Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

SECONDARY INTRAVENTRICULAR HEMORRHAGE DENGAN

PROGNOSIS BAIK

Disusun Oleh :

Renata Eka Nindya A.

030.12.225

Pembimbing :

dr. Julintari Indriyani Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SYARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 15 JANUARI – 17 FEBUARI 2018
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SYARAF

PERIODE 15 JANUARI – 17 FEBUARI 2018

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan ‘Secondary Intraventricular Hemorrage dengan


Prognosis Baik’ telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Syaraf periode 15 Januari –
17 Febuari 2018

Jakarta, Februari 2018

dr. Julintari Indriyani Sp.S


PENDAHULUAN

Stroke hemoragik atau yang dikenal juga dengan Intracerebral Hemorrhage


(ICH) merupakan salah satu jenis patologi stroke akibat pecahnya pembuluh darah
intraserebral. Kondisi tersebut menimbulkan gejala neurologis yang terjadi secara
tiba-tiba dan seringkali diikuti gejala akibat tekanan intrakranial yang meningkat. 1
Lokasi perdarahan intrakranial yang paling sering terjadi adalah di dalam ganglia
basalis dan kapsula interna yaitu sebanyak 35%-70%.2

Perdarahan intraventrikular (IVH) menunjukkan adanya darah di dalam sistem


ventrikel otak. Hal ini dapat dibagi menjadi primer atau sekunder. Perdarahan primer
yang jauh lebih jarang terjadi daripada sekunder. Insiden IVH Primer adalah sebanyak
3,1%. Prevalensi IVH sekunder adalah sekitar 70%. Pada IVH Primer temuan yang
dominan adalah darah di ventrikel, bisa juga disertai darah pada daerah parenkim.
IVH sekunder terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim, biasanya
perdarahan di area basal ganglia atau subarachnoid yang masuk ke sistem
intraventrikel. ICH yang berkembang menjadi IVH terjadi pada 30% hingga 45% dan
merupakan faktor independen terhadap hasil akhir yang buruk. Adanya IVH
meningkatkan risiko kematian yang bermakna pada penderita ICH. Untuk pasien
dengan ICH dan IVH mortalitas yang didapat adalah 50% sampai 80%.3

Data menyebutkan bahwa insidensi stroke hemoragik di seluruh dunia berkisar


antara 10 sampai 20 kasus per 100.000 populasi dan akan bertambah dengan umur.
Kejadian ICH adalah 12 sampai 15 kasus per 100 000 individu atau sekitar 40.000
kasus per tahun di Amerika Serikat. Insiden bervariasi antar populasi, orang Jepang
memiliki insidensi tertinggi (60 dari 100 000), diikuti oleh orang Amerika keturunan
Afrika (dua kali kejadian). Ini berkorelasi dengan kejadian hipertensi. Hipertensi
sejauh ini merupakan faktor risiko yang paling umum.2
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 59 tahun
Alamat : Kp.Buaran, Cakung Timur
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Karyawan pabrik
Nomor RM : 01.12.0540
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 11 Januari 2018

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada keluarga pasien pada tanggal 17
Januari 2018, di Ruang Aster Barat Lantai 9 RSUD Budhi Asih.
a. Keluhan Utama
Lemah anggota tubuh kanan sejak pukul 10.00 pagi tanggal 11 Januari 2018.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan wajah sisi kanan tidak dapat digerakkan, pelo
ketika berbicara, dan lemah tubuh bagian kanan sejak 3 jam SMRS. Pasien datang ke
IGD RSUD Budhi Asih, rujukan dari Puskesmas pada pukul 12.05 tanggal 11 Januari
2018. Sebelumnya pada pukul 09.00 pagi pasien berencana mengantar istrinya ke
Puskesmas untuk berobat dengan menggunakan motor. Saat di jalan, pasien mendadak
tidak dapat bergerak dan hanya terdiam diatas motor. Saat dibawa ke IGD RSUD
Budhi Asih pasien merasakan mual dan muntah sebanyak 1 kali, muntah proyektil,
berisi makanan dan air. Pasien mengatakan nyeri kepala (-), pingsan(-), demam(-)
BAB dan BAK normal.
Pada saat di IGD kesadaran pasien compos mentis, gelisah, berbicara pelo.
Pasien masih dapat diperintahkan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap dirinya.
Tangan dan kaki kanan pasien tidak dapat digerakkan. Saat di IGD pasien mendapat
diagnosa Hipertensi Urgensi dan CVD suspek iskemik.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya. Riwayat hipertensi tidak
terkontrol sejak 2 tahun yang lalu. Riwayat merokok, diabetus mellitus. kolesterol,
sakit jantung, asma, kejang, dan alergi obat atau makanan disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Di lingkungan keluarga tidak ada yang mengalami hal yang sama. Tidak
terdapat riwayat hipertensi, penyakit jantung, Diabetes Melitus, riwayat jatuh atau
trauma, Alergi, dan penyakit paru.
e. Riwayat Kebiasaan
Riwayat kebiasaan merokok, alkohol disangkal. Pasien tidak mengontrol
asupan makanan dan jarang berolah raga.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal : 17 Januari 2018
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
 Tekanan darah : 150/100 mmHg
 Suhu : 36.8 oC
 Heart Rate : 84 x/menit
 Respiratory Rate : 20 x/menit

