Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banten merupakan salah satu provinsi baru hasil pemekaran dari provinsi
Jawa Barat, dan merupakan provinsi yang tergolong muda dengan menepati
urutan ke-30 dari jumlah provinsi yang ada di Indonesia. Banten sendiri
memiliki ibu kota provinsi yaitu Kota Serang. Kota Serang memiliki lokasi
sangat strategis, dikelilingi kabupaten dan kota lain dan sangat mudah diakses
dari setiap kabupaten kota yang ada karena terletak tepat di tengah–tengah
Provinsi Banten dan sebagai pusat pemerintahan. Kota Serang memiliki
beberapa destinasi wisata utama, salah satunya adalah Kawasan Banten Lama.
Kawasan Banten Lama telah dikenal sebagai salah satu warisan budaya
sejarah keislaman di Banten. Bante Lama sendiri memiliki beberpa
peninggalan yang menjadi saksi sejarah kehidupan di Banten pada masa lalu.
Terdapat beberapa bangunan yang masih dapat kita jumpai seperti Masjid
Agung Banten , Benteng Surosowan , Benteng Speelwijk, Vihara
Avalokitesvara, dan lain-lain. Banyak sejarah yang mendalam mengenai
Banten pada masa lalu yang dapat dipelajari. Salah satu yang dapat dipelajari
ialah adanya akulturasi budaya dan keberagaman agama yang sudah ada sejak
zaman kerjaan islam di Banten. Misalnnya terdapat vihara avalokitesvara yang
berada tak jauh dari kawasan pemakaman dan Masjid Agung Banten, lebih
tepatnya 500 meter sebelah barat Masjid Banten dan berdekatan dengan
Benteng Speelwijk, Vihara Avalokitesvara memiliki luas mencapai dua hektar.
Vihara Avalokitesvara ini digunakan sebagai tempat dimana
melakukan segala macam bentuk upacara keagamaan menurut keyakinan,
kepercayaan, dan tradisi agama Buddha, serta tempat umat awam melakukan
ibadah menurut keyakinan, kepercayaan, dan tradisi masing-masing baik secara
perorangan maupun kelompok.
Benteng Speelwijk merupakan salah satu benteng yang letaknya sangat
berdekatan dengan Vihara Avalokitesvara. Benteng ini menjadi bukti sejarah
akan kedudukan bangsa Belanda di Banten. Benteng ini di bangun diatas
reruntuhan tembok dari Kesultanan Banten ketika Belanda berhasil menguasai
Banten.
Keberagaman budaya serta toleransi yang ada membuat tempat ini layak
dijadikan sebagai tujuan dalam mengenal Banten lebih mendalam dari segi
keberagaman agama dan budaya pada masa lampau. Terlebih Vihara
Avalokitesvara terletak pada Kawasan Banten Lama yang terkenal akan wisata
religi keislaman di Banten. Adapun Benteng Speelwijk dapat menjadi salah
bukti atas kedudukan Belanda di Banten. Hal-hal tersebutlah yang melatar
belakangi kami memilih tempat tersebut sebagai objek dalam makalah kali ini.

1.2 Tujuan Kunjungan


Adapun tujuan dari di lakukannya kunjungan ke Vihara Avalokitesvara
adalah :
1. Untuk memenuhi konten penulisan makalah studi lapangan mata kuliah
Studi Kebantenan.
2. Untuk mengetahui bangunan bersejarah di Banten.
1.3 Manfaat Kunjungan
Manfaat dari dilakukannya kunjungan ke Vihara Avalokitesvara adalah :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Vihara Avalokitesvara.
2. Sarana untuk menambah nilai sosial dan ingin tahu perkembangan
sejarah terutama di Banten.
3. Untuk menumbuhkan rasa dan sikap toleransi terhadap umat beragama.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Profil Vihara Avalokitesvara

