Anda di halaman 1dari 28

PANDUAN TRANSFER PASIEN

PANDUAN TRANSFER PASIEN

I. Latar Belakang
Transfer pasien adalah suatu proses yang mungkin akan dijalani oleh setiap
pasien. Prinsip dalam melakukan transfer adalah memastikan keselamatan dan
keamanan pasien saat menjalani transfer. Pelaksanaan transfer pasien dapat
dilakukan intra rumah sakit atau antar rumah sakit.
Transfer pasien dimulai dengan melakukan koordinasi dan komunikasi pra
transportasi pasien, menentukan SDM yang akan mendampingi pasien,
menyiapkan peralatan yang disertakan saat transfer dan monitoring pasien
selama transfer. Transfer pasien hanya boleh dilakukan oleh staf medis dan staf
keperawatan yang kompeten serta petugas profesional lainnya yang sudah
terlatih.

II. Pengertian Transfer


Transfer pasien adalah memindahkan pasien dari satu ruangan ke ruang
perawatan/ ruang tindakan lain didalam rumah sakit (intra rumah sakit) atau
memindahkan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain (antar rumah sakit)

III. Tujuan
Tujuan dari manajemen transfer pasien adalah :
1. Agar proses transfer pasien terlaksana secara benar/ tepat, profesional
dengan dedikasi tinggi.
2. Agar proses transfer/ pemindahan pasien berlangsung dengan aman dan
lancar serta pelaksanaan memperhatikan keselamatan pasien serta
pelaksanaannya memperhatikan keselamatan pasien serta sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan.

IV. Ruang lingkup


Transfer pasien didalam rumah sakit terdiri dari ;
1. Transfer pasien dari IGD ke IRNA, ICU, Kamar Operasi
2. Transfer pasien dari IRJ ke IRNA, ICU, Kamar Operasi
3. Transfer pasien dari IRNA ke ICU, Kamar Operasi
4. Transfer pasien dari ICU ke IRNA, Kamar Operasi
5. Transfer pasien dari kamar Operasi ke IRNA, ICU
6. Transfer dari IGD, IRNA, ICU ke Ruang Radiologi, Endoscopi
7. Transfer pasien antar ruangan rawat inap

Transfer pasien antar rumah sakit terdiri dari :


1. Tranfer pasien antar ruangan rawat di RS
2. Transfer pasien dari RS ke RS lain atau sebaliknya
3. Transfer pasien dari RS ke rumah pasien atau sebaliknya

V. Pengaturan transfer
1. RS memiliki suatu tim transfer yang terdiri dari dokter ICU, DPJP, dokter IGD/
dokter Ruangan, PPJP, perawat yang kompeten dalam merawat pasien kritis
(perawat ICU), petugas medis dan petugas ambulans. Tim ini yang berwenang
untuk memutuskan metode transfer mana yang akan dipilih.
2. Berikut adalah beberapa metode transfer
a. Layanan Antar-Jemput Pasien : merupakan layanan/ jasa umum khusus
untuk pasien RS dengan team transfer dari petugas IGD, dimana tim
tersebut akan mengambil/ menjemput pasien dari rumah/ rumah sakit lain
untuk dibawa ke RS
b. Tim transfer lokal : RS memiliki tim transfernya sendiri dan mengirimkan
sendiri pasiennya ke rumah sakit lain, tetapi bila tim transfer dan fasilitas
transfer di RS sedang tidak siap, maka transfer dilakukan dengan
menggunakan jasa tim transfer dari ambulan gawat darurat 118/119
3. RS mempunyai sistem resusitasi, stabilisasi dan transfer untuk pasien-pasien
dengan sakit berat/ kritis, tanpa terkecuali.
4. Dokter senior/ spesialis (DPJP/ dokter ICU) yang bertanggung jawab dalam
tim transfer pasien harus siap sedia 24 jam untuk mengatur dan mengawasi
seluruh kegiatan transfer pasien sakit berat/ kritis antar rumah sakit antar
rumah sakit.