Status Generalis
Kulit : Sawo matang, ikterik (-), sianotik (-)
Kepala : Normosefali, distribusi rambut merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-)
Pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm
Refleks cahaya langung (+/+)
Refleks cahaya tidak langsung (+/+)
Hidung : Normal
Mulut : Normal
Leher : deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
pembesaran tiroid (-)
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis
Palpasi : Tidak teraba iktus
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (+) gallop (-)
Paru
Inspeksi : Betuk dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Vokal fremitus simetris pada kedua lapang paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapang paru, rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani di seluruh regio
Auskultasi : Supel, tidak didapatkan nyeri tekan
Ekstremitas
Atas : Akral hangat (+/+) oedem (-/-) deformitas (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+) oedem (-/-) deformitas (-/-)
Genitalia : Tidak dinilai

Status Neurologi
Kesadaran : Compos mentis
Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk : - (negatif)
Brudzinki I : - (negatif)
Brudzinki II : - (negatif)
Laseque : >70o / >70o
Kernig : >135o / >135o

Nervus Kranialis
Hasil Pemeriksaan
Nervus Kranialis Pemeriksaan
Kanan Kiri
NI Tes menghidu Tidak dilakukan
Ukuran pupil Bulat, d : 3mm Bulat, d : 3mm
Tajam penglihatan
N II Lapang pandang
Tidak dilakukan
Buta warna
Funduskopi
Kedudukan bola mata  Kedua bola mata terletak di tengah
Gerak bola mata  Gerak bola mata 
Nistagmus
Normal ke segala arah. Paresis (-)
Diplopia

N III, N IV, N VI

 Nistagmus (-) Diplopia (-)


 Ptosis (-)
Refleks cahaya RCL (+) RCL (+)
RCTL (+) RCTL (+)
Motorik
NV Perabaan baik, motorik baik
Sensorik
Motorik oksipitofrontal
Parese N.VII sentral dextra
N VII Motorik orbikularis oculi
Motorik orbikularis oris
Tes pendengaran
N VIII Tidak dilakukan
Tes keseimbangan
Pengecapan lidah ⅓ posterior
N IX, N X Refleks menelan Tidak dilakukan
Refleks muntah
Mengangkat bahu Pasien dapat mengangkat bahu dan
N XI Menoleh
menoleh dengan baik.
Pergerakan lidah
N XII Paresis N.XII dextra
Disartria
Pemeriksaan Motorik
Pemeriksaan Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Atrofi - - - -
Tonus Hipotonus Normotonus Hipotonus Normotonus
Gerakan - - - -
involunter
Kekuatan otot 1 5 2 5
Refleks Bisep/trisep Patella/Achilles
+ + + +
fisiologis
Babinski + -
Refleks Chaddock - -
Gordon - -
patologis Oppenheim - -
Schaefer - -
Klonus - -

Pemeriksaan sensorik : Tidak dikerjakan


Fungsi Otonom
Miksi : Terpasang DC
Defekasi : Belum BAB sejak 1 minggu
Tes Keseimbangan dan Koordinasi : Tidak dikerjakan

