TINJAUAN PUSTAKA
memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup.
daripada masalah kekayaan. Tetapi bukan berarti bahwa kekayaan itu tidak relevan.
merupakan proses belajar (learning process). Hasil yang diperoleh dari proses
tersebut, yaitu kualitas hidup meningkat, akan dipengaruhi oleh instrumen yang
kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber
daya yang ada didalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat
sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan. Optimal
berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial
budaya dan dalam alam lingkungan yang berkelanjutan (Ambardi dan Prihawantoro,
2002).
pengertian wilayah menjadi penting dalam pembahasan ini. Menurut UU No. 26/2007
tentan Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan
Perraoux seorang ahli ekonomi Perancis yang berpendapat bahwa fakta dasar dari
bahwa pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan juga tidak terjadi secara
serentak, pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik atau kutub perkembangan dengan
saluran yang beraneka ragam dan dengan efek yang beraneka ragam terhadap
sebagai sekelompok industri yang mengalami ekspansi yang berlokasi di suatu daerah
3. Konsep spread effect. Konsep ini mengemukakan bahwa pada suatu waktu
effect atau trickling down effect merupakan lawan dari back wash effect atau
polarization effect.
konsep kutub pertumbuhan sebagai alat tranformasi ekonomi dan sosial pada skala
regional. Namun demikian konsep ini banyak mendapat kritik para ahli, yang pada
Gejala ini disebabkan karena pusat pertumbuhan yang umumnya adalah kota-
kota besar ternyata sebagai pusat konsentrasi penduduk dan berbagai kegiatan
ekonomi dan sosial adalah cukup kuat, sehingga terjadi tarikan urbanisasi dari desa-
desa wilayah pengaruh ke pusat pertumbuhan (kota besar), atau terjadi dampak
polarisasi yaitu daerah pusat atau kutub cenderung lebih banyak menarik sumber
daya dari daerah belakang daripada spread effect yang ditimbulkannya, akibatnya
daerah pusat yang lebih maju akan bertambah maju, sedangkan daerah belakang akan
semakin tertinggal.
Teori tempat pusat (Central Place Theory) pertama kali diperkenalkan oleh
Walter Christaller seorang ahli geografi berkebangsaan Jerman. Teori ini timbul dari
bergerombol atau berkelompok, kadang juga terpisah jauh antara satu dengan yang
cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam).
Keadaan seperti itu akan terjadi secara jelas di wilayah yang mempunyai syarat: (1)
topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh
dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan, (2)
berkembang hierarki jenjang ketiga, yaitu salah satu kampung akan tumbuh menjadi
kota yang dikelilingi oleh enam kampung yang dilayaninya. Pada hierarki jenjang
keempat terdapat kota besar yang dikelilingi oleh enam kota yang dilayaninya.
sebagai akibat perkembangan potensi wilayah (alam dan manusia), dan kemudian
Sedangkan ide dasar yang dikemukakan oleh Losch dalam Dawkins (2003)
transportasi dan skala ekonomi. Jika pengaruh skala ekonomi relatif lebih besar dari
biaya transportasi maka seluruh produksi akan terkumpul pada satu tempat.
masyarakat. Selain itu kadang akses untuk mencapai pusat pelayanan sulit, sehingga
yang terdekat. Di dalam sistem pelayanan yang baik harus memiliki keseimbangan
antara pola kebutuhan dan jasa pelayanan sehingga dalam peningkatan kebutuhan
Apabila jumlah penduduk di suatu wilayah dengan satu pusat telah melebihi
ambang batas dan terus meningkat hingga mencapai jumlah tertentu, kemungkinan
penduduk yang berada jauh dari pusat telah melebihi jarak ekonomi, sehingga mereka
keuntungan:
kesenjangan wilayah.
saling menguntungkan.
antar desa karena masyarakat sudah mengenal berbagai cara alternatif terhadap
jalur hubungan sehingga jalur yang paling penting dan kemampuan pemenuhan
c) Mengurangi panjang jalan yang harus ditingkatkan karena sudah diketahui jalur
yang paling penting bagi setiap desa sehingga dapat ditentukan prioritas dalam
pengembangan jalan.
berhubungan.
