PENDAHULUAN
R MAX. DAERAH
MENGHITUNG
TAHUNAN
L, S, A, C
R. RANCANGAN
DEBIT AIR Q AIR KOTOR
DENGAN KALA
HUJAN TOTAL
ULANG
Ya
PERHITUNGAN GALIAN
DAN TIMBUNAN
BIAYA
BAB II
KONDISI DAERAH STUDI
SELESAI
2.1. Umum
Untuk perencanaan suatu jaringan drainasi diperlukan peta
topografi yang memenuhi syarat. Penyelidikan topografi ini diperlukan
untuk mendapatkan penentuan bentuk permukaan tanah (surface
cinfiguration) termasuk juga kemiringan permukaan (surface slope),
arah dari drainasi alamiah serta daerah pengeluaran (outlet).
Untuk perencanaan biasanya diperlukan peta topografi yang
mempunyai perbandingan skala antasa 1 : 10000 sampai 1 : 25000
dengan interval garis kontur 1,00-2,00 meter. Sedangkan untuk
detailnya mempunyai perbandingan skala 1:500 sampai 1:2500 dengan
interval garis kontur 0,20-0,50 meter. Hal ini tergantung dari keadaan
lapangan, yaitu datar atau curamnya keadaan medan.
Dengan hasil penyelidikan keadaan topografi ini, dapat
memberikan gambaran macam dari sistem drainasi yang diperlukan.
2.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Dalam perencanaan sistem drainasi suatu wilayah, juga harus
diketahui dan diteliti kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah
tersebut. Jangan sampai lagi terulang kejadian-kejadian yang timbul
akibat kurang komunikasi antara pihak perencana dan penduduk
setempat seperti yang terjadi pada pembuatan waduk kedungombo.
Yang harus diperhatikan antara lain kebiasaan-kebiasan penduduk yang
telah membudaya, kondisi tanah penduduk, masalah ganti rugi lahan
yang terkena proyek dan lain sebagainya sehingga perencanaan proyek
drainasi tersebut dapat berguna seperti apa yang diinginkan semua
pihak.
2.3. Kondisi Fisik
2.3.1. Kondisi Topografi
Keadaan topografi wilayah perkotaan diperlukan untuk merancang
sistem jaringan saluran drainase daerah tersebut. Keadaan topografi
dapat dilihat di peta topografi atau peta kontur. Selain elevasi tempat
berbagai di daerah tersebut, dari peta topografi dapat pula didapat
informasi mengenai batas-batas alam maupun administratif wilayah,
daerah pengaliran sungai dan tata guna lahan beserta luasnya. Di
samping itu melalui peta topografitersebut kita dapat melihat atau
mengetahui hal-hal yang akan dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas,
misalnya :
Batas-batas wilayah
Ketinggian
Daerah pengaliran sungai dan sebagainya
Pada daerah studi yang kami lakukan, yaitu kota Malang tergolong
daerah perbukitan dengan kemiringan antara 0% - 30%. Wilayah bagian
barat merupakan daerah perbukitan atau wilayah yang lebih tinggi,
sedang wilayah bagian timur merupakan daerah yang datar. Wilayah
tengah daerah Malang merupakan daerah transisi , perpaduan antara
daerah perbukitan dan daerah datar.
Tata air dipengaruhi adanya empat sungai, yaitu kali Brantas, kali
Bango, kali Metro, dan kali Amprong. Kali Bango dan kali Amprong
menjadi satu. Data ini bisa didapatkan di kantor Bappeda atau kantor
studi topografi kota.
2.3.2. Kondisi Geologi
Data kondisi geologi dibutuhkan untuk mengetahui jenis tanah
dan sifat-sifatnya. Data sifat tanah (stabilitas, daya dukung, tegangan,
porositas, derajat kejenuhan, konsolidasi, kepadatan, kandungan
mineral, dan lain-lain) diperlukan untuk menentukan dimensi saluran,
material penyusunnya serta stabilitas saluran.
