Anda di halaman 1dari 9

Keracunan ‘Alkohol Beracun’

Albertus Sugeng Wibisono

CASE SUMMARY
Whether intentional or accidental alcohol ingestions (particularly metanol and
ethylene glycol) remains one of the most common, yet potentially devastating,
poisonings commonly encountered in emergency department. This case report
presents a young man of twenty five years’ old who was admitted to the emergency
department because of respiratory failure, coma and septic. Past medical history
was alcoholic addiction. The laboratory tests revealed severe metabolic acidosis with
high anion gap, hiperkalemia, slight elevated in ureum and creatinine serum and
leucocytosis. The chest x rays showed infiltrate in the right paracardial. It is most
likely that this patient consumed toxic alcohols and suffered from aspiration
bronchitis. Management of the patient were ventilator support, correction metabolic
acidosis by bicarbonate, restoring the circulation, administering ethanol and treating
the sepsis. The patient was survived and on the day fourth gained his
consciousness.
Key words: respiratory failure, coma, severe metabolic acidosis with high anion
gap, toxic alcohol, sepsis.

PENDAHULUAN
Minuman beralkohol biasa dikenal sebagai minuman keras, karena dapat
berdampak mabuk sampai kematian. Angka kematian akibat keracunan alkohol di
Indonesia belum ada, namun kematian akibat alkohol dilaporkan secara sporadis di
media masa. Keracunan alkohol di dalam tubuh bisa karena disengaja misal usaha
bunuh diri atau tidak disengaja karena tidak tahu bahwa alkohol terdiri dari beberapa
jenis. Alkohol bisa berupa ethyl alkohol (ethanol), propyl alcohol (Isopropanol),
ethylene glycol dan methyl alcohol (metanol), dua jenis terakhir ini disebut alkohol
beracun sebab lebih cepat mematikan daripada yang lain. Berikut ini dipresentasikan
sebuah kasus diduga akibat keracunan alkohol

KASUS
Seorang laki-laki 25 tahun dibawa ke rumah sakit dengan penurunan kesadaran.
Dilaporkan kurang lebih 20 jam sebelumnya. Keadaan pasien pada waktu di unit
gawat darurat (UGD) pernapasan cepat dalam, napas tidak berbau, saturasi 89%
dengan oksigen 15 liter per menit Non Rebreathing Mask (NRM), ronki pada ke dua
lapangan paru; tekanan darah 92/45mmHg, laju nadi 109 kali/menit, suhu 38,5 oC
kesadaran koma, pupil 4/4mm, refleks cahaya +/+. Abdomen supel, bising usus
normal, reflex Babinski negatif. Tidak ada Jejas atau cedera di kepala dan di tempat
lain. Tidak ada kejang.
Hasil pemeriksaan darah adalah: Hemoglobin 18,1 g/dL; Leukosit 26 100 /mm3;
Haematokrit 56%; Trombosit 393 000; Hitung jenis:
basofil/eosinofil/batang/segmen/limfosit/monosit:0/2/6/71/18/3; pemeriksaan analisis
gas darah (AGD); pH 6,950; pCO2 17,0mmHg; pO2 139,1mmHg; HCO3 3,8; SaO2
97,8% pemeriksaan gula darah sewaktu 192g%; Ureum 42mg/dL; Kreatinin
2,2mg/dL; Natrium 145mEq/L; Kalium 7,0 mE/L; Klorida 101; mEq/L; SGOT 19 uL;
SGPT 14 uL, Anti HIV (kwalitatif) negatif.
Pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan pola gelombang sinus, tidak
ditemukan pelebaran kompleks QRS, didapatkan peninggian gelombang T.
Tindakan yang dilakukan di UGD mempertahankan jalan napas dengan intubasi
trakea dan pemberian bantuan ventilasi mekanik, memperbaiki sirkulasi dengan
infuse ringer asetat 500 ml dan natrium bikarbonat 150mEq selama 1,5 jam. Tiga
jam kemudian diperiksa analisis gas darah pH 7,051/ pO2 162,9 mmHg/ pCO2
18,9mmHg/ BE -23,6/ Sa O2 98,3% dan pasien dipindahkan ke ICU.