Gambar 2.1 Vihara Avalokitesvara

Vihara avalokitesvara adalah vihara tertua di Provinsi Banten,


konon vihara ini sudah dibangun sejak abad 16. Pembangunan vihara ini
juga tidak bisa dilepaskan dari Sunan Gunung Jati, salah satu dari sembilan
wali penyebar agama Islam di Indonesia. Inilah Vihara Avalokitesvara yang
terletak 15 km arah utara dari Kota Serang, Banten. Sejarah pembangunan
vihara yang terletak di Kecamatan Kasemen, wilayah Banten Lama ini
berkaitan dengan Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan nama Sunan
Gunung Jati. Pada abad ke-16 rombongan Jendral dari Tiongkok yang hendak
berlayar menuju ke Surabaya kehabisan perbekalan dan mereka memutuskan
untuk singgah di Banten tepatnya di kanal (Sungai Kemiri). Penguasa Banten
saat itu adalah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Dari persinggahan
tersebut terjadilah perseturuan antara rombongan Jendral dengan penduduk
Banten. Perseturuan tersebut memuncak dan mereka beradu kesaktian dan
pertandingan ini dimenangkan oleh Syarif Hidayatullah. Setelah kembali ke
Tiongkok, Jendral itu menceritakan semua pengalamannya yang terjadi kepada
Kaisar. Kemudian Kaisar mengundang Syarif Hidayatullah untuk datang ke
Tiongkok. Saat di Tiongkok, Kaisar menguji kesaktian yang dimiliki oleh
Syarif Hidayatullah dengan cara memintanya menebak usia kehamilan
putrinya. Sebetulnya putrinya sedang tidak hamil. Sang Kaisar hanya
mengganjal perut putrinya dengan bantal, sehingga kelihatan seperti orang
yang sedang hamil. Syarif Hidayatullah mengatakan, kalau tidak salah Tuan
Putri sedang mengandung empat bulan. Mendengar ini, Kaisar tertawa. Dirinya
merasa akan menang, karena tebakan dari Syarif Hidayatullah salah. Tiba-tiba
muka Kaisar berubah merah padam ketika Tuan Putri itu menjelaskan bahwa
benar dia sedang hamil empat bulan, seperti yang dikatakan oleh Syarif
Hidayatullah.
Kaisar pun malu pada Syarif Hidayatullah. Karena sangat malu,
Kaisar mengusir Tuan Putri. Melihat akan hal ini, Syarih Hidayatullah menaruh
iba pada Tuan Putri. Syarif Hidayatullah kemudian membawa Tuan Putri ke
Banten serta beberapa orang pengawal setia Tuan Putri. Tuan Putri kemudian
menjadi isteri Syarif Hidayatullah. Pada saat di Banten, Tuan Putri dengan
sebagian pengawalnya memeluk agama Islam dan sebagian lainnya tetap
menganut agama leluhur mereka. Saat mau bersembahyang, mereka
bersembahyang di tepi pantai dan di tempat terbuka. Melihat kondisi seperti ini
Tuan Putri merasa terentuh. Tuan Putri memohon kepada suaminya agar
dibuatkan tempat ibadah yang layak untuk mereka. Pada tahun 1652
dibangunlah sebuah Vihara seluas kurang lebih 105 m² yang berada sekitar 200
meter di sebelah barat Masjid Agung Banten, Vihara ini berlokasi di Desa
Dermayon. Pada tahun 1774 Vihara ini dipindahkan ke lokasi yang berjarak
500 meter dari Masjid Agung Banten yang berada di Kampung Pamaricaran,
Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten, sampai
sekarang, yang kemudian diperluas menjadi 200 m² dan berdiri diatas tanah