memiliki pusat dan sub pusat sebagai wilayah pengaruhnya. Pusat dapat diartikan
sebagai kota yang menjadi pusat pelayanan dan terkonsentrasinya kegiatan. Besarnya
wilayah kota dipengaruhi oleh jarak pelayanan bagi penduduknya, sehingga dalam
menerima pelayanan, akan dilayani oleh pusat lainnya sehingga hubungan antar pusat
aktivitas pemanfaatan ruang. Salah satu wujud pendeskripsian wilayah sebagai suatu
dalam wilayah tersebut. Deskripsi interaksi antar komponen wilayah yang paling
umum adalah aliran penduduk antar wilayah atau pusat-pusat konsentrasi wilayah,
jumlah kendaraan baik dalam bentuk tabel maupun peta, merupakan pendekatan yang
paling umum. Menurut UU No. 26/2007 tentan Penataan Ruang, Struktur ruang
adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana
yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
raya,jaringan rel kereta api, dan lain-lain), sarana angkutan (bis, kendaraan roda
barang), jasa, informasi, dan lain-lain), besaran aliran (jumlah kendaraan, jumlah
orang/penumpang, volume barang, nilai barang jasa yang dialirkan, dan lain-lain,
hingga aspek tujuan/maksud dari interaksi yang dituju (tujuan pergi bekerja,
Aspek kedua struktur ruang setelah struktur jaringan prasarana adalah aspek
kapasitas atau hierarki pusat-pusat dan linkage berimplikasi pada kebutuhan sarana
transportasi dipenuhi oleh sektor informal penyedia jasa transportasi seperti ojek
fenomena mekanisme pasar yang sempurna berskala local jumlah ojek (sisi supply)
dan penumpang (sisi demand) berada di dalam keseimbangan yang dinamis sesuai
dengan kompetisi pasar di tingkat local, terlihat nyaris tanpa keterlibatan langsung
pemerintah. Sarana angkutan umum roda empat umumnya merupakan sektor jasa
melalui mekanisme ijin trayek, kebijakan jalur trayek yang diselenggarakan, dan
penetapan tarif angkutan. Sektor swasta yang memiliki ijin trayek menyediakan
yang dicirikan antara lain oleh pola penggunaan lahan melompat (leapfrog), tata guna
lahan terpencar dan tingkat kepadatan rendah (Gilham, 2002). Kerugian yang
diakibatkan oleh pola ruang seperti ini sangat luas, meliputi antara lain konversi lahan
pembangunan infrastruktur yang berlebihan (TCRP, 2002). Hal ini telah mendorong
melakukan identifikasi empiris yang memadai terhadap pola ruang yang dialami.
sering salah kaprah dengan kenyataan tingginya kepadatan kota yang dalam literatur
paradoks ini terlihat seperti pada studi yang dilakukan oleh Newman dan Kenworthy
(1999) terhadap kota-kota di dunia yang pada satu sisi mengkategorikan kota-kota
dengan tingkat kepadatan tinggi seperti Jakarta, Bangkok, Manila sebagai kota yang
kompak dan lebih berlanjut, namun pada sisi lain kota-kota ini menderita kemacetan
lalu-lintas dan tingkat polusi yang jauh lebih parah dibandingkan kota-kota di negara
maju yang memiliki tingkat kepadatan rendah. Studi literature juga menunjukkan
bahwa kota-kota berkembang di Asia Tenggara seperti Jakarta, Manila dan Bangkok
mengalami permasalahan keberlanjutan perkotaan yang sangat serius baik dari aspek
(Kelly, 1999), gangguan terhadap sistem ekologi dan krisis air bersih (Douglass,
kebisingan (Kittiprapas, 2001), polusi air tanah (Kelly, 1999), polusi tanah
(Kittiprapas, 2001), penurunan muka tanah (Douglass, 2005), hujan asam dan
sosioekonomi kota dapat dijelaskan. Hal ini bertolak belakang dengan studi-studi
empiris kota-kota negara maju, di mana penelitian terfokus pada pengujian pola ruang
sustainability). Beberapa studi, seperti yang dilakukan oleh Alpkokin et al. (2008)
kegiatan bisnis di tengah kota, yaitu berupa peralihan dari struktur kota monosentris
menuju polisentris. Hal ini bertolak belakang dengan studi yang dilakukan oleh Kelly
(1999) dan McGee (2008) yang menyarankan bahwa latar belakang historis dan
karakteristik sosioekonomi yang unik telah memberi pengaruh yang kuat terhadap
ruang yang sangat berbeda dengan yang dialami oleh kota-kota di negara maju.