Di Intensive Care Unit (ICU) pasien diberi bantuan ventilasi mekanik dengan pola
Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation - Pressure (PSIMV) IP 15, RR= 18;
PS= 8, PEEP 5, FO2=1 FiO2, Cefepime 1gr/8jam, Natrium bikarbonat 200mEq
selama 2 jam, Infus Martos 10% 2000ml/24jam, etanol 5% 125ml/jam, Neurobion
(B1, B6, B12) intravena (IV),Vit B1 3 x 100 mg iv. Obat-obat yang diberikan lewat
nasogastrictube (NGT) adalah asam folat 3 x 60mg, paracetamol tablet 4 x 500mg.
Untuk panduan terapi antibiotika diperiksa perwarnaan gram, KOH, kultur sekresi
trakea.
Pada hari pertama sekresi trakea banyak, kental, purulen, suhu 37-39oC, laju
napas 22-32 kali per menit, ronki pada kedua lapangan paru, tekanan darah berkisar
sistolik 90-100mmHg dan diastolik 50mmHg selama 7 jam pertama setelah itu
tekanan darah meningkat yaitu sistolik 100-130mmHg dan diastolic 60-80mmHg.
Kesadaran masih koma namun setelah 12 jam mengalami perbaikan yaitu menjadi
sopor. Pemeriksaan analisis gas dengan FiO2 1 pH 7, 236, PO2= 216mmHg,
PCO2= 14,5mmHg ; HCO3= 6; BE = -19 Na= 143 mEq/L; K= 5,7 mEq/L; Cl =
105mEq/L. GDS = 118 – 164mg/dL. Lipase= 266 uL. Foto paru tampak infiltrat
parakardial kanan. Pada pemeriksaan urinalisis tidak ditemukan benda keton. Pada
sedimen urin tidak ditemukan kristal dan bakteri , hanya ada silinder granular kasar.
Pada hari ke 2 sekresi trakea masih banyak dan purulen. Suhu 36,8 – 37,80C;
tekanan darah berkisar 110-140/60-80mmHg; laju nadi 110-130 kali/menit.
Kesadaran somnolen. Hemoglobin 16,7g/dL; Lekosit 13. 800/mm3; Trombosit 307
000. Analisis gas darah dengan FiO2 0,5 pH 7,439, PO2 172,1mmHg; PCO2
27,1mmHg; HCO3 18 maka fraksi oksigen diturunkan menjadi 0,4 Na 141mEq/L; K
3,0 mEq/L; Cl 108mEq/L Pemeriksaan pengecatan gram ditemukan gram negatif
batang positif. Pada hari ke 3 Suhu 36 – 37,80C; tekanan darah berkisar 110-
140mmHg /60-80 mmHg; laju nadi 90-120 kali/menit; CVP= 8 – 10cmH2O.
Kesadaran somnolen. Hasil analisis gas darah dengan FiO2 0,4 pH 7,536, PO2
189,3mmHg; PCO2 24,3mmHg; HCO3= 20,1; BE= -1,1. Na 136mEq/L; K 2,7;
mEq/L; Ca= 9,16mEq/L. Koreksi kalium dengan KCl 100mEq/ 24 jam. Bantuan
ventilasi mulai dkurangi PSIMV IP 8, RR= 12; PS= 8, PEEP 5, O2=30 %. Infus
diganti dengan Aminofluid 1000 ml dan Trifluid 1000ml. Etanol 5% masih diberikan.