VI. Keputusan melakukan transfer


1. Lakukan pendekatan yang sistematis dalam proses transfer pasien.
2. Awali dengan pengambilan keputusan untuk melakukan transfer, kemudian
lakukan stabilisasi pre-transfer dan manajemen transfer.
3. Hal ini mencakup tahapan : evaluasi, komunikasi, dokumentasi/ pencatatan,
pemantauan, penatalaksanaan, penyerahan pasien antar ruangan dalam
rumah sakit maupun ke rumah sakit rujukan/ penerima dan kembali ke RS
4. Tahapan yang penting dalam menerapkan proses transfer yang aman :
edukasi dan persiapan.
5. Pengambilan keputusan untuk melakukan transfer harus dipertimbangkan
dengan matang karena transfer berpotensi mengekspos pasien dan personel
rumah sakit akan risiko bahaya tambahan, serta menambah kecemasan
keluarga dan kerabat pasien.
6. Pertimbangkan risiko dan keuntungan dilakukan transfer. Jika risikonya lebih
besar, sebaiknya jangan melakukan transfer.
7. Dalam transfer pasien, diperlukan personel yang terlatih dan kompeten,
peralatan dan kendaraan khusus
8. Pengambil keputusan harus melibatkan DPJP/ dokter senior (biasanya
seorang konsultan) dan dokter ruangan.
9. Dokumentasi pengambilan keputusan harus mencantumkan nama dokter yang
mengambil keputusan (berikut gelar dan biodata detailnya), tanggal dan waktu
diambilnya keputusan, serta alasan yang mendasari.
10. Terdapat 3 alasan untuk melakukan transfer pasien keluar RS, yaitu :
a. Transfer untuk penanganan dan perawatan spesialistik lebih lanjut
i. Hal ini merupakan situasi emergensi dimana sangat diperlukan transfer
yang efisien untuk tatalaksana pasien lebih lanjut, yang tidak dapat
disediakan RS
ii. Pasien harus stabil dan teresusitasi dengan baik sebelum ditransfer.
iii. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien dapat dikategorikan sebagai
tipe transfer “gawat darurat”, (misal ruptur aneurisma aorta, juga dapat
dikategorikan sebagai tipe transfer “gawat”, misalnya pasien dengan
kebutuhan hemodialisa.
b. Transfer antar rumah untuk alasan non-medis (misalnya karena ruangan
penuh, fasilitas kurang mendukung, jumlah petugas rumah sakit tidak
adekuat).
i. Idealnya, pasien sebaiknya tidak ditransfer jika bukan untuk kepentingan
mereka
ii. Terdapat beberapa kondisi dimana permintaan/ kebutuhan akan tempat
tidur/ruang rawat inap melebihi suplai sehingga diputuskan tindakan
untuk mentransfer pasien ke unit/ rumah sakit lain
iii. Pengambilan keputusan haruslah mempertimbangkan aspek etika,
apakah akan mentransfer pasien stabil yang telah berada/ dirawat di unit
intensif rumah sakit atau mentransfer pasien baru yang membutuhkan
perawatan intensif tetapi kondisinya tidak stabil.
iv. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien ini dapat dikategorikan sebagai
transfer “gawat”
c. Repatriasi/ pemulangan kembali
i. Transfer hanya boleh dilakukan jika pasien telah stabil dan kondisinya
dinilai cukup baik untuk menjalani transfer oleh DPJP/ dokter senior/
konsultan yang merawatnya.
ii. Pertimbangan akan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer harus
dipikirkan dengan matang dan dicatat.
iii. Jika telah diputuskan untuk melakukan repatriasi, transfer haruslah
menjadi prioritas di rumah sakit penerima dan biasanya lebih
diutamakan dibandingkan penerimaan pasien elektif ke unit ruang rawat.
Hal ini juga membantu menjaga hubungan baik antar rumah sakit.
iv. Saat menghubungi jasa ambulan pasien ini biasanya dikategorikan
sebagai tipe transfer “elektif”.
11. Saat keputusan transfer telah diambil, dokter yang bertanggung jawab/ dokter
ruangan akan menghubungi unit/ rumah sakit yang dituju.
12. Dalam mentransfer pasien antar rumah sakit, tim transfer RS (DPJP/ PPJP/
dokter ruangan) akan menghubungi rumah sakit yang dituju dan melakukan
diskusi/ kesepakatan dengan unit yang dituju. Jika unit tersebut setuju untuk
menerima pasien rujukan, tim transfer RS harus memastikan tersedianya
peralatan medis yang memadai di rumah sakit yang dituju.
13. Keputusan final untuk melakukan transfer ke luar RS dipegang oleh DPJP/
Konsulen Rumah sakit yang dituju.
14. Beritahukan kepada pasien (jika kondisinya memungkinkan)dan keluarga
mengenai perlunya dilakukan transfer antar rumah sakit, mintalah persetujuan
tindakan transfer.
15. Proses pengaturan transfer ini harus dicatat dalam status rekam medis pasien
yang meliputi : nama, jabatan dan detail kontrak personel yang membuat
kesepakatan baik di rumah sakit yang merujuk dan rumah sakit penerima :
tanggal dan waktu dilakukannya komunikasi antar rumah sakit ; serta saran-
saran/ hasil kesepakatan kedua belah pihak.
16. Personel tim transfer harus mengikuti pelatihan transfer, memiliki kompetensi
yang sesuai, berpengalaman, mempunyai peralatan yang memadai, dapat
bekerjasama dengan jasa pelayanan ambulan, protokol dan panduan rumah
sakit, serta pihak-pihak lain yang terkait, dan juga memastikan proses transfer
berlangsung dengan aman dan lancar tanpa mengganggu pekerjaan lain di
rumah sakit yang merujuk.
17. Pusat layanan ambulan harus diberitahu sesegera mungkin jika keputusan
untuk melakukan transfer telah dibuat, bahkan bila waktu pastinya belum
diputuskan. Hal ini memungkinkan layanan ambulan untuk merencanakan
pengerahan petugas dengan lebih efisien.

