Anda di halaman 1dari 39

Laporan kasus Ca mamae

Disusun Oleh :

dr. Didi Ariwibowo

Pendamping :

dr. dr. Hedi Mulyadora


dr. Eva Trijaniarti

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAYUNG LENCIR


SUMATERA SELATAN
PROGRAM DOKTER INTERNSHIP KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
2017
BAB I

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

 Nama : Nn. Mn
 Umur : 31 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Alamat : Bayung Lencir
 Status : Menikah
 Pekerjaan : IRT
 Agama : Muslim
 Suku : Jawa

I. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis pada, 13 Juli 2017 pukul 10.15 WIB

a. Keluhan Utama : Benjolan pada payudara kanan sejak 5 bulan lalu


b. Keluhan Tambahan :
- Mual disertai muntah sejak 7 hari lalu
- Penurunan nafsu makan sejak 1 bulan lalu
c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli RS Bayung Lencir dengan keluhan satu buah benjolan yang bertambah
besar pada payudara kanan sejak 5 bulan lalu. Awalnya benjolan hanya sebesar buah duku dan
sekarang bertambah besar kurang lebih sebesar bola tenis. Benjolan dirasakan keras bila diraba,
dan nyeri. Pertumbuhan dan ukuran benjolan tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi pasien..
Pasien menyangkal adanya cairan yang keluar dari puting payudara, kulit berbenjol seperti kulit
jeruk, benjolan pada payudara kiri ataupun tempat lain.
Nafsu makan pasien menurun sejak 2 bulan terakhir.Pasien hanya mengkonsumsi 1-2
piring/hari Pasien juga mengeluh berat badan pasien menurun, dalam 1 bulan terakhir berat
badan pasien turun kurang lebih 2kg dari 44kg menjadi 42kg.

Sejak 3 minggu SMRS, Benjolan mulai berdarah dan bernanah. Darah keluar merembes,
dengan jumlah kurang lebih 2 sendok makan/hari. Keluhan ini tidak disertai dengan demam,
namun pasien mulai sering mual muntah sejak 1 minggu SMRS. Muntah 1-2x/hari, berisi cairan
bening ataupun makanan yang dimakan pasien sebelumnya. Pasien menyangkal adanya benjolan
di lipat ketiak atau di daerah sekitar payudara kanan.

Pasien juga mengeluh nyeri kepala daerah dahi sejak 1 bulan lalu, nyeri kepala hilang timbul
dan tidak bertambah berat. Nyeri kepala dirasakan seperti tertekan, tanpa dipengaruhi cahaya
ataupun suara. Riwayat kejang, pingsan, batuk-batuk lama, sesak napas, nyeri perut, benjolan di
tempat lain, nyeri tulang, kuning, gangguan BAK dan BAB disangkal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Hipertensi, diabetes
mellitus, asma, trauma, operasi di daerah dada, terapi radiasi, tumor, dan keganasan disangkal
pasien.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluaraga pasien yang mengalami hal serupa. Hipertensi, diabetes mellitus,
asma, tumor, dan keganasan juga tidak pernah dialami keluarga pasien.

f. Riwayat Medikasi

Pasien menyangkal adanya penggunaan pil kb atau obat-obatan lain. Pasien belum pernah
menjalani pengobatan untuk keluhan benjolan payudara

g. Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap makanan, obat, ataupun substansi lain.

h. Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak merokok, tidak meminum alkohol, dan jarang berolahraga.


i. Riwayat Obstetri Ginekologi

Haid pertama pasien saat umur 12 tahun.Saat ini pasien masih haid dengan rutin dan
tidak ada gangguan.Menstruasi 1x setiap bulan, dengan interval 29 hari, tidak ada nyeri berlebih
saat menstruasi, dan menghabiskan 2-3 pembalut setiap harinya. Tidak ada perubahan haid sejak
benjolan muncul.

j. Riwayat Lingkungan

Pasien tinggal bersama suami

I. III PEMERIKSAAN FISIK

- Keadaan Umum
 Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Gizi : Kurang
- BB : 42kg
- TB : 155cm
- BMI : 17,5
- Tanda Vital
 Tekanan darah : 100/70 mmHg
 Nadi : 100x/menit
 Suhu : 36,2oc
 Pernapasan : 24x/menit
- Status Generalis
 Kepala : Normosefali, CA-/-,SI -/-
 Leher : KGB tidak teraba membesar
Tiroid tidak teraba membesar
JVP 5-2 cmH2O
 Thorax : BJ I-II normal regular, murmur (-), gallop (-)
SN vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
 Abdomen : datar, Bising usus (+) 3x/menit, supel, nyeri tekan (-), Hepar
limpa tidak teraba
 Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, edema -/- CRT<2 detik
 Ekstremitas bawah: Akral hangat +/+, edema -/- CRT<2 detik
- Status Lokalis
Regio Mammae Dextra
 Inspeksi
- Tampak payudara kanan lebih besar daripada payudara kiri, letak putting susu
tidak sejajar. Benjolan berbentuk bulat dengan ukuran diameter 10cm terletak
pada kuadran kanan atas payudara. Tampak ulserasi berwarna kehitaman pada
bagian benjolan, darah (+), pus (+) berbau amis. Tidak terlihat adanya bayangan
tumor di bawah kulit yang ikut bergerak .
Retraksi putting susu (-) Peau d’Orange(-)
- Palpasi
- Benjolan berbentuk bulat terletak pada kuadran kanan atas dengan batas ICS I-
ICS III dan linea midklavikularis dextra – linea axillaris anterior. Konsistensi
keras, permukaan tidak rata, diameter 8x10 cm. Nyeri tekan(+), Hangat (-),
Melekat pada dasar (+), Sekret dari papil saat ditekan (-).
 Perabaan KGB
- Terdapat pembesaran KGB pada KGB axilla, KGB konsistensi keras, dapat
digerakan, nyeri tekan (+). Jumlah 2 buah, dengan diameter 1,5 cm dan 1 cm.
konsistensi keras. Nyeri tekan (+)
- KGB supraklavikula, infraklavikula tidak teraba membesar. KGB regio coli tidak
teraba membesar.