Pada hari ke 4, sekresi trakea mulai berkurang dan jernih. Kesadaran masih
somnolen. Hasil AGD dengan FiO2 0,4 pH 7,511, PO2 185, 4mmHg; PCO2
25,1mmHg; HCO3= 19,7; BE= -2. Na 140mEq/L; K = 3,2mEq/L. Pada pemeriksaan
foto paru tampak infiltrat berkurang. Bantuan ventilasi mekanik mulai disapih. Pada
hari ke 5 pasien mulai sadar dan diperiksa tidak ada ganguan penglihatan,
pernapasan dan hemodinamik stabil, dan kemampuan batuk baik. Hasil kultur
didapatkan Acinetobacter Baumani yang sensitif terhadap Cefepime. Hasil AGD
dengan FiO2 0,3pH 7,485, PO2 174mmHg; PCO2 33,9mmHg; HCO3= 24,9;
BE=1,9. Penyapihan bantuan ventilasi mekanik dengan dilakukan Spontaneous
Breathing Trial (SBT). Pemberian Etanol dihentikan dan mulai diberikan nutrisi
enteral. Pada hari berikutnya napas spontan dinilai adekwat. Kemampuan batuk
baik. Pasien sadar dan kontak baik, analisis gas darah dalam batas normal, maka
dilakukan ekstubasi trakea dan pasien dipindah ke High Care Unit.

PEMBAHASAN
Keracunan alkohol dapat mengakibatkan gangguan sistim saraf pusat yang berat,
gangguan abdomen dan ginjal bahkan kematian.
Alkohol adalah sekelompok senyawa yang terdiri atas ethyl alcohol, methyl alcohol,
ethylene glycol, isopropyl alcohol; dimetabolisme oleh alcohol dehidrogenase.
Etanol/etil alkohol merupakan cairan tidak berwarna, jernih, berbau khas dan
merupakan komponen minuman keras dengan berbagai konsentrasi. Zat ini banyak
dipakai di bidang kesehatan sebagai desinfektans. Etilen glikol adalah larutan
alkohol yang tidak berbau, terasa manis dan sering dipakai untuk antifreezing dan
deicing. Etilen glikol biasa digunakan untuk cairan transmisi, rem dan kosmetik
tertentu. Metanol berupa cairan jernih tidak berwarna,disebut juga wood alcohol,
karena hasil distilasi kayu. Larutan ini sering dipakai dalam industri mebel. Isopropil
alkohol merupakan cairan jernih, tidak berwarna terasa pahit dan berbau khas.
Senyawa ini sering dipakai untuk kosmetik, desinfektans dan antifreeze. Hasil
metabolisme etilen glikol dan metil alkohol menghasilkan anion gap dan osmolal gap
yang tinggi, sedangkan isopropil alkohol menghasilkan aceton dan etil alkohol bisa
mengakibatkan ketoasidosis. Etilen glikol dan methyl alkohol disebut Toxic Alcohol,
meskipun tidak berarti bahwa ethanol tidak toksis(2)
Semua jenis senyawa alkohol dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat dan
kejang. Pada keracunan etanol onset sekitar 30 menit, napas berbau etanol dan
dapat terjadi asidosis respiratorik atau ketoasidosis, sedang pada keracunan
isopropanol onset cepat, napas berbau aseton dan asidosis metabolik yang terjadi
ringan.(Tabel 1)
Keracunan metanol dan keracunan etilen glikol mempunyai banyak kemiripan.
Pertama kedua senyawa ini menghasilkan asidosis metabolik dengan anion gap
yang tinggi disebabkan produksi asam yang cepat. Kedua jenis pasien tampak
mabuk tapi napas tidak berbau. Ketiga pada pemeriksaan elektrolit dan osmolalitas
kedua jenis keracunan ini menghasilkan osmolalitas gap yang tinggi
Menurut keluarganya, pasien ini mempunyai kebiasaan minum minuman
beralkohol dan bila pulang ke rumah sering didapati mabuk. Pagi hari sebelum
masuk rumah sakit pasien muntah – muntah dan malam hari mulai tidak sadar
kemudian dibawa ke RSI. Pada pemeriksaan, napas hiperventilasi dan tidak berbau
alcohol maupun keton. Kecurigaan berikutnya mengarah ke keracunan etilen glikol
atau metanol. Berhubung pada pasien ini gejala dan tanda klinis mengarah pada
keracunan alcohol beracun, maka pembahasan dipusatkan pada etilen glikol dan
metanol.