Pemeriksaan Siriraj Stroke Score : Kesadaran compos mentis (skor 0), muntah (skor
+2), Nyeri kepala (skor +2), Tekanan darah diastolik 100mmHg (skor +10)
Hiperkolesterolemia (skor -3), Konstanta -12. Hasil Siriraj Stroke Score adalah -1
dengan interpretasi Stroke non Hemoragik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada pemeriksaan Laboratorium tanggal 11 Januari 2018 didapatkan hasil
Hemoglobin 11,7 g/dl, Hematokrit 37%, MCV 75.5 fL, MCH 24.0 pg, MCHC 31.8
g/dL, Kalium 3.2 mmol/L. Ureum 46 mg/dL, Kreatinin 3,44 mg/dL.
Pada pemeriksaan Laboratorium tanggal 12 Januari 2018 didapatkan hasil
Kolesterol Total 281 mg/dL, Trigliserida 192 mg/dL, LDL Direk 189 mg/dL, Asam
Urat 7,3 mg/dL. Kalsium 8,3 mg/dL.
Pada pemeriksaan Laboratorium tanggal 13 Januari 2018 didapatkan hasil
Ureum 33 mg/dL, Kreatinin 1.97 mg/dL, Natrium 130 mmol/L, Kalium 3.0 mmol/L.
Pada pemeriksaan Laboratorium tanggal 14 Januari 2018 didapatkan hasil
Natrium 129 mmol/L, Kalium 3.2 mmol/L.

Hasil pemeriksaan EKG tanggal 11 Januari 2018


Deskripsi: ECG: T inverted V2 –V5
Kesimpulan: Hipertensi grade II

Hasil pemeriksaan rontgen thorax AP tanggal 11 Januari 2018


Deskripsi : Cardiomegali, Pulmo normal

Hasil pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras tanggal 11 Januari 2018


Kesan :
- Gyrus sulci tak tampak melebar.
- Tampak lesi hiperdens di basal ganglia sinistra.
- Tampak sebagian darah mengisi ventrikel lateralis sinistra.
- Tak tampak kelainan sinus paranasalis

V. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis : Parese N VII sentral dextra, parese N. XII dextra, hemiparese
kanan, disartia, anemia, hiperurisemia, hiperkolesterol, hipertensi grade II.
Diagnosis Topis : Subcortex sinistra
Diagnosis Etiologi : Stroke
Diagnosis Patologi : Hemoragik

VI. TATALAKSANA
Medikamentosa
IVFD Asering 500 ml : Asam Amino, 2:1 /8jam
Inj. Pantoprazol 1x40mg
Inj. Citicolin 2x1gr
Inj. Asam Tranexamat 3x500 mg
Manitol drip 3x100 cc
As.Folat 1x1 tab
Vitamin B12 3x1 tab
Valsartan 1 x 80 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
Atorvastatin 1x40mg
KCl 3x1tab
Bisoprolol 1x2,5mg
Allopurinol 1x100mg

Konsultasi
Jantung:
ECG: T inverted V2 –V5
Kesimpulan: Hipertensi grade II
Saran: Amlodipin 1x10 mg , Bisoprolol 1x2,5 mg , Candesartan 1x16 mg,
Atorvastatin 1x40 mg
Penyakit Dalam:
Saran: KCl 2x1, Asam Folat 1x3, B12 3x1, Asering: Asam Amino 2:1 /8jam,
Pantoprazole 1x1.
Rehabilitasi Medik:
Saran: Latihan untuk pergerakan otot, pergerakkan miring kanan-kiri,
stimulasi fungsi luhur.

VII. FOLLOW UP
Pasien dilakukan follow up selama 10 hari. Ketika masuk, keadaan umum
pasien tampak gelisah, nyeri kepala, pasien sulit untuk berkomunikasi. Pupil bulat
isokor diameter 3mm/3mm. Pada pemeriksaan status neurologis dijumpai parese
N.VII central dextra, parese N.XII dextra, Babinski positif di kaki kanan dan
hemiparese kanan.
Pada perawatan hari ke 2 pasien sudah tidak tampak gelisah, pasien masih
tampak lemas, nyeri kepala, kesadaran compos mentis namun bicara masih belum
jelas. Pada perawatan hari ke 6 pasien merasa lebih segar, nyeri kepala mulai
berkurang. Tekanan darah pasien masih tinggi (150/100). Pada perawatan hari ke 7
pasien sudah dapat berbicara dengan jelas dan menceritakan kejadian sebelum
serangan. Pada perawatan hari ke 9 pasien mengatakan tangan kanan dan kaki kanan
masih lemah, bicara pasien lebih jelas, nyeri kepala (-).
Tatalaksana medikamentosa yang diberikan selama perawatan adalah IVFD
Asering: Asam Amino 2:1 /8jam, Manitol 3x100cc (IV), Injeksi Citicolin 2x1gr,
Injeksi Pantoprazole 1x40mg, Injeksi Asam Tranexamat 2x500mg.
Asam Folat 1x3tab, Vit B12 3x1, Allopurinol 1x100mg, Bisoprolol 1x2,5mg,
KCl 3x1tab, Valsartan 1x160 mg, Amlodipin 1x10 mg, Atorvastatin 1x40mg.