VII. Stabilisasi sebelum transfer


1. Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien, transfer
yang aman dapat dilakukan bahkan pada pasien yang sakit berat/ kritis
(extremely ill).
2. Transfer sebaiknya tidak dilakukan bila kondisi pasien belum stabil .
3. Hipovolemia adalah kondisi yang sulit ditoleransi oleh pasien akibat adanya
akselerasi dan deselerasi selama transfer berlangsung, sehingga hipovolemia
harus sepenuhnya dikoreksi sebelum transfer.
4. Unit/ rumah sakit yang dituju untuk transfer harus memastikan bahwa ada
prosedur/ pengaturan transfer pasien yang memadai.
5. Perlu waktu hingga beberapa jam mulai dari setelah pengambilan keputusan
dibuat hingga pasien ditransfer ke unit/ rumah sakit lain (Pada prinsipnya
lakukan sesegera mungkin)
6. Hal yang penting untuk dilakukan sebelum transfer :
a. Amankan patensi jalan nafas.
Beberapa pasien mungkin membutuhkan intubasi atau trakeostomi
dengan pemantauan end-tidal carbondioxide yang adekuat.
b. Pada pasien yang menggunakan ventilator, analisis gas darah harus
dilakukan minimal 15 menit sebelum pasien di transfer.
c. Terdapat jalur/ akses vena yang adekuat minimal 2 kanula perifer atau
sentral
d. Pengukuran tekanan darah invasif yang kontiniu/ terus-menurus
merupakan teknik terbaik untuk memantau tekanan darah pasien selama
proses transfer berlangsung.
e. Jika terdapat pneumotorak, selang drainase dada (Walter-Sealed
Drainage–WSD) harus terpasang dan tidak boleh diklem.
f. Pasang kateter urin dan nasogastric tube (NGT), jika diperlukan.
g. Pemberian terapi/ tatalaksana tidak boleh ditunda saat menunggu
pelaksanaan transfer.
7. Unit/ rumah sakit yang dituju dapat memberikan saran mengenai penanganan
segera/ resusitasi yang perlu dilakukan terhadap pasien pada situasi-situasi
khusus, namun tanggung jawab tetap pada tim transfer.
8. Tim transfer harus familiar dengan peralatan yang ada dan secara
independen menilai kondisi pasien.
9. Seluruh peralatan dan obat-obatan harus di cek ulang oleh petugas transfer.
10. Gunakanlah daftar persiapan transfer pasien (lampiran 1) untuk memastikan
bahwa semua persiapan yang diperlukan telah lengkap dan tidak ada yang
terlewat.
VIII. Pendamping Pasien Selama Transfer
1. Pasien dengan sakit berat/ kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang
tenaga medis.
2. Kebutuhan akan jumlah tenaga medis/ petugas yang mendampingi pasien
bergantung pada kondisi/ situasi klinis dari tiap kasus (tingkat/ derajat
beratnya penyakit/ kondisi pasien)
3. DPJP bertugas untuk membuat keputusan dalam menentukan siapa saja
yang harus mendampingi pasien selama transfer berlangsung.
4. Sebelum melakukan transfer, petugas yang mendampingi harus paham dan
mengerti akan kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan
dengan proses transfer.
5. Kategori pasien-pasien yang tidak memerlukan dampingan dokter ICU/
dokter Anesthesi selama proses transfer antar-rumah sakit berlangsung.
a. Pasien yang dapat mempertahankan patensi jalan napasnya dengan baik
dan tidak membutuhkan bantuan ventilator/ oksigenisasi.
b. Pasien dengan perintah “Do Not Resuscitate” (DNR)
c. Pasien yang ditransfer untuk tindakan manajemen definitif akut dimana
intervensi anestesi tidak akan mempengaruhi hasil.
6. Berikut adalah panduan perlu atau tidaknya dilakukan transfer berdasarkan
tingkat/derajat kebutuhan perawatan pasien kritis (keputusan harus dibuat
oleh dokter ICU/DPJP).
a. Derajat 0 :
Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa di
unit/ rumah sakit yang dituju : biasa tidak perlu didampingi oleh dokter,
perawat, atau paramedis (selama transfer)
b. Derajat 1 :
Pasien dengan risiko perburukan kondisi, atau pasien yang sebelumnya
menjalani perawatan di High Care Unit (HCU) : di mana membutuhkan
perawatan di ruang rawat biasa dengan saran dan dukungan tambahan
dari tim perawatan kritis : dapat didampingi oleh perawat, petugas ambulan
dan atau dokter (selama transfer)
c. Derajat 2 :
Pasien yang membutuhkan observasi/ intervensi lebih ketat, termasuk
penanganan kegagalan satu sistim organ atau perawatan pasca operasi
dan pasien yang sebelumnya dirawat di HCU, harus didampingi oleh
petugas yang kompeten, terlatih dan berpengalaman (biasanya dokter dan
perawat/ paramedis lainnya)
d. Derajat 3 :
Pasien yang membutuhkan pernapasan lanjut (advanced respiratory
support) atau bantuan pernapasan dasar (basic respiratory support)
dengan dukungan/ bantuan pada minimal 2 sistem organ, termasuk pasien-
pasien yang membutuhkan penanganan kegagalan multi-organ : harus
didampingi oleh petugas yang kompeten, terlatih dan berpengalaman
(biasanya dokter Anestesi dan perawat ruang intensif/ IGD atau paramedis
lainnya).
7. Saat dokter ICU/ DPJP di RS tidak dapat menjamin terlaksananya bantuan/
dukungan anestesiologi yang aman selama proses transfer; pengambilan
keputusan haruslah mempertimbangkan prioritas dan risiko terkait transfer.
8. Semua petugas yang tergabung dalam tim transfer untuk pasien dengan
kasus berat/ kritis harus kompeten, terlatih dan berpengalaman.
9. Petugas yang mendampingi harus membawa Perangkat Telekomunikasi /
telepon genggam selama transfer berlangsung yang berisi nomor telepon RS
dan rumah sakit tujuan.
10. Keselamatan adalah parameter yang penting dalam proses transfer pasien.

IX. Kompetensi pendamping pasien dan peralatan yang harus dibawa selama
transfer :
● Kompetensi SDM untuk transfer intra RS
Pasien Petugas Keterampilan yang Peralatan Utama
Pendamping dibutuhkan
(minimal)
Derajat 0 TPK/Petugas Bantuan Hidup dasar
Keamanan
Derajat 0,5 TPK/Petugas Bantuan Hidup dasar
(orang Keamanan
tua/delirium)
Derajat 1 Perawat/petugas ● Bantuan hidup ● Oksigen
yang dasar ● Suction
berpengalaman ● Pelatihan ● Tiang
(sesuai dengan tabung gas infus portabel
kebutuhan pasien) ● Pemberian ● Pompa
obat-obatan infus dengan
● Kenal akan baterai
tanda deteriorasi ● Oksimetri
● Keterampilan denyut
trakeostomi dan
suction
Derajat 2 Perawat dan ● Semua ● Semua
petugas keterampilan diatas, keterampilan
keamanan/TPK ditambah ; diatas, ditambah
● Dua tahun ;
pengalaman ● Monitor
dalamperawatan EKG dan
intensif (oksigenasi, tekanan darah
sungkup pernapasan, ● defibrillato
defibrillator, monitor) r