Etilen glikol dapat tertelan, terhirup, dan terarbsorpsi melalui kulit. Namun yang
mengancam nyawa adalah yang masuk dengan cara tertelan. Penyerapan lewat
saluran cerna sangat cepat dan sekitar 80% dosis yang tertelan dimetabolisme di
hati. Di hati etilen glikol dimetabolisme oleh alcohol dehydrogenase yang
menghasilkan metabolit glycolic acid yang beracun. Asam ini produk metabolisme
yang terbesar dan menyebabkan asidosis metabolik berat disertai anion gap yang
tinggi. Pembentukan glycolic acid melibatkan perubahan NAD Nicotinamide Adenine
Dinucleotide menjadi NADH reduced Nicotinamide Adenine Dinucleotide
menyebabkan perubahan pyruvat menjadi laktat, akibatnya asam laktat juga
meningkat pada keracunan etilen glikol. Hasil akhir metabolism etilen glikol adalah
asam oksalat yang dapat bersenyawa dengan kalsium membentuk senyawa
kompleks kalsium oksalat yang dapat menimbulkan endapan di tubulus ginjal.
Kristaluria kalsium oksalat ini dapat dilihat secara mikroskopis dan dapat
menyebabkan kerusakan tubulus ginjal, akibatnya dapat terjadi gagal ginjal akut.
Metanol juga cepat diabsorpsi di saluran cerna dan dimetabolisme di hati oleh
alcohol dehydrogenase. Hasil metabolitnya adalah formic acid yang merupakan
racun mithokondria yang bekerja menghambat cytochrome oxidase. Jaringan yang
rentan terhadap metabolit ini adalah retina, saraf optikus, dan ganglia basalis. Asam
laktat juga meningkat seperti halnya pada keracunan etilene glikol, namun kadarnya
bisa lebih tinggi akibat terjadi keracunan mithokondria (Gambar 1).

Gejala awal keracunan Etilen glikol berupa mual, muntah dan tampak mabuk.
Karena etilen glikol tidak berbau maka napas tidak berbau. Pada kasus yang berat
disertai koma, kejang umum, edema paru, kolaps kardiovaskuler dan gagal ginjal.
Pemeriksaan laboratorium menggambarkan suatu asidosis metabolik berat dengan
kenaikan anion gap. Kadar serum laktat dapat meningkat (biasanya 5 - 6mEq/L).
Bisa terjadi hipokalsemia dan kristal kalsium oksalat tampak di urin sekitar 50 %
kasus. Plasma assay untuk ethylene glycol > 25 mg/ dL dianggap toksis, namun
kadar plasma ini dapat diabaikan pada pasien yang telah lama mengalami
keracunan, karena telah terjadi metabolisme.
Gejala awal keracunan metanol dalam waktu 6 jam setelah tertelan termasuk
nampak mabuk tanpa bau etanol. Tanda lanjut (6 – 24 jam setelah tertelan)
termasuk gangguan penglihatan (skotoma, pandangan kabur, buta total), kesadaran
menurun, koma, dan kejang umum, pankreatitis juga bisa terjadi. Pemeriksaan retina
bisa didapatkan papiledema, dan edema retina luas. Pemeriksaan laboratorium
memperlihatkan gangguan asam basa seperti pada keracunan etilen glikol. Enzim
pankreas bisa meningkat dan kenaikan kadar Creatinine Phospho kinase (CPK)
dalam darah (dari rhabdomyolysis) pernah dilaporkan. Bila plasma assay untuk
metanol tersedia, kadar diatas 25mg/dL dianggap toksis. Seperti halnya pada
keracunan etilen glikol kadar plasma dapat keliru setelah lama dari waktu tertelan
karena senyawa induk mungkin telah dipecah.
Pemeriksaan yang belum dikerjakan disebabkan keterbatasan dana yaitu kadar
asam laktat, plasma assay untuk etilen glikol dan metanol, osmolalitas plasma. Pada
pasien ini agak sulit membedakan antara keracunan etilen glikol atau metanol.
