Anda di halaman 1dari 3

1. Apakah kepailitan dapat menyebabkan berakhirnya suatu kontrak ?

Di dalam KUHPerdata dapat ditemui ketentuan tentang pengakhiran kontrak atau


perjanjian, secara khusus dalam Pasal 1381 KUHPerdata disebutkan sepuluh cara untuk
mengakhiri perjanjian

1) Pembayaran

2) Penawaran

3) Pembayaran tunai diikuti dengan penitipan

4) Pembaharuan Hutang

5) Perjumpaan Hutang

6) Percampuran Hutang

7) Musnahnya barang yang terutang

8) Pembatalan Perikatan

9) Berlakukanya syarat batal

10) Kadaluwarsa

Berdasarkan dasar hukum tersebut dapat dilihat bahwa pailitnya suatu perusahaan tidak
langsung mengakibatkan berkahirnya suatu perjanjian. Namun berdasarkan Pasal 41 Ayat (!)
UU Nomor 27 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Pasal 1341 KUHPer yang berbunyi :

Pasal 41 Ayat (!) UU Nomor 27 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

“ Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan


segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan
kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelumputusan pernyataan pailit diucapkan.”

Pasal 1341 KUHPerdata

” Meskipun demikian, kreditur boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan


yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur, dengan nama apa pun juga yang
merugikan kreditur; asal dibuktikan bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitur
dan orang yang dengannya atau untuknya debitur itu bertindak, mengetahui bahwa
tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditur.”

Berdasarkan dasar hukum tersebut maka apabila salah satu pihak dalam perjanjian pailit
maka pihak yang dirugikan akibat kepailitan tersebut dapat mengaujukan pembatalan
perjanjian ke pengadilan. Dalam Pasal 41 ayat (1) UU Kepailitan dinyatakan secara tegas
bahwa Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintalkan pembatalan
segala perbuatan hukurn Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan
Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

Pengembalian harta benda yang telah diserahkan sebagai akibat pembatalan perbuatan
yang telah dilakukan oleh debitur pailit sebelum pernyataan pailit diucapkan, bahwa dalam
beberapa hal tertentu, Undang-undang kepailitan memberikan hak kepada kurator maupun
kreditur yang berkepentingan untuk meminta pembatalan atas perjanjian yang dibuat antara
debitur pailit dengan kreditur, yang, melakukan gugatan atas pemenuhan kewajiban debitur
pailit. Jika dibandingkan akibat pembatalan dari perbuatan hukum debitur pailit yang
dilakukan olehnya sebelum pernyataan pailit dikeluarkan sesuai dengan Pasal 28 jo Pasal 30
dan Pasal 41 jo Pasal 2 UUK, sampai pada derajat tertentu kedua pembatalan tersebut akan
mengembalikan posisi debitur pailit (harta pailit) dan/atau lawan pihak dalam perbuatan
hukum tersebut ke dalam kedudukan mereka semula, sebelum perbuatan hukum tersebut
dilaksanakan, seolah-olah perbuatan hukum tersebut tidak pernah dilakukan sama sekali
(kecuali untuk prestasi yang memang hanya dapat dan wajib dilakukan oleh debitur pailit
secara pribadi).

Hal ini membuka kemugkian dimintakan dan dilakukannya pengembalian kebendaan,


berwujud maupun tidak berwujud yang telah diserahkan oleh debitur pailit kepada pihak
lawannya sebagai bentuk pelaksanaan prestasi dari perjanjian atau perbuatan hukum,
kebendaan yang dikembalikan tersebut dapat berupa kebendaan yang berwujud maupun tidak
berwujud, kebendaan bergerak maupun tidak bergerak, termasuk tanah dan bangunan serta
kebendaan lain yang melekat di atasnya.
Selama berlangsungnya kepailitan, tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari
harta pailit yang ditujukan terhadap debitor pailit, hanya dapat diajukan dengan
mendaftarkannya untuk dicocokkan

Apabila perjanjian dengan pihak yang merupakan debitor pailit dilakukan setelah putusan
pailitditerbitkan maka tidak lagi dapat dibayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut
menguntungkan harta pailit (Pasal 25 UU Nomor 27 Tahun 2004 Tentang Kepailitan)

2. Apakah Kurator berhak memutuskan mengakhiri atau meneruskan kontrak dalam proses
kepailitan ?

Berdasarkan pasal 26 ayat (1) UU Nomor 27 Tahun 2004 Tentang Kepailitan yang
berbunyi :

“Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan
oleh atau terhadap Kurator.”

Kurator memajukan tuntutan hukum untuk membatalkan perbuatan hukum yang


dilakukan debitor, yang diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 46 UU Nomor 27 Tahun
2004 Tentang Kepailitan. Kurator bertugas meneruskan atau menghentikan hubungan hukurn
yang telah dilakukan oleh debitor pailit dengan:

a. Memberi kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian timbal balk,

b. Menerima tuntutan ganti rugi dari kreditor;

c. Memberikan jaminan atas kesanggupan melanjutkan perjanjian, atas permintaan


pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitor;

d. menghentikan sewa menyewa;

e. menghentikan hubungan kerja dengan para buruh yang bekerja pada debitor pailit

Anda mungkin juga menyukai