Derajat 3 Dokter, perawat, Standar kompetensi ● monitor


dan TPK/petugas Dokter harus diatas ICU portabel
keamanan standar minimal yang lengkap
Dokter : ● ventilator
● minimal 6 bulan dan peralatan
pengalaman mengenai transfer yang
perawatan pasien memenuhi
intensif dan bekerja di standar minimal
ICU
● keterampialn
bantuan hidup dasar
dan lanjut
● keterampilan
menangani
permasalahan jalan
napas dan
pernapasan, minimal
level ST 3 atau
sederajat
● harus mengikuti
pelatihan untuk
transfer pasien
dengan sakit
berat/kritis
Perawat :
● minimal 2 tahun
bekerja di ICU
● keterampialan
bantuan hidup dasar
dan lanjut
● harus mengikuti
pelatihan untuk
transfer pasien
dengan sakit berat/
kritis (lengkapnya lihat
lampiran 1)

TRANSFER INTRA-RUMAH SAKIT

1. Standar : pemantauan minimal, pelatihan dan petugas yang berpengalaman ;


diaplikasikan pada transfer intra dan antar rumah sakit.
2. Sebelum transfer, lakukan analisis mengenai resiko yang mungkin terjadi .
3. Pastikan kapasitas cadangan oksigen dan daya batrai yang cukup untuk
mengantisipasi kejadian emergensi, jika menggunakan alat elektronik.
4. Peralatan listrik di unit tujuan harus terpasang ke sumber daya (stop kontak)
dan tersedianya oksigen sentral .
5. Petugas yang mentransfer pasien ke ruang pemeriksaan pasien radiologi
harus paham akan bahaya potensial yang ada.
6. Semua peralatan yang digunakan pada pasien, berada dibawah posisi tidur
pasien (memperhatikan aspek pasien safety).

2. Kompetensi SDM untuk transfer antar rumah sakit

Pasien Petugas Keterampilan yang Peralatan Utama


Pendamping dibutuhkan dan jenis
(minimal) kendaraan
Derajat 0 Petugas Ambulan Bantuan Hidup dasar Kendaraan High
(BHD) Dependency
service
(HDS)/Ambulan
Derajat 0,5 Petugas ambulan Bantuan Hidup dasar Kendaraan
(orang tua/ dan Paramedis HDS/Ambulan
delirium)
Derajat 1 Petugas ambulan ● Bantuan hidup ● Kendaraa
dan Perawat dasar n HDS/Ambulan
● Pemberian ● Oksigen
oksigen ● Suction
● Pemberian ● Tiang
obat-obatan infus portabel
● Kenal akan ● Infus
tanda deteriorasi Pump dengan
● Keterampilan baterai
perawatan ● Oksimetri
trakeostomi dan
suction
Derajat 2 Perawat dan ● Semua ● Ambulan
petugas keterampilan diatas, EMS Mercedes
keamanan/TPK ditambah ; 515
● Penggunaan ● Semua
alat pernapasan peralatan
● Bantuan hidup diatas, ditambah
lanjut ;
● Penggunaan ● Monitor
kantong pernapasan EKG dan
(bag-valve mask) tekanan darah
● Penggunaan ● Defibrillat
defibrillator or bila
● Monitor diperlukan