I. IV DIAGNOSIS SEMENTARA

Massa Mammae dextra ec susp Carcinoma mammae Stage 3A

I. V DIAGNOSIS BANDING

- Tumor Phylloides
- Abses mammae
- Fibroadenoma

I. VI RENCANA PEMERIKSAAN

- Hematologi
Hb, Ht, Trombosit, Leukosit, LED, Hitung jenis, Waktu perdarahan, Waktu
pembekuan, GDS, SGOT/SGPT, Ureum/Creatinine, elektrrolit, albumin, HBsAg
- Pencitraan
o Foto thorax PA
o USG abdomen
o Bone Scan
o CT scan kepala
- Mikrobiologi
o Kultur pus pro studi sensitivitas antibiotik
- Patologi anatomi
o Biopsi massa dan KGB intraoperatif

I. VII RENCANA PENGOBATAN

 Non-medikamentosa
- Rujuk dan perbaikan keadaan umum.
- Edukasi pasien mengenai perjalanan penyakit serta penanganannya, persiapan operasi
dan tujuannya, serta tatalaksana berikutnya setelah hasil diketahui
- Diet tinggi kalori tinggi protein..

 Medikamentosa
- Ceftriaxone 1x1gr IV
- Ketorolac 1x1 amp IV
- Ondansentron 1x8 mg IV
- IVFD RL 20 tpm
- Kompres luka dengan kassa steril dilembabkan dengan NaCL 0,9 persen,
- PCT 3x 500 mg

I. VIII PROGNOSIS

- Ad Vitam : Dubia ad Malam


- Ad Fungsionam : Dubia ad Malam
- Ad Sanationam : Dubia ad Malam
BAB III

ANALISIS KASUS

Pasien wanita usia 31 tahun dengan status menikah, hal ini merupakan faktor risiko
keganasan payudara yaitu usia diatas wanita berusia 30 tahun. Pasien mempunyai keluhan
benjolan pada payudara kanan sejak 5 bulan lalu, benjolan dirasakan bertambah besar dengan
konsistensi keras, nyeri saat di tekan, mengeluarkan darah sejak 3 minggu yang lalu. Hal ini
menunjukkan bahwa benjolan yang terdapat pada payudara kanan pasien bukanlah suatu kista
payudara, dimana pada kista payudara konsistensi benjolan akan kenyal. Benjolan dengan
konsistensi keras lebih mengarahkan kita pada tumor phylloides ataupun keganasan payudara.
Pasien juga menyatakan ukuran benjolan tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi, hal ini
menunjukkan bahwa tumor pada payudara tidak dipengaruhi oleh hormone dimana pada
fibrokistik payudara biasanya siklus menstruasi akan berpengaruh dengan ukuran dan nyeri dari
tumor. Pada anamnesis riwayat obstetrik didapatkan salah satu faktor risiko keganasan payudara
lain yaitu menarche dibawah usia 12 tahun. Pasien menyangkal adanya riwayat tumor
sebelumnya, riwayat tumor pada keluarga, riwayat terkena radiasi, ataupun penggunaan obat-
obatan hormonal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status gizi pasien dibawah batas normal, hal ini
merupakan salah satu tanda gejala sistemik dari keganasan payudara dimana hal ini diakibatkan
dari gejala-gejala yang dirasakan pasien yaitu mual dan penurunan nafsu makan ditambah pada
keganasan, sel akan membutuhkan energi yang lebih tinggi untuk metabolismenya. Pada status
lokalis didapatkan benjolan dengan ukuran diameter 10 cm, dengan kulit pada bagian luar
benjolan sebagian berwarna kehitaman yang menunjukan bahwa terdapat jaringan yang sudah
mati, pada kulit juga ditemukan adanya darah. Hal ini menunjukkan terdapat neovaskularisasi
yang cukup banyak pada benjolan tersebut yang merupakan salah satu tanda dari keganasan
payudara. Pada penekanan didapatkan rasa nyeri, hal ini tidak menjadi patokan dalam
menentukan keganasan ataupun tumor jinak karena menurut prevalensi 5% dari benjolan yang
nyeri adalah keganasan, sisanya adalah tumor jinak.
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

IV.a Embriologi Payudara

Payudara mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio berupa penebalan ectodermal di
sepanjang garis yang terbentang dari aksila sampai region inguinal. Setelah lahir, terjadi
penurunan kadar estrogen yang merangsang hipofisis untuk memproduksi prolaktin. Prolaktin
inilah yang menimbulkan perubahan pada payudara.

