Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluan

Menurut Rizwi S. Faizer, kitab al-Magha>zi> karya al-Wa>qidi> (w. 207 H) dan Si>rat Rasu>l Allah
karya Ibn Ish}a>q (w. 151 H) (yang diresensi oleh Ibn Hisha>m [w. 213 H] dalam kitab al-Si>rah al-
Nabawiyyah) bisa dikategorikan sebagai karya sastra bergenre hagiografi.1 Hagiografi adalah genre
sastra yang berisikan riwayat hidup atau puji-pujian terhadap orang-orang suci (nabi, santo, atau
pendeta), yang seringkali isinya tidak sesuai dengan fakta dan cenderung berlebih-lebihan. Dua kitab
ini bukan catatan sejarah yang otentik karena ditulis sesuai visi pengarangnya.
al-T{abari> (w. 310 H) juga memiliki sudut pandang tersendiri ketika mengompilasi magnum opus-
nya, Ta>ri>kh al-Rusul wa al-Muluk (Tari>kh al-T{abari>). Meskipun begitu, menurut Fred M.
Donner, ia tetap berusaha menulis annal-nya sesuai dengan master-narrative atau meta-narrative
narasi sejarah Islam.2 Ketika Ibn Ish}a>q dan al-Wa>qidi> dikritik habis-habisan oleh kelompok al-
muh}addithu>n,3 al-T{abari>, sepengetahuan penulis, tidak mengalami hal tersebut. Yang
membedakan al-T{abari> dengan Ibn Ish}a>q dan al-Wa>qidi> adalah “kepatuhan” al-T{abari> yang
lebih terhadap metodologi yang digunakan para muh}addithu>n ketika memperlakukan akhba>r
sejarah. Implikasi dari “kepatuhan” al-T{abari> ini adalah seringkali di dalam narasinya ditemukan
fragmen-fragmen akhba>r sejarah yang “menyimpang”, akhba>r yang nuansanya berbeda dari
akhba>r yang lain.4 Kita sebenarnya juga bisa menemukan akhba>r seperti ini di dalam narasi Ibn
Ish}a>q atau al-Wa>qidi>. Jika benar bahwa dua kitab (al-Magha>zi> dan al-Si>rah al-Nabawiyyah)
ditulis sesuai visi sang penulis (i.e. sebagai sebuah karya hagiografi) kenapa bisa ada akhba>r sejarah
yang menyimpang? Menurut Ella Landau-Tasseron, hal ini disebabkan oleh keterikatan para
sejarawan dengan metodologi kelompok muh}addithu>n.5 Ketika mengkaji sejarah Islam awal,

1
Rizwi S. Faizer, “Muhammad and the Medinan Jews: A Comparison of the Texts of Ibn Isha>q's Kitab Sirat
Rasul Allah with al-Waqidi’s Kitab al-Magh>azi>.” International Journal of Middle East Studies, Vol. 28, No.
4 (Nov., 1996): 463-489. Artikel tersebut adalah ringkasan dari disertasi Rizwi S. Faizer di Institute of Islamic
Studies, Universitas McGill, Canada. Untuk bacaan lebih lanjut silahkan lihat Rizwi S. Faizer (1995) Ibn Isḥâq
and al-Wâqidî Revisited: A Case Study of Muḥammad and the Jews in Biographical Literature. PhD
Dissertation, Institute of Islamic Studies: Mc Gill University, Montreal.
2
Fred M. Donner, Narrative of Islamic Origins: The Beginnings of Islamic Historical Writing (Princeton: The
Darwin Press, Inc., 1999), 127-131.
3
Ibn H{anbal, misalnya, menolak h}adi>th yang diriwayatkan oleh Ibn Ish}a>q karena ia “mengombinasikan
berbagai riwayat menjadi satu dan tidak membedakan perkataan fulan dari fulan.”