terintegrasi secara ekonomi, yang terdiri dari sebuah kota inti (yang pada banyak
kasus merupakan ibukota negara atau propinsi), wilayah pinggir kota (peri-urban) di
sekeliling kota inti di mana terdapat kota-kota yang lebih kecil, kawasan industri
maupun kota-kota satelit, dan zona paling luar (outer zones) di mana terdapat
pertemuan kegiatan perkotaan dan perdesaan. Pada zona paling luar inilah terdapat
kawasan “desakota” yang dicirikan oleh berbaurnya kegiatan kota dan desa. Paradoks
pada studi Newman dan Kenworthy (1999) seperti disebutkan di atas timbul karena
adanya asumsi bahwa pola urbanisasi kota-kota di Negara maju juga dialami oleh
kota-kota negara berkembang di Asia Tenggara tersebut. Bila sudut pandang mega-
sebagai unit perkotaan yang kompak. Hanya saja, teori mega-urbanisasi ini belum
diteliti secara empiris dalam skala yang detail (Hakim dan Parolin, 2008).
Dalam dua dekade terakhir, kajian-kajian empiris terhadap struktur ruang kota
perkotaan adalah pendekatan cut-off (Giuliano dan Small, 1991) yang menerapkan
analisa eksplorasi data spasial (Exploratory Spatial Data Analysis atau ESDA)
Anselin (1995) dan Ord dan Getis (1995). Kedua statistik, yaitu lokal banyak
digunakan untuk mengidentifikasi struktur ruang kota-kota di dunia seperti studi yang
dilakukan Carrol et al. (2008), Riguelle et al. (2007), Guillain dan Gallo (2006), Sohn
dinamakan dengan berbagai istilah: kota, pusat perdagangan, pusat industri, pusat
istilah itu bersangkut paut dengan asosiasi pikiran kita tentang fungsi apa yang
wilayah belakang (hinterland), daerah pertanian atau daerah perdesaan. Didalam bab
ini akan dijelaskan apa yang mendorong terjadiny konsentrasi tersebut dan bagaimana
bentuk hubungan antara kota dengan daerah belakangnya. Hal ini sangat bermanfaat
dalam mengatur pembangunan kota dan daerah belakangnya yang menjamin suatu
pemukiman atau tempat berbagai kegiatan itu sebagai kota atau bukan. Hal ini karena
warung kopi, tukang pangkas, tukang jahit pakaian, dan lain-lain walaupun dalam
jumlah dan intensitas yang kecil dan biasanya hanya ditujukan untuk melayani
yang menjadi kegiatan basis adalah sektor penghasil barang (pertanian, industri dan
perdagangan dan jasa dapat menjadi basis asalkan kegiatan tersebut mendatangkan
seringkali dibedakan antara program untuk perkotaan dan program untuk perdesaan.
Namun perlu dicatat disini bahwa sektor perdagangan dan jasa diluar yang melayani
dikategorikan sebagai kota atau belum, maka perlu ada kriteria yang jelas untuk
membedakannya. Salah satu kriteria yang umum digunakan adalah jumlah dan
kepadatan penduduk. Bagi kota yang dulunya sudah berstatus kotamadya atau sudah
dikenal luas sebagai kota, maka permasalahannya adalah berapa besar sebetulnya
kota tersebut, misalnya ditinjau dari sudut jumlah penduduk ataupun luas wilayah
menggambarkan besarnya sebuah kota, karena terkadang ada bagian (pinggiran) dari
wilayah administrasi kota tersebut yang belum tepat dikatakan sebagai wilayah kota,
karena belum memenuhi persyaratan sebagai wilayah kota (misalnya masih sebagai
melampaui batas administrasinya, artinya kota itu telah menyatu dengan wilayah
tetangga yang bukan berada pada wilayah administrasi kota tersebut. Didalam
menganalisis fungsi kota ataupun dalam menetapkan orde perkotaan, maka luas dan
penduduk sebaiknya didasarkan atas wilayah kota yang benar-benar telah memiliki
ciri-ciri perkotaan.
