Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Senyawa organik pada umumnya dihasilkan oleh organisme hidup
(makhluk hidup). Dalam tubuh makhluk hidup senyawa organik disintesa melalui
proses biosintesa dan dikatalisis oleh biokatalis yang disebut enzim yang sangat
spesifik. Biosintesa lebih dikenal dengan nama metabolisme dengan proses in
vivo, sehingga produk sintesanya dikenal dengan nama metabolit.
Sintesis senyawa organik ini merupakan reaksi dari pembentukan senyawa
organik. Dibandingkan dengan sintesis senyawa anorganik, sisntesis oranik jauh
lebih sukar. Kelahiran kimia organik dinisbahkan pada sintesis urea CO(NH2)2
yaitu suatu senyawa organik umum. Selanjutnya banyak sekarang ini ditemukan
di laboratorium tentang penemuan-penemuan senyawa organik dan sebagian besar
banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai cara dilakukan untuk
mensintesa senyawa organic tersebut.
Di laboratorium kimia organik tentu saja ahli kimia organik sintetik sangat
intens melakukan penelitian semisintetik. Demikian juga halnya ahli kimia indutri
telah banyak menghasilkan produk sintetik seperti berbagai surfaktan, pupuk
kimia, bahan-bahan farmasi, polimer (aneka plastik), zat warna, pestisida, bahan
pewangi dan parfum, deterjen dan berbagai bahan desinfektan dan lain-lain.
Berbagai cara telah dilakukan oleh para ahli agar sintesa senyawa organik
semakin maksimal dan semakin banyak jenis senyawa organik yang dihasilkan
melalui proses sintetik.
Dalam sintesis masalah kemoselektivitas seringkali ditemukan. Misalkan,
molekul yang akan direaksikan mengandung dua gugus fungsi yang reaktif
padahal kita hanya menginginkan salah satu dari kedua gugus fungsi tersebut yang
bereaksi. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan
menggunakan gugus pelindung. Gugus pelindung adalah gugus fungsi yang
digunakan dalam suatu reaksi kimia dengan tujuan untuk melindungi gugus
tertentu supaya tidak turut bereaksi dengan pereaksi atau pelarut selama proses
sintesis.
Pada makalah kami ini, kami akan menyajikan beberapa informasi tentang
sintesis senyawa organik tersebut. Pada makalah ini juga kami akan memuat
informasi mengenai gugus pelindung yang digunakan dalam suatu reaksi kimia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan bahwa bagaimana
mensintesis senyawa organik yang terkait dengan masalah kemoselektivitas.
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami bagaimana mensintesis suatu senyawa
organik
2. mahasiswa dapat memahami tentang gugus pelindung dalam suatu reaksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sintesis Organik
Senyawa organik pada umumnya dihasilkan oleh organisme hidup
(makhluk hidup). Dalam tubuh makhluk hidup senyawa organik disintesa melalui
proses biosintesa dan dikatalisis oleh biokatalis yang disebut enzim yang sangat
spesifik. Biosintesa lebih dikenal dengan nama metabolisme dengan proses in
vivo, sehingga produk sintesanya dikenal dengan nama metabolit. Ada dua jenis
hasil metabolisme yaitu metabolit primer yang fungsinya jelas (Biokimia) dan
metabolit sekunder yang fungsinya belum jelas pada makhluk hidup (senyawa
hasil alam =natural product)
Kandungan senyawa organik khususnya metabolit sekunder dalam
makhluk hidup pada umumnya relatif rendah padahal kebutuhan akan senyawa-
senyawa organik untuk berbagai kepentingan terus meningkat, sehingga ahli
kimia organik berusaha mensintesa senyawa yang sama, mirip atau berfungsi
mirip di laboratorium (in vitro). Meniru proses in vivo di laboratorium (in vitro)
tentu sangat sulit sehingga prosesnya lebih tepat bila disebut sebagai proses semi
sintetik. Proses semi sintetik mencakup transformasi metabolit primer dan
sekunder menjadi senyawa lain yang lebih bermanfaat.
Di laboratorium kimia organik tentu saja ahli kimia organik sintetik sangat
intens melakukan penelitian semisintetik. Demikian juga halnya ahli kimia indutri
telah banyak menghasilkan produk sintetik seperti berbagai surfaktan, pupuk
kimia, bahan-bahan farmasi, polimer (aneka plastik), zat warna, pestisida, bahan
pewangi dan parfum, deterjen dan berbagai bahan desinfektan dan lain-lain.
Berbagai cara telah dilakukan oleh para ahli agar sintesa senyawa organik
semakin maksimal dan semakin banyak jenis senyawa organik yang dihasilkan
melalui proses sintetik.