.‫إنى رأيته يحدث عن جماعة بالحديث الواحد وال يفصل كالم ذا من كالم ذا‬
Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Tahdhi>b al-Tahdhi>b (India: Mat}ba’at Da>’irat al-Ma’a>rif al-Niz}a>miyyah,
1326 H), juz 9, 43. al-Wa>qidi> juga dikritik para muh}addithu>n karena hal ini. al-Bukha>ri>, Abu> Da>wud,
Ah}mad b. H{anbal, al-Nasa>’i, tidak meriwayatkan satu h}adi>th pun dari al-Wa>qidi>. Satu-satunya kitab di
antara al-Kutub al-Sittah yang memuat h}adi>th dari al-Wa>qidi> adalah Sunan Ibn Ma>jah. Walaupun begitu,
nama al-Wa>qidi> tidak disebut secara eksplisit oleh Ibn Ma>jah, ia hanya mengatakan “h}addathana>
shaykhun lana>.” Menurut al-Dhahabi>, Ibn Ma>jah tidak berani menyebut nama al-Wa>qidi> secara terang-
terangan karena ia dianggap lemah (wahn) oleh para muh}addithu>n. al-Dhahabi>, Siyar A’la>m al-Nubala>’
(Beirut: Mu’assasat al-Risa>lah, 1985), juz 9, 463-464. Satu-satunya “cacat” al-Wa>qidi>, menurut Ah}mad b.
H{anbal, adalah ia mengombinasikan berbagai isna>d dalam satu matn, walaupun adakalanya isna>d ini saling
bertentangan.
.‫ عن جماعة وربما اختلفوا‬،‫ ومجيئه بمتن واحد على سياقة واحدة‬،‫ليس أنكر عليه شيئا إال جمعه األسانيد‬
al-Khat}i>b al-Baghda>di>, Ta>ri>kh Baghda>d (Beirut: Da>r al-Gharb al-Isla>mi>, 2002), juz 4, 20. Lihat
juga Victor Jongjin Bauhng (2012) Early Si>ra Material and the Battle of Badr. MPhil thesis, SOAS (School of
Oriental and African Studies), 33.
4
Sebagai contoh adalah satu fragmen narasi Perang Badr dalam Ta>ri>kh al-T{abari> yang isnad-nya berasal
dari Urwah b. al-Zubayr b. al-‘Awwa>m. Fragmen tersebut berasal dari surat ‘Urwah b. al-Zubayr (w. 94 H/712
M) kepada khalifah ‘Abd al-Malik b. Marwa>n (65-86 H/685-705 M), sebagai jawaban terhadap pertanyaan
khalifah tentang kafilah dagang Abu> Sufya>n yang memicu Perang Badr. Menurut ‘Urwah,
...‫ اليرونها إال غنيمة لهم‬،‫فخرجوا ال يريدون إال أبا سفيان والركب معه‬...
al-T{abari>, Ta>ri>kh al-Rusul wa al-Muluk (Beirut: Da>r al-Tura>th, 1387 H), juz 2, 421.
Narasi ‘Urwah ini nuansanya berbeda dengan akhba>r lain dalam narasi al-T{abari>. Menurut ‘Urwah, tujuan
ekspedisi ini hanya untuk mencegat kafilah dagang Abu> Sufya>n dan mendapatkan harta rampasan perang
(dengan kata lain, tujuan ekspedisi tersebut murni sekuler), sedangkan akhba>r lain yang dikompilasi al-
T{abari> sangat kental nuansa keagamaannya.
akhba>r yang menyimpang ini-lah yang, menurut penulis, harus mendapatkan perhatian lebih dari
peneliti.

Hijrah
Dua sumber di atas menyatakan bahwa penyebab hijrah (baik ke Habashah maupun ke Madinah)
adalah untuk menghindari persekusi dan penganiayaan fisik yang ditimpakan oleh orang-orang
Quraysh terhadap orang-orang Islam. Pernyataan ini, menurut penulis, perlu dikaji ulang. Hanya lima
orang sahabat yang disebutkan oleh Ibn Ish}a>q yang pernah mengalami kekerasan fisik karena
memeluk Islam, yaitu ‘Abdullah b. Mas‘u>d; ‘Amma>r b. Ya>sir, ayahnya Ya>sir dan ibunya
Sumayyah; dan Bila>l b. Raba>h}. Kelimanya adalah orang asing di Makkah. Penyiksaan yang
mereka terima pun berbeda-beda tingkatnya. Respons orang-orang Islam yang lain terhadap
penderitaan lima orang ini juga berbeda-beda.