IV.b Anatomi Payudara


Batas payudara yang normal terletak anta iga 2 di superior dan iga 6 di inferior, serta linea
sternokostal di medial dan linea aksilaris anterior di lateral. Pada bagian lateral atasnya, jaringan
kelenjar ini keluar dari bulatannya kea rah aksila yang disebut penonjolan Spence. Dua pertiga
bagian atas mammae terletak dia atas otot pektoralis mayor, sedangkan sepertiga bawahnya
terletak di atas otot serratus anterior, otot oblikus eksternus abdominis, dan otot rektus
abdominis.

Setiap payudara terdiri dari 12-20 lobulus kelenjar, masing-masing mepunyai saluran bernama
duktus laktiferus yang akan bermuara ke papilla mammae. Diantara kelenjar susu dengan fasia
dan kulit dengan kelenjar terdapat jaringan lemak. Diantara lobules terdapat jaringan ikat yang
disebut ligamentum Cooper yang memberi kerangka untuk payudara.

Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang asteri perforantes anterior dari arteri mamaria
interna, arteri torakalis lateralis yang bercabang dari arteri aksilaris, dan beberapa arteri
interkostalis.

Persarafan payudara berasal dari nervus supraklavikula yang berasal dari cabang ke-3 dan ke-4
pleksus servikal untuk bagian superior. Bagian medial dipersarafi oelh cabang kutaneus lateralis
dari nerrvus interkostalis. Bagian kulit dipersarafi oleh cabang pleksus servikal dan nervus
interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri dipersarafi oleh persarafan simpatis. Nervus
interkostobrakialis dan nervus kutaneus brakius medialis mengurus sensibilitas daerah aksila dan
bagian medial lengan ats.
Pembuluh limfatik di payudara antara lain kelompok limfatik vena aksilaris, mamaria eksterna,
scapular, sentral, subklavikular, dan intrapektoral. Sekitar 75% airan limfatik payudara mengalir
ke kelompok limfatik aksila. Saluran limfatik dari seluruh payudara akan dialirkan ke kelompok
anterior aksila, kelompok sentral aksila, dan kelenjar aksila bagian dalam dan akan berlanjut ke
kelenjar servikal bagian kaudal dalam di fossa supraklavikular.

IV.c Fisiologi Payudara

Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormone. Perubahan pertama
dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, lalu masa fertilitas, sampai klimakterium,
hingga menopause.

Fase perkembangan payudara timbul sebagai hasil efek mamotropik sekresi hormone ovarium
dan hipofisis anterior. Hormon luteinisasi (LH) gonadotropik dan hormone perangsang folikel
(FSH) gonadotropik disekresikan dari sel basophil yang terletak dalam glandula hipofisis
anterior. Sel asidofil hipofisis menghasilkan hormone laktogenik luteotropik prolactin (LTH).
Jaras neurohormonal dari hipotalamus mempunyai peranan “biofeedback” untuk produksi
dan/atau pelepasan hormone gonadotropik.

Dalam payudara adolesen, estrogen memulai pertumbuhan bagian epidermis tunas payudara
dengan pertumbuhan ke dalam duktus lactiferus, sel mioepitel dan alveoli parenkim payudara.
Efek aditif progesterone memulai perkembangan jaringan asinus (sekresi) payudara. Dengan
pembenturkan fungs ovarium siklik dalam pubertas, maka efek mamotropik estrogen menjadi
terbukti. Resesus asinus sinus dan ductus perkembangan epitel menjadi lebih terbukti. Lobulus
yang tegas dibentuk, unsur stroma membesar dengan pertumbuhan sejajar dan replikasi epitel
duktus. Pertumbuhan payudara isometric dengan pembesaran dan pigmentasi putting susu dan
areola. Efek aditif estrogen dan progesterone menyokong kelengkapan pembentukan struktur
lobules dan asinus payuara matang dalam 12-18 bulan setelah mulainya menarke.

Dalam kehamilan, sintesis dan pelepasan susu dimulai sekitar bulan kelima. Laktasi timbul
sebagai hasil rangsangan dari LTH yang dilepaskan oleh hipofisis anterior. Pengeluaran susu
timbul pada waktu reflex mengisap dari rangsangan langsung dari oksitosisn atas sel mioepitel
alveolus payudara.
Dalam menopause, efek estrogen dan progestasional varium berhenti dan dimulai involusi
progresif. Regresi ke epitel atrofi atau hipoplastik jelas di dalam duktus dan lobules serta stroma
diganti dengan jaringan fibrosa periduktus padat. Pada pemeriksaan payudara pascamenopause
sering asimetris dengan ketidakteraturan komponen lobules dan pembentukan kista dalam ukuran
bervariasi. Karena kandungan lemak dan fibrostoma periduktus penyokong terdepresi, maka
payudara tua menjadi suatu struktur pendulosa, homogeny dengan kehilangan bentuk dan
konfiguasi.

IV.d Penilaian Penyakit Payudara

Anamnesis

Penyebaran informasi sesungguhnya tentang riwayat alamiah dan insidens kanker payudara sring
bertanggung jawab untuk kewaspadaan pasien akan penyakit payudara. Penyelidikan terperinci
tentang faktor resiko penyerta seperti usia, paritas serta riwayat menstruasi dan menyusui,
bersifat penting. Usia menarke dan perubahan siklik dengan menstruasi berkorelasi bermakna
dengan penyakit jinak dan ganas. Pertanyaan tentang tindakan bedah sebelumnya, penting untuk
memastikan kemungkinan efek penghentian efek sekresi estrogen endogen. Riwayat terapi
hormone sebelumnyam yang mencakup kontrasepsi oral dan estrogen eksogen.