Pada daerah studi yang kami lakukan, sebagian dari tanah-tanah
dataran rendah terdiri dari lapisan tanah alluvial yang terjadi baik oleh
endapan sungai maupun oleh endapan pantai yang secara geologi
merupakan tanah liat atau unit-unit pasir. Daerah perbukitan di sebelah
barat pada umumnya mengandung kadar kapur yang tinggi, sedangkan
di daerah selatan mempunyai potensial yang subur. Pada tanah alluvial
ini terbentuknya terbatas pada lembah-lembah sungai dan dataran-
dataran pantai serta bekas lanau yang kesemuanya itu mempunyai rilief
datar atau sebagai cekungan. Tanah alluvial ini hanya meliputi tanah
yang masih sering terkena banjir sehingga dianggap tanah yang masih
muda dan belum ada differensiasi horizon. Suatu hal yang mencirikan
pada pembentukan alluvial adalah bahwa bagian terbesar bahan kasar
akan diendapkan tidak jauh dari sumbernya.
Jadi tekstur bahan yang diendapkan pad waktu dan tempat yang
sama akan lebih seragam dan makin jauh dari sumbernya, serta makin
halus butir-butir yang tersangkut. Pada umumnya tanah alluvial ini
berwarna kelabu kecoklatan yang merupakan tanah yang cukup subur.
2.3.3. Kondisi Iklim
Kondisi alam khususnya data keadaan iklim setempat diperlukan
untuk menentukan debit air yang akan didrainase. Data iklim ini
meliputi curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu, data
limpasan permukaan, data infiltrasi dan perkolasi, evaporasi dan
evapotranspirasi dan lain-lain. Data klimatologi dapat diperoleh di dinas
klimatologi kota.
Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia, kota Malang
mempunyai iklim tropis yang terdiri dari dua musim, yaitu musim
penghujan (bulan Nopember- bulan April) dan musim kemarau (bulan
Mei- bulan Oktober), dengan temperatur bulanan rata-rata 24°C (min) -
27°C (maks). Kelembaban rata-rata bulanannya ± 78%, sedangkan
curah hujan rata-rata tahunan ± 1420 mm dimana 90% jatuh pada
musim penghujan.
2.4. Arah Perkembangan Kota
Arah perkembangan kota perlu dianalisa dalam merancang sistem
drainasi suatu wilayah perkotaan. Misalnya apakah daerah itu cepat
atau lambat mengalami perkembangan, cenderung untuk berkembang
kearah kota perindustrian, arah kota pertanian, pemukiman atau yang
lainnya.
Dengan proyeksi perkembangan kota ini dapat direncanakan
sistem drainasi yang sesuai. Kecenderungan perkembangan penduduk
di suatu kota adalah menuju ke daerah pusat kota dan sekitarnya,
karena kegiatan ekonomi dan kesibukan lainnya sebagian besar berada
di pusat kota. Misalnya untuk kota yang cenderung cepat berkembang
tentu akan cepat mengalami perubahan tata guna lahan, sehingga kala
ulang pemeriksaannya lebih kecil.
Untuk keperluan ini yang diperlukan adalah data jumlah penduduk
dan perkembangan penduduk. Yang utama perencaan ini harus
disesuaikan dengan tata kota yang terdapat di Rencana Tata Ruang Kota
(RURTK). Data ini dapat diperoleh di dinas meteorologi kota.
2.5. Tata Guna Lahan Daerah Perkotaan
Perbedaan tata guna lahan mempengaruhi koefisien tata guna
lahan, yang akan digunakan untuk menghitung debit air yang akan
didrainasi dengan menggunakan rumus rasional. Karena itu diperlukan
data tata guna lahan wilayah perkotaan tersebut (jasa, pemukiman,
tegalan, tanah kosong atau yang lainnya).
Perubahan tata guna lahan tentu akan mengubaha debit air yang
akan didrainasi. Karena itu perlu diperkirakan arah perubahan tata guna
lahan di wilayah tersebut. Yang diperlukan adalah RURTK yang
menggambarkan kebijaksanaan dasar tata ruang kota dan langkah-
langkah umum pelaksanaan yang berkaitan dengan sistem sosial,
ekonomi, dan fisik guna tercapainya tata guna lahan yang direncanakan.
Kebijaksanaan ini dipertegas dengan rencana detail tata ruang kota di
tiap-tiap kecamatan. Yang perlu diperhatikan adalah perubahan tata
guna lahan yang banyak terjadi di daerah pinggiran yang sedang
mengalami perkembangan.
BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN
3.1. Umum
Metodologi yang digunakan pada studi ini mengacu pada
pendekatan deduksi, yaitu perumusan-perumusan yang digunakan
dianggap benar sejak awal.