seluas kurang lebih dua hektar.
Pada tanggal 27 Agustus tahun 1883 pada pukul 02.56 dini hari
Gunung Krakatau mendadak meletus, gunung yang berada di kedalaman laut
Selat Sunda ini mengeluarkan cairan magma yang berkekutan dasyat dan suara
gemuruh yang mengagetkan penduduk sekitarnya, hancuran batu dan debu
berterbangan mencapai ribuan kilo meter jauhnya. Langitpun tampak hitam
pekat. Asap dan debu membumbung tinggi, bahkan siang bagaikan malam.
Pulau disekitarnya amblas tertutup lahar bercampur air laut, tingginya lahar
sampai 135 meter dan ratusan desa musnah dan menewaskan ribuan orang.
Saat kejadian itu, masyarakat yang bermukim di Banten tak luput dari musibah.
Mereka berlarian menuju Masjid Banten dan Vihara Avalokitesvara
untuk berlindung. Saat terjadinya letusan Gunung Krakatau air laut meluap
setinggi puluhan meter yang mengalir deras bagai ombak di Lautan Pasifik,
mereka bimbang dan ragu berlindung di Vihara, Mereka menyembah dilantai
memohon kepada Sang Buddha, saling pandang dengan muka pucat, Dewi
Kwan Im menunjukkan wibawanya dan mengeluarkan cahaya terang
benderang, air bah menggelundung dan berputar diluar Vihara dengan derasnya
menyapu bersih semua benda yang ada di luar vihara. Tetapi air dan lahar
tidak masuk kedalam Vihara, Vihara itu aman dan masih utuh dari letusan
Gunung Krakatau.
Vihara Avalokitesvara Banten ini termasuk dalam kategori vihara
umum, karena terbuka untuk umum dan kepengurusan vihara ini ditangani oleh
Yayasan Vihara Avalokitesvara. Vihara ini memiliki fungsi sebagai tempat
suci dalam menjalankan ibadah, dan fungsi sosial sebagai tempat beraktifitas
masyarakat baik itu dari kegiatan sosial bernuasa keagamaan maupun
kebudayaan.
Sebutan Klenteng Tri Darma diberikan karena vihara ini melayani
tiga kepercayaan umat sekaligus. Yaitu Kong Hu Cu, Taoisme, dan Buddha.
Walaupun diperuntukan bagi 3 umat kepercayaan namun bagi wisatawan
yang beragama lain sangat diperbolehkan untuk berkunjung dan melihat
bangunan yang saat ini termasuk dalam cagar budaya di Provinsi Banten ini.
Vihara Avalokitesvara memiliki luas mencapai 10 hektar dengan
altar Dewi kwan Im sebagai Altar utamanya. Di altar ini terdapat patung
Dewi Kwan Im yang berusia hampir sama dengan bangunan vihara tersebut.
Selain itu di sisi samping kanan dan kiri terdapat patung dewa-dewa yang
berjumlah 16 dan tiang batu yang berukir naga. Kelenteng yang pernah
terbakar pada tahun 2009 ini juga memiliki ukiran yang menceritakan
bagaimana kejayaan Banten Lama saat masih menjadi kota pelabuhan yang
ramai. Terletak di samping vihara, ukiran ini juga menceritakan bagaimana
vihara ini digunakan sebagai tempat berlindung saat terjadi tsunami beserta
letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883. Walaupun pernah mengalami
musibah, bentuk dan isi yang ada di dalam vihara masih dijaga keasliannya
oleh pihak pengelola. Bahkan bangunan vihara ini masih terlihat kokoh
layaknya bangunan baru dengan warna merahnya yang khas.