kecamatan) adalah apakah konsentrasi itu dapat dikategorikan sebagai kota atau
masih sebagai desa. Jadi perlu menetapkan kriteria apakah suatu lokasi konsentrasi
itu sudah memenuhi syarat untuk dinyatakan sebagai kota atau belum. Biro Pusat
apakah suatu desa/ kelurahan itu dikategorikan sebagai desa atau sebagai kota.
non-pertanian;
pasar, tempat hiburan, kompleks pertokoan, dan fasilitas lain seperti: hotel, bilyar,
diskotik, karaoke, panti pijat dan salon. Masing-masing fasilitas ini diberi skor
ditetapkanlah apakah masuk kategori kota dan dinamakan kelurahan atau masuk
kategori desa. Atas dasar gabungan skor beberapa kelurahan/desa yang berada
dalam salah satu kategori berikut: Perkotaan Besar, Perkotaan Sedang, Perkotaan
Kriteria BPS diatas hanya didasarkan atas kondisi (besaran) phisik dan
tergantung hanya pada satu sektor yang dominan (walaupun itu bukan pertanian),
Selain itu perlu ditambah dengan kriteria bahwa konsentrasi itu berfungsi melayani
wilayah belakangnya. Artinya berbagai fasilitas yang ada di tempat itu seperti tempat
dimanfaatkan oleh penduduk kota itu sendiri, tapi juga melayani masyarakat yang
datang dari luar kota yang sering disebut sebagai wilayah belakangnya.
sampah, air minum, dan lain-lain). Juga ada kriteria bahwa jaringan jalannya sudah
masih perlu dipertegas tentang berapa luas wilayah minimal yang kepadatannya 50
jiwa atau lebih per ha dalam satu kesatuan wilayah yang utuh, artinya tidak terputus-
yang berhak mendapat program P3KT perkotaan), maka Dirjen Cipta Karya Dep.
P.U. menetapkan jumlah penduduk ibukota kabupaten itu minimal 10.000 jiwa.
Tetapi instansi yang sama untuk kondisi yang berbeda menetapkan bahwa ibukota
Pada dasarnya untuk melihat apakah konsentrasi itu sebagai kota atau tidak,
adalah dari seberapa banyak jenis fasilitas perkotaan yang tersedia dan seberapa jauh
kota itu sendiri, melayani masyarakat kota dan daerah pinggirannya (daerah yang
beberapa kabupaten/kota yang lebih kecil lainnya (misalnya Pusat Propinsi) dan
2) Pusat Pelayanan Jasa baik jasa perorangan maupun jasa perusahaan. Jasa
3) Tersedianya Prasarana Perkotaan seperti: Sistim Jalan Kota yang baik, Jaringan
Listrik, Jaringan Telepon, Jaringan Air Minum, Pelayanan Sampah, Sistim Drainase,
5) Pusat Pemerintahan, banyak kota adalah sekaligus lokasi pusat pemerintahan. Kota
karena banyak masyarakat yang perlu datang ke tempat itu dalam rangka urusan
pemerintahan.
6) Pusat Komunikasi dan Pangkalan Transportasi, artinya dari kota tersebut masyarakat
penghubung (mis. telepon, telex, internet, radio, faksimil, dan lain-lain). Bisa
mengirim uang atau berita dengan banyak cara (bank, kantor pos, perusahaan
Udara)
7) Lokasi pemukiman yang tertata, sesuatu lokasi dikatakan kota karena jumlah
penduduknya yang banyak. Penduduk membutuhkan tempat tinggal. Hal ini berarti
kota adalah sekaligus lokasi pemukiman, dan mestinya di kota, pemukiman itu
Makin banyak fasilitas perkotaan yang dimiliki serta makin banyak fungsi
kota generatip, kota parasitip, dan enclave. Kota generatip ialah kota yang
Kota-kota seperti ini membutuhkan bahan makanan, bahan mentah, dan tenaga kerja
pedalaman sehingga kedua belah pihak akan berkembang sejajar. Selain daripada itu
Kota parasitip adalah kota yang tidak banyak berfungsi untuk menolong
wilayah belakangnya dan bahkan bisa mematikan berbagai usaha yang mulai tumbuh
di pedesaan. Kota parasitip ini umumnya adalah kota yang belum banyak
berkembang industrinya dan masih memiliki sifat daerah pertanian tapi juga
dengan apa yang dapat dilakukan orang di pedesaan, misalnya: pembuatan minyak
kelapa secara sederhana, anyaman tikar, pembuatan tempe, tahu, tape, roti sederhana,
kue-kue, dan lainnya. Karena kegiatan yang di kota memiliki pasar yang lebih luas,
maka kegiatan yang di desa menjadi kalah bersaing dan tidak mampu bertahan.