Derajat 3 Dokter, perawat dan Dokter : ● Ambulan


petugas ambulan ● minimal 6 bulan Lengkap/AGD
pengalaman mengenai 18
perawatan pasien ● monitor
intensif dan bekerja di Icu portabel
ICU yang lengkap
● keterampialn ● ventilator
bantuan hidup dasar dan peralatan
dan lanjut transfer yang
● keterampilan memenuhi
menangani standar minimal
permasalahan jalan
napas dan
pernapasan, minimal
level ST 3 atau
sederajat
● harus mengikuti
pelatihan untuk
transfer pasien
dengan sakit
berat/kritis
Perawat :
● minimal 2 tahun
bekerja di ICU
● keterampialan
bantuan hidup dasar
dan lanjut
● harus mengikuti
pelatihan untuk
transfer pasien
dengan sakit
berat/kritis
(lengkapnya lihat
lampiran 1)
X. PEMANTAUAN OBAT-OBATAN DAN PERALATAN SELAMA TRANSFER
PASIEN KRITIS
1. Pasien dengan kebutuhan perawatan kritis memerlukan pemantauan selama
proses transfer.
2. Standar pelayanan dan pemantauan pasien selama transfer setidaknya harus
sebaik pelayanan di RS / RS tujuan.
3. Peralatan pemantauan harus tersedia dan berfungsi dengan baik sebelum
transfer dilakukan. Standar minimal untuk transfer pasien antara lain ;
a. Kehadiran petugas yang kompeten secara kontinu selama transfer
b. EKG kontinu
c. Pemantauan tekanan darah (non-invasif)
d. Saturasi oksigen (oksemetri denyut)
e. Terpasung jalur intravena
f. Terkadang memerlukan akses ke vena sentral
g. Peralatan untuk memantau cardiac output
h. Pemantauan end-tidal carbon dioxide pada pasien dengan ventilator
i. Mempertahankan dan mengamankan jalan napas
j. Pemantauan temperatur pasien secara terus-menerus (untuk mencegah
terjadinya hipotermia atau hipertermia)
4. Pengukuran tekanan darah non-invasif intermiten, sensitif terhadap gerakan
dan tidak dapat diandalkan pada mobil yang bergerak. Selain itu juga cukup
menghabiskan batrai monitor.
5. Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu (melalui kanula arteri yang
disarankan).
6. Idealnya, semua pasien derajat 3 harus dipantau pengukuran tekanan darah
secara invasif selama transfer (wajib pada pasien dengan cedera otak akut ;
atau pada pasien dengan inotropik)
7. Kateterisasi vena sentral tidak wajib tetapi membantu memantau filling status
status volume pembuluh darah) pasien sebelum transfer. Akses vena sentral
diperlukan dalam pemberian obat inotropik dan vasopressor.
8. Pemantauan tekanan intracranial mungkin pada pada pasien-pasien tertentu.
9. Pada pasien dengan pemasangan ventilator, lakukan pemantauan suplai
oksigen, tekanan pernapasan (airway pressure) dan pemantauan ventilator.
10. Tim transfer yang terlibat harus memastikan ketersediaan obat-obatan yang
diperlukan antara lain : (sebaiknya obat-obatan ini sudah disiapkan didalam
jarum suntik)
a. Obat resusitasi dasar; epinefrin, anti-aritmia
b. Obat sedasi
c. Analgesik
d. Relaksans otot
e. Obat inotropik
11. Hindari pengunaan tiang dengan selang infus yang terlalu banyak agar akses
terhadap pasien tidak terhalang dan stabilitas brankar terjaga dengan baik.
12. Semua infus harus diberikan melalui syringe pumps.
13. Penggunaan tabung oksigen tambahan harus aman dan terpasang dengan
baik.
14. Pertugas transfer harus familiar dengan seluruh peralatan yang ada di
ambulans.
15. Pertahankanlah temperature pasien, lindungi mata dan telinga pasien selama
transfer.
16. Seluruh peralatan harus kokoh, tahan lama dan ringan.
17. Peralatan listrik harus dapat berfungsi dengan menggunakan baterai (saat
tidak disambungkan dengan stop kontak/ listrik).
18. Batrai tambahan harus dibawa (untuk mengantisipasi terjadinya mati listrik
19. Monitor yang portabel harus mempunyai layar yang jernih dan terang dan
dapat memperlihatkan elektrokardiogram (EKG), saturisasi oksigen arteri,
pengukuran tekanan darah (non-invasif, kapnografi dan temperatur)
20. Pengukuran tekanan darah non-invasif pada monitor portabel dapat dengan
cepat menguras baterai dan tidak dapat diandalkan saat terdapat pergerakan
ekternal/ vibrasi (getaran)
21. Alarm dari alat harus terlihat dan terdengar dengan cukup keras.
22. Ventilator mekanik yang portabel harus mempunyai (minimal) ;
a. Alarm yang berbunyi jika terjadi tekanan tinggi atau terlepasnya alat dari
tubuh pasien.
b. Mampu menyediakan tekanan akhir ekspirasi positif (positive and
expiratory pressure) dari berbagai macam konsentrasi oksigen inspirasi
c. Pengukuran rasio inspirasi : ekspirasi, frekuensi, pernapasan per-menit,
dan volume tidal.
d. Mampu menyediakan ventilasi tekanan terkendali (pressure controlled
ventilation) dan pemberian tekanan positif berkelanjutan (continuous positiv
airway pressure)
23. Semua peralatan harus terstandarisasi sehingga terwujudnya suatu proses
transfer yang lancar dan tidak adanya penundaan dalam pemberian terapi/
obat-obatan.
24. Catatlah status pasien, tanda vital, pengukuran pada monitor, tatalaksana
yang diberikan dan informasi klinis lainnya yang terkait. Pencatatan ini harus
dilengkapi selama transfer.
25. Pasien harus dipantau secara terus menerus selama transfer dan dicatat di
lembar pemantauan.
26. Monitor, ventilator dan pompa harus terlihat sepanjang waktu oleh petugas
dan harus dalam posisi aman di level pasien.
27. Peralatan transportasi udara ;
Pasien pada transportasi udara :
a. Diperlukan suatu alat yang dapat membawa pasien yang terfiksasi pada
lantai pesawat terbang.
b. Penyediaan oksigen dan peralatan yang dibutuhkan dalam pesawat
(koordinasi dengan petugas transportasi udara).
c. Tidak boleh menggunakan peralatan yang mengandung merkuri
d. Semua peralatan yang diperlukan untuk mempertahankan jalan napas dan
pemeberian cairan harus tersdia dan mudah diakses.
e. Harus tersedia alat kejut jantung (defibrilator) (koordinasi dengan petugas
transportasi udara), hanya petugas yang ahli dibidangnya yang diizinkan
untuk menggunakan alat ini di pesawat.
f. Penggunaan peralatan lainnya, seperti syringe pumps, harus sesuai
dengan indikasi dan penting untuk diingat bahwa terdapat keterbatasan
area didalam pesawat untuk memastikan alat terpasang dengan aman.
g. Pasien dan peralatan harus dipastikan aman dan terfiksasi menggunakan
sabuk pengaman.
h. Alat yang terpasang pada pasien harus dalam posisi aman dan berada di
sisi kiri pasien.
i. Brankar pasien harus difiksasi dengan kuat di lantai pesawat sebelum
berangkat.
j. Pastikan batrai peralatan terisi penuh dan bawa juga batrai cadangan
karena tidak ada suplai listrik tambahan di pesawat kecuali untuk
“menyelamatkan nyawa” “resusitasi”.
k. Telepon genggam harus di non aktifkan saat pesawat mengudara..