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
ANALISA KASUS

Pasien usia 59 tahun datang dengan keluhan kelemahan tubuh kanan, wajah
sisi kanan tidak dapat digerakkan dan berbicara pelo. Keluhan ini dirasa mendadak
sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien sempat muntah proyektil sebanyak 1
kali. Pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol.
Stroke adalah sebuah sindrom yang memiliki tanda dan gejala neurologis
klinis fokal maupun global yang berkembang dengan cepat, adanya gangguan fungsi
serebral, dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam atau menimbulkan
kematian tanpa terdapat penyebab selain yang berasal dari vaskular.4,5,6 Tekanan darah
memiliki peran penting dalam stroke. Semakin tinggi tekanan darah, semakin besar
risiko terjadinya Siriraj stroke.5 Perdarahan intraserebral juga lebih sering terjadi pada
pria dibanding wanita, terutama usia diatas 55 tahun.3 Secara umum gejala klinik
Intracranial Hemorrhage merupakan gambaran klinis yang diakibatkan oleh adanya
akumulasi darah di dalam parenkim otak. ICH khas terjadi sewaktu aktivitas.
Diagnosa stroke dapat ditegakkan melalui anamnesis, yaitu gejala yang mendadak
pada awalnya, lamanya awitan dan apakah pasien sedang beraktivitas saat serangan.
Dari gejala penyerta apakah ada penurunan kesadaran, sakit kepala berat, mual,
muntah, kejang, rasa berputar, gangguan pengelihatan. Perlu ditanyakan ada atau
tidaknya faktor risiko stroke.4,7 Pada stroke hemoragik kematian lebih banyak
dibanding kecacatan karena pembuluh darah yang pecah memungkinkan terjadinya
peningkatan TIK, sehingga besar kemungkinan terjadi herniasi batang otak, dimana
terdapat pusat pernafasan yang dapat menyebabkan kematian.
Pada pemeriksaan status neurologis nervus kranialis, didapatkan parese N. VII
sentral kanan, parese N.XII kanan. Pada pemeriksaan motorik didapatkan kesan
hemiparese dextra. Pada pemeriksaan patologis didapatkan hasil positif untuk
pemeriksaan babinski di kaki kanan.
Klinis pasien menunjukkan gejala stroke hemoragik seperti muntah proyektil,
nyeri kepala, serangan pada saat aktivitas, riwayat hipertensi kronik, namun diagnosa
awal dari IGD menyebutkan pasien ini CVD suspek iskemik.
Pada perhitungan Siriraj Score diapatkan hasil -1, hal tersebut
diinterpretasikan sebagai stroke non hemoragik. Namun pada pemeriksaan CT Scan
kepala didapatkan gambar perdarahan intrakranial dan intraventrikel pada basal
ganglia kiri. Kesimpulannya tetap diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil CT Scan.
Berdasarkan referensi dapat disimpulkan skor Siriraj tidak cukup sensitif untuk
membedakan stroke iskemik dan stroke perdarahan di RSCM Jakarta. Sensitivitas
skor Siriraj untuk mendiagnosis stroke perdarahan pada penelitian tersebut lebih
rendah daripada stroke iskemik.8
Graeb scale merupakan metode untuk skoring IVH berdasarkan interpretasi hasil CT
scan, dan dengan menggunakan formula statistik volume estimasi IVH dapat dihitung. Nilai
numerik ditentukan berdasarkan pengisian darah dalam ruang ventrikel dan pelebaran dari
ruang ventrikel. Graeb scale merupakan skoring semikuantitatif dengan skor 0-12 dengan
komponennya adalah untuk ventrikel kanan dan kiri jika terdapat jejak perdarahan
mendapatkan skor 1, jika darah mengisi kurang dari 50% mendapatkan skor 2, jika
darah mengisi lebih dari 50% mendapatkan skor 3, jika darah memenuhi ruang dan
meluas mendapatkan skor 4. Untuk ventrikel III dan IV jika tidak terdapat darah
mendapatkan skor 0, jika dijumpai darah namun tidak memenuhi ruang mendapat
skor 1, dan jika darah memenuhi ruang dan meluas mendapatkan skor 2. Hasil Graeb
scale didapatkan dari penjumlahan skor ventrikel kanan,ventrikel kiri, ventrikel III
dan ventrikel IV.9 Nilai Graeb > 6 berhubungan dengan hidrosefalus akut, sedangkan nilai < 5
berhubungan dengan Glasgow Coma Scale (GCS) >12 pada saat datang. CT Scan kepala pada
pasien ini setelah penurunan kesadaran menampakkan IVH dengan nilai total Graeb 1+0+0+0 = 1.
Patofisiologi stroke hemoragik umumnya didahului oleh kerusakan dinding