Wajah ‘Abdullah b. Mas‘u>d dipukul karena membaca Al-Qur’an dengan suara keras di hadapan
orang-orang Quraysh.6 ‘Amma>r dan keluarganya, disiksa di atas pasir panas di bawah terik
matahari.7 Sedangkan Bila>l ditindih dengan batu besar di atas dadanya agar ia meninggalkan Islam. 8
Perbedaan tingkat penyiksaan dipengaruhi oleh status mereka di dalam masyarakat Quraysh.
‘Abdullah b. Mas‘u>d (B. Zuhrah b. Kila>b), Ya>sir dan ‘Amma>r b. Ya>sir (B. Makhzu>m) adalah
h}ali>f. Posisi mereka di dalam klannya masing-masing (hampir) setara dengan anggota asli klan (i.e.
orang Makkah). Karena itulah, mereka (semestinya) terlindungi dari kekerasan fisik yang akan
ditimpakan oleh orang lain. Insiden yang dialami oleh ‘Abdullah b. Mas‘u>d bisa jadi tidak ada
kaitannya dengan posisinya sebagai pemeluk Islam. Sedangkan apa yang dialami oleh Ya>sir dan
‘Amma>r b. Ya>sir, menurut Ella Landau-Tasseron, kemungkinan besar karena mereka dianggap
telah membelot dari B. Makhzu>m.9
Sumayyah dan Bila>l, di lain pihak, adalah budak (mawla>). Mereka tidak ada bedanya dengan
barang-barang keperluan rumah tangga atau hewan ternak yang bisa diperlakukan seenaknya oleh
pemilik mereka. Karena itu pula, ketika Bila>l sedang disiksa, Abu> Bakr bisa membantunya dengan
segera. Sedangkan ketika Nabi Muh}ammad SAW melihat ‘Amma>r dan keluarganya sedang disiksa
ia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengusap kepala dan mendoakan agar api yang membakar
keluarga ‘Amma>r menjadi dingin, mendoakan mereka agar tetap sabar, memberikan kabar gembira
tentang surga yang akan menjadi ganjaran mereka, atau menyuruh ‘Amma>r berbohong agar
terhindar dari penyiksaan Quraysh.10
Selain itu, klaim bahwa penyiksaan keluarga Ya>sir disebabkan oleh perpindahan agama juga
sepenuhnya menyalahi fakta sejarah. Masyarakat Makkah sangat toleran terhadap agama lain. Kita
tidak menemukan di dalam sumber-sumber sejarah Islam, misalnya, narasi berisi gangguan orang-
orang Quraysh terhadap Waraqah b. Nawfal, Zayd b. ‘Amru>, dan ‘Ubaydulla>h b. Jah}sh, orang-
orang Quraysh yang memeluk agama Kristen. Penolakan Quraysh terhadap upaya ‘Uthma>n b. al-
H{uwayrith untuk menjadi “raja” di Makkah juga tidak disebabkan oleh agamanya, tapi lebih karena
orang-orang Quraysh ini tidak menyukai infiltrasi elemen-elemen asing ke dalam kehidupan mereka
(yaitu pengaruh Byzantium).11 Nabi Muh}ammad SAW baru mendapatkan perlawanan dari orang-

5
“...The muh}addithu>n, having failed in their attempt to keep their discipline pure, accepted the encroachment
of the akhbariyyu>n on condition that they abide by the rules of the game.” Ella Landau-Tasseron, “Sayf Ibn.
‘Umar in Medieval and Modern Scholarship”. Der Islam, 67 (1990): 1-26; 7.
6
Ibn Hisha>m, al-Si>rah al-Nabawiyyah li Ibn Hisha>m (Mesir: Shirkah Maktabah wa Mat}ba’ah Mus}t}afa>
al-Ba>bi> al-H{alabi> wa Awla>dihi, 1955), juz 1, 314-315.