Nyeri dengan pembengkakan dan rasa penuh payudara dalam masa segera pramenstruasi atau
pascamenstruasi menggambarkan lesi payudara sensitive hormone yang jinak. Penyelidikan
riwayat penyakit keluarga kanker payudara dan gejala konstitusional yang mencakup penurunan
berat badan, demam, hemoptysis, nyeri dada, anoreksia dan nyeri tulang rangka penting bila
indeks kecurigaan keganasan tinggi.

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Dokter seharusnya duduk menghadap pasien yang harus membuka pakaian sampai pinggang
serta mengamati simetri dan perubahan kulit seperti fiksasi, elevasi, retraksi, dan warna. Pada
inspeksi pasien dapat diminta untuk berbaring dan duduk tegak. Kemudian diamati bentuk kedua
payudara, warna kulit, lekukan, retraksi papilla, adanya kulit berbintik sepert kulit jeruk, ulkus
dan benjolan. Cekungan kulit (dimpling) akan terlihat lebih jelas bla pasien diminta untuk
mengangkat lengannya lurus ke atas.

Palpasi

Palpasi lebih baik dilakukan pada pasien yang berbaring dengan bantal tipis di punggung
sehingga payudara terbentang rata. Palpasi dilakukan dengan ruas pertama jari telunjuk, tengan,
dan manis yang digerakkan perlahan-lahan tanpa tekanan pada setiap kuadran payudara dengan
alur melingkar atau zig-zag. Pada sikap duduk, benjolan yang tak teraba ketika penderita
berbaring kadang lebih mudah ditemukan. Perabaan aksila pun lebih mudah dilakukan pada
posisi duduk. Palpasi juga dilakukan guna menentukan apakah benjolan melekat ke kulit atau
dinding dada. Dengan memijat halus putting susu, dapat diketahui adanya pengeluaran cairan,
berupa darah atau bukan. Pengeluaran darah dari puting payudara di luar masa laktasi dapat
disebabkan oleh berbagai kelainan, seperti karsinoma, papilloma di salah satu duktus, dan
kelainan yang disertai ektasia duktus.

Pemeriksaan Payudara Sendiri

Tujuan dari pemeriksaan payudara sendiri adalah mendeteksi dini apabila terdapat
benjolan pada payudara, terutama yang dicurigai ganas, sehingga dapat menurunkan angka
kematian. Meskipun angka kejadian kanker payudara rendah pada wanita muda, namun sangat
penting untuk diajarkan SADARI semasa muda agar terbiasa melakukannya di kala tua. Wanita
premenopause (belum memasuki masa menopause) sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan,
1 minggu setelah siklus menstruasinya selesai.
Cara melakukan SADARI adalah :

1. Wanita sebaiknya melakukan SADARI pada posisi duduk atau berdiri menghadap
cermin.
2. Pertama kali dicari asimetris dari kedua payudara, kerutan pada kulit payudara, dan
puting yang masuk.

3. Angkat lengannya lurus melewati kepala atau lakukan gerakan bertolak pinggang untuk
mengkontraksikan otot pektoralis (otot dada) untuk memperjelas kerutan pada kulit
payudara.
4. Sembari duduk / berdiri, rabalah payudara dengan tangan sebelahnya.

5. Selanjutnya sembari tidur, dan kembali meraba payudara dan ketiak.

Terakhir tekan puting untuk melihat apakah ada cairan.

IV.e Tumor Ganas Payudara

Insidens dan epidemiologi

Kanker payudara merupakan kanker tersering pada perempuan (22% dari semua kasus
baru kanker pada perempuan) dan menjadi penyebab utama kematian akibat kanker di dunia
(14% dari semua kematian kanker perempuan). Saat ini, terjadi peningkatan insindens kanker
payudara di Negara-negara yang sebelumnya memiliki insidensi rendah, seperti di Jepang dan
Cina. Selain disebabkan oleh perubahan yang signifikan dalam pola hidup masyarakat Asia,
peningkatan ini juga turut terjadi berkat kemajuan teknologi diagnosis tumor ganas payudara.

Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada negara berkembang, yaitu sekitar
18% dari seluruh kelompok kanker. Insidensi di negara Inggris yaitu 2 : 1000 wanita tiap tahun,
dengan prevalensi yaitu 2% wanita pada umur 50 tahun. Kurva insidensi Ca mammae menurut
usia terus meningkat sejak usia 30 tahun. Ca mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang
dari 20 tahun. (Henry M.M, Thompson J.N, 2007).

Ca mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun


Gambar 2.12 Prevalensi Carcinoma mammae

(Henry M.M, Thompson J.N, 2007).

Faktor Risiko

Terdapat berbagai faktor yang diperkirakan meningkatkan risiko kanker payudara, antara
lain faktor usia, genetik dan familial, hormonal, gaya hidup, lingkungan, dan adanya riwayat
tumor jinak.

1. Usia
Insiden kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur seorang wanita.
Satu dari delapan keganasan payudara invasive ditemukan pada wanita berusia di bawah 45
tahun. Dua dari tiga keganasan payudara invasive ditemukan pada wanita berusia 55 tahun.
Pada perempuan, besarnya insidens ini akan berlipat ganda setiap 10 taun, tetapi kemudian
akan menurun drastic setelah masa menopause. Angka kejadian kanker payudara rata-rata
pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause, adapun pada
usia sebelum 35 tahun, yang paling sering menyebabkan benjolan pada payudara adalah
fibroadenoma dan penyakit fibrokistik. Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause
atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung lebih agresif, derajat tumor yang
lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah
Grafik 2. Peningkatan Resiko Ca Mammae seiring dengan bertambahnya usia dimulai
pada usia 35 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 65 tahun.