pembuluh darah kecil otak akibat hipertensi. Penelitian membuktikan bahwa
hipertensi kronik dapat menyebabkan terbentuknya aneurisma pada pembuluh darah
kecil di otak. Proses turbulensi aliran darah mengakibatkan terbentuknya fibrinoid,
yaitu nekrosis sel/ jaringan dengan akumulasi matriks fibrin. Terjadi pula herniasi
dinding arteriol dan rupture tunika intima, sehingga terbentuk mikroaneurisma.
Mikroaneurisma ini dapat pecah seketika saat tekanan darah arteri meningkat
mendadak. Namun pada beberapa kasus pecahnya pembuluh darah tidak didahului
oleh terbentuknya aneurisma, namun semata-mata karena peningkatan tekanan darah
yang mendadak. Pada kondisi normal otak mempunyai sistem autoregulasi pembuluh
darah serebral untuk mempertahankan aliran darah ke otak. Jika tekanan darah
sistemik meningkat, sistem ini bekerja melakukan vasokonstriksi pembuluh darah
serebral. Sebaliknya, jika tekanan darah sistemik menurun, akan terjadi vasodilatasi
pembuluh darah serebral. Pada kasus hipertensi, tekanan darah meningkat selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya proses
hialinisasi pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah akan kehilangan
elastisitasnya. Darah yang keluar akan terakumulasi dan membentuk bekuan darah
(hematom). Hematom yang terbentuk akan menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial.1
IVH primer terbatas pada sistem ventrikel, yang timbul dari sumber
intraventrikular atau lesi yang bersebelahan dengan ventrikel. Contohnya meliputi
trauma intraventrikular, aneurisma, malformasi vaskular, dan tumor, biasanya
melibatkan pleksus koroid. Sekitar 70% kasus IVH adalah IVH sekunder. IVH
sekunder dapat terjadi sebagai perpanjangan dari perdarahan intraparenchymal atau
SAH ke dalam sistem ventrikel. Faktor risiko IVH termasuk usia tua, volume ICH
baseline yang lebih tinggi, nilai tekanan arteri rata-rata lebih besar dari 120 mmHg,
dan lokasi dari ICH itu sendiri. Lokasi ICH yang cenderung paling berisiko terkena
IVH adalah ganglia basalis yaitu sebesar 35% -50%.10
Selain riwayat klinis dan pemeriksaan neurologis, neuroimaging yang cepat
dengan CT Scan tanpa kontras sangat sensitif dan spesifik untuk ICH dan merupakan
kunci untuk diagnosis dini.7 CT sangat sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan
akut dan dianggap sebagai gold standard. Dapat juga dilakukan pemeriksaan EKG
untuk menilai iskemia koroner aktif atau cedera jantung sebelumnya. Kelainan EKG
dapat menunjukkan kelainan miokard.11 CT Scan menunjukkan tidak hanya lokasi dan
ukuran ICH tapi juga ekstensi intraventrikular, efek massa, hidrosefalus dan tanda
awal herniasi. Hal ini terkait dengan GCS yang lebih rendah dan prediktor
independen untuk hasil yang buruk.7
Tatalaksana stroke hemoragik dapat dibagi menjadi tatalaksana umum dan
khusus. Tatalaksana umum bertujuan untuk menjaga dan mengoptimalkan
metabolisme otak meskipun dalam keadaan patologis. Tatalaksana khusus untuk
mencegah perdarahan berlanjut. Tatalaksana umum mencakup stabilisasi jalan nafas
dan pernafasan dengan pemasangan pipa endotrakeal apabila terjadi gangguan
ventilasi. Selain itu juga harus dipastikan kemampuan menelan pasien. Jika terjadi
gangguan menelan atau pasien dalam keadaan tidak sadar, perlu dilakukan
pemasangan nasogastric tube untuk mencegah terjadinya aspirasi. Tatalaksana yang
harus diperhatikan berikutnya adalah stabilisasi hemodinamik dengan pemberian
cairan kristaloid atau koloid intravena. Tatalaksana selanjutnya yaitu peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) , dengan pemantauan ketat terhadap pasien yang berisiko
mengalami edema serebri. Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
meliputi meninggikan posisi kepala 30o, menghindari penekanan vena jugularis,
menghindari hipertermia, pemberian osmoterapi atas indikasi dengan manitol.1
ICH sangat sering hadir dengan tekanan darah tinggi. Tekanan darah sistolik
meningkat dikaitkan dengan perluasan hematoma, kerusakan neurologis dan hasil
buruk setelah ICH. Terapi yang diberikan yaitu penghambat saluran kalsium intravena