2.2 Profil Benteng Speelwijk

Benteng Speelwijk Serang yang berada di daerah Banten Lama,


merupakan salah satu tanda yang tersisa tentang pernah terjadinya
pendudukan tentara kolonial Belanda di wilayah Banten. Lokasinya tepat di
seberang Vihara Avalokitesvara, hanya dipisahkan oleh sebuah sungai yang
dangkal. Anda akan melihat sisi Benteng Speelwijk ini saat menuju ke
Vihara.

Tidak sebagaimana reruntuhan Istana Surosowan yang digembok dan


harus diantar oleh penjaga, jalan masuk ke Benteng Speelwijk ini terbuka
lebar bagi para pengunjung yang berkeinginan untuk menjelajahinya. Tak ada
penghalang di benteng yang terlihat luas ini. Jika Istana Surosowan
dihancurkan rata dengan tanah oleh tentara-tentara bayaran Daendels, maka
Benteng Speelwijk ditinggalkan Belanda tanpa pertempuran.

Benteng Speelwijk dibangun pada 1682 semasa pemerintahan Sultan


Banten Abu Nasr Abdul Qohhar (1672-1684) berdasar rancangan Hendrik
Lucaszoon Cardeel, dan kemudian diperluas pada 1685 dan 1731. Nama
Speelwijk digunakan sebagai bentuk penghormatan kepada Gubernur
Jenderal VOC Cornelis Janzoon Speelman. Speelman mulai menjabat pada
25 November 1681 menggantikan Rijkloff van Goens, dan meninggal di
Batavia pada 11 Januari 1684.
Gambar 2.2 Keterangan Benteng Speelwijk

Gambar 2.3 Foto Pada Bagian Atas Dinding Benteng

2.3 Deskripsi Kegiatan

Vihara Avalokitesvara adalah vihara tertua di Provinsi Banten. Vihara


ini terletak 15 km arah utara dari kota serang, Banten. Kunjungan ini
bertujuan untuk mengobservasi sejarah yang ada di Vihara Avallokitesvara.

Kegiatan pertama yang kami lakukan yaitu melakukan observasi


tempat pemujaan. Ada 16 Ruang pemujaan di Vihara Avallokitesvara ini,
yaitu :

1. Ruang Pemujaan Tian


2. Ruang Pemujaan Sam Kwan Thai Thi
3. Ruang Pemujaan Dewi Kwan Im Pho Sat
4. Ruang Pemujaan Wi Tho Phou Sat
5. Ruang Pemujaan Kwang Kong
6. Ruang Pemujaan Cau Kun Kong
7. Ruang Pemujaan Thi Cang Wang
8. Ruang Pemujaan Thien Hou Nio Nio
9. Ruang Pemujaan Toa Pek Kong
10. Ruang Pemujaan Ema Po Cia
11. Ruang Pemujaan Hok Tek Ceng Sin
12. Ruang Pemujaan Tjing Shen
13. Ruang Pemujaan Fun Sun
14. Ruang Pemujaan Empe Banten
15. Ruang Pemujaan Abu Leluhur
16. Ruang Pemujaan Dhammasala Buddha Gautama

Gambar 2.4 Ruang Pemujaan


Gambar 2.5 Denah Vihara Avalokitesvara Banten

Selain tempat pemujuaan, di Vihara ini juga terdapat sejarah


terbentuknya vihara tersebut yang tergambar pada dinding-dinding bangunan
sekitar tempat pemujaan. Pada penjelasannya, dapat diketahui bahwa saat
gunung Krakatau meletus pada tahun 1883, Vihara Avalokitesvara menjadi
salah satu tempat yang terhindar dari bencana alam akibat letusan tersebut.
Hal ini dipercaya diakibatkan oleh mukjizat yang didatangkan dari Dewi
Kwan Im.

Gambar 2.6 Sejarah Vihara Avalokitesvara


Vihara Avalokitesvara memiliki satu altar utama yang didalamnya
terdapat patung Dewi Kwan Im yang didatangkan langsung dari China dan
merupakan salah satu peninggalan dari Dinasti Ming.

Gambar 2.7 Patung Dewi Kwan Im

Kegiatan selanjutnya yang kami lakukan yaitu melakukan


dokumentasi. Setelah itu, kami melanjutkan observasi ke benteng Spelwijk.
Untuk masuk ke Benteng Speelwijk kami melewati jembatan di atas sungai
yang nyaris mati itu, padahal sungai itu dulu bisa dilewati oleh kapal. Menurut
cerita orang setempat, sungai itu pernah dikeruk sebanyak tiga kali, namun
tampaknya laju pendangkalannya sangat cepat sehingga hasil pengerukan tak
berbekas lagi. Tentu akan sangat baik jika sungai itu bisa dihidupkan kembali
dan penyebab pendangkalan dibenahi.

Bagian depan Benteng Speelwijk dengan lubang masuk berbentuk


lengkung yang pintunya sudah tidak ada lagi. Lubang itu terletak lebih tinggi
dari tanah di luarnya. Bagian terbuka di sisi atas kanannya tampaknya dipakai
untuk membidik pasukan yang menyerang dengan senapan atau senjata
lainnya. Di setiap sudut benteng terdapat bastion, yaitu bagian yang menonjol
ke luar.

Di dalam benteng masih ada lorong-lorong perlindungan dan ada pula


ruangan-ruangan yang semuanya terbuat dari dinding batu. Berjalan melewati
lorong-lorong di dalam benteng itu masih bisa dirasakan suasana ketegangan
penghuninya ketika harus berada di sebuah bangunan pertahanan yang
seberapa pun kuat dan amannya benteng itu namun tetap terasa ada
ketidaknyamanan di hati. Ada pula ruang bawah tanah gelap yang dulu
digunakan sebagai penjara.

Gambar 2.8 Lorong-Lorong di dalam Benteng


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hasil yang kami peroleh dari pengamatan lapangan di Vihara
Avolitesvara adalah pada vihara ini terdapat 16 ruang pemujaan yaitu
diantaranya Ruang Pemujaan Tian, Ruang Pemujaan Sam Kwan Thai Thi,
Ruang Pemujaan Dewi Kwan Im Pho Sat, Ruang Pemujaan Wi Tho Phou Sat,
Ruang Pemujaan Kwang Kong, Ruang Pemujaan Cau Kun Kong, Ruang
Pemujaan Thi Cang Wang, Ruang Pemujaan Thien Hou Nio Nio, Ruang
Pemujaan Toa Pek Kong, Ruang Pemujaan Ema Po Cia, Ruang Pemujaan
Hok Tek Ceng Sin, Ruang Pemujaan Tjing Shen, Ruang Pemujaan Fun Sun,
Ruang Pemujaan Empe Banten, Ruang Pemujaan Abu Leluhur, Ruang
Pemujaan Dhammasala Buddha Gautama
Benteng Speelwijk merupakan suatu tempat penjara dan penyiksaan
tahanan-tahanan pada masa penjajahan belanda, dan benteng tersebut juga
biasa digunakan sebagai tempat penyimpanan amunisi senjata dan meriam.
Nama Speelwijk digunakan sebagai bentuk penghormatan kepada Gubernur
Jenderal VOC Cornelis Janzoon Speelman.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan untuk dijadikan pertimbangan
untuk pengamatan selanjutnya yaitu:

1. Perkirakan waktu yang tepat untuk melakukan pengamatan sehingga dapat


bertemu dengan pemandu vihara agar dapat memperoleh keterangan lebih
jelas dan lebih terperinci tentang vihara.
2. Pada lokasi vihara seharusnya diberi keterangan lebih banyak baik melalui
papan informasi ataupun buklet.
3. Pada lokasi Benteng Speelwijk seharusnya lebih dikelola lagi dan
diberikan papan penjelasan sejarah yang baru, karena papan penjelasan
yang sudah ada mulai rusak.
4. Pada jalan masuk menuju Benteng Speelwijk banyak tumpukan sampah
dari masyarakat sekitar, seharusnya pemerintah dapat membersihkan serta
memberi ketegasan dan himbauan kepada masyarakat sekitar maupun
pengunjung tidak membuang sampah sembarangan.

Anda mungkin juga menyukai