Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Maret 2019


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KERATITIS

OLEH :

ANANDA WULANDARI
10542 0359 12

PEMBIMBING :

Dr. Purnamanita Syawal, Sp. M, MARS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
PENDAHULUAN

Kornea merupakan jaringan transparan yang berfungsi sebagai membrane

pelindung dan bagian mata yang dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat

tembus cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular, dan

deturgenses. Epitel yang terdapatpada kornea ini adalah sawar yang efisien terhadap

masuknya mikroorganisme ke dalam kornea.Infiltrasi sel radang pada kornea dapat

menyebabkan keratitis

Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea akibat

terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi

keruh. Akibat terjadinya kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam penglihatan

akan menurun. Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi pembuluh darah

perikorneal yang dalam atau injeksi siliar. Keratitis dapat diakibatkan oleh beberapa

faktor seperti infeksi, mata yang kering, alergi, konjungtivitis kronis dan penggunaan

lensa kontak yang berlebihan dan kurang baik.

Insidensi tahunan dari keratitis di negara maju telah meningkat


karenaangka penggunaan lensa kontak yang tinggi yaitu 2 sampai 11 per 100.000
orangper tahun. Di Amerika Serikat frekuensi keratitis sebesar 5% diantara
seluruh kasus kelainan mata.4 Insidensi dari keratitis di negara berkembang lebih
tinggi dibandingkan di negara maju berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000 orang
tiap tahun. Di Indonesia Insidensi keratitis dan ulkus kornea pada tahun 1993
adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan
perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis.

Beberapa faktor resiko dapat mendasari terjadinya keratitis salah satunya


adalah pekerjaan.Pekerjaan diluar maupun didalam ruangan dapat mendasari
terjadinya keratitis namun para pekerja yang berhubungan langsung dengan dunia
luar lebih berisiko mengalami keratitis, hal ini disebabkan karena lebih rentan
mengalami kecelakaan kerja. Kemudian orang yang bekerja di daerah perkebunan
atau pertanian memiliki resiko lebih besar terkena keratitis jamur, hal ini
disebabkan karena jamur banyak terdapat di tanah dan tumbuh tumbuhan. Paparan
dengan sinar Ultraviolet yang berlebihan juga dapat menyebabkan mata menjadi
kering sehingga meningkatkan terjadinnya iritasi dan infeksi pada kornea
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.RD
Janis Kelamin : Perempuan
Umur : 39 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia
Pekerjaan : Petani
Alamat : Panujuang
No. Register : 527585
Tanggal Pemeriksaan : 12 Maret 2019
Rumah Sakit : RSUD. Syech yusuf
Pemeriksa : dr.(YR),Sp.M

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Mata kanan mengganjal.
Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Syech Yusuf dengan keluhan merasa ada

yang mengganjal pada mata kanan yang telah dialami sejak ± 1 minggu yang lalu

yang lalu. Awalnya pasien mengaku mata kanan terasa gatal dan berwarna merah ,

nyeri , disertai seperti ada pasir yang mengganjal. Pasien mengaku sering

menggosok mata karena rasa mengganjal . Gejala lain seperti , air mata berlebih

(+), kotoran mata berlebih (-), rasa gatal (-), rasa silau (+),Riwayat penggunaan

kacamata (-).
Riwayat Penyakit Terdahulu :
- Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya (-).
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat alergi (-)
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga dan sosial


Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada keluarga pasien.
C. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
1. Pemeriksaan Inspeksi

OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Silia Normal, sekret (-) Normal, sekret (-)
Apparatus lakrimasi (+) lakrimasi (+)
Lakrimalis
Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Bola mata Normal Normal


Kornea Tampak infiltrate berbentuk Jernih
bulat, ukuran ±2mm.
Bilik Mata Normal Normal
Depan
Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat, Sentral Bulat, Sentral
Lensa Keruh Keruh
Mekanisme Ke segala arah Ke segala arah
muscular

2. Pemeriksaan Palpasi

Palpasi OD OS
Tensi Okuler Tn Tn
Nyeri tekan (-) (-)
Massa tumor (-) (-)
Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
3. Tonometri
Tidak dilakukan Pemeriksaan
4. Visus
VOD - 20/ 50 → tidak di koreksi
VOS - 20/ 30 → tidak dikoreksi
5. Pemeriksaan Slit Lamp
a. SLOD : konjungtiva hiperemis (+), tampak infiltrate pada kornea
berbentuk bulat ukuran ±2mm, BMD kesan normal, iris coklat, kripte
(+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.
b. SLOS : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal,
Iris coklat, kripte (+), pupil bulat sentral RC (+), lensa jernih .