Keracunan pada pasien ini disertai :
Dehidrasi akibat asupan cairan kurang karena muntah-muntah dan pemeriksaan
56
laboratorium didapatkan hematokrit
Infeksi paru dengan adanya febris 38,5 C, sekresi • trakea purulen, Lekosit 26
100/mm3, hitung jenis lekosit segmen 71, gangguan oksigenasi PaO2/ FiO2
162,9, infiltrat parakardial kanan pada foto paru
Asidosis metabolik berat yang terjadi pada awal• nya selain disebabkan hasil
metabolisme racun alkohol, bisa juga diperberat gangguan perfusi karena
terbentuk asam laktat akibat dehidrasi dan sepsis dan perubahan NAD menjadi
NADH. Asidosis metabolik ini disertai dengan anion gap yang tinggi. Rumus
Anion gap = (Na +K) – (HCO3 + Cl)= (145 + 7) – (3,8 + 101) = 47,2. Normal 12
+/- 4 mEq/ liter. Gap memperlihatkan anion yang tidak terukur pada pemeriksaan
rutin elektrolit. Umumnya anion ini berupa sulfat, fosfat dan protein serum. Bila
ada asam yang ditambahkan kedalam tubuh (glycolic, glyoxylic, oxylic, formic,
laktat) ion hydrogen dinetralkan oleh bikarbonat yang membentuk asam karbonat
yang selanjutnya dirubah menjadi CO2 dan H2O. Asam ini menyebabkan
bikarbonat hilang dari persamaan dengan penambahan anion yang tidak terukur
akibatnya anion gap meningkat.
Gagal napas hipoksemia. Gagal napas ini bisa dis• ebabkan oleh aspirasi pada
waktu pasien mengalami penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan foto dada
didapatkan infiltrat pada paru kanan. Gangguan oksigenasi kemungkinan akibat
dari spasme dan bronkitis.
Penurunan kesadaran terjadi tidak disertai riwayat cedera kepala dan tidak
ditemukan jejas. Gula darah 192, tidak ada hiponatremia dan tidak ditemukan
keton di dalam urin. Kemungkinan penyebabnya adalah alcohol beracun yang
pada awalnya diperberat oleh asidosis metabolik berat dan hipotensi.

Pengobatan
Setiap pasien dengan riwayat peminum alkohol, tanda-tanda klinis atau
penemuan laboratorium yang mengarah pada keracunan metanol atau etilen glikol
harus segera ditangani.
Pengobatan metanol atau etilen glikol3
Resusitasi.(1).
Bersihkan obat-obat yang masih tertinggal di (2) lambung.
Bilas lambung efektif bila dilakukan dalam 1 – 2 jam setelah minum
Mengkoreksi asidosis metabolik(3).
Asidosis dikoreksi dengan Natrium bikarbonat intravena. Terapi Bikarbonat
segera dimulai bila pH turun dibawah 7,2 dan terapi ditujukan untuk
mempertahankan pH diatas 7,2. Pemberian Bikarbonat dalam jumlah banyak
dibutuhkan sebab metabolit yang beracun adalah asam anorganik yang
diproduksi terus menerus(4). pH darah perlu diperiksa secara berkala. Hati-hati
bisa terjadi hipernatremia bila diperlukan dosis besar bikarbonat.
Menghentikan pembentukan metabolit yang(4) beracun.
Ada 2 agen yang dapat menghentikan produksi metabolit yang beracun dengan
menghambat kerja alcohol dehydrogenase yaitu: fomepizole dan etanol.
Fomepizole(2)
Loading dose 15 mg/kg dalam 100 ml D5W diberikan selama 30 menit; dosis
rumatan 10 mg/kg setiap 12 jam untuk 48 jam, dosis rumatan harus dinaikkan
menjadi 15 mg/kg setiap 12 jam karena fomepizol mendorong proses
metabolismenya sendiri. Fomepizol ikut dibersihkan oleh hemodialis oleh karena itu
interval pemberiannya dipendekkan tiap 4 jam.