XI. Pemilihan Metode Transfer antar RS untuk Pasien Kritis


1. Pemilihan metode transfer harus mempertimbangkan sejumlah komponen
penting seperti di bawah ini.
a. Derajat urgensi untuk melakukan transfer
b. Kondisi pasien
c. Faktor geografik
d. Kondisi cuaca
e. Arus lalu lintas
f. Ketersediaan/availabilitas
g. Area untuk mendarat di tempat tujuan
h. Jarak tempuh
2. Pilihan kendaraan untuk transfer pasien antara lain :
a. Jasa Ambulan Gawat Darurat
i. Siap sedia dalam 24 jam
ii. Perjalanan darat
iii. Durabilitas : dengan pertimbangan petugas dan peralatan yang
dibutuhkan dan lamanya waktu yang diperlukan.
iv. Kontak ; pusat ambulan ; AGD 118, Ambulan 119
b. Ambulans Udara/ Helicopter (bila perlu)
i. Terbatas untuk siang hari dan bergantung pada kondisi cuaca
ii. Kesesuaian ; terdapat batasan berat beban yang diangkut. Area sempit.
Satu orang pendamping profesional dapat ikut bersama pasien jika
diperlukan. Tidak cocok untuk transfer pasien kritis derajat 2 atau 3.
iii. Durabilitas ; masih berada dalam lingkup
iv. Kontak ; pusat ambulan udara
c. Fixed Wing
i. Sesuai permintaan
ii. Hanya untuk jarak jauh. Beberapa pesawat memiliki kabin yang terbatas
dan mungkin tidak dapat mengakomodasi pasien dan peralatan, terutama
fiksasi eksternal. Ini adalah layanan spesialis dan harus memiliki petugas
medis yang berpengalaman dan komperten.
iii. Durabilitas : tidak ada batasan jarak. Biasanya digunakan untuk transfer
internasional.
iv. Kontak : pusat ambulan udara/ambulan SOS/Angkasa Pura
3. Jika telah ditentukan untuk menggunakan transfer via udara, kondisi apapun
yang mungkin dapat dipengaruhi oleh perubahan tekanan barometric harus
diberitahukan kepada petugas pesawat. Ketinggian terbang dapat dibatasi
sesuai dengan pertimbangan pilot.
4. Kontra indikasi relative untuk transfer via udara adalah pneumoperitoneum
dan adanya udara intrakranial.

XII. Alat transportasi untuk transfer pasien antar rumah sakit.


1. Gunakan mobil ambulan RS / AGD 118. Mobil dilengkapi soket listrik 12 V,
suplai oksigen, monitor dan peralatan lainnya.
2. Sebelum melakukan transfer pastikan kebutuhan-kebutuhan untuk
mentransfer pasien terpenuhi (seperti suplai oksigen, baterai cadangan dll)
3. Standar peralatan di ambulan
a. Suplai oksigen
b. Ventilator
c. Jarum suntik
d. Suction
e. Batrai cadangan
f. Syringe/ infusion pumps (tinggi pompa sebaiknya tidak melebihi posisi
pasien)
g. Alat penghangat ruangan portable (untuk mempertahankan temperatur
pasien)
h. Alat kejut jantung (defibrillator)
4. Tim transfer/ SDM pendamping dapat memberi saran mengenai kecepatan
ambulan yang diperlukan, dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien.
5. Keputusan untuk menggunakan sirine diserahkan kepada supir ambulan.
Tujuannya adalah untuk memfasilitasi transfer yang lancar dan segera
dengan akselerasi dan deselerasi yang minimal.
6. Pendampingan oleh polisi dapat dipertimbangkan pada area yang sangat
padat penduduknya.
7. Petugas harus tetap duduk selama transfer dan menggunakan sabuk
pengaman.
8. Jika terdapat kegawatdaruratan medis dan pasien membutuhkan intervensi
segera, berhentikan ambulan ke tempat yang aman dan lakukan tindakan
yang diperlukan
9. Jika petugas diperlukan untuk turun dari kendaraan/ ambulan, gunakanlah
pakaian yang jelas terlihat oleh pengguna jalan lainnya.
10. Transportasi udara dapat dipertimbangkan jika jarak tempuh jauh, dimana
akses melalui jalan darat sulit dicapai dan dapat mempersingkat waktu
transfer.
i. Tim transfer yang terlibat dalam transportasi udara harus mempunyai
keahlian dan keterampilan tingkat tinggi, pengetahuan mendalam dan
pelatihan yang adekuat (petugas yang tidak mengikuti latihan adekuat tidak
boleh ikut serta dalam tim transfer pasien via udara)
ii. Persyaratan minimal yang diperlukan adalah :
1. Pelatihan keselamatan (safety training)
2. Prosedur evakuasi untuk pesawat terbang
3. Keterampilan komunikasi mengudara dasar (basic on board
communication skill), terutama untuk helikopter.
iii. Pelatihan yang lebih lanjut dalam hal transpotrasi medis via udara yang
diperlukan.
iv. Pelatihan juga sebaiknya meliputi evaluasi stres fisik, fisologi dan psikologis
(yang memegang peranan penting saat mengudara) dan penyediaan
informasi detail mengenai tindakan pencegahan yang diperlukan untuk
memfasiltasi proses transfer yang aman.