Studi ini bersifat perencanaan, sehingga data pendukung yang
digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari beberapa
sumber.
Berdasarkan penjelasan pada bab satu dan dua serta pendekatan
studi sebagaimana tersebut di atas, langkah-langkah untuk
merencanakan sistem jaringan drainasi perkotaan adalah sebagai
berikut :
1. Pengumpulan data-data
a. Peta dan data topografi
b. Peta tata guna lahan daerah studi
c. Proyeksi jumlah penduduk pada tahun 1990 = 35.600 jiwa
d. Kebutuhan air penduduk = 275 lt / orang / hari
e. Luas daerah perkotaan
f. Air buangan industri = 3,50 m3/dt
Curah hujan harian, diambil 5 hari selama setahun, selama 11
tahun (dari tahun 1990 sampau dengan tahun 2000) yang diukur
dari lima stasiun hujan di daerah sekitar daerah studi.
2. Pengolahan data yang meliputi :
a. Perhitungan curah hujan maksimum daerah tahunan dengan
menggunakan metode poligon Thiessen.
b. Perhitungan curah hujan rancangan dalam kala ulang tertentu
dengan metode Log Pearson III, lalu diikuti dengan uji kesesuaian
distribusi Smirnov-Kolmogorov dan uji Chi Square yang bertujuan
mengetahui kebenaran hipotesa distribusi frekuensi Log Pearson
III.
c. Pengukuran luas tata guna lahan (dengan planimeter) untuk
menghitung koefisien pengaliran.
d. Perencanaan jaringan saluran drainasi, dengan
mempertimbangkan faktor topografi daerah.
e. Mengukur panjang tiap saluran untuk menentukan debit.
f. Perhitungan intensitas hujan.
g. Perhitungan jumlah penduduk untuk tahun 2007 yang akan
datang dengan metode Exponential Rate of Growth
h. Perhitungan debit air kotor (buangan) dengan mempertimbangkan
kebutuhan air tiap penduduk.
i. Perhitungan debit air buangan total.
j. Perhitungan debit rancangan drainasi.
3. Perencanaan saluran drainasi, yang terdiri dari :
a. Penentuan debit rancangan yang akan dibuang dari debit
limpasan permukaan dan debit air buangan rumah tangga dan
industri.
b. Perencanaan dimensi saluran agar dapat menampung debit
rancangan untuk beberapa kemiringan berdasarkan kecepatan
ijinnya.
c. Perhitungan biaya yang diperlukan untuk pembuatan jaringan
drainasi.
4. Perhitungan curah hujan rancangan
Yang dimaksud dengan curah hujan rancangan adalah curah hujan
terbesar yang mungkin terjadi dalam suatu daerah dengan kala
ulang atau periode tertentu, yang dipakai sebagai dasar untuk
perhitungan perencanaan ukuran suatu bangunan (Dirjen Pengairan,
DPU)
Pemilihan kala ulang ditentukan berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan hidro-ekonomis, yaitu didasrkan terutama pada :
a. Besarnya kerugian yang akan diderita jika terjadi pengrusakan
bangunan-bangunan oleh banjir atau limpasan (akibat hujan) dan
sering tidaknya pengrusakan itu terjadi.
b. Umur ekonomis bangunan.
c. Biaya pembangunan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, pada umumnya
perencanaan jaringan drainasi perkotaan untuk salurannya dipakai
hujan rencana dengan kala ulang 5 tahun, artinya harga dari curah
hujan terbesar akan terjadi rata-rata, baik disamai atau dilampaui sekali
setiap 5 tahun. Dengan kata lain bahwa kemungkinan terjadinya hujan
dengan intensitas tersebut setiap tahun adalah sepersepuluh atau 20%
atau peluang kegagalannya setiap tahun 80%.
Bangunan-bangunan drainasi utama didesain untuk mampu
menanggulangi banjir akibat curah hujan dengan kala ulang 10 sampai
20 tahun.
