Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia1.
Derajat kesehatan masyarakat Indonesia dari waaktu ke waktu menunjukkan
perbaikan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator kesehatan masyarakat antara
lain meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka kematian ibu melahirkan,
angka kematian bayi dan anak balita dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada
anak balita. Usia harapan hidup dalam subsistem SDM kesehatan, tenaga kesehatan
merupakan unsur utama yang mendukung subsistem kesehatan lainnya. Yang
dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan
profesional di bidang kesehatan, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
dalam melakukan upaya kesehatan.
Subsistem SDM kesehatan bertujuan pada tersedianya tenaga kesehatan yang
bermutu secara mencukupi, terdistribusi secara adil serta termanfaatkan secara
berhasil guna dan berdaya guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
kesehatan guna meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat.
Walaupun telah menunjukkan berbagai erbaikan jika dibandingkan dengan
negara-negara tetangga, status kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia masih
tertinggal. Selain itu terjadi disparitas yang cukup mencolok antar wilayah, kota-desa
dan tingkat sosial ekonomi. Indikator kesehatan dan gizi yang telah dicapai selama ini
masih jauh dari sasaran yang telah ditargetkan dalam Millenium Development Goals
(MDGs). MDG merupakan suatu kesepakatan global, sebagai “benchmarks” untuk
mengukur perrkembangan dalam pencapaian Deklarassi Millenium 2000. Beberapa
target MDG yang ingin dicapai pada akhir tahun 2015 yang lalu, mempunyai
1 Indonesia Sehat 2010
pengaruh langsung pada derajat kesehatan kesehatan di Indonesia antara lain : (1)
mengurangi prevalensi gizi kurang dan meningkatkan konsumsi kalori, (2)
mengurangi dua pertiga angka kematian bayi dan angka kematian baita, (3)
mengurangi tiga per empat angka kematian ibu, (4) menghentikan penyebaran
penyakit HIV/AIDs, malaria dan penyakit menular lainnya, (5) mengurangi separuh
proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih yang aman dan
sanitasi dasar, dan derajat kesehatan masyarakat yang ssetinggi-tingginya.2
Desentralisasi kessehatan yang dipraktekkan di Indonesia, dilandasi oleh UU
No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah; dan dirubah menjadi UU No. 32
Tahun 2004 dan dirubah kembali menjadi UU No. 23 Tahun 2014tentang Pemerintah
Daerah. Dessentralisasi kesehatan telah menyebabkan meningkatnya porsi kegiatan
analisis kebijakan kesehatan pada tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota).
Kewenangan desentralisasi kesehatan untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota, diatur
dalam pasal 13 dan pasal 14 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 3
Perkembangan selanjutnya di bidang hukum dan kesehatan khususnya di akhir-
akhir ini banyak dibicarakan di media massa, masalah dunia kedokteran yang
dihubungkan dengan hukum. Bidang kedokteran yang dahhulu dianggap profesi
mulia, seakan-akan sulit tersentuh oleh orang awam, kini mulai dimasuki unsur
hukum. Gejala ini tampak menjalar dimana-mana, baik di dunia Barat yang
memeloporinya maupun di Indonesia. Hal ini terjadi karena kebutuhan yang
mendesak akan adanya perlindungan untuk pasien maupun dokternyanya. Salah satu
tujuan dari hukum atau peraturan atau deklarasi atau kode etik kedokteran atau
apapun namanya, adalah untuk melindungi kepentingan pasien di samping
mengembangkan kualitas profesi dokter atau tenaga kesehatan, merupakan salah satu
penunjang keberhasilan pembangunan sistem kesehatan. Oleh karena itu perindungan
hukum terhadap kepentingan-kepentingan itu harus diutamakan.