XIII. Dokumentasi dan Penyerahan pasien antar rumah sakit.


1. Lakukan pencatatan yang jelas dan lengkap dalam semua tahapan transfer
dan harus mencakup ;
a. Detail kondisi pasien
b. Alasan melakukan transfer
c. Nama konsultan yang merujuk dan menerima rujukan
d. Status klinis pre transfer
e. Detail tanda vital, pemeriksaan fisik dan terapi yang diberikan selama
transfer berlangsung
2. Pencatatan harus terstandarisasi antar-rumah sakit jejaring dan diterapkan
untuk transfer intra dan antar rumah sakit
3. Rekam medis harus berisikan:
a. Resume singkat mengenai kondisi klinis pasien sebelum, selama dan
setelah transfer termasuk kondisi medis yang terkait, faktor lingkungan
dan terapi yang diberikan.
b. Data untuk proses audit. Tim transfer harus mempunyai salinan datanya.
4. Harus ada prosedur untuk menyelidi masalah masalah yang terjadi selama
proses transfer termasuk penundaan transportasi.
5. Tim transfer harus memperoleh informasi yang jelas mengenai lokasi rumah
sakit yang dituju sebelum mentransfer pasien.
6. Saat tiba dirumah sakit tujuan, harus ada proses serah terima pasien antar
tim transfer dengan pihak rumah sakit yang menerima (paramedis dan
perawat) yang akan bertanggung jawab terhadap terhadap perawatan
pasien selanjutnya.
7. Proses serah terima pasien harus mencakup serah terima informasi (baik
secara verbal maupun tertulis ,mengenai riwayat penyakit pasien, tanda
vital, hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi), terapi dan
kondisi klinis selama transfer berlangsung.
8. Hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi dan lainnya harus dideskripsikan
dan diserahkan kepada petugas rumah sakit tujuan.
9. Setelah menyerahkan pasien, tim transfer dibebas tugaskan dari kewajiban
merawat pasien.
10. Perlu penyediaan pakaian, sejumlah peralatan yang dapat dibawa, dan
sejumlah uang untuk memfasilitasi mekanisme perjalana tim transfer .

XIV. Komunikasi dalam transfer pasien antar rumah Sakit


1. Pasien (jika memungkinkan) dan keluarganya harus diberitahu mengenai
alasan transfer dan lokasi rumah sakit tujuan. Berikanlah nomor telepon
rumah sakit tujuan dan jelaskan cara untuk menuju ke rumah sakit tersebut.
2. Pastikan rumah sakit tujuan dapat dan setuju dapat menerima pasien
sebelum dilakukan transfer.
3. Kontak pertama harus dilakukan oleh konsultan/ dokter penanggung jawab
di kedua rumah sakit, utuk mendiskusikan kebutuhan medis pasien.
4. Untuk kontak selanjutnya tunjuklah satu orang lainnya (biasanya perawat
senior). Bertugas sebagai Komunikator Utama sampai transfer dilakukan.
a. Jika selama transfer terjadi pergantian jaga perawat yang ditunjuk,
berikan penjelasan mengenai kondisi pasien yang ditransfer dan lakukan
penyerahan tanggung jawab kepada perawat yang menggantikan.
b. Komunikator utama harus menghubungi pelayanan ambulan, jika ingin
menggunakan jasanya dan harus menjadi kontak satu satunya untuk
diskusi selanjutnya antar rumah sakit dengan layanan ambulan.
c. Harus memberikan informasi terbaru mengenai kebutuhan perawatan
pasien kepada rumah sakit tujuan
5. Tim transfer harus berkomunikasi dengan rumah sakit asal dan tujuan
mengenai penanganan medis yang diperlukan dan memberikan update
perkembangannya.

XV. Audit dan Jaminan mutu.


1. Buatlah catatan yang jelas dan lengkap selama transfer.
2. Dokumentasi ini akan digunakan sebagai acuan data dasar dan sarana
audit.
3. RS bertanggung jawab untuk menjaga berlangsungnya proses pelaporan
insidens.
4. Yang terjadi dalam transfer dengan menggunakan protokol standar RS
5. Data audit akan ditinjau ulang secara teratur oleh RS
LAMPIRAN 1

KOMPETENSI UNTUK TRANSFER PASIEN DENGAN SAKIT BERAT/ KRITIS


DERAJAT 3 INTRA DAN ANTAR RUMAH SAKIT

Semua pasien sakit berat/kritis derajat 3 didampingi oleh 2 orang selama transfer.
Satu orang adalah Dokter, biasanya Spesialis Anestesi yang sudah terlatih dalam
penanganan jalan napas. Satu orang lagi adalah perawat atau dokter umum.
Terdapat standar keterampilan minimal untuk melakukan transfer pasien. Berikut
adalah kompetensi yang diperlukan.

Dokter

Harus memiliki :

1. Minimal 6 bulan pengalaman mengenai perawatan pasien intensif dan bekerja


di ICU
2. Keterampilan hidup dasar dan lanjut
3. Keterampilan menangani permasalahan jalan napas dan pernapasan,
minimal level ST 3 atau sederajat.
4. Harus mengikuti pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit berat/ kritis.
Perawat

Harus memiliki :

1. Minimal 2 tahun bekerja di ICU


2. Keterampilan hidup dasar dan lanjutan
3. Harus mengikuti pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit berat/ kritis
Peralatan

1. Ventilator
Dokter harus :
a. Memiki pengetahuan yang cukup terhadap fungsi dan jenis ventilator yang
digunakan.
b. Mampu mengganti batrai.
c. Mampu mengganti tabung oksigen dan menghitung kebutuhan oksigen
pasien.
Perawat harus :
a. Mampu menganti tabung oksigen
b. Mampu mengganti batrai
2. Pompa
Dokter dan perawat harus ;
a. Mampu mengganti batrai
b. Mampu mengoperasikan jarum suntik/ syringe pumps
c. Mampu mengtur kecepatan infus dan memberikan bolus cairan/ obat
3. Monitor
Dokter dan perawat harus ;
a. Mendeteksi adanya gelombang yang invasive
b. Melakukan pemantauan invasive
c. Mengoperasikan EKG
d. Mengoperasikan kapnografi
e. Mengoperasikan oksimetri denyut
4. Kantong peralalatan medis untuk transfer (transfer bags)
Dokter dan perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai isi
kantong peralatan medis.
5. Troli transfer
Dokter dan perawat harus mengetahui cara mengoperasikan troli dan
mengamankan pasien serta peralatan didalamnya
6. Sistim bidai untuk transfer via udara
Dokter dan perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai
cara mengoperasikan sistim ini.