Cs
n Logx i Logx
n 1 n 2 Si 3
5. Menghitung logaritma hujan rancangan dengan kala ulang tertentu
dengan rumus :
LogR t Logx G.Si
Dengan :
Q = debit banjir maksimum (m3/det)
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan rerata selama waktu tiba banjir
A = luas daerah pengaliran (km2)
3.2.4.1 Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran adalah perbandingan antara jumlah air yang
mengalir di permukaan akibat hujan (limpasan) pada suatu daerah
dengan jumlah curah hujan yang turun di daerah tersebut. Besarnya
koefisien pengaliran dipengaruhi oleh :
a. Kemiringan tanah
Semakin besar kemiringan tanah, semakin cepat aliran limpasan,
berarti semakin sedikit air yang meresap atau terinfiltrasi. Walaupun
jenis tanahnya sama, angka pengaliran dapat berbeda-beda.
b. Jenis tanah bagian permukaan yang dialui air hujan.
Yang membedakan adalah :
Tanah biasa atau pasir
Rumah-rumah dengan atap genting atau seng
Jalan aspal atau tanah
c. Iklim
Pada permulaan musim hujan yang panjang angka pengaliran lebih
kecil daripada akhir musim hujan, karena tanah terlalu jenuh.
3.2.4.2 Intensitas Hujan
Intensitas hujan didefinisikan sebagai tinggi curah hujan persatuan
waktu. Untuk mendapatkan intensitas hujan selama waktu konsentrasi
digunakan rumus Mononobe (Imam Subarkah, 1980:20), sebagai berikut
:
2/3
R 24 24
I=
24 Tc
dengan :
I = intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimum harian alam 24 jam (mm)
Tc = waktu konsentrasi
Waktu konsentrasi dihitung dengan teoritis, tetapi karena daerah
pertanian yang diukur secara langsung tidak terlalu besar, maka
besarnya waktu konsentrasi dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
0 , 77
Ls
Tc = 0,0195
menit
s
Dengan :
L = panjang saluran (m)
S = kemiringan rerata saluran
3.2.4.3 Daerah Pengaliran
Daerah pengaliran (cacthment area) adalah daerah tempat curah
hujan mengalir menuju saluran. Biasanya ditentukan berdasarkan
perkiraan dengan pedoman garis kontur. Luas daerah dihitung di atas
peta topografi dengan menggunakan planimeter. Jika tersedia foto
udara, penentuan luas daerah aliran akan lebih mudah dan teliti.
3.2.5 Perhitungan Pertumbuhan Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk pada daerah studi pada tahun saat perencanaan
dimulai dan pada tahun-tahun yang akan datang harus diperhitungkan
untuk menghitung kebutuhan air tiap penduduk. Dari kebutuhan air tiap
penduduk dapat diketahui jumlah air kotor (buangan) akibat rumah
tangga.
Untuk memproyeksikan jumlah penduduk pada tahun-tahun yang
akan datang digunakan cara perhitungan laju pertumbuhan geometri
(Geometric Rate of Growth) dan pertumbuhan eksponensial
(Exponential Rate of Growth), (Rusli, Said, 1985:13).
a. Pertumbuhan Geometri
Cara ini mengasumsikan besarnya laju pertumbuhan yang
menggunakan dasar bunga berbunga (bunga majemuk) dimana angka
pertumbuhannya adalah sama untuk setiap tahun. Ramalan laju
pertumbuhan Geometris adalah sebagai berikut :
Pn = Po (1 + n)n
Dengan :
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n
Po = jumlah penduduk pada awal tahun
r = angka pertumbuhan penduduk
n = interval waktu (tahun)
b. Pertumbuhan Eksponensial
Pertumbuhan ini mengasumsikan pertumbuhan penduduk secara
terus-menerus setiap hari dengan angka pertumbuhan konstan.
Pengukuran penduduk ini lebih tepat, karena dalam kenyataannya
pertumbuhan jumlah penduduk juga berlangsung terus-menerus.
Ramalan pertambahan penduduknya adalah :
Pn = Po. em
Dengan :
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n
Po = jumlah penduduk pada awal tahun
m = interval waktu
e = bilangan logaritma
3.2.6 Perhitungan Debit Buangan Penduduk
Debit air kotor berasal dari air buangan hasil aktivitas penduduk
yang berasal dari lingkungan rumah tangga atau bangunan-bangunan
atau tang lainnya.
Untuk memperkirakan jumlah air harus diketahui kebutuhan air
rata-rata dan jumlah penduduk kota. Dalam tugas ini debit air kotor
berasal dari perhitungan air kotor per penduduk dan air kotor sisa
industri.