2. Ras
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih, dibandingkan wanita
Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi pada wanita yang tinggal di daerah
industrialisasi.

3. Pernah menderita kanker payudara


Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca mammae primer mempunyai
resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk timbulnya Ca mammae kontralateral. Wanita yang
pernah menderita kanker in situ atau kanker invasif memiliki risiko tertinggi untuk menderita
kanker payudara. Setelah payudara yang terkena diangkat, maka risiko terjadinya kanker
pada payudara yang sehat meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.

4. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara


Kemungkinan ini lebih besar bila keluarga itu menderita kanker bilateral atau pramenopause.
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi 2-3 kali lebih besar pada wanita yang ibunya atau
saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih tinggi jika anggota
keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40 tahun. Risiko lebih meningkat bila
terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara.
Risiko juga meningkat apabila keluarga menderita kanker bilateral atau saat premenopause.

5. Hormonal
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko untuk
berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru memberikan efek
protektif. WHO menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan maupun penurunan insidens
Ca mammae yang berhubungan dengan penggunaan kotrasepsi injeksi seperti depot-
medroxyprogesterone acetate (DMPA). Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan
kesimpulan bahwa penggunaan esterogen sebagai terapi penganti hormon (Hormone
Replacement Therapy = HRT) pada wanita perimenopause dan post menopause sedikit
meningkatkan resiko Ca mammae. Resiko meningkat jika pada wanita yang menerima
Estrogen Hormon Replacement Therapy tersebut sebelumnya pernah menderita kelainan
benigna pada mammae-nya

6. Faktor diet

The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of Sciences
menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan berlemak dan insiden dari Ca
mammae. Makanan yang berlemak tinggi dan dalam jangka waktu panjang dapat
meningkatkan resiko Ca mammae dua kali lipat karena, akan meningkatkan kadar estrogen
serum, sehingga akan meningkatkan risiko kanker. Beberapa penelitian juga menunjukkan
bahwa wanita yang sering minum alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih
besar. Karena alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum

7. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker


Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah menderita
penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya jumlah saluran air susu dan
terjadinya kelainan struktur jaringan payudara (hiperplasia atipik).

8. Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun


Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara. Risiko menderita
kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang mengalami menarche sebelum usia 12
tahun.

9. Menyusui dan Menopause


Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih dari 6 bulan selama
hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk menderita Ca mammae dibandingkan
wanita yang tidak menyusui. Namun saat ini pendapat itu tidak lagi disetujui. Untuk wanita
yang mengalami menopause pada usia diatas 55 tahun, resiko timbulnya Ca mammae 2 kali
lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mulai menopause sebelum usia 45 tahun.
Induksi menopause buatan dapat menurunkan resiko Ca mammae, misalnya pada wanita-
wanita yang mengalami oophorectomy (pengangkatan ovarium) pada usia kurang dari 35
tahun.
10. Kepadatan Jaringan Payudara
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang pemeriksaan mammogramnya
menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya
meningkat

11. Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa penelitian
menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara kemungkinan karena tingginya
kadar estrogen pada wanita yang obesitas. Sumber estrogen utama pada wanita
postmenopause berasal dari konversi androstenedione menjadi estrone yang berasal dari
jaringan lemak, dengan kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen
jangka panjang. Penelitian membuktikan bahwa resiko Ca mammae mempunyai hubungan
langsung dengan berat badan. Resiko untuk Ca mammae pada wanita obese 1,5 sampai 2 kali
lebih tinggi daripada wanita tidak obese.

12. Radiasi
Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan pernah menjalani
pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut postpartum mastitis, dan yang pernah
menjalani pemeriksaan fluoroscopy thorax untuk pengobatan TBC paru, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk menderita Ca mammae. Exposure multiple dengan dosis yang relative
kecil beresiko sama dengan exposure tunggal dosis besar.

13. Paritas dan Fertilitas


Wanita yang infertil dan nullipara mempunyai kemungkinan 30-70 % lebih tinggi untuk
menderita Ca mammae dibandingkan dengan multipara. Wanita yang pernah hamil dan
melahirkan pada usia 18 tahun mempunyai resiko Ca mammae sekitar 1/3 kali dibandingkan
dengan wanita yang hamil untuk pertama kalinya pada usia diatas 35 tahun. Hal ini
berhubungan dengan adanya rangsangan secara terus menerus oleh esterogen dan kurangnya
konsentrasi progesterone dalam darah, akan tetapi wanita yang hamil dan melahirkan untuk
pertama kalinya pada usia diatas 30 tahun mempunyai resiko menderita Ca mammae lebih
tinggi dibandingkan nullipara.

14. Perubahan payudara tertentu


Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat abnormal pada
pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila memiliki tipe-tipe sel
abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS].

15. Perubahan Genetik


Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara,
antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor
supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma,
poorly differentiated, dan tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2
berhubungan dengan invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan
mengekspresikan reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan
mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal
cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.
Gambar 2.13 Kuadran mammae

(Skandalakis)

Patogenesis

Tumorigeneis kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap tahapnya berkaitan dengan
satu mutasi tertentu atau lebih gen regulator minor atau mayor. Terdapat dua jenis sel utama pada
payudara orang dewasa, sel mioepitel dan sel sekretorik lumen.

Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfologis dalam perjalanan menuju
keganasan. Hiperplasia ductal, ditandai oleh proliferasi sel-sel epitel poliklonal yang tersebar
tidak rata yang pola kromatin dan bentuk inti-intinya saling bertumpang tindih dan lumen duktus
yang tidak teratur, sering menjadi tanda awal kecenderungan keganasan. Sel-sel di atas relative
emiliki sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan secara sitologis jinak. Perubahan dari
hyperplasia ke hyperplasia atipik (klonal), yang sitoplasma selnya lebih jelas, intinya lebih jelas
dan tidak tumpang tindih, dan lumen duktus yang teratur, secara klinis meningkatkan risiko
kanker payudara.

Setelah hyperplasia atipik, tahap berikutnya adalah tibulnya karsinoma in situ, baik karsinoma
ductal maupun lobular. Pada karsinoma in situ, terjadi proliferasi sel yang memiliki gambaran
sitologis sesuai dengan keganasan, tetapi proliferasi sel tersebut belum menginvasi stroma dan
menembus membrane basal.

Karsinoma insitu lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara (bahkan bilateral) dan
biasanya tidak teraba dan tidak terlihat pada pencitraan. Sebaliknya, karsinoma in situ ductal
merupakan lesi duktus segmental yang dapat mengalami kalsifikasi sehingga memberi
penampilan yang beragam.

Setelah sel-sel tumor menembus membrane basal dan menginvasi stroma, tumor menjadi
invasive, dapat menyebar secara hematogen dan limfogen sehingga menimbulkan metastasis.

Klasifikasi Kanker Payudara


1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada sel kanker
yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan
membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul
dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster
atau tak beraturan (clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro
(microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa yang
secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS kadang
ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar
20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika
diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi
penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel cenderung
lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan lebih lambat,
terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid, papillary atau
cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal
perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.

A
B

Gambar 2.14 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari
ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)
b) Lobular carcinoma in situ
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan sebagai tipe
kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang memproduksi air susu,
tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer
Institute, Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25%
munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai infiltrating ductal
carcinoma) sepanjang hidupnya.

Gambar 2.15 Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma
I. Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun 1974.
Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat berupa lesi
bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal
Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla
mammae akan menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan
pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola
(Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi
lumpectomy, mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan
adanya kanker invasif.

II. Invasive ductal carcinoma


a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
b. Medullary carcinoma (4%)
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
d. Papillary carcinoma (2%)
e. Tubular carcinoma (2%)

III. Invasive lobular carcinoma (10%)


Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran histopatologi
meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan sedikit sitoplasma.
Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat
menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya multifokal, multisentrik, dan
bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.

Staging Kanker Payudara

AJCC (American Joint Committee on Cancer) menyusun panduan penentuan stadium dan derajat tumor
ganas payudara menurut system TNM.

Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer


Tumor Primer (T)

TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer

Tis Carcinoma in situ

Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ

Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ

Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's disease yang
berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut ukuran tumor)

T1 Tumor ≤ 2 cm

T1mic Microinvasion ≤ 0.1

T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm

T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm

T1c Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm

T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm

T3 Tumor > 5 cm

T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding dada atau kulit, seperti
yang diuraikan dibawah ini :

T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis

T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada nodul satelit
terbatas di kulit payudara yang sama

T4c Kriteria T4a dan T4b

T4d Inflammatory carcinoma

Kelenjar Getah Bening—Klinis (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah diangkat)


N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan

N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan atau terfiksasi, atau
tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral tetapi secara klinis tidak
terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral

N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat atau melekat ke struktur
lain sekitarnya.

N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan tidak
terbukti secara klinis terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral

N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksilla,
atau secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral tetapi secara klinis terbukti
terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB supraklavikula
ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB infraklavikula atau aksilla ipsilateral

N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral

N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla

N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral

Kelenjar Getah Bening Regional—Patologia anatomi (pN)

pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak dilakukan
pemeriksaan patologi)

pN0b Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada pemeriksaan tambahan
untuk isolated tumor cells (Catatan : Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai
sekelompok tumor kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya dengan
immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler

pN0(i–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)

pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC cluster tidak lebih dari
0.2 mm

pN0(mol–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan molekuler (-) (RT-
PCR)

pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan molekuler (+) (RT-
PCR)

pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary terdeteksi secara
mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak

pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)

pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila

pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi
sentinel KGB, secara klinis tidak tampak

pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis
melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak (jika berhubungan dengan >3 (+)
KGB aksila, KGB internal mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)

pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi
secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla

pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)

pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla

pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3
metastasis ke KGB aksilla tetapi secara klinis microscopic metastasis (-) ke KGB internal
mammary; atau ke KGB supraklavikular ipsilateral

pN3a Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau metastasis ke KGB
infraklavikula

pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih
metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla dan dalam KGB internal
mammary dengan kelainan mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB sentinel, tidak
tampak secara klinis

pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral

Metastasis Jauh (M)

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak terdapat metastasis jauh


M1 Terdapat metastasis jauh

Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau dengan
pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan
lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB. Klasifikasi
semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang selanjutnya direncanakan
untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging
Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227–228.