Etanol (5,6)
Etanol dipakai untuk menghambat kerja alcohol dehydrogenase secara kompetitif
sebab etanol dioksidasi 10 kali lebih cepat daripada metanol dan etilen glikol serta
hasil akhir berupa CO2 dan H2O. (Ethanol alcohol dehydronegase
Acetaldehyde oleh aldehyde dehydrogenase - Acetyl Co A oleh TCA cycle CO2 +
H2O). Efek ini tercapai bila kadar dalam darah dipertahankan antara 100mg–
150mg/dl. Etanol dapat diberikan baik secara oral maupun intravena. Pada
pemberian per oral diperlukan loading dose 0,6 mg/kg /jam dan dosis rumatan 0,15
g/kg/ jam pada peminum kronis dan 0,07 g/kg/ jam pada bukan peminum. Larutan
etanol yang digunakan 20% atau kurang.
Pada pemberian intravena loading dose 7 ml/kg 10% ethanol dalam D5W selama 30
– 60 menit dan dipertahankan dengan dosis 1.39 ml/kg/jam 10% ethanol. Larutan
intravena harus diberikan dengan konsentrasi 10 % atau kurang. Etanol juga
dibersihkan hemodialisa dan dosis harus dinaikkan selama dialisa ( 3.2 -4,4 ml/kg
jam bila menggunakan etanol 10 %)
Pengobatan dengan ethanol segera dimulai tanpa menunggu konfirmasi diagnosa
pada keadaan sebagai berikut(6)
Setiap kecurigaan riwayat keracunan etilen glikol atau metanol
Setiap pasien yang koma atau penurunan kesadaran berat disertai dengan osmolar
gap berat yang tidak jelas, anion gap berat yang tidak jelas, kristaluria oksalat.
Serum etilen glikol > 20mg/dl (dengan atau tanpa gejala).
Terapi tambahan
Pada keracunan etilen glikol perlu terapi tambahan Pyridoxine untuk merubah
glyoxylic acid menjadi glycine metabolit yang kurang beracun dan thiamine
merubahnya menjadi beta hydroxyketoadipate. Thiamine dan Pyridoxine diberikan
100 mg iv/6 jam/hari sampai kadar ethylene glycol nol.
Pada keracunan metanol perlu diberi Asam folat untuk merubah formic acid
menjadi karbon dioxide. Dianjurkan dosis tinggi tapi aman yaitu 50 mg iv setiap 4jam
untuk beberapa hari. Bisa juga memakai Leucovorin bentuk aktif dari folic acid,
namun sedian ini belum ada. Sedang asam folat yang tersedia adalah bentuk tablet.
Mengeluarkan senyawa induk dari sirkulasi (5).
Metanol dan ethylene glikol dapat diekskresi lewat ginjal namun bila jumlah
berlebihan perlu dilakukan hemodialisa. Indikasi hemodialisa ialah asidosis
metabolik berat, elektrolit abnormal berat, edema paru ,gagal ginjal, kadar
etilen glikol > 50 mg/ dl (dengan atau tanpa gejala), bila terjadi gangguan
penglihatan2
Penatalaksanaan pada pasien ini :
Mengatasi gagal napas: intubasi trakea bantuan 1. ventilasi mekanik: PSIMV mulai
dengan IP 15, RR 18, PS 8, O2 = 100% didapatkan Vt 500 – 600 ml. Dipilih
modus SIMV selain memberikan bantuan napas, diharapkan ventilasi pasien
dapat mengkompensasi perubahan asam basa yang terjadi. Mula mula HCO3 =
3,8 dan pada hari ke - 3, HCO3 sudah meningkat sampai 20 dan terjadi alkalosis
respiratorik . Setelah itu bantuan napas diturunkan bertahap sampai terjadi kes-
eimbangan pH. Perbaikan oksigenasi tampak pada hari kedua ratio PaO2/FiO2
(P/F) sudah diatas 300 dan pada hari selanjutnya P/F semakin meningkat. SBT
bisa dilakukan pada hari ke lima , keesokan harinya dilakukan ekstubasi.