2 Depkes 2004
3 Tim Redaksi Fokusmedia, 2004)
Berdasarkan fenomena di atas, maka memahai analisis kebijakan kesehatan
menjadi sangat krusial di kalangan stakeholder kesehatan di Indonesia, khususnya
untuk para praktisi dan akademisi kesehatan di daerah, selaras meningkatnya
kompleksitas masalah kesehatan; dan adanya perubahan tingkat kewenangan dalam
pembangunan sektor kesehatan, yaitu dari pendekatan sentralisasi menjadi
pendekatan desentralisasi kesehatan.
Pemahaman analisis kebijakan kesehatan yang mendalam dan komprehensif,
diharapkan dapat memberikan input untuk “melahirkan” kebijakan kesehatan yang
mampu mencegah dan mengatasi kompleksitas maslah kesehatan dalam pelaksanaan
pembangunan jangka pendek dan jangka panjang di era desentralisasi kesehatan.
Analisis kebijakan di bidang kesehatan tidak terlepas dari masalah yang berkaitan
dengan hukum dan kebijakan politik.
Semua kegiatan didasarkan pada politik, sebagai contoh, penelitian dalam
masalah kesehatan masyarakat memerlukan dana. Di berbagai universitas, ilmuwan
kampus dan ilmuwaan sosial saling berlomba untuk medapatkan dana penelitian.
Politik akan menentukan alokasi dana pemerintaha untuk mendanai penelitian dalam
bidang dan disiplin ilmu yang berbeda, sedangkan perusahaan swasta akan
menginvestasikan dana mereka pada penelitian-penelitian yang memberikan
keuntungan terbesar. Politik tidak selesai sampai dengan pendanaan, karena politik
akan mengatur akses siapa yang diteliti dan bahkan publikasii. Hasil yang tidak
diharapkan akan disimpan dan dibuang oleh penyandang dana proyek, dan hasil
tersebut akan dibawa ke pengadilan atau diabaikan oleh para pengambil keputusan
atau mereka yang merasa tidak nyaman. Politik ada dimana-mana. Karena alasan
itulah, pemahaman terhadap politik dalam proses kebijakan tidak diragukan sama
pentingnya dengan pemahaman bagaimana obat-obatan dapat meningkatkan
kesehatan. Dengan cara lain, meski disiplin akademik yang lain dapat memberikan
bukti yang diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, tidak adanya pemahaman yang
baik terhadap proses kebijakan, jalan keluar teknis tidak akan cukup untuk merubah
praktek pelaksanaan di dunia nyata.
Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia seperti termaktub dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum.
Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut diselenggarakan pembangunan nasional
secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah dan berkesinambungan. Untuk
tercapainya tujuan pembangunan nasional tersebut dibutuhkan antara lain tersedianya
sumber daya manusia yang tangguh, mandiri serta berkualitas. Data UNDP tahun
1997 mencattat bahwa Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia masih menempati
urutan ke 106 dari 176 negara (Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia
Sehat 2010). Tingkat pendidikan pendapatan serta kesehatan penduduk Indonesia
memang belum memuaskan.
Dari kesemuanya itu menunjukkan bahwa pembangunan nasional yang optimal
dapat tercapai apabila pembangunan kesehatan masyarakat dapat terwujud.

BAB II
PERUMUSAN MASALAH
Dengan merujuk pada pernyataan di atas maka penulis mencoba mengkaji
permasalahan Hukum Kesehatan : Dalam Perspektif Penyelenggaraan Pelayann
Kesehatan Masyarakat dan Pembangunan Nasional sebagai sebuah pemikiran
bagaimana pelayanan kesehatan yang sesungguhnya dalam penerapan di masyarakat
dengan adanya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Kualitas pelayanan publik sangat ditentukan oleh sistem dan tenaga pelayanan.
Ketenagaan pelayanan seringkali menghadapi kendala dalam hal jumlah, sebaran,
mutu dan kualifikasi, sistem pengembangan karir dan esejahteraan tenaga pelaksana
pelayanan. Permasalahan yang muncul dalam tataran mikro operasional
memunculkan presepsi rendahnya kualitas pelayanan, yang berawal dari kesenjangan
anntara aturan dan standar yang adda dengan pelaksanaan pelayanan yang tidak dapat
menerapkannya. Pemahaman terhadap keadaan nyata yang dihadapi di lapangan
saangat penting untuk menelaah kembali landasan kebijakan, aturan dan standar
untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Dalam konteks pembangunan sumber daya manusia, sudah pada tempatnya bila
melihat ketenagaan pelayanan dalam kerangka keterkaitan sistem kesehatan nasional,
sistem pendidikan nasional dan sistem lainnya. Pengelolaan ketenagaan keseatan
harus dilakukan dengan mempertimbangkan kaitannya dengan sistem pendidikan dan
ketenagaan secara menyeluruh. Sangat mungkin bahwa ketenagaan kesehatan ini
merupakan gambaran persoalan serupa dalam ketenagaan di bidang lain sehingga
jawaban pemecahan persoalan harus diupayakan secara menyeluruh terutama melalui
telaah di bidang ketenagaan dan pendidikan.
Pembangunan tidak mungkin terselenggara dengan baik tanpa tersedianya salah
satu modal dasar, yaitu kesehatan masyarakatnya. Kesehatan masyarakat harus
menjadi acuan dalam pembangunan sebelum berjalan maupun sedang berjalan.
Derajat kesehatan berhubungan erat dengn pembangunan ekonomi sosial dan
lingkungannya serta pembangunan di bidang hukum dan politik. Pada kondisi
pemerintah sedang meletakkan dasar hukum sebagai panglima pada saat ini, akan
berpengaruh terhadap penyelenggaraan kesehatan masyarakat, apabila pengelolaan
ketenagaan kesehatan tidak selaras atau bertentangan dengan hukum dan HAM maka
hal ini dapat menghambat pembangunan.

BAB III
KAJIAN TEORI
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
DAFTAR ISI

Anda mungkin juga menyukai