Dengan lumpuhnya kegiatan pasca panen tersebut, maka daerah pedesaan jadi
lebih menderita. Hal ini dapat berakibat bertambahnya pengangguran tidak kentara di
pedesaan dan tidak dapat ditampung oleh perkotaan karena industrinya sendiri belum
berkembang dan belum mampu menembus pasar diluar daerah pengaruhnya yang
sempit selama ini. Jadi selama kota itu belum mampu memasarkan hasil produksinya
keluar dari wilayah pengaruhnya yang sempit (daerah pedalaman sekitarnya), maka
kota itu belum mampu menolong dirinya sendiri untuk berkembang dan dengan
ekspor).
satu bentuk hubungan yang tidak menguntungkan daerah pedalaman, yaitu suatu kota
yang bersifat enclave (tertutup). Hubungan yang tidak menguntungkan ialah apabila
kota itu berkembang tapi tidak mengharapkan input dari daerah sekitarnya melainkan
dari luar. Dalam hal ini kota itu adalah suatu enclave yaitu seakan-akan terpisah
perbedaan taraf hidup, perbedaan tigkat pendidikan yang sangat menyolok dan faktor
lain dapat membuat kurangnya hubungan antara perkotaan dengan daerah pedalaman
di sekitarnya. Kalaupun ada orang pedalaman yang pindah ke kota untuk bekerja di
kota tersebut, maka umumnya yang bisa pindah tersebut adalah putra-putra terbaik di
desa itu. Hal ini membuat daerah pedalaman itu makin ketinggalan dan
pertambangan besar yang ada di pedalaman. Pemukiman itu biasanya ditata seperti
sebuah kota. Untuk menghindari hal ini maka daerah pedalaman perlu lebih didorong
masyarakat di sekitar wilayah kerjanya. Secara umum sering kali agar pertumbuhan
kota dan daerah belakangnya dapat sejajar maka daerah belakang tersebut
akibat perbedaan jumlah, jenis dan kualitas dari fasilitas yang tersedia di kota
tersebut. Atas dasar perbedaan itu maka volume dan keragaman pelayanan yang dapat
diberikan masing-masing jenis fasilitas juga berbeda. Perbedaan fungsi ini umumnya
fungsi ini juga sekaligus menggambarkan perbedaan luas pengaruh atau wilayah
belakang dari kota tersebut. Dengan demikian ada kota yang menjalankan banyak
fungsi sekaligus dengan kualitas pelayanan yang tinggi dan ada kota yang hanya
menjalankan beberapa fungsi saja dengan kualitas yang kurang memadai. Sejalan
dengan itu, ada kota yang wilayah pengaruhnya cukup luas bahkan juga termasuk
kota-kota yang lebih kecil di sekitarnya dan ada kota yang pengaruhnya hanya
Misalnya sebuah kota kecil yang diputuskan pemerintah menjadi ibukota kabupaten,
secara perlahan akan menaikkan hirarki dari kota tersebut, apabila keputusan itu
direspon oleh masyarakat/ pasar. Hirarki perkotaan sangat perlu diperhatikan dalam
perencanaan wilayah karena menyangkut fungsi yang ingin diarahkan untuk masing-
masing kota.
