Anda di halaman 1dari 3

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengelolaan sumber daya alam tidak pemah lepas dari berbagai gangguan.
Hutan yang merupakan sumber daya dam selalu mengalami gangguan, baik yang
disebabkan oleh manusia maupun oleh dam sendiri. Salah satu bentuk gangguan
yang muncul adalah kebakaran hutan yang dapat menyebabkan rusaknya hutan.
Kebakaran hutan merupakan bentuk ancaman terhadap kelestarian hutan
yang paling banyak menimbulkan kerugian dibandingkan dengan faktor
pengganggu dan perusakan hutan dan hasil hutan lainnya. Menurut De Bano et al.
(1998) dalam pengelolaan sumber daya hutan, kebakaran hutan dapat mengancam
keutuhan kelestarian hutan, estetika lingkungan, dan memusnahkan
keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya yang penting bagi kehidupan.
Kebakaran hutan yang terjadi umumnya disebabkan oleh kegiatan
manusia, baik disengaja maupun tidak disengaja dan juga oleh faktor dam seperti
petir dan gunung meletus. Diperkirakan 90% kebakaran hutan terjadi akibat
perbuatan manusia dan 10% oleh dam (Suratmo 1985). Kebakaran hutan di
Indonesia sebagian besar terjadi karena adanya aktivitas manusia dalam
penggunaan api temtama untuk pembukaan lahan, pemanfaatan abu serasah untuk
pemupukan tanah garapan, memperoleh tunas atau rumput muda untuk pakan
temak, atau untuk pengurangan timbunan serasah di lantai hutan. Kebakaran
hutan yang disebabkan oleh manusia temtama terjadi pada kondisi lahan bakar
dan cuaca yang cukup kering, khususnya di musim kemarau.
Kebakaran hutan dapat berakibat positif maupun negatif. Kebakaran hutan
dapat berakibat positif apabila k e b a k m hutan tersebut terkendali misalnya untuk
memanfaatkan abu serasahnya atau untuk memupuk tanah garapan. Kebakaran
hutan akan memberi dampak negatif apabila tidak terkendali dan akan
menyebabkan kerusakan pada ekosistem serta degradasi sumber daya alam dan
lingkungan. Pengamhnya terutarna terhadap vegetasi, memburuknya kondisi
tanah baik secara fisik maupun kimia, m e m p e r b d tata air, serta terjadinya
perubahan drastis mikroklimat pada lokasi kebakaran hutan tersebut. Selain itu,
kebakaran hutan juga menimbulkan asap akibat dari proses pembakaran tidak
sempurna yang dapat menyebabkan terjadinya polusi dan pencemaran udara.
Besarnya kerusakan hutan yang terjadi akibat kebakaran tergantung
beberapa faktor, antara lain intesitas kebakaran. lama waktu kejadian, tipe
kebakaran, serta curah hujan setelah terjadi kebakaran hutan. Menurut De Bano
et al. (1998), tingkat kerusakan akibat kebakaran hutan ditentukan juga oleh
karakteristik vegetasi seperti potensi dan jenis bahan bakar yang tersedia, kadar
air bahan bakar, ketebalan d m kandungan kimia bahan bakar, kondisi lingkungan
seperti iklim (curah hujan, kelembaban udara, angin), serta kondisi topografi
kawasan.
Dampak kebakaran hutan terhadap tanah dapat menyebabkan menurunnya
kualitas tanah meliputi sifat fisik, kimia, biologi tanah, meningkatnya erosi, dan
berkurangnya kapasitas tanah menyimpan air, seluruhnya sangat mempengaruhi
pertumbuhan pohon selanjutnya di area kebakaran. Dampak kebakaran hutan
terhadap perubahan sifat fisik dan kimia tanah hutan tergantung dari tipe tanah,
kandungan air dari tanah, intensitas dan durasi waktu kebakaran serta lama waktu
kebakaran, dan intensitas timbulnya api (Chandler et al. 1983a). Menurut Blank
dan Zamudio (1998), tanah dan vegetasi yang terbakar menghasilkan perubahan
dalam sifat-sifat kimia dan fisika tanah, perubahan-perubahan tersebut sangat
tergantung kepada tipe kebakaran, sifat-sifat tanah, vegetasi penutup, dan iklim.
Terhadap sifat fisika tanah, kebakaran hutan menyebabkan terbukanya
lantai hutan sehingga tidak adanya perlindungan terhadap permukaan tanah. Hal
ini menyebabkan meningkatnya peluang tejadinya aliran permukaan jika turun
hujan dan akan tejadi erosi yang tidak terkendali. Dan lebih lanjut dapat
menyebabkan memburuknya sifat-sifat fisik