11
Y Iriani, Kaharuba CF, Sari DP, Azhar MB, Tjuandra W, Anwar Z. Kadar immunoglobulin G-
Difteri dan tetanus pada anak sekolah dasar kelas satu. Sari Pediatri. 2012; 14(1): 46-51.
Blencowe H, Cousens S, Mullany LC, Lee AC, Kerber K, Wall S,
12
28
17
Prijanto M, Handajani S, Parwati D, Siburian F, Sumarno, Wurjani HS. Status kekebalan
terhadap difteria dan tetanus pada anak usia 4-5 tahun dan siswa SD kelas VI. Cermin Dunia
Kedokteran 2002;134:24-6.
18
Centers for Disease Control and Prevention. Measles—United
States, January–May 20, 2011. MMWR Morb Mortal Wkly Rep.
2011 May 24;60:1-4
19
Lowes R. Three-Fold Increase in Measles Warrants Vigilance,
CDC Says. Medscape Medical News. Available
at http://www.medscape.com/viewarticle/815514. Accessed: 12
Juni 2019
29