(misalnya, nicardipine) dan ß-blocker (misalnya labetalol) adalah perlakuan pilihan
untuk pengurangan tekanan darah dini, mengingat masa paruh pendek mereka dan
kemudahan titrasi.7
Pada pasien ini diberikan Asam Traneksamat sebagai anti-fibrinolitik untuk
menghentikan perdarahan. Pada kasus IVH perdarahan harus segera dihentikan karena
dapat terjadi komplikasi. Hal yang dikhawatirkan apabila darah yang terkumpul di
dalam ventrikel menjadi clotting, ditakutkan terjadi pada LCS drainage pathway dan
mengakibatkan hidrosefalus.12
Sesuai dengan perhitungan osmolaritas pasien yaitu 2x(Na+K) + (Ur:3) +
(GD:20) = 294,4+15,33+53 = 362,73 dengan nilai normal osmolaritas 310. Meskipun
pasien ini memiliki gangguan ginjal dan perhitungan osmolaritas lebih dari normal,
manitol tetap diberikan dalam dosis terbagi, karena sejak onset sampai pasien dating
sudah lebih dari 6 jam dan terdapat indikasi peningkatan tekanan intrakranial secara
klinis maupun CT Scan.
Pasien ini tidak mendapatkan terapi pembedahan, hanya terapi konservatif
namun setelah pemberian terapi konservatif terdapat perbaikan klinis seperti pasien
mulai bicara dengan jelas, tidak ada keluhan nyeri kepala, sudah tidak tampak gelisah.
Namun tatalaksana bedah dapat dilakukan dengan indikasi hematom serebral dengan
diameter lebih dari 3 cm disertai penekanan batang otak dan atau hidrosefalus akibat
obstruksi ventrikel, perdarahan dengan kelainan struktur seperti aneurisma atau
malformasi arteriovena, perdarahan lobaris yang terletak dekat korteks (<1cm) pada
pasien usia <45 tahun.1
Kasus IVH sekunder memiliki outcome yang buruk dan tinggi risiko kematian,
namun pada kasus ini memiliki outcome yang baik. Prognosis ad vitam pada pasien
ini adalah ad bonam karena yang pertama pasien masuk dengan kesadaran pasien
compos mentis, saat pasien pulang juga dengan kesadaran yang sama, bicara aktif.
Kedua, jumlah perdarahan di ventrikel sedikit sehingga prognosis pasien baik.
Prognosis ad functionam adalah dubia ad malam karena sejak pasien masuk hingga
dilakukan pemeriksaan tidak ada perbaikan dari fungsi motorik yang signifikan.
Sedangkan prognosis ad sanationam nya adalah dubia ad malam karena pasien
memiliki riwayat hipertensi kronik dan tidak terkontrol. Pada hasil penelitian
ditemukan usia dan hipertensi sebagai prediktor independen terhadap mortalitas.13,14
Penilaian prognosis stroke hemoragik dapat menggunakan penilaian The
Intracerebral Hemorraghe Score yaitu berdasarkan GCS, dimana GCS 3-4
mendapatkan skor 2, GCS 5-12 mendapatkan skor 1, GCS 13-15 mendapatkan skor 0.
Jika terdapat volume ICH >30cm3 mendapatkan skor 1, namun bila <30cm3
mendapatkan skor 0. Jika terdapat IVH maka mendapatkan skor 1 dan jika tidak
terdapat IVH mendapatkan skor 0. Pasien dengan total skor 0 memiliki prognosis
yang baik, sedangkan skor 5 memiliki prognosis malam. 15,16 Pada pasien ini GCS 15,
volume ICH <30cm3 dan terdapat terdapat IVH, maka total skor yang didapatkan
adalah 1 dengan interpretasi prognosis baik dari penilaian The Intracerebral
Hemorraghe Score.
Selama dirawat tekanan darah pasien tidak stabil. Sampai saat hari ke-10
pasien dipulangkan dengan tensi 170/90. Pada pasien ini tidak tercapai target tensi
yang diinginkan yaitu 140/90, namun tetap dipulangkan dengan pasien membawa
pulang 2 obat darah tinggi yaitu Amlodipin 10mg dan Valsartan 80mg, serta pasien
diberikan edukasi untuk mencegah hipertensi serta kontrol poli secara teratur setelah
rawat inap. Pasien diminta kembali jika ada keluhan kurang dari 1 minggu.
Hal yang menarik dari kasus ini adalah kasus ICH merupakan kasus yang
lebih banyak terjadi dibandingkan dengan kejadian IVH, volume IVH juga
mempengaruhi prognosis dari pasien. IVH merupakan prediktor outcome yang buruk.
Pada kasus ini perdarahan di ventrikel sedikit dan hanya pada 1 ventrikel yaitu
ventrikel lateralis sinistra, sehigga prognosis pasien baik. Pada pasien ini memiliki
faktor risiko yang banyak seperti hipertensi, hiperkolesterol, gangguan fungsi ginjal,
dan pasien memiliki faktor usia yang tidak dapat di modifikasi yaitu usia lebih dari 55
tahun.