Mengatasi infeksi paru dengan antibiotik em2. pirik Cefepime, pada pemeriksaan
sekresi trakea: ditemukan bakteri gram negatif batang positif, tidak tumbuh jamur,
hasil kultur keluar pada hari ke 5: Acinetobacter baumani yang sensitif dengan
Cefepime. Suhu tidak febris mulai hari k - 3 dan sekresi trachea mulai jernih hari
ke – 4 elek3. trolit. Pada waktu masuk ICU pasien mengalami dehidrasi dan
gangguan elektrolit berupa hiperkalemi dan hipernatremia, oleh karena itu cairan
mula-mula diberi Martos untuk cairan rumatan. Pasien ini sebelumnya sudah
diberi Aseing 500ml di UGD diteruskan RL 1500 ml di ICU secara titrasi. Mula-
mula MAP 61 mmHg dan mulai diatas 65mmHg setelah 7 jam di ICU. Obat-
obatan vasopresor ataupun inotropik tidak diperlukan. Pada pemeriksaan EKG
didapatkan peninggian gelombang T, tapi tidak ditemukan perubahan EKG yang
membahayakan seperti pelebaran kompleks QRS , pola gelombang sinus.
Penaganannya ditujukan penyebab yang mendasarinya yaitu asidosis metabolik
berat7. Bersamaan dengan perbaikan asam basa dan dengan membatasi
asupan Kalium, kadar Kalium dapat turun. Pada hari ke - 2 dan ke - 3 kadar Ka-
lium rendah karena cairan yang diberikan tanpa Kalium ditambah terjadi alkalosis
respoiratorik. Namun hal ini dapat dikoreksi.
Mengatasi asidosis metabolik dengan target pH 4. > 7,2
Memperbaiki perfusi dengan meningkatkan • MAP > 65 mmHg
Bantuan ventilasi•
Pemberian bikarbonat•
Menghentikan proses pembentukan metabolit beracun dan bersifat asam dengan
menggunakan etanol 5% 125 ml/ jam selama 96 jam
Menjaga diuresis urin > 2ml/Kg/ BB untuk memastikan perfusi ginjal baik dan
klirens senyawa toksis
Hemodialisa belum dilakukan karena respons terhadap tindakan diatas cukup
baik
Terapi tambahan(5).
Thiamin 3x 100 mg iv•
Neurobion (Vit B1 100 mg; Vit B6 100mg; B6 • 5000 mcg)
Asam folat 3 x 50 mg •

KESIMPULAN
Keracunan alkohol beracun (ethylene glycol atau metanol) perlu dicurigai pada
pasien dengan riwayat peminum alcohol disertai asidosis metabolik berat ,anion gap
yang tinggi dan napas tidak berbau.
Pemberian ethanol , thiamin, pyridoxine dan asam folat untuk menghentikan
pembentukan metabolit yang beracun disarankan segera dimulai.

DAFTAR PUSTAKA
1. Matthew J, Ellenhorn. The Alcohols .Principles of 1. Critical Care. 1992 ;170:
2080.
2. Marino.The ICU book 3rd edition. 2007; 29:558. 2.
3. Marini JJ, Wheeler AP. Drug overdose and Poison3. ing. Critical Care
Medicine 3rd edition. 2006; 33: 536-538.
4. Bongard FS, Sue DY. Poisonings & Ingestions. 4. Current Critical Care
Diagnosis & Treatment 2nd edition. 2002;37:856-858.
5. Reilly RF, Perazella MA. Metabolic Acidosis. Ac5. id-Base, Fluids
&Electrolytes. 2007; 6:216-220.
6. Vicellio P. Ethylene Glycol, Metanol, and Isopro6. pyl Alcohol. Handbook of
Medical Toxicology. 1993; 16:183-194.
7. Society of Critical Care Medicine. Management of 7. Life-Threatening
Electrolyte and Metabolic Disturbances. In Fundamental Critical Care Support
4th edition. 12: 2-4.

Anda mungkin juga menyukai