Tabel 1.4. TNM Stage Groupings


Stage 0 Tis N0 M0

Stage I T1a N0 M0

Stage IIA T0 N1 M0

T1a N1 M0

T2 N0 M0

Stage IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0
Stage IIIA T0 N2 M0

T1a N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stage IIIB T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

Stage IIIC Any T N3 M0

Stage IV Any T Any N M1

Diagnosis

a. Anamnesis

Gejala yang yang paling sering meliputi 3 :


1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit mungkin
berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel kanker
telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe yang berada di sekitar
payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke
tulang, hati, paru-paru, dan otak.(4)
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada payudaranya.
Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan meliputi pembesaran atau
asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret,
ulserasi atau eritema kulit payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal.
50% wanita dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara
biasanya berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.(6)

b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua
payudara, apakah terdapat edema (peau
d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan
eritema.6

Gambar 2. 16 Pemeriksaan Mamae dengan Inspeksi

2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi kelenjar limfe
di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba atau suatu
lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya, bentuk, mobilitas atau
fiksasinya.6

Gambar 2.17 Pemeriksaan Mamae


dengan Palpasi

c. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendukung pemeriksaan klinis , mamografi dan ultrasonografi dpat membantu deteksi
kanker payudara. Pemeriksaan radiologic untuk staging yaitu dengan rontgen thoraks, usg
abdomen (hepar), dan bone scanning.

- Mamografi

Indikasi mamografi antara lain kecurigaan klinis adanya kanker payudara, sebagai
tindak lanjut pascamastektomi (deteksi tumor prime kedua dan rekurensi di payudara
kontralateral), dan pasca-breast conserving therapy (BCT) untuk mendeteksi
kambuhnya tumor primer kedua (walaupun lebih sering dengan MRI), adanya
adenokarsinoma metastatic dari tumor primer yang tidak diketahui asalnya, dan
sebagai program skrining. Mamografi biasa dilakukan pada wanita diatas 35 tahun
karena lebih mudah diinterpretasikan. Temuan mamograf yang menunjukkan kelainan
yang mengarah ke keganasan antara lain tumor berbentuk spikula, distorsi atau
iregularitas, mikrokalsifikasi (karsinoma intraduktal), kadang disertai pembesaran
kelnjar limfe. Hasil mamografi dikonfirmasi lebih lanjut dengan FNAB, core biopsy,
atau biopsy bedah.

- Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna untuk menentukan ukuran lesi dan membedakan kista dengan
tumor solid. Sedangkan, diagnosis kelainan payudaranya dapat dipastikan dengan
melakukan pemeriksaan sitology aspirasi jarum halus (FNAB), core biopsy, biopsy
terbuka, atau sentinel node biopsy.

- MRI

MRI dilakukan pada pasien muda, karena gambaran mamografi kurang jelas pada
payudara wanita muda, untuk mendeteksi adanya rekurensi pasca-BCT, mendeteksi
adanya rekurensi dini keganasan payudara yang dari pemeriksaan fisik dan penunjang
lainnya kurang jelas.

- Imunohistokimia

Pemeriksaan imunohistokimia yang dilakukan untuk membantu teraoi target, antara


lain pemeriksaan status ER (estrogen receptor), PR (progesterone receptor), c-erbC-2
(HER-2 neu), cathepsin-D, p53 (bergantung situasi), Ki67, dan Bcl2.

- Biopsi

Jenis biopsy yang dapat dilakukan yaitu biopsy jarum halus (fine needle aspiration
biopsy, FNAB), core biopsy (jarum besar), dan biopsy bedah. FNAB hanya
memungkinkan evaluasi sitology, sedangkan biopsy jarum besar dan biopsy bedah
memungkinkan analisis arsitektur jaringan payudara sehingga ahli patologi dapat
menentukan apakah tumor bersifat invasive atau tidak.

Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan sitologi


merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional dengan resiko
yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi
dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan sampel, karena lesi
yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi false-positive dalam diagnosis adalah
sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative sebesar 10%. Kebanyakan
klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan massa dominan yang
mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif, kecuali secara klinis,
pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti jaringan
dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core needle biopsy
dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik dan cost-
effective dengan anestesi lokal.7

Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum memutuskan
tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat dipercaya. FNAB atau
core-needle biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan hasil yang cepat dengan
biaya dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan
dengan open biopsy. Open biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi
eksisional. Pada biopsi insisional mengambil sebagian massa payudara yang
dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut
hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory
carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh
massa payudara diambil.2,7

Tatalaksana

Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif. Pengobatan pada
stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat adjuvant. Untuk stadium I dan
II pengobatannya adalah radikal mastectomy atau modified radikal mastectomy dengan atau
tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.

Pembedahan dapat bersifat kuratif maupun paliatif. Indikasi pembedahan yaitu tumor stage Tis-
3, N0-2, dan M0. Jenis pembedahan kuratif yang dapat dilakukan adalah BCT, mastektomi
radikal klasik, mastektomi radikal dimodifikasi, areola, skin-sparing mastectomy, mastektomi
radikal extende, masteksomi simple, atau lumpektomi.

A. Terapi secara pembedahan

1. Mastektomi partial (breast conservation)

Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer hingga
batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening)
aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy,
mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk
wanita dengan karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya
memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi
dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas karsinoma
mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan mammae normal yang
adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas
status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.

Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:

 Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh tumornya saja.