6. Pemeriksaan Funduskopi
FOD : tidak dilakukan pemeriksaan
FOS : tidak dilakukan pemeriksaan

RESUME

Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Syech Yusuf dengan keluhan

merasa ada yang mengganjal pada mata kanan yang telah dialami sejak ± 1

minggu yang lalu yang lalu. Awalnya pasien mengaku mata kanan terasa gatal dan

berwarna merah disertai seperti ada pasir yang mengganjal. Gejala lain seperti

rasa hiperlakrimasi (+), secret berlebih (-), rasa gatal (+), fotofobia (+). Riwayat

penggunaan kacamata (-).

Pada pemeriksaan oftalmologi (visus ) VOD 20/50 dan VOS 20/30. Pada

pemeriksan slit lamp pada ocululus dextra didapatkan Konjungtiva hiperemis,


kornea terdapat infiltrate berbentuk bulat ukuran ±2mm , BMD sedang, Iris coklat

dengan kripe (+), pupil bulat letak sentral, dan lensa jernih.

Diagnosis Kerja
OD Keratitis

Diagnosis Banding
Konjungtivitis
Uveitis anterior

Terapi

Medikamentosa :
Levocin 6 x 1 tetes
Asam Mefenamat 3x1
Dexametason 3x1
Prognosis
- Qua ad vitam : Bonam.
- Qua ad sanationam : Dubia.
- Qua ad Functionam : Dubia .
- Qua ad cosmeticam : Dubia.
Diskusi
Berdasarkan anamnesis keluhan utama berupa adanya penglihatan kabur
pada mata kiri dirasakan ± 1 bulan terakhir, baik itu saat melihat jauh maupun
dekat. Pasien juga mengeluhkan adanya selaput putih pada mata kiri dan kanan
yang awalnya tumbuh pada bagian pinggir mata, lama kelamaan melebar sampai
kebagian mata hitam. Pasien juga merasa seperti ada benda asing yang
mengganjal pada matanya. Hal ini dapat dikarenakan karena adanya poliferasi
jaringan subkonjungtiva berupa granulasi fibrovaskular pada konjungtiva bulbar
yang berkembang menuju kornea sehingga menutupi permukaannya. Akibatnya
akan menutupi zona optic kornea dan mempengaruhi kurvatur korna sehingga
menimbulkan gangguan refraksi. Berdasarkan faktor risiko, pasien ini memiliki
faktor risiko yang mendukung terjadinya pterygium yaitu sering terpapar sinar
matahari dan debu dikarenakan pekerjaan pasien juga adalah seorang petani.
Pemeriksaan oftalmologi pada inspeksi OD didapatkan inspeksi tampak
selaput berbentuk segitiga dibagian nasal dengan apex melewati limbus dan belum
mencapai pupil. Pada OS didapatkan tampak selaput berbentuk segitiga dibagian
nasal dengan apex melewati limbus dan mencapai pupil. Pada pemeriksaan
palpasi tidak ditemukan kelainan. Pada Pemeriksaan visus VOD 2/70 dan VOS
2/100 yang tidak dikoreksi. Berdasarkan hasil anamnesis dan hasil pemeriksaan
oftalmologi menunjukkan suatu pterygium pada mata kanan dan kiri.
Pertumbuhan pterygium yang sudah melewati limbus namun belum mencapai
pupil pada pasien ini diklasifikasin sebagai pterygium stadium III yaitu pada mata
kanan. Sedangkan pertumbuhan pterygium yang sudah melewati limbus dan
sudah mencapai setangah pupil pada pasien ini diklasifikasin sebagai pterygium
stadium IV yaitu pada mata kiri.
Sinar ultraviolet terutam sinar UVB merupakan pencetus terjadinya
pterigium, selain itu kekeringan okular dan polusi lingkungan dapat berperan serta
dalam progresivitas pterigium dan rekurensinya.
Lesi biasanya terdapat di sisi nasal konjungtiva bulbi. Gejala subjektif
dapat berupa rasa perih, terganjal, sensasi benda asing, silau, mata berair,
gangguan visus, sampai masalah kosmetik.
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik untuk pterigium.
Tujuan pengobatan medikamentosa adalah untuk mengurangi peradangan dapat