Pedoman yang sangat penting untuk mencipta suatu sintesis dengan
pendekatan diskoneksi adalah dua hal sebagai berikut :
1. Analisis
a. Mengenal gugus fungsional dan molekul target (MT)
b. Melakukan diskoneksi dengan metode yang berhubungan dengan reaksi-reaksi
yang mungkin
c. Memastikan bahwa reagen pereaksi hasil pemutusan (sinton) tersedia sebagai
starting material
2. Sintesis
a. Membuat rencana berdasarkan analisis starting material dan konsisi sintesis
b. Bila tidak berhasil dalam sintesa dilakukan pengkajian ulang analisis.
Dengan demikian hal yang mutlak harus dipahami agar sukses dalam
melakukan sintesis dengan pendekatan diskoneksi adalah memahami reaksi-reaksi
senyawa organik maupun jenis-jenisnya serta mekanisme-mekanismenya.
Pendekatan Diskoneksi Beberapa Golongan Senyawa Organik
a. Senyawa aromatic
Reaksi terhadao senyawa aromatik khususnya derivat benzena adalah
substitusi elektrofilik, sehingga analisis didasarkan pada reaksi tersebut.
b. Senyawa Organo Halida
Terdapat dua macam senyawa organo halida yaitu organo halida aromatik
(Ar-X) dan halida alifatik (R-X). Untuk halida aromatik, melalui halogenasi (X2)
yang umumnya adalah Cl2 dan Br2 dengan katalis AlX3 atau FeX3. Sedangkan
untuk halida alifatik reaksi sintesanya lazim melalui reaksi substitusi nukleofilik.
Walapun halida adalah merupakan nukleofil yang relatif lemah namun dengan
penggunaan katalis akan dapat mengganti gugus (-OH) dari suatu alkohol.
Reaktivitas alkohol adalah : tersier > sekunder > primer. Katalis yang biasa
digunakan adalah asam yang akan memprotonasi gugus (-OH), menjadi H2O+
yang merupakan suatu gugus pergi yang sangat baik
c. Senyawa alcohol
Alkohol lazin disintesa dengan mereaksikan senyawa karbonil dengan
pereaksi Grignard (R-MgX). Untuk alkohol 1 maka gugus samping (-R) dari
alkohol tergantung dari pereaksi Grignard, sedangkan untuk alkohol 2 dan 3
tergantung pada pereaksi serta aldehid dan ketonnya.
d. Senyawa Eter dan Tioeter (Eter Sulfida)
Golongan eter (R-O-R) dan tioeter (R-S-R) mempunyai struktur yang
mirip karena baik O maupun S berada pada satu golongan pada SPU yaitu
golongan VIA. Sintesa eter paling lazim adalah melalui mekanisme Sn yang
dikenal dengan sintesa Williamson dengan (RO = alkoksi atau PhO = fenoksi)
sebagai nukleofil).
e. Senyawa Karbonil
Senyawa karbonil adalah merupakan turunan atau derivat asam karboksilat
melalui jalur sintesa melalui pendekatan diskoneksi.
f. Senyawa alkena
Sintesa alkena adalah melalui jalur eliminasi dan yang umum adalah
eliminasi air dari suatu alkohol (dehidrasi) atau dehidrogenasi (eliminasi HX).
Sesuai dengan Hukum Sayitzev maka alkena yang banyak substituennya akan
lebih muda terbentuk (stabilitas termodinamika).
2.2 Gugus Pelindung
Reaksi kemoselektif artinya bahwa pereaksi hanya bereaksi dengan gugus
fungsional yang dikehendaki (tertentu) atau hanya bereaksi sampai pada tahapan
tertentu atau menghasilkan suatu produk dengan stereokimia tertentu
(stereoselektif). Pada prakteknya kemoselektivitas ini dilakukan dengan cara
melindungi gugus yang tidak dikehendaki untuk berekasi dengan suatu gugus
pelindung (protecting group). Pada akhir reaksi gugus pelindung dilepaskan
dengan suatu pereaksi tertentu.
Dalam sintesis masalah kemoselektivitas seringkali ditemukan. Misalkan,
molekul yang akan direaksikan mengandung dua gugus fungsi yang reaktif
padahal kita hanya menginginkan salah satu dari kedua gugus fungsi tersebut yang
bereaksi. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan
menggunakan gugus pelindung. Gugus pelindung adalah gugus fungsi yang
digunakan dalam suatu reaksi kimia dengan tujuan untuk melindungi gugus
tertentu supaya tidak turut bereaksi dengan pereaksi atau pelarut selama proses
sintesis.
Senyawa ketoester (1) mengandung dua gugus karbonil yang berbeda
kereaktifannya. Gugus karbonil keton kereaktifannya lebih tinggi dibandingkan
karbonil ester, karenanya jika senyawa tersebut direduksi akan menghasilkan
alkohol (2) bukan alkohol (3). Untuk mereduksi ester menjadi alkohol, lazimnya
digunakan LiAlH4 dan NaBH4 sebagai reduktor. Namun produk yang dihasilkan
masih dominan kearah alkohol (2) karena faktor kereaktifan. Agar alkohol yang
dihasilkan adalah alkohol (3), gugus karbonil keton harus dilindungi dulu
(misalnya diubah menjadi asetal).