DAFTAR PUSTAKA
1. Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi Buku 2. Jakarta: Departemen
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo. 2017.
2. Aguilar M, Brott T. Update in Intracerebral Hemorrhage. NCBI: Neurohospitalist
2011;1(3).
3. Giray S, et al. Spontaneous Primary Intraventricular Hemorrhage in Adults:
Clinical Data, Etiology and Outcome. Turkish Neurosurgery 2009;19(4);338-344.
4. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran Essentials
Medicine. Ed 4th. Jakarta:Media Aesculpius. 2014.
5. Tammasse J. Stroke dan Pencegahannya. Makassar:Idetitas. 2013.
6. World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO
STEPwise Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.
7. Dastur CK, Yu W. Current Management of Spontaneous Intracerebral
Haemorrhage. Stroke and Vascular Neurology;2017.
8. Widiastuti P, Nuartha AABN. Sistem Skoring Diagnostik untuk Stroke: Skor
Siriraj. CDK-233 2015;42(10); 776-779.
9. Morgan TC, et al. The Modified Graeb Score: An Enhanced Tool for
Intraventricular Hemorrhage Measurement and Prediction of Functional
Outcome. Stroke. 2013;44:635-641.
10. Hinson HE, et al. Management of Intraventricular Hemorrhage. Curr Neurol
Neurosci Rep 2010 March ; 10(2): 73–82.
11. Hemphill JC. Guidelines for the Management of Spontaneous Intracerebral
Hemorrhage, A Guideline for Healthcare Professionals From the American Heart
Association/American Stroke Association. Stroke;2015.
12. Bu Y, et al. Mechanisms of Hydrocephalus After Intraventricular Haemorrhage in
Adults. Stroke and Vascular Neurology. 2016.
13. Smajlovic D, et al. Analysis of Risk Factors, Localization and 30-day Prognosis
of Intracerebral Hemorrhage.BOSNIAN JOURNAL OF BASIC MEDICAL
SCIENCES 2008;8(2):121-125.
14. Fisher M, Lees K. Intraventricular Hemorrhage, Severiry Factor and Treatment
Targer in Spontaneous Intracerebral Hemorrhage. Stroke 2009;40(4);1533-1538.
15. Jauch E. Ischemic Stroke. 2018. Di akses dari:
https://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview#a7
16. Liebeskind D. Hemorraghic Stroke. 2017. Diakses dari:
https://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview#a1

Anda mungkin juga menyukai