diberikan steroid topical. Tindakan pembedahan pada pterigium adalah suatu
tindakan definitif untuk mengangkat jaringan pterygium dengan berbagai teknik
operasi.
Untuk terapi pasien ini diberikan C- lyters untuk mata kanan dan kiri dan
direncanakan untuk operasi eksisi pterigium ODS. Diharapkan agar pasien
sedapat mungkin mengindari faktor pencetus timbulnya pterigium seperti
sinar matahari, angin dan debu serta rajin merawat dan menjaga kebersihan
kedua mata. Oleh sebab itu, dianjurkan untuk selalu memakai kacamata
pelindung atau topi pelindung bila keluar rumah.
Hasil pemeriksaan fisik pada kedua mata pasien, terdapat tajam
penglihatan VOD : 20/70 dan VOS : 20/100 dan tidak dikoreksi karena
direncanakan koreksi visus setelah dilakukannya tindakan operasi pterigium
untuk menyingkirkan penyebab lain dari penurunan penglihatan yang di
akibatkan dari adanya pterigium karena pterigium juga dapat menyebabkan
gangguan refraksi seperti astigmatisme, dengan hasil visus tersebut dan umur
pasien yang sudah lanjut maka di diagnosa dengan gangguan akomodasi
presbyopia ametrop. Dikatakan ametrop merupakan diagnosa sementara sebelum
di lakukannya koreksi visus karena pasien mengeluh penglihatan kabur jarak
dekat maupun jauh sedangkan presbiop merupakan gangguan akomodasi yang
berhubungan dengan usia tua yang tidak dapat dihindari seiring bertambahnya
usia.
Inspeksi langsung pada mata, mata terlihat tenang. Pemeriksaan pada
mata selanjutnya memberikan gambaran selaput pada bagian kornea, ini
menandakan gejala penglihatan kabur yang mungkin disebabkan oleh
terganggunya fungsi kornea sebagai media refraksi. Kemudian lebih dalam lagi
melihat opasitas pada lensa, terlihat lensa keruh sebagian yang menandakan
bahwa adanya katarak senile immatur yang berhubungan dengan proses
degeneratif dan juga dapat menyebabkan gangguan penglihatan.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang kemudian mengarahkan
diagnosis kerja pada OD.pterigium grade III + presbiob ametrop + katarak
immature dan OS Pterigium grade IV + presbiob ametrop + katarak immatur.
Diagnosa kerja yang utama ialah pterigium karena penderita lebih mengeluhkan
adanya gangguan penglihatan kabur pada mata kiri serta adanya selaput pada
kedua matanya semakin meluas. Maka penatalaksanaan dilakukan sesuai dengan
gejala yang pasien sangat keluhkan ialah adanya penurunan ketajaman
penglihatan dan adanya pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada daerah
subkonjugtiva, sementara untuk mengetahui penyebab gangguan penglihatannya
baru diketahui setelah eksisi pterigium, yang dimana kita ketahui bahwa indikasi
dilakukannya operasi pterigium ialah mengganggu visus, mengganggu pergerakan
bola mata, berkembang progresif, mendahului suatu operasi intraokuler dan
kosmetik.
BAB III
PEMBAHASAN

I. DEFINISI

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan
jendela yang di lalui oleh berkas cahaya saat menuju ke retina. Kornea ini
disisipkan kedalam sklera pada limbus. Kornea mempunyai enam lapisan yang
berbeda-beda yaitu lapisan epitel, lapisan bowman, stroma, dua’s layer, membran
descement dan lapisan endotel. Lapisan epitel pada kornea merupakan sawar yang
efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Namun sekali
kornea ini cedera,stroma yang avaskuler dan lapisan bowman mudah terinfeksi
berbagai macam organisme, seperti bakteri, amoeba dan jamur.(1,2)