Gugus pelindung yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :


1. mudah dimasukkan dan mudah dihilangkan
2. resisten terhadap reagen yang akan menyerang gugus fungsional yang
tidak terlindungi
3. sedapat mungkin resisten terhadap berbagai macam varietas reagen.
Gugus Pelindung  amina
Macam – macam gugus pelindung yang bisa digunakan pada amina yaitu :
1. Benziloksikarbonil (Cbz)
2. t-butiloksikarbonil (t-Boc)
3. 9-florenilmetoksikarbonil (FMoc)
Berikut ini gambar asam amino glisin yang diproteksi oleh gugus pelindung :

Gugus Pelindung Karboksil


Gugus pelindung ini digunakan untuk mengubah gugus karboksil menjadi ester.
Turunan ester yang biasa digunakan sebagai gugus pelindung yaitu :
1. Benzil ester
2. t-butil ester
berikut ini contoh struktur benzil ester dan t-butil ester glisin :

Dapat dilihat bahwa gugus benzil dapat dihilangkan dengan HF sedangkan gugus
t-butil dihilangkan dengan asam trifloro asetat (TFA).
Gugus Pelindung untuk Keton
Untuk gugus keton digunakan gugus pelindung dengan dasar reaksi yaitu :
1. aldehid dan keton akan menghasilkan asetal
2. alkohol dan keton akan menghasilkan ketal
maka, molekul target harus disintesis melalui jalur berikut ini

Dalam sintesis (3), asetal mudah dibuat dan mudah dihilangkan, keduanya
dengan hasil yang baik, tahan reagen seperti basa, nukleofil, dan agen pereduksi
seperti LiAlH4. Pada tabel 5.1 ditampilkan beberapa macam gugus pelindung
yang tersedia untuk semua gugus fungsional.
Senyawa karbonil dapat digunakan untuk melindungi diol, seperti pada
salbutamol (4). Diskoneksi yang tepat dimulai dari ikatan C – Br, diikuti dengan
proses IGF sehingga diperoleh asam salisilat sebagai material start. Reduksi asam
salisilat akan menghasilkan diol (5), dan bila langsung dilanjutkan dengan
brominasi, benzilalkohol akan teroksidasi kembali. Karenanya sebelum brominasi,
diol dilindungi menjadi ketal dengan aseton dalam suasana asam.

Gugus pelindung untuk asam karboksilat adalah vital dalam sintesis


peptida. Bahkan problemanya sangat jelas sekalipun hanya dipeptida. Dipeptida
ester Asp-Phe-OCH3 (6) merupakan agen pemanis, 150 kali lebih manis dari gula
tebu. Hanya satu diskoneksi yang masuk akal karena kita tahu Asp dan Phe sudah
tersedia untuk material start. Tetapi, masalah utamanya adalah bagaimana kita
membuat kombinasi dipeptida seperti yang diinginkan dan menghilangkan
peluang terbentuknya dimer Asp-Asp, Phe-Phe, dan produk yang salah Phe-Asp.
Selain itu, juga perlu diingat bahwa Asp memiliki dua gugus karboksilat. Dalam
hal ini penggunaan gugus pelindung adalah jawaban yang tepat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah kami ini adalah sebagai berikut.
1. Sintesis senyawa organi. adalah proses pembentukan senyawa organic
yang meibatkan beberapa reaksi yang pada reaksi umumnya terjadi
pertukaran gugus fungsi. Adapun langkah-langkah dalam mensintesis
suatu senyawa organik harus dilakukan diskoneksi gugus fungsi, yaitu
pemutusan gugus fungsi untuk mengidentifikasi senyawa tersebut
terbentuk dari senyawa apa.
2. Kemoselektif artinya bahwa pereaksi hanya bereaksi dengan gugus
fungsional yang dikehendaki (tertentu) atay hanya bereaksi sampai pada
tahapan tertentu atau menghasilkan suatu produk dengan stereokimia
tertentu. Gugus pelindung adalah gugus fungsi yang digunakan dalam
suatu reaksi kimia dengan tujuan untuk melindungi gugus tertentu supaya
tidak turut bereaksi dengan pereaksi atau pelarut selama proses sintesis.
3.2 Saran
Mahasiswa dapat lebih mempelajari materi sintesis senyawa organik ini
terutama terkait dengan gugus pelindung
DAFTAR PUSTAKA

Sitorus, Marham. 2008. Kimia Organik Fisik. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Irwansyah. 2010. “Studi Struktur Self-Assembly Peptida Ampifil”. Tesis


Universitas Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai