Anda di halaman 1dari 3

KEBUTAAN SEMENTARA PERSPEKTIF PENDIDIKAN KEAKSARAAN (KEBUTAAN

LITERASI)

Hati siapa yang takkan pilu, bila tiba-tiba pandangan sebelah matanya baik kanan maupun
kiri terhalangi oleh bayangan abu-abu menyelimuti obyek yang dipandangnya. Denyut
jantung akan berdebar kencang mengiringi asa dalam kebimbangan untuk bertahan pada
sebuah kehidupan. Namun ketika melakukan kedipan beberapa kali, senyum sumringah
kembali hadir seiring dengan sirnanya bayangan abu-abu yang telah menyembunyikan obyek
di sekelingnya. Obyek yang dipandangpun menjadi jelas tak ada satupun yang tak
terlewatkan. Secara medis, gejala tersebut dinamakan “amaurosis fugax” atau “Kebutaan
Sementara”. Kebutaan sementara adalah hilangnya penglihatan yang berlangsung
sementara. biasanya terjadi pada satu mata yang berlangsung dari beberapa detik hingga
menit. (sumber : https://www.alodokter.com/komunitas/topic/buta-sesaat).
Dalam perspektif yang berbeda, seiring dengan kemajuan informasi dan teknologi kitapun
masih sering mengalami kebutaan sementara namun kita tidak menyadarinya. Terkadang
kita bebas dari kebutaan sementara yang satu namun datang lagi kebutaan sementara
lainnya yang melanda kita. Kebutaan sementara yang dimaksudkan dalam hal ini bukanlah
berkenaan dengan ketidakmampuan indera mata kita untuk menangkap suatu benda lalu
diinformasikan ke otak kita, melainkan bila dipandang dari sisi Pendiidikan Keaksaraan maka
Kebutaan Sementara adalah Kebutaan Literasi. Kebutaan Literasi yakni suatu kondisi dimana
seseorang kurang mampu dalam membaca, menulis, berhitung dan mengungkapkan serta
memecahkan masalah atas sesuatu hal dari salah satu bidang tertentu pada kehidupan
sehari-hari. Agar seseorang tidak tergolong dalam kebutaan literasi, maka wajib hukumnya
untuk meningkatkan literasinya terhadap seluruh bidang pengetahuan dan teknologi dalam
kehidupan sehari-hari.
Literasi menurut Educational Development Center (EDC) adalah kemampuan seseorang
untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat
keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat. UNESCO juga
menjelaskan bahwa literasi adalah seperangkat keterampilan yang nyata, khususnya
keterampilan kognitif dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks dimana
keterampilan yang dimaksud diperoleh, dari siapa keterampilan tersebut diperoleh dan
bagaimana cara memperolehnya. Menurut UNESCO, pemahaman seseorang mengenai
literasi ini akan dipengaruhi oleh kompetensi bidang akademik, konteks nasional, institusi,
nila-nilai budaya serta pengalaman. Sebelumnya National Institut for Literacy sendiri
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan literasi adalah kemampuan seseorang untuk
membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian
yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat.( sumber :
https://gurudigital.id/jenis-pengertian-literasi-adalah/).
Dalam sebuah laporan Forum Ekonomi Dunia 2015 dengan tema “Visi Baru untuk
Pendidikan: Membina Pembelajaran Sosial dan Emosional melalui Teknologi”, disebutkan
bahwa salah satu keterampilan utuh abad 21 yang dibutuhkan adalah memiliki kemampuan
literasi dasar yang baik, yaitu bagaimana menerapkan keterampilan inti untuk kegiatan
sehari-hari. Ada enam komponen dalam literasi dasar yaitu Kemampuan Baca-Tulis-
Berhitung (Calistung), Sains, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Keuangan, Budaya
dan Kewarganegaraan. (Media Komunikasi Dan Inspirasi JENDELA Pendiidikan Dan
Kebudayaan VI / Oktober – 2016)
Berdasarkan penjelasan diatas, maka Kebutaan Literasi juga bisa dibedakan berdasarkan
enam jenis literasi dasar tersebut diatas. Ketika kita menemukan seorang pemuda yang
mampu mengucapkan dan mengenal huruf-huruf yang membentuk kata, kalimat atau
paragraf serta berhitung atau mengenal penjumlahan, pengurangan, pembagian dan
perkalian namun masih tidak mampu untuk mendengarkan lalu menghitung dengan
kemampuan menganalisis untuk memperhitungkan, mempersiapkan informasi,
mengkomunikasikan dan menggambarkan informasi berdasarkan pemahaman dalam
memberikan kesimpulan maka pemuda tersebut mengalami Kebutaan Literasi Calistung.
Atau dalam contoh yang sederhana meskipun pemuda tersebut telah belajar dan banyak
membaca buku namun tidak dapat memberikan jawaban yang benar terhadap soal yang
diberikan maka bisa dipastikan pemuda tersebut dilanda Kebutaan Literasi Calistung.
Jika ada seorang anak tidak mampu menggunakan kemampuan sains untuk mengidentifikasi
permasalahan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami
serta membuat keputusan tentang alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam
melalui aktivitas manusia maka anak tersebut bisa dikategorikan mengalami Kebutaan
Literasi Sains. Contoh hal kecilnya adalah ketika seorang anak dapat menuliskan kata gempa
bumi namun masih belum bisa menjelaskan bagaimana fenomena gempa bumi dan
dampaknya serta cara menghadapinya, maka anak tersebut masih mengalami Kebutaan
Literasi Sains.
Bilamana ada bapak-bapak tidak mampu memahami kelengkapan yang mengikuti
perkembangan teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta
etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi untuk kehidupan sehari-hari maka dapat
dikatakan Bapak itu mengalami Kebutaan Literasi TIK. Contoh yang sering terjadi adalah jika
ada orang yang menyebarkan informasi tidak benar (hoax) pada media sosial maka orang
tersebut sudah pasti tergolong dalam penderita Kebutaan Literasi TIK.
Jika ada seorang ibu yang tidak mampu dan terampil mengelola keuangan dengan
memanfaatkan produk jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat, risiko, hak dan kewajiban
terkait produk dan jasa keuangan, maka Ibu tersebut masih mengalami Kebutaan Literasi
Keuangan. Contohnya adalah jika ada seorang ibu bisa menulis dan menyebutkan instrumen-
instrumen investasi misalnya emas, properti, deposito, surat berharga, saham, reksadana
dan lain sebagainya namun tidak memahami dan memanfaatkan salah satu atau beberapa
produk tersebut, maka bisa dikatakan Ibu itu masih mengidap Kebutaan Literasi Keuangan.
Jikalau kita masih mendapati seorang pemudi yang tidak mengenali budaya daerah dan
bangsanya dan acuh tak acuh untuk melestarikan dan mengembaangkan kebudayaan
bangsa dan daerahnya, maka Pemudi tersebut masih dilanda Kebutaan Literasi Budaya.
Contohnya jika kita masih mendapati gadis-gadis zaman now yang bisa menirukan gerakan
tarian K—Pop namun tak mampu menirukan tari-tarian daerah bangsa Indonesia, maka
sangat disayangkan gadis-gadis tersebut masih tergolong dilanda Kebutaan Literasi Budaya.
Ketika ada seorang Kakek tidak mampu memahami kebijakan dan keputusan dalam
penyelenggaraan negara, serta menyadari tindakan dan perbuatannya bagi penyelenggaraan
negara dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, maka Kakek tersebut masih
tergolong mengalami Kebutaan Literasi Kewarganegaraan. Contoh sederhana adalah jika ada
seorang kakek-kakek menerima uang dengan syarat harus memilih salah satu pilihan
tertentu dalam Pemilihan Presiden atau Pemilihan Legislatif, maka kakek tersebut masih
mengalami Kebutaan Literasi Kewarganegaraan.
Siapapun yang hidup dimuka bumi akan mengalami Kebutaan Literasi. Kebutaan Literasi
senantiasa menyerang kita mulai dari lahir hingga peristirahatan terakhir di liang lahat. Oleh
karena itu, setiap manusia perlu meningkatkan literasinya. Kebutaan Literasi akan teratasi
dengan melakukan berbagai terapi yakni : membaca buku/jurnal/bulletin/majalah/surat
kabar, berdiskusi pada forum ilmiah baik online maupun offline, mengahadiri seminar dan
lain sebagainya. (Suharman, Pamong Belajar BPPAUD Dan Dikmas Papua)

Anda mungkin juga menyukai