7
Ibn Hisha>m, al-Si>rah al-Nabawiyyah li Ibn Hisha>m (Mesir: Shirkah Maktabah wa Mat}ba’ah Mus}t}afa>
al-Ba>bi> al-H{alabi> wa Awla>dihi, 1955), juz 1, 320.
8
Ibn Hisha>m, al-Si>rah al-Nabawiyyah li Ibn Hisha>m (Mesir: Shirkah Maktabah wa Mat}ba’ah Mus}t}afa>
al-Ba>bi> al-H{alabi> wa Awla>dihi, 1955), juz 1, 318.
9
Ella Landau-Tasseron, “The Status of Allies in Pre-Islamic and Early Islamic Arabian Society.” Islamic Law
and Society, Vol. 13, No. 1, Customary Law in North Africa and the Arab East (2006): 6-32; 21.
10
Ibn Sa’d, al-T{abaqa>t al-Kubra> (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1990), juz 3, 188-189.
11
Tentang usaha ‘Uthman> b. al-H{uwayrith untuk menjadi raja di Makkah, lihat Ibn H{abi>b, al-Munammaq
fi> Akhba>r Quraysh (Beirut:‘A<lam al-Kutub, 1985), 154-160.
orang Quraysh ketika ia mulai menyinggung dan menghina dewa-dewa pagan mereka.12 Makkah
adalah bangsa pedagang yang selama bertahun-tahun menjalin interaksi yang intens dengan orang-
orang Yahudi dan Nasrani di Syria, ide bahwa mereka tidak menyukai pemeluk agama monoteis ini
sangat tidak masuk akal. Dan perlu kita ingat pula, ketika Fath} Makkah, dinding Ka’bah bagian
dalam masih dihiasi oleh gambar Bunda Maria yang selama ratusan tahun tidak pernah diusik oleh
orang-orang Quraysh.13
Dengan kata lain, penyiksaan fisik yang disebutkan oleh Ibn Ish}a>q mungkin benar-benar terjadi
tetapi terbatas pada kelompok-kelompok lemah dalam komunitas orang-orang Islam (seperti h}ali>f
dan mawla>). Tapi kenapa yang berhijrah ke Habashah justru adalah orang-orang seperti ‘Uthma>n b.
‘Affa>n dan istrinya Ruqayyah, putri Nabi Muh}ammad SAW, dari B. Umayyah; Abu> H{udhayfah
b. ‘Utbah b. Rabi>’ah dari B. ‘Abd Shams; al-Zubayr b. al-’Awwa>m dari B. Asad; Mus}’ab b.
‘Umayr dari B. ‘Abd al-Da>r; ‘Abd al-Rah}ma>n b. ‘Awf dari B. Zuhrah b. Kila>b; Abu> Salamah
dan istrinya Umm Salamah dari B. Makhzu>m; ‘Uthma>n b. Maz’u>n dari B. Jumuh}; Abu> Sabrah
b. Abi> Ruhm dari B. ‘A<mir b. Lu’ayy; Suhayl b. Bayd}a>’ dari B. al-H{a>rith b. Fihr; dan Ja’far b.
Abi> T{a>lib dan istrinya Asma>’ bt. ‘Umays dari B. Ha>shim.14 Orang-orang ini berasal dari klan-
klan inti Quraysh, mereka juga bukan h}ali>f atau mawla>, dan karenanya dilindungi oleh klan
mereka dari kekerasan fisik yang dilakukan oleh orang-orang Quraysh yang memusuhi Nabi
Muh}ammad SAW dan pengikutnya. Lalu, kenapa pula mereka harus menunggu sampai tahun ke 7 H
(setelah Ghazwah Khaybar) untuk mendatangi Nabi Muh}ammad SAW di Madinah?
W. Montgomery Watt menyebutkan beberapa kemungkinan faktor-faktor yang memotivasi orang-
orang Islam untuk hijrah ke Abyssinia. Kemungkinan yang pertama, untuk menghindari kekerasan
dan penyiksaan yang mereka alami di Makkah. Ini adalah alasan yang dikemukakan Ibn Ish}a>q dan
sumber-sumber Islam. Yang kedua, untuk menjaga keyakinan mereka terhadap Islam. Yang ketiga,
orang-orang Islam hijrah ke Abyssinia untuk berdagang. Yang keempat, sebagai bagian dari taktik
Nabi Muh}ammad SAW untuk meminta bantuan pada Negus Abyssinia. Kemungkinan yang kelima
adalah untuk menjauhkan ‘Uthma>n b. Maz}’u>n dari Nabi Muh}ammad SAW dan Kha>lid b.
Sa’i>d b. al-‘A<s} dari Abu> Bakr.15

Jihad Terhadap Orang-orang Quraysh


Jihad adalah terminologi yang digunakan sumber-sumber sejarah Islam untuk menyebut ekspedisi-
ekspedisi militer (ghazwah dan sariyyah) yang dilancarkan Nabi Muh}ammad SAW terhadap orang-
orang Quraysh. Penggunaan terminologi ini, menurut penulis, tidak sepenuhnya tepat karena
ekspedisi-ekspedisi militer yang dilancarkan Nabi Muh}ammad SAW sama sekali tidak dimotivasi
oleh semangat keagamaan. Ekspedisi-ekspedisi ini dimotivasi oleh tujuan-tujuan ekonomi dan politik.
Tujuan “jihad” ini adalah untuk mengatasi kekurangan materi yang dialami kelompok al-
Muha>jiru>n di Madinah. Dalam perjalanan mereka menuju Madinah kelompok al-Muha>jiru>n
terpaksa harus meninggalkan hampir seluruh harta benda mereka di Makkah. Selama bulan-bulan
pertama yang penuh kesulitan di Madinah kelompok al-Muha>jiru>n menggantungkan hidup mereka
sepenuhnya pada kemurahan hati saudara-saudara seagama baru mereka dari kelompok al-Ans}a>r.
Tapi terus-terusan bergantung pada kemurahan hati kelompok al-Ans}a>r tentu merupakan hal yang
memalukan bagi Nabi Muh}ammad SAW dan kelompok al-Muha>jiru>n. Mereka butuh sumber
keuangan yang lain, sedangkan berdagang maupun bertani tidak bisa dijadikan solusi.
Berdagang sebenarnya adalah solusi yang cukup masuk akal. Sebagai orang-orang Makkah, kelompok
al-Muha>jiru>n adalah pedagang-pedagang par excellence. Tapi ada dua masalah yang menghadang
mereka. Ketiadaan modal, dan fakta bahwa pasar-pasar di Madinah dikuasai oleh orang-orang Yahudi
(khususnya B. Qaynuqa>’) yang dari semula menunjukkan sikap bermusuhan terhadap orang-orang
Islam. Memang ada beberapa cerita tentang para sahabat dari kelompok al-Muha>jiru>n yang

12
Ibn Hisha>m, al-Si>rah al-Nabawiyyah li Ibn Hisha>m (Mesir: Shirkah Maktabah wa Mat}ba’ah
Mus}t}afa> al-Ba>bi> al-H{alabi> wa Awla>dihi, 1955), juz 1, 264.
13
al-Wa>qidi>, al-Magha>zi> (Beirut: Da>r al-A’la>mi>, 1989), juz 2, 834.
14
Untuk daftar lengkap nama-nama orang Islam yang hijrah ke Abyssinia lihat Ibn Hisha>m, al-Si>rah al-
Nabawiyyah li Ibn Hisha>m (Mesir: Shirkah Maktabah wa Mat}ba’ah Mus}t}afa> al-Ba>bi> al-H{alabi> wa
Awla>dihi, 1955), juz I, 322-330.
15
Lihat W. Montgomery Watt, Muhammad at Mecca (Oxford: The Clarendon Press, 1953), 112-117.
melakukan aktifitas dagang di pasar Madinah, seperti ‘Abd al-Rah}ma>n b. ‘Awf. Alih-alih
menerima tawaran Sa’d b. Rabi>’ al-Ans}a>ri> (yang dipersaudarakan Rasulullah SAW dengannya
setelah hijrah) untuk mengambil setengah harta dan salah seorang istrinya, ia justru meminta untuk
ditunjukkan arah menuju pasar. ‘Abd al-Rah}ma>n kemudian kembali dengan membawa sepotong
keju dan sebungkah mentega.16 Tentu saja tidak semua sahabat dari kelompok al-Muha>jiru>n bisa
memperoleh makan malam mereka semudah ‘Abd al-Rah}ma>n b. ‘Awf. Kemungkinan hanya
beberapa orang saja dari kelompok al-Muha>jiru>n yang bisa menggantungkan penghidupan mereka
dari perdagangan.
Bertani juga merupakan pilihan yang tidak masuk akal. Orang-orang Makkah, sebagai masyarakat
pedagang, tentu tidak familiar dengan pertanian. Untuk bertani kelompok al-Muha>jiru>n tentunya
juga butuh tanah untuk diolah (yang sama sekali tidak mereka miliki), hasil pertanian pun
membutuhkan waktu lama untuk dipanen. Mereka butuh sumber keuangan dengan cepat dan
melakukan penjarahan (raidings/ ghazwah) adalah solusi satu-satunya yang bisa dipikirkan Nabi
Muh}ammad SAW dan kelompok al-Muha>jiru>n.
Selama hampir sepuluh tahun di Madinah Nabi Muh}ammad SAW menginisiasi 17 ekspedisi militer
melawan Quraysh Makkah.17 Selain al-H{udaybiyyah dan Fath} Makkah, hampir semua ekspedisi-
ekspedisi militer ini ditujukan untuk mengintersepsi kafilah dagang Quraysh yang kembali dari al-
Sha>m.18 Ekspedisi militer yang pertama kali dikirim Nabi Muh}ammad SAW keluar Madinah untuk
mengintersepsi kafilah dagang Quraysh yang kembali dari al-Sha>m adalah ekspedisi yang dipimpin
oleh H{amzah b. ‘Abd al-Mut}t}alib ke Sayf al-Bah}ri. Ekspedisi ini terjadi pada permulaan
Ramad}a>n, 6 bulan setelah hijrah. Ekspedisi yang kedua, ke Ra>bigh, yang dipimpin oleh Ubaydah
b. al-H{a>rith, terjadi sebulan setelahnya, pada Syawwa>l 1 H. Ekspedisi selanjutnya, yang dipimpin
oleh Sa’d b. Abi> Waqqa>s} ke Kharra>r, terjadi pada bulan Dhu> al-Qa’dah 1 H. Tiga ekspedisi
tersebut tidak berhasil menjarah kafilah dagang yang dituju.
Di bulan Safar tahun 2 H, barulah Nabi Muh}ammad SAW sendiri yang memimpin ekspedisi militer
orang-orang Islam ke al-Abwa>’. Objektif ekspedisi ini tetaplah mengintersepsi kafilah dagang
Quraysh tapi pasukan muslim tidak menemukan satu kafilah dagang pun. Ekspedisi selanjutnya yang
dipimpin Nabi Muh}ammad SAW, yaitu ke Buwa>t}, untuk mencegat kafilah dagang Quraysh yang
dipimpin Umayyah b. Khalaf juga tidak menemui hasil. Ekspedisi selanjutnya untuk mencegat kafilah
dagang Quraysh adalah ekspedisi Dhu al-‘Ashi>rah (‘Ushayrah). Berbeda dengan ekspedisi-ekspedisi
sebelumnya yang menyasar kafilah dagang Quraysh yang kembali dari al-Sha>m, ekspedisi ini
menyasar kafilah yang akan berangkat menuju al-Sha>m. Kafilah ini dikabarkan membawa harta
benda semua orang-orang Quraysh. Tapi lagi-lagi ekspedisi ini berakhir dengan kegagalan. Ekspedisi
selanjutnya yang menyasar kafilah dagang Quraysh adalah Sariyyah al-Qaradah yang dipimpin oleh
Zayd b. H{a>rithah pada Juma>da> al-Akhi>r 3 H. Ekspedisi terakhir yang menyasar kafilah dagang
Quraysh adalah Sariyyah al-‘I<s} yang juga dipimpin oleh Zayd b. H{a>rithah. Sariyyah ini terjadi
sekembalinya Nabi Muh}ammad SAW dari Ghazwah al-Gha>bah, Juma>da> al-U<la> tahun 6 H.
Sariyyah al-‘I<s} adalah ekspedisi terakhir yang ditujukan untuk menjarah kafilah dagang Quraysh.
Di antara ekspedisi al-Qaradah dengan al-‘I<s} ada rentang waktu selama hampir 3 tahun. Rentang
waktu sepanjang ini antara satu ekspedisi dengan ekspedisi lain terasa agak aneh jika kita bandingkan
dengan rentang waktu antara berbagai ekspedisi terhadap Quraysh sebelum al-Qaradah. Sayf al-
Bah}ri>, sebagai ekspedisi pertama terhadap orang-orang Quraysh, terjadi pada Ramadhan 1 H
(sekitar 6 bulan setelah Hijrah). Ekspedisi selanjutnya, ke Ra>bigh, hanya berselang waktu sebulan,
Shawwal 1 H. Sebulan setelah itu, Dhu> al-Qa’dah 1 H, Nabi Muh}ammad SAW mengirim Sa’d b.
Abi> Waqqa>s} ke Kharra>r. Ghazwah pertama yang dipimpin Nabi Muh}ammad SAW, Ghazwah
al-Abwa>’, berjarak 3 bulan setelah Kharra>r, tepatnya pada bulan Safar 2 H (tepat setahun setelah
Hijrah). Bulan berikutnya, Rabi>’ al-Awwal 2 H, Nabi Muh}ammad SAW sekali lagi memimpin
ekspedisi militer untuk mencegat kafilah dagang Quraysh ke Buwa>t. Dhu> al-‘Ashi>rah (‘Ushayrah)
terjadi 3 bulan setelah Buwa>t, Juma>da> al-Akhi>rah 2 H. Bulan selanjutnya, Rajab 2 H, adalah
waktu terjadinya ekspedisi terkenal ‘Abdulla>h b. Jah}sh ke Nakhlah. Ekspedisi pemicu Perang Badr

16
Ibn Sa’d, Al-T{abaqa>t al-Kubra> (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1990), juz 3, 93.
17
W. Montgomery Watt, Muhammad at Medina (Oxford: The Clarendon Press, 1956), 339-343.
18
Dalam Perang Uh}ud dan Khandaq, Kaum Beriman berada dalam keadaan defensif.
sendiri terjadi pada Ramad}a>n 2 H, 2 bulan setelah Nakhlah. Ekspedisi al-Qaradah terjadi 6 bulan
setelah Perang Badr, bulan Juma>da> al-Akhi>rah 3 H.19
Seperti yang bisa kita lihat di atas, rentang waktu terpanjang antara satu ekspedisi dengan ekspedisi
yang lain adalah antara Badr dengan al-Qaradah, sekitar 6 bulan. Sedangkan dari al-Qaradah ke al-
‘I<s,} rentang waktunya mencapai 3 tahun. Bagaimana kita menjelaskan keanehan ini? Hanya ada
satu penjelasan yang masuk akal menurut penulis. Nabi Muh}ammad SAW sudah mulai
meninggalkan kebijakan menjarah kafilah-kafilah dagang milik Quraysh. Penjarahan-penjarahan ini,
selain berbahaya, sudah tidak perlu lagi dilakukan. Pengusiran Yahudi B. Qaynuqa>’ dan B. al-
Nad}i>r memungkinkan orang-orang Islam untuk mendirikan pasar baru di Madinah, yang selama ini
dimonopoli oleh orang-orang Yahudi. Tanah yang disita dari B. al-Nad}i>r dan B. Qurayz}ah juga
membuat orang-orang Muha>jiru>n tidak lagi terlalu bergantung kepada orang-orang Ans}a>r.
Ekspedisi al-‘’I<s} pada Juma>da> al-U<la> 6 H ini terjadi bertepatan dengan musim kemarau parah
yang melanda Arabia ketika itu.20 Kafilah dagang Quraysh yang kembali dari al-Sha>m, yang dicegat
Zayd b. H{a>rithah, kemungkinan besar membawa bahan makanan untuk penduduk Makkah. Asumsi
ini mungkin bisa memberi titik terang kenapa al-Wa>qidi> tidak memberikan penjelasan yang detil
mengenai harta rampasan yang didapatkan Orang-orang Islam. Jika asumsi penulis dalam paragraf
sebelumnya bisa diterima, yaitu Nabi Muh}ammad SAW sudah sejak beberapa tahun yang lalu
meninggalkan kebijakan menjarah kafilah dagang Quraysh, kenapa ia tiba-tiba memutuskan untuk
melakukan penjarahan terhadap kafilah dagang Quraysh lagi? Ada dua penjelasan yang akan penulis
ajukan. Penjelasan yang pertama, Nabi Muh}ammad SAW menangkap kafilah yang membawa bahan
makanan tersebut untuk meringankan kesulitan yang dialami penduduk Madinah (karena musim
kemarau). Tapi mengingat betapa mudahnya ia memutuskan untuk mengembalikan harta rampasan
tersebut kepada penduduk Makkah,21 maka penjelasan pertama ini tidak terlalu meyakinkan.
Penjelasan yang kedua, keputusan Nabi Muh}ammad SAW untuk mencegat kafilah ini (dan
karenanya, memboikot suplai bahan makanan untuk orang-orang Quraysh) mengindikasikan bahwa ia
sudah mulai memikirkan untuk menaklukkan Makkah. Kegagalan pasukan Ah}za>b untuk
menghancurkan orang-orang Islam dalam Perang Khandaq setahun sebelumnya menandakan bahwa
kekuatan Makkah sudah semakin menurun. Tahun 6 H, menurut Donner, juga ditandai oleh upaya
Nabi Muhammad SAW untuk mengonsolidasikan pengaruhnya terhadap kabilah-kabilah yang berada
di sepanjang jalur perdagangan yang dilewati oleh orang-orang Quraysh.22 Sepanjang tahun 6 H,
ekspedisi-ekspedisi militer yang dikirim ke luar Madinah memang hanya ditujukan pada kabilah-
kabilah Badui, seperti Sulaym, Ghat}afa>n, Asad dan Tha’labah, dan sentra-sentra agrikultural di
Arabia yang selama ini memasok bahan makanan untuk Makkah seperti Khayba>r dan Fadak. Satu-
satunya pengecualian adalah ekspedisi al-‘I<s}. Di akhir tahun 6 H ini kita juga menyaksikan
terjadinya perjanjian al-H{udaybiyyah. Keberhasilan Nabi Muh}ammad SAW untuk duduk semeja
dan berdiri sejajar dengan pembesar-pembesar Quraysh menandakan bahwa penaklukan Makkah
hanya tinggal menunggu waktu.

19
Lihat W. Montgomery Watt, Muhammad at Medina (Oxford: The Clarendon Press, 1956), 339-343; J. M. B.
Jones, “The Chronology of the “Magha>zi>”-- A Textual Survey.” Bulletin of the School of Oriental and
African Studies, University of London, Vol. 19, No. 2 (1957): 245-280.
20
M. J. Kister, “O God, Tighten Thy Grip on Mud}ar... Some Socio-Economic and Religious Aspects of an
Early H{adi>th.” Journal of the Economic and Social History of the Orient, Vol. 24, No. 3 (Oct., 1981): 242-
273; 260.
21
al-Wa>qidi>, al-Magha>zi> (Beirut: Da>r al-A’la>mi>, 1989), juz 2, 553-554.
22
Lihat Fred M. Donner, “Mecca's Food Supplies and Muhammad's Boycott.” Journal of the Economic and
Social History of the Orient, Vol. 20, No. 3 (Oct., 1977): 249-266; 265. Lihat juga Uri Rubin, “Muh}ammad’s
Curse of Mud}ar and the Blockade of Mecca.” Journal of the Economic and Social History of the Orient, Vol.
31, No. 3 (1988): 249-264.

Anda mungkin juga menyukai