wilayah, kota orde tertinggi diberi ranking-I. Penentuan orde sangat terkait dengan
luas wilayah analisis. Bagi Indonesia, Jakarta adalah kota orde-I. Bagi propinsi
Sumatera Utara, Medan adalah kota orde–I. Bagi sebuah kabupaten kemungkinan
besar ibukota kabupaten itu yang menjadi orde-I, seandainya ibukota itu adalah kota
kota di sesuatu wilayah harus ditetapkan ordenya. Orde itu ditetapkan berdasarkan
kondisi riel di lapangan ataupun karena adanya keinginan untuk merubah orde
sesuatu kota. Orde suatu kota bisa dirubah secara bertahap dengan merencanakan
Pusat Pertumbuhan (Growth Pole) dapat diartikan dengan dua cara yaitu
adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena
kehidupan ekonomi baik kedalam maupun keluar (ke daerah belakangnya). Secara
geographis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas
dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang
menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi disitu dan masyarakat
kemungkinan tidak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut. Tidak semua kota
1. Ada hubungan internal antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai
ekonomi
Peranan dari masing-masing karakteristik itu untuk menjadikan kota itu sebagai
menentukan dinamika sebuah kota. Ada keterkaitan antara satu sektor dengan sektor
lainnya, sehingga bila ada satu sektor yang bertumbuh, akan mendorong
bertumbuhnya sektor lainnya, karena saling terkait. Jadi kehidupan kota menjadi
suatu irama dari berbagai komponen kehidupan kota dan menciptakan synergi untuk
pincang apabila ada sektor yang bertumbuh cepat tetapi sektor lainnya seperti tidak
perantara (transit). Kota perantara adalah apabila kota itu hanya berfungsi
mengumpulkan berbagai bahan dari daerah belakangnya dan menjualnya ke kota lain
yang lebih besar/luar wilayah dan membeli dari kota lain berbagai kebutuhan
ini tidak terdapat banyak pengolahan ataupun kegiatan yang menciptakan nilai
barang masih sedikit. Dengan demikian sedikit sekali terjadi interaksi dengan sektor
lain di kota tersebut. Pertumbuhan sektor perantara ini tidak banyak mendorong
terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu
sektor yang karena permintaan dari luar wilayah, produksinya meningkat; karena ada
keterkaitan membuat banyak sektor lain juga akan meningkat produksinya dan akan
terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi bisa
beberapa kali lipat dibanding dengan kenaikan permintaan dari luar untuk sektor
tersebut (sektor yang pertama meningkat permintaannya). Unsur efek pengganda ini
sangat berperan dalam membuat kota itu mampu memacu pertumbuhan wilayah
kebutuhan kota akan bahan baku/tenaga kerja yang dipasok dari wilayah belakangnya
Orang yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhannya pada
lokasi yang berdekatan. Jadi kebutuhan dapat diperoleh dengan lebih hemat waktu,
tenaga dan biaya. Hal ini membuat kota itu menarik untuk dikunjungi dan karena
Bersifat mendorong wilayah belakangnya: Hal ini berarti antara kota dan
harmonis dengan wilayah belakangnya dan kota itu memiliki tiga karakteristik yang
disebutkan terdahulu, maka otomatis kota itu akan berfungsi untuk mendorong
wilayah belakangnya. Jadi agar sesuatu konsentrasi kegiatan ekonomi dapat dianggap
ekonomi baik ke dalam (diantara berbagai sektor didalam kota) maupun ke luar (ke
wilayah belakangnya).
Ruang Permukiman Berbasis Budaya (Studi Kasus: Desa Puyung – Lombok Tengah).
muncul pada ruang permukiman, dan selanjutnya dapat menunjukkan adanya struktur
ruang. Seting dan cakupan ruang dalam peristiwa ritual pada dasarnya beragam, serta
dan Sarana Permukiman sebagai Motor Pertumbuhan Ekonomi dalam Wilayah Pakal
Benowo. Kecamatan Pakal merupakan kawasan pinggiran kota yang secara umum
pertanian dan tambak. Tujuan studi adalah untuk mengetahui potensi dan kearifan
dilakukan oleh pengembang perumahan informal, tanpa bantuan modal dari institusi
perkotaan. Hasil studi memperlihatkan bahwa rencana tata ruang belum cukup efektif
dokumen rencana tata ruang, dan masih kentalnya ego sektoral (dinas sektoral) dalam
secara spasial melalui unsur prasarananya (sarana transportasi). Aspek kedua struktur
Kabupaten Dairi tertuang dalam RTRW Kabupaten Dairi 2010 – 2030. Dalam
rencana struktur ruang Kabupaten Dairi ditentukan bahwa Kota Sidikalang berfungsi
sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kabupaten Dairi dengan fungsi utama
pendidikan kabupaten, pusat pelayanan kesehatan, dan pusat perdagangan dan jasa
regiona, pusat koleksi dan distribusi barang dan jasa, pusat permukiman perkotaan,
RTRW KABUPATEN
DAIRI
PUSAT-PUSAT SISTEM
KEGIATAN TRANSPORTASI
PENGEMBANGAN
WILAYAH KOTA
SIDIKALANG
ARAHAN PENGEMBANGAN
KOTA SIDIKALANG