Radang kornea ( Keratitis ) biasanya diklasifikasikan dalam lapis kornea yang


terkena yaitu seperti keratitis superficial, dan intertisial atau profunda. Keratitis
dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat,
reaksi alergi terhadap pengobatan topical yang di berikan dan reaksi terhadap
konjungtivitis menahun.keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa silau
dan merasa kelilipan. Keratitis pungtata memberikan gambaran seperti infiltrat
halus pada permukaan kornea.(3)

II. ETIOLOGI

Keratitis pungtata merupakan keratitis yang terkumpul didaerah bowman


dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata disebabkan oleh
hal-hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum kontangiosum, akne
rosasea, herpes zooster, herpes simpleks, blefaritis, keratitis neuroparalitik, infeksi
virus, dry eyes, trauma radiasi, lagoftalmus, dan keracunan obat. Keratitis
pungtata sangat sering ditemukan mengingat etiologi dari penyakit ini berasal dari
berbagai faktor eksogen seperti benda asing pada bagian dalam palpebra, lensa
kontak, asap dan lain-lain.(4)

Keratitis pungtata superfisial sangat sering ditemukan mengingat


etiologi dari penyakit ini berasal dari berbagai faktor eksogen seperti benda
asing pada bagian dalam palpebra, lensa kontak, asap, dan lain-lain. Penyakit
ini pun dapat berupa gejala sekunder dari keratitis jenis lain. Keratitis
pungtata superfisialis ini pun dapat disebabkan oleh faktor endogen yaitu
Thygeson disease.(5)

Beberapa penyebab keratitis pungtata superfisial: (6)

1. Infeksi virus merupakan penyebab utama. Virus yang sering menginvasi


ialah herpes zoster, adenovirus, epidemic keratoconjunctivitis, pharyngo-
conjunctival fever dan herpes simpleks.
2. Infeksi chlamydia termasuk di dalamnya trachoma dan konjungtivitis
inklusi.
3. Lesi toksik dapat berasal dari toksin staphylococcal yang berhubungan
dengan blepharokonjungtivitis.
4. Lesi tropik seperti keratitis exposure keratitis danneuroparalytic keratitis.
5. Lesi alergik seperti vernal keratokonjungtivitis.
6. Lesi iritasi merupakan efek dari beberapa obat seperti idoxuridine.
7. Gangguan kulit dan membran mukosa seperti acne rosacea dan
pemphigoid.
8. Dry eye syndrome sepertikeratoconjunctivitis sicca
9. Penyakit idiopatik sepertiThygeson superficial punctate keratitis and
Theodore's superior limbic keratoconjunctivitis.
10. Photo-ophthalmitis.
III. ANATOMI

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bola mata
dibagian depan (Kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat 2 bentukkelengkungan yang berbeda.(4)
Bola mata dibungkus oleh 3 jaringan ikat, yaitu : (4)
1. Sklera merupakan jaringan ikat kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan
sklera disebut kornea yang bersifat transparan sehingga memudahkan
cahaya masuk kedalam bola mata. Kelengkungan pada kornea lebih besar
dibandingkan pada sklera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler, yang terdiri dari iris, korpus
siliaris dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang terdiri oleh 3 susunan
otot dapat mengatur jumlah sinar yang masuk kedalam mata. Otot dilatator
dipersarafi oleh simpatis sedangkan sfingter iris dan otot siliaris
dipersarafi oleh para simpatis. Otot siliaris yang terletak dibadan siliaris
mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Corpus siliaris yang
menghasilkan humor akuos yang dikeluarkan melalui trabekulum yang
terletak pada pangkal iris dibatas kornea dan sklera.
3. Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai sususan sebanyak 10 lapis membran neurosensoris yang akan
merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik yang diteruskan ke
otak.
Gambar 1 : Anatomi Bola Mata

Badan kaca atau humor vitreus mengisi rongga dalam bola mata dan
bersifat gelatin yang hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan pars
pelana. Lensa terletak dibelakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya
oleh zonula zinii. Lensa mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat
dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot
penggerak bola mata dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak pada daerah
temporal atas dalam rongga orbita.(4)

ANATOMI KORNEA
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya dan merupakan lapisan
jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea merupakan bagian
mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata disebelah depan.
Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50
dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea. Rata – rata ketebalan
kornea pada orang dewasa adalah sekitar 0,52 mm di sentral dan 0,65 mm di
perifer. Diameter horizontal kornea rata – rata orang dewasa adalah 11,75 mm
dan diameter vertikalnya rata – rata 10,66 mm. Dari anterior ke posterior,
kornea memiliki 6 lapisan yang saling berhubungan yaitu lapisan epitel (yang
merupakan kelanjutan dari epitel dikonjungtiva bulba), membrana bowman,
stroma, lapisan dua’s, membrana descement dan endotel.(4)
1. Epitel, terdiri atas 5 lapisan sel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih, 1 lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering
terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi menjadi
lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonal
didepannya melalui dermosom dan makula ekluden, ikatan ini
menghampat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan
barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
2. Membrane Bowman, terletak di bawah epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian
stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susuna kolagen yang sejajar 1
dengan lainnya, pada permukaan terlihat ayaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang, terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang – kadang sampai 15 bulan.
Stroma ini adalah merupakan sekitar 90% dari ketebalan kornea.
4. Lapisan Dua’s tahun 2013 oleh Harminder S. Dua dan rekan-rekannya di
University of Nottingham. merupakan sebuah lapisan di kornea manusia.
Tebalnya hanya 15 mikron dan terletak antara stroma kornea dan
membran Descemet. Meski tipis, lapisan ini sangat kuat dan kedap udara.
5. Membrane Descement, merupakan membran aseluler dan merupakan batas
belakang stroma kornea yang dihasilkan dari sel endotel dan merupakan
membran basalnya. Membrane ini bersifat sangat elastic dan berkembang
terus seumur hidup.
6. Endotel, terdiri atas 1 lapisan sel dengan bentuk hexagonal, besarnya
sampai 40 –60 mm. endotel tidak mempunyai daya regenerasi.
Gambar 2 : Lapisan Kornea Normal

Suplai darah kornea berasal dari pembuluh – pembuluh darah konjungtifa,


episklera dan sklera yang berakhir di sekitar limbus korneosklera. Kornea itu
sendiri bersifat avaskuler.(7)

IV. FISIOLOGI KORNEA

Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah


“jendela” yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea
dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform
yang sifat deturgescence – nya. Transparansi stroma dibentuk oleh
pengaturan fisis special dari komponen – komponen fibril. Walaupun indeks
refraksi dari masing – masing fibril kolagen berbeda dari substansi infibrilar,
diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil diantara mereka
(300 A) mengakibatkan pemisahan dan regularitas yang menyebabkan sedikit
pembiasan cahaya dibandingkan dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat
deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi
barbier dari epitel dan endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan
“basah” dengan kada air sebanyak 78%. (1,2)
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.
Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.
Setiap kerusakaan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau
keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan
menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan
penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata
involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu
mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera kornea.(6)
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur
jaringan yang braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti
penyebuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa)
diperoleh dari 3 sumber, yaitu: (6)
 Difusi dari kapiler-kapiler disekitarnya
 Difusi dari humor aquos
 Difusi dari film air mata
Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh
lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa
mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks
berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang
membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk
beregenerasi secara cepat dan lengkap.(6)
Ketika pathogen telah menginvasi jaringan melalui lesi kornea superfisial,
beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, yaitu: (6)
 Terjadi lesi pada kornea
 Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea
 Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi pathogen Hasilnya akan
tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen
akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi
kornea.
 Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umunya berupa pus
yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan).
 Pathogen akan menginvasi seluruh kornea
 Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada
membrana descemet yang relatif kuat dan akan menghasilkan
descematocele yang dimana hanya membrana descement yang
intak.
 Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membran
descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut
ulkus kornea perforata dan merupakan indikasi bagi intervensi
bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan
visus progresif dan bola mata akan menjadi lunak.

V. KLASIFIKASI
Keratitis dapat di bagi berdasarkan :
1. Lesi Kornea
Keratitis epithelial
Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan keratitis,
dan pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat
(misalnya pada keratitis pungtata superfisialis). Perubahan pada epitel sangat
bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil, pembuntukan
filament, keratinisasi parsial, dan lain-lain. Lesi-lesi itu juga bervariasi lokasinya
pada kornea. Semua variasi ini mempunyai makna diagnostik yang penting dan
pemeriksaan biomikroskopik dengan dan tanpa pulasan fluorosein yang
merupakan bagian dari setiap pemeriksaan mata bagian luar.(4)

Keratitis Stroma
Respon stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang
menunjukkan akumulasi sel – sel radang; edema muncul sebagai penebalan
kornea, pengkeruhan atau parut; penipisan dan perlunakan, yang dapat berakibat
perforasi, dan vaskulasrisasi. Pada respon ini kurang spesifik bagi penyakit ini,
tidak seperti pada keratitis epithelial dan dokter sering harus mengandalkan
informasi klinik dan pemeriksaan labpratorium untuk menetapkan penyebabnya.(4)

Keratitis Endotelial
Disfungsi endothelium kornea akan berakibat ederma kornea, yang mula-
mula mengenai stroma dan epitel. Ini berbeda dari edema kornea yang disebabkan
oleh peningkatan tekanan intraokuler, yang mulai pada epitel kemudian stroma.
Selama kornea tidak terlalu sembab, sering masih mungkin dilihat kelainan
morfologik endotel kornea dengan slitlamp. Sel–sel radang pada endotel (endapan
keratik atau keratik precipitat) tidak selalu menandakan adanya penyakit endotel
karena sel radang juga merupakan manifestasi dari uveitis anterior, yang dapat
atau tidak menyertai keratitis stroma.(4)

2. Organisme Penyebab
Keratitis Bakterial
Lebih dari 90% inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Sejumlah
bakteri yang dapat menginfeksi kornea yaitu Staphylococcus epidermis,
Staphylococcus aureus, Streptococcus pnemoniae, koliformis, pseudomonas dan
haemophilus. Kebanyakan bakteri tidak dapat menetrasi kornea sepanjang epitel
kornea masih intak. Hanya bakteri gonococci dan difteri yang dapat menetrasi
epitel korea yang intak. Gejala – gejalanya antara lain yaitu nyeri, fotofobia, visus
lemah, lakrimasi dan sekret purulen. Sekret purulen khas untuk keratitis bakteri
sedangkan keratitis virus mempunyak sekret yang berair.(1,5)
Terapi konservatif pada keratitis bakteri adalah antibiotik topikal
(ofloxacin dan polymixin) yang berspektrum luas untuk bakteri gram positif dan
bakteri gram negative sampai hasil kultur pathogen dan resistensi diketahui.
Immobilisasi badan siliar dan iris oleh terapi midriasis diindikasikan jika ada
iritasi intraocular. Keratitis bakteri dapat diterapi pertama kalinya dengan tetes
mata ataupun salep. Terapi pembedahan berupa keratoplasti emergency dilakukan
jika terdapat descematocel atau ulkus kornea yang perforasi.(5)

Keratitis Bakteri

Keratitis Viral

 Keratitis Herpes Simplex


Terdapat dua bentuk keratitis herpes simplex yaitu primer dan rekurens.
Keratitis jenis ini merupakan penyebab ulkus yang paling umum dan penyebab
kebutaan kornea yang paling umum. Gejalanya yaitu sangat nyeri, photophobia,
hiperlakrimasi, dan pembengkakan pada kelopak mata. Bentuk keratitis virus
herpes simpleks dibedakan berdasarkan lokasi lesi pada lapisan kornea. Keratitis
dendritic mempunyai khas lesi epitel yang bercabang, sensitifitas kornea menurun
dan dapat berkembang menjadi keratitis stromal. Keratitis stromal ini mempunyai
epitel yang intak, pada pemerikasaan slitlamp menunjukkan infiltrate kornea
disirformis sentral. Sedangkan keratitis endothelium terjadi karena virus herpes
simpleks terdapat pada humor aquos yang menyebabkan pembengkakan sel
endotel. Dan sindrom nekrosis retinal akut mengenai bola mata bagian posterior
yang terlibat pada pasien imunokompromis (AIDS).(5)
Pengobatan dapat diberikan virustatika seperti IDU trifluoritimidin dan
asiklovir. Pemberian streroid pada penderita herpes sangat berbahaya, karena
gejala akan sangat berkurang akan tetapi proses berjalan trus karena daya tahan
tubuh yang berkurang.(5)
 Keratitis Herpes Zooster
Keratitis herpes zoster merupakan manifestasi infeksi virus herpes zoster
pada cabang pertama saraf trigeminus, termasuk puncak hidung dan demikian
pula dengan kornea atau konjungtiva. Bila terjadi kelainan saraf trigeminus ini,
maka akan memberikan keluhan pada daerah yang dipersarafinya dan pada herpes
zoster akan mengakibatkan terdapatkan vesikel pada kulit. Pada mata akan terasa
sakit dengan perasaan yang berkurang (anastesia dolorosa). Pengobatan adalah
simtomatik seperti pemberian analgetika, vitamin dan antibiotik topical atau
umum untuk mencegah infeksi sekunder.(5)