Pengangkut Pasien

Dokter dan perawat harus dapat mendemontrasikan cara mengangkut pasien


dengan aman.

Komunikasi dan panduan

Dokter dan perawat harus dapat :

1. Mendemonstrasikan cara berkomunikasi dengan rumah sakit tujuan dan


pusat layanan ambulans
2. Membaca dan memahami kebijakan transfer setempat dan nasional
3. Memiliki pengetahuan mengenai struktural kendali dan pemberian perintah
untuk transfer
Transfer

Dokter dan perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup akan risiko yang
dapat terjadi selama melakukan transfer pada pasien dengan sakit berat/ kritis via
menggunakan kendaraan yang bergerak (baik pada transportasi darat dan udara),
dan waspada akan bahaya yang mungkin terjadi kepada petugas dan atau pasien.

Penyerahan pasien

Dokter dan perawat harus mengetahui prosedur serah terima pasien di rumah sakit
tujuan.

Orientasi

Dokter dan perawat telah mengetahui kondisi di dalam kendaraan transportasi yang
akan digunakan (ambulan atau pesawat) sebelum melakukan transfer

Panduan pemantauan minimal

Dokter harus memiliki pengetahuan mengenai panduan pemantauan minimal.


LAMPIRAN 2

PERALATAN TRANSFER MINIMAL ANTAR RUMAH SAKIT

1. Manajemen jalan napas/ oksigenasi (dewasa dan anak)


a. Sitem bag valve dewasa dan anak dengan reservoir oksigen
b. Sungkup dewasa dan anak
c. Penghubung sistem bag valve dengan endotracheal (ETT)/tracheostomy
tube
d. Monitor and tidal carbon dioxide (dewasa dan anak)
e. Laringoskopi Miller
f. Stilet/mandrin ETT (dewasa dan anak)
g. Forceps Magil (dewasa dan anak)
h. Selang ETT (5.0, 5.5, 6.0, 6.5, 7.0, 7.5, 8.0)
i. Pegangan laringoskop (dewasa dan anak)
j. Baterai cadangan dan bola lampu laringoskop
k. Nasoparhyngeal airways (NP A)/Oropharyngeal airways (OPA)
l. Pisau bedah (scalpel)
m. Alat krikotiroidotomi
n. Pelumas /gel
o. Nasal kanul (dewasa dan anak)
2. Lemp perekat
3. Nebulizer
4. Kapas alkohol
5. Brankar (dewawa dan anak)
6. Jarum untuk bond marrow (sum sum tulang belakang) untuk infus pada anak
7. Pengukuran tekanan darah
8. Winged needle
9. Telepon genggam
10. Gel/bantalan elektroda defibrillator
11. Stik gula darah sewaktu (GDS)
12. Moniktor EKG/defibrillator
13. Elektroda EKG
14. Senter dengan batrai cadangan
15. Pompa infus (infusion pumps)
16. Selang infus
17. Three way
18. Kateter intravena
19. Cairan infus (normal saline( NS), ringer laktat ( RL ), dekstrosa 5 %)
20. Spuit
21. Klem kelley
22. Oksimetri denyut
23. Nasogastric tube (NGT)
24. Stetoskop
25. Suction
26. Kassa
27. Tourniquet
28. Gunting
29. Tambahan
a. Alat imobillisasi spinal
b. Ventilator portabel
LAMPIRAN 3

OBAT-OBATAN TRANSFER MINIMAL ANTAR RUMAH SAKIT

(bila diperlukan)

1. Adenosine, 6mg/2ml
2. Albuterol, 2,5mg/2ml
3. Amiodaron, 150mg/3ml
4. Atropine, 1mg/10ml
5. Kalsium klorida, 1g/10ml
6. Catacaine/hurricaine spray
7. Dekstrosa 25%, 10ml
8. Dekstrosa 50%, 50ml
9. Digoksin, 0,5mg/2ml
10. Diltiazem, 25 mg/5ml
11. Difenhidramin, 50mg/1ml
12. Dopamine, 200mg/5ml
13. Epinefrin, 1mg/10ml (1:10.000)
14. Epinefrin, 1mg/1ml
15. Fosfenitoin, 750mg/10ml
16. Furosemide, 100mg/ml
17. Glucagon, 1 mg (vial)
18. Heparin, 1.000 U/1ml
19. Isoproterenol, 1mg/5ml
20. Labetalol, 40 mg/8ml
21. Lidokain, 100mg/10ml
22. Lidokain, 2g/10ml
23. Manitol, 50g/50ml
24. mgSO4, 1g/2ml
25. metilprednisolon, 125mg/2ml
26. metoprolol, 5mg/5ml
27. nalokson, 2mg/2ml
28. nitrogliserin IV, 50mg/10ml
29. nitrogliserin tablet, 0,4mg
30. nitroprusid, 500mg/2ml
31. normal saline NS, 30 ml untuk injeksi
32. fenobarbital, 65mg/ml atau 130mg/ml
33. KCI, 20mEg/10ml
34. Prokainamid, 1000mg/100ml
35. Natrium bikarbonat, 5mEq/10ml
36. Natrium bikarbonat, 50mEg/50ml
37. Akua bidestilata, 30ml untuk injeksi
38. Terbutalin, 1mg/1ml
39. Verapamil, 5 mg/2ml

Obat-obatan berikut ini ditambahkan ke tas emergency segera sebelum transfer


sesuai dengan indikasi pasien :

1. Analgesik narkose (morfin, fentanil)


2. Sedasi/hypnosis (lorazepam, midazolam, propofol, etomidat, ketamin)
3. Agen neuromuscular blocker (suksinilkolin, pankuronium, atrakurium,
rokuronium)
4. Prostaglandin E1
5. Surfaktan paru

Anda mungkin juga menyukai