Cara ini tidak dianjurkan untuk Ca mammae
 Eksisi seluruh tumor beserta jaringan mammae yang
melekat pada tumor untuk meyakinkan batas jaringan bebas tumor.
 Eksisi seluruh tumor beserta seluruh quadrant mammae
yang mengandung tumor dan kulit yang menutupinya (quadranectomy).
Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasien-pasien dengan
tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm). Mastectomy segmental harus
dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa radiasi resiko kekambuhannya tinggi.

2. Modified Radical Mastectomy

Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada payudara yang kecil),
kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi merupakan indikasi
dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical Operation)
Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa digunakan oleh
para ahli bedah.

 Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon


M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor dan kelenjar
limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon memodifikasi prosedur Patey
dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat M. pectoralis minor, sehingga kelenjar
limfe apical (level III) dapat diangkat dan saraf pectoral lateral dari otot mayor
dipertahankan.

 Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss


Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan M. Pectoralis
minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari kelenjar limfe paling atas,
Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari pasien yang memperoleh manfaat dengan
adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level tertinggi. Ini yang membuat prosedur
Auchincloss menjadi prosedur yang paling populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat.

3. Total Mastectomy

Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang mencakup operasi
pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia pectoralis. Total mastectomy tidak
mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan terapi radiasi post operasi. Prosedur ini
didasarkan pada teori bahwa KGB merupakan sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae
dan seharusnya tidak diangkat, juga ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat menahan
penyebaran sel-sel ganas sebagai akibat trauma operasi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006)

B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)

1. Radioterapi

Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk wanita
dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk mengurangi resiko
rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga
diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
2. Kemoterapi

Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan pada Ca
mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan pada Ca mammae yang
sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant. Biasanya diberikan kombinasi CMF
(Cyclophosphamide, Methotrexate, Fluorouracil).

Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera setelah pembedahan
dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun. Pengobatan ini menunda kembalinya
kanker dan memperpanjang angka harapan hidup penderita. Pemberian beberapa jenis
kemoterapi lebih efektif dibandingkan dengan kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa pembedahan
maupun penyinaran, obat-obat tersebut tidak dapat menyembuhkan kanker payudara.

a. Kemoterapi adjuvan

Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae tanpa
pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran
tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi maka
kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi
pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan
status reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan kemoterapi
adjuvan.

b. Neoadjuvant chemotherapy

Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum dilakukan


tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan
lumpectomy.

3. Terapi anti-estrogen

Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor hormonal
yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90%
karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik.

4. Terapi antibodi anti-HER2/neu


Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru didiagnosis, saat
ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik pada pasien tanpa pembesaran
KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi adjuvan karena dengan regimen adriamycin
menberikan respon yang lebih baik pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu.
Pasien dengan overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang
ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.

Prognosis

Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun 1983-
1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir program data,
didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%,
dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%. (6)

BAB V

KESIMPULAN

Pasien wanita usia 31 tahun dengan status menikah, dengan usia menarche dibawah 12
tahun dengan keluhan benjolan yang bertambah besar sejak 5 bulan lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan 1 buah benjolan pada payudara kanan pada kuadran kanan atas dengan ukuran 8x10
cm batas ireguler, konsistensi keras, melekat pada dasar, nyeri tekan (+), kulit pada benjolan
terdapat ulserasi berwarna kehitaman darah (+), nanah (+), retraksi papil (-), peau d’orange (-).
Pasien direncanakan di rujuk ke rumah sakit Umum jambi untuk dilakukan pemeriksaan open
biopsy untuk memastikan jenis sel pada benjolan payudara pasien untuk menentukan tatalaksana
selanjutnya. Pasien mendapatkan terapi simptomatik untuk menghilangkan nyeri, rasa mual, dan
antibiotic untuk mengatasi infeksi. Prognosis pada pasien ini bergantung pada hasil pemeriksaan
histopatologi, namun dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini yang mengarah pada
keganasan payudara maka prognosis pada pasien ini adalah dubia ad Malam.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et all, ed.
The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins. p 40.
2. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.

3. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia.
Semarang.2003

4. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika; Januari 2000.
Jakarta.

5. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997

6. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya, Dalam: Deteksi Dini
Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
7. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Jakarta.

8. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas Publishing House PVT LTD.

9. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et all, ed.
The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins. p 40.

10. Evans A, Ellis I. 2002. Breast Benign Calcification. In: Evans A, Pinder S, Wilson R,
Ellis I, ed. 2002. Breast Calcification a Diagnostic Manual. London: Greenwich Medical
Media. p 4, 5-6, 12, 20

11. Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood W.C, ed.
Oxford Textbook of Surgery. Second edition. Oxford University Press. p 107

12. Henry M.M, Thompson J.N. 2007. Breast Disease. Clinical Surgery. Second edition.
Elsevier. p 453

13. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder G, ed. Atlas of
Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p 19-21

14. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In: Schroder G, ed.
Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 67, 81-82

15. Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartz’s Principles of
Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company.

16. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Pathology of Benign Breast Disorders. In: Harris J.R,
Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 15

17. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R, Lippman M.E,
Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second edition. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins. p 34
18. Skandalakis et all. 2000. Breast. Skandalakis Surgical Anatomy. Second edition.
NewYork: Springer Science and Business Media Inc.

19. Zollinger R.M. 2003. Additional Procedures. In: Zollinger Sr, ed. Zollinger Atlas of
Surgical Operation. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company

Anda mungkin juga menyukai