Keratitis Jamur
Pathogen yang lebih sering adalah Aspergilus dan Candida albicans.
Mekanisme yang sering adalah trauma terkena bahan - bahan organic yang
mengandung jamur seperti ranting pohon. Pasien pada umumnya mengeluhkan
gejala yang sedikit. Pada inspeksi didapatkan mata merah, ulkus yang berbatas
tegas dan dapat meluas menjadi ulkus kornea serpiginuous. Pada pemeriksaan
slitlamp menunjukkan infiltrate stroma yang berwarna putih keabuan, khusuhnya
jika penyebabnya adalah candida albicans. Lesi – lesi yang lebih kecil
berkelompok mengililingi lesi yang besar membentuk lesi satelit. Indentifikasi
mikrobiologi jamur sulit dan memakan waktu. Pengobatan konservatif berupa anti
nikotik topikal seperti natamycin, nystatin dan amphoterisin B, sedangkan
tindakan pembedahan berupa keratoplasti jika dengan pengobatan konservatif
gagal dan keadaan makin memburuk dalam perawatan.(5)

VI. GEJALA KLINIS


Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien
yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis pungtata superfisial. Pasien
dapat mengeluhkan adanya rasa nyeri, pengeluaran air mata berlebihan,
fotofobia, penurunan visus, sensasi benda asing, rasa panas, iritasi okuler dan
blefarospasme. Oleh karena korea memiliki banyak serat – serat saraf,
kebanyakan lesi kornea baik supervisial ataupun profunda, dapat menyebabkan
nyeri dan fotofobia. Nyeri pada keratitis diperparah degan pergerakan dari
palpebral (umunnya palpebral superior) terhadap kornea dan biasanya menetap
hingga terjadi penyembuhan karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan
merefraksikan cahaya, lesi kornea sering kali mengakibatkan penglihatan
menjadi kabur, terutama ketika lesinya berada dibagian Sentral.(4)
Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi
epithelia multiple sebanyak 1 – 50 lesi (rata – rata sekitar 20 lesi didapatkan).
Lesi epithelia yang didapatkan pada keratitis pungtata superfisial berupa
kumpulan bintik – bintik kelabu yang berbentuk oval atau bulat dan cenderung
berakumulasi di daerah pupil. Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak
apabila di inspeksi secara langsung, tetapi dapat dilihat dengan slitlamp
ataupun loup setelah diberi flouresent.(3)
Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi
tidak pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes simpleks.
Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada pasien akan tetapi
reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien.(4)

VII. DIAGNOSIS
Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien
yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau
(fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasma). Adapun radang kornea ini
biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis
superfisial dan interstisial atau profunda. Keratitis superfisial termasuk lesi
inflamasi dari epitel kornea dan membran bowman superfisial terkait.(2)
Fluoresein adalah pewarna khusus yang dipakai untuk memulas kornea
dan menonjolkan setiap ketidakteraturan pada permukaan epitelnya. Fluoresein
topikal merupakan larutan pewarna water-soluble yang non-toksik dantersedia
dalam berbagai bentuk, contohnya disertai dengan obat anestetik (benoxinate or
propracaine) atau dengan antiseptik (povidoneiodine). Secarik kertas steril dengan
fluoresein dibasahi dengan saline steril atau anestetik lokal dan ditempelkan pada
permukaan dalam palpebra inferior untuk memindahkan pewarna kekuningan itu
ke dalam lapis air mata.(2,8)
Flourenscein dapat melakukan penetrasi pada intraseluler kornea, namun
jika lapisan epitel kornea intak maka larutan flourensceins ini tidak bisa
menembus epitel. Larutan flourenscein ini lebih mudah diobservasi pada kornea
dibandingkan pada konjungtiva, maka pemeriksaan flourenscein ini merupakan
pemeriksaan yang dibutuhkan dalam mengevaluasi kelainan di kornea. Larutan
floresens diteteskan pada mata dan mata diperiksa dengan menggunakan slit lamp
ataupun dengan iluminasi terang dan melihat menggunakan loup. Hal tersebut
dapat memberikan gambaran defek epithelial. Pola distribusi flouresensi yang
spesifik dapat sebagai informasi yang berguna dalam menegakkan kemungkinan
etiologi dan keratitis pungtata superfisial.(9)
Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea
dilakukan selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian
selanjutnya akan tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam penegakan
diagnosis dan penatalaksana penyakit keratitis pungtata superfisial. Pemeriksaan
pencitraan dengan menggunakan fotografi slit lamp untuk mendokumentasikan
inflamasi aktif dan periode inaktivitas dapat dilakukan tapi hal tersebut juga tidak
begitu penting dalam penegakan diagnosis maupun penanganan penyakit.(6)

VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan dari keratitis biasanya simptomatik : (4)
1. Artificial tears membantu mata mengeluarkan benda asing
2. Specific treatment dapat ditambahkan pada pasien, misalnya antiviral
jika penyebabnya adalah virus
Respon cepat lambatnya kornea pada agen infeksinya bergantung pada
penyebabnya, maka diberikan pengobatan berupa artificial tears untuk membantu
mata mengeluarkan agen penyebab iritasi pada kornea. Sekitar 90% dari inflamasi
kornea disebabkan oleh bakteri. Selain itu epitel yang tidak intak dapat sebagai
jalur penetrasi dari bakteri ke dalam kornea. Penanganan diawali dengan
antibiotik topikal dengan aktivitas broad spectrum terhadap kebanyakan
organisme Gram-positif dan Gram-negative hingga hasil kultur dan tes sensitifitas
diketahui. Regimen awal yang diberikan termasuk aminoglycoside dengan
cephalosporin generasi pertama setiap 15-30 menit. Seringkali digunakan
ciprofloxacin 0,3% yang meberikan percepatan waktu rata – rata penyembuhan
dan penururnan terapi dibandingkan terapi konvensional.levofloxacin maupun
ofloxacin memiliki penetrasi aqueous dan vitreus yang baik dengan pemberian
oral.(2,4,6)

IX. PROGNOSIS
Secara umum prognosis dari keratitis pungtata superfisial adalah baik jika
tidak terdapat sikatriks ataupun vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan metode
penanganan yang dilaksanakan prognosis dalam hal visus pada pasien dengan
keratitis pungtata superficial sangat baik. Sikatriks pada kornea dapat timbul pada
kasus-kasus dengan keratitis pungtata superfisial yang berlangsung lama.(5)
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D,Asbury T,Riordan-Eva P. general Ophthalmology. 17th


edition. Connecticut; Appleton &lange; 1999.
2. Riordan-Eva. Anatomy and embryology of The Eye. In : Vaughan
D,Asbury T,Riordan-Eva P. general Ophthalmology. 15th edition.
Connecticut; Appleton &lange; 1999.
3. Doggart JH. Superficial Punctate Keratitis [online]. 1933
4. Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Turun Mendadak. Dalam :
Ilyas S. IlmuPenyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI ; 2008.
5. Khurana KA. Diseases of the Cornea. In:, Khurana KA, editors.
Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age
International. 2007.
6. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook
Atlas. 2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007.
7. Pavan-Langston D. Cornea and External Desease. In: Pavan-Langston
D. Manualof Ocular Diagnosis and Theraphy. 5 th edition.
Philadelphia; Lippincott Williams &Wilkins; 2002.
8. The Eye M.D. Association. External Diseases and Cornea in Basic and
Clinical Science Course, American Academy of Opthalmology.
Lifelong Education for the Opthalmologist.
9. Pflugfelder, Stephen C. Beuerman, Roger W. Stren, Michael S. Dry
Eye and Ocular Surface Disorder. Marcell Dekker. 2004.

Anda mungkin juga menyukai