Perhitungan air buangan tiap penduduk didapat dari :
P n.q
Qak =
A
Dimana :
Qak = debit air kotor (l/dt/km2)
Pn = jumlah penduduk
A = luas daerah (km2)
q = jumlah air buangan (l/orang/hari)
Jumlah air buangan didapat dari prosentase air terbuang dari
kebutuhan air tiap penduduk.
3.2.7 Perhitungan Debit Buangan Industri
Perusahaan-perusahaan industri baik industri besar maupun
industri kecil pasti menghasilkan air kotor ( air sisa industri). Untuk
menghitung debit buangan industri digunakan rumus :
P n.q
Qak =
A
Dengan :
Qak = debit air kotor (l/dt/km2)
Pn = jumlah penduduk
A = luas daerah (km2)
q = jumlah air buangan (l/orang/hari)
B. Retensi non-Alami
Kolam non alami yaitu kolam retensi yang dibuat
sengaja didesain dengan bentuk dan kapasitas tertentu
pada lokasi yang telah direncanakan sebelumnya dengan
lapisan bahan material yang kaku, seperti beton. Pada
kolam jenis ini air yang masuk ke dalam inlet harus dapat
menampung air sesuai dengan kapasitas yang telah
direncanakan sehingga dapat mengurangi debit banjir
puncak (peak flow) pada saat over flow, sehingga kolam
berfungsi sebagai tempat mengurangi debit banjir
dikarenakan adanya penambahan waktu kosentrasi air
untuk mengalir dipermukaan.
Konsep pengeringan polder
1. System pompa
Di dalam stasiun pompa terdapat pompa yang
digunakan untuk mengeluarkan air yang sudah terkumpul
dalam kolam retensi atau junction jaringan drainase ke luar
cakupan area. Prinsip dasar kerja pompa adalah menghisap
air dengan menggunakan sumber tenaga, baik itu listrik
atau diesel/solar. Air dapat dibuang langsung ke laut atau
sungai/banjir kanal yang bagian hilirnya akan bermuara di
laut. Biasanya pompa digunakan pada suatu daerah dengan
dataran rendah atau keadaan topografi atau kontur yang
cukup datar, sehingga saluran-saluran yang ada tidak
mampu mengalir secara gravitasi. Jumlah dan kapasitas
pompa yang disediakan di dalam stasiun pompa harus
disesuaikan dengan volume layanan air yang harus
dikeluarkan. Pompa yang menggunakan tenaga listrik,
disebut dengan pompa jenis sentrifugal, sedangkan pompa
yang menggunakan tenaga diesel dengan bahan bakar solar
adalah pompa submersible.
Perencanaan pompa harus diperhatikan mengenai
tinggi tekan pompa dan pengaruh kehilangan tenaga yang
akan mempengaruhi daya pompa yang dibutuhkan. Selain
itu perencanaan kolam retensi memiliki keterikatan dengan
pompa yang akan digunakan semakin besar volum
tampungan yang tersedia, semakin kecil kapasitas pompa
yang dibutuhkan dan sebaliknya.
Pembuatan paving blok yang terdapat celah antar blok yang satu
dengan yang lainnya, air akan terserap turun kedalam tanah melewati
celah tersebut, disamping paving blok biasanya akan diberi lubang
saluran irigasi yang berfungsi untuk mengurangi debit air yang ada
dijalanan, sehingga air akan terserap melalui paving blok ataupun
melalui saluran tersebut dan jalanan akan terbebas dar banjir.
1. Negara Inggris
- Green Roofs : Taman di atap rumah tinggal
- Living Walls : Penanaman tumbuhan pada
dinding vertikal
- Rain Gardens : Taman dengan
tanah porus yang berfungsi sebagai area
tangkapan air hujan
- Permukaan Permeable : Permukaan berpori yang dapat
dilalui oleh air
- Grassgrid : PavingBlock berlubangyang
dapat ditumbuhi rumput
- FilterStrips : Penampung
sementara limpasan airpermukaan yang jatuh
pada permukaan tanah yang tidak
porus
- Swales : Saluran linier
dengan dasar rata yang bisa
menampung limpasan air permukaan
dan menyerap air ke dalam tanah
- Bio Retensi
:Saluranpenyerapairlimpasanpadapermu
kaanyang diperkeras dan ditumbuhi
tumbuhan
- Kolam Detensi : Kolam penampung
sementara dan penyerap air limpasan
untuk jangka waktu beberapa jam saja.
- Kolam Retensi :Kolam
penyimpanan airl impasan yang sudah
bersih dari polutan dan penyerap air ke
dalam tanah
- Kolam :Tempat Penyedia air bersih
yang permanen atau semi-permanen dan
bebas dari polutan
- Wetlands :Tempat penyedia air bersih
yang sangat luas dengan volume air
bersih yang sangat banyak dan
merupakan tujuan akhir selain danau atau
sungai
- Geocellular : Plastik Geomem
brane penyaring polutan pada limpasang
air permukaan yang akan masuk kedalam
tanah
- Crosswave : Material plastik
penyimpan resapan air hujan yang
disimpan dibawah area terbuka sebagai
tempat jatuhnya air hujan
- Up-Flo Filter : Teknologi penyaring air
limpasan permukaan dari jalan raya yang
mengandung banyak polutan dan
disalurkan ke kolam-kolam detensi atau
retensi
- Flo-Well : Tangki berlubang
penampung air limpasan hujan yang
disimpan didalam tanah dan dilapisi kerikil
guna menyaring polutan sebelum diserap
tanahNo
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Identifikasi Masalah
1.3. Batasan Masalah
1.4. Rumusan Masalah
1.5. Maksud dan Tujuan
1.6. Sistematika Pembahasan
BAB II KONDISI DAERAH STUDI
2.1. Umum
2.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
2.3. Kondisi Fisik Alam
2.3.1 Kondisi Topografi
2.3.2 Kondisi Geologi
2.3.3 Kondisi Alam
2.4. Arah Perkembangan Kota
2.5. Tata Guna Lahan Daerah Perkotaan
BAB III METODOLOGI PERENCANAAN
3.1 Umum
3.2 Analisa Hidrologi
3.2.1 Hujan Rerata Daerah
3.2.2 Hujan Rancangan Maksimum
3.2.2.1. Hujan Rancangan Dengan Metode Log
PearsonIII
3.2.2.2. Uji Kesesuaian Distribusi (Smirnov-Kolmigorof
dan Chi Square)
3.2.3. Debit Rancangan
3.2.3.1. Daerah Pengaliran (Cacthment Area)
3.2.3.2. Daerah Resapan Air Hujan Dan Koefisien
Pengaliran.
3.2.3.3. Debit Akibat Curah Hujan
3.2.3.4. Debit Kotor Akibat Pemukiman
Penduduk
3.2.3.5. Intensitas Hujan Dan Waktu Konsentrasi
3.3. Pertumbuhan Jumlah Penduduk
3.4. Perencanaan Saluran Drainase Perkotaan
3.4.1. Dimensi Saluran
3.4.2. Kondisi Hidrolika Saluran
3.5. Perencanaan Skema Serta Biaya Pembuatan Saluran
Drainasi Perkotaan
3.5.1. Saluran Pengumpul (Collector Drain Channel)
3.4.2. Saluran Pembawa (Receptor Drain Channel)
BAB IV ANALISA PERHITUNGAN
4.1. Koefisien Thiessen
4.2. Perhitungan Curah Hujan Harian Maksimum Dengan
Metode Thiessen.
4.3. Perhitungan Hujan Rancangan Dengan Menggunakan
Metode Log Pearson III.
4.4. Uji Kesesuaian Distribusi (Smirnov-Kolmogorof dan Chi
Square).
4.5. Perhitungan Pertambahan Jumlah Penduduk.
4.6 Perhitungan Luas Tata Guna Lahan Daerah Perkotaan
4.7 Perhitungan Pada Masing-Masing Rencana Saluran
Drainase Perkotaan
4.7.1. Skema Saluran Drainase Pada Daerah Yang
Direncanakan.
4.7.2. Intensitas Hujan Dan Waktu Konsentrasi.
4.7.3. Luas Cakupan, Panjang, Slope, Dan Debit Rencana.
4.7.4. Dimensi Saluran.
4.7.5. Volume Galian Dan Timbunan Beserta Biaya
Pembuatan Saluran.
4.7.6. Gambar Potongan Memanjang Dan Melintang
Saluran (Collector Drain Channel dan Receptor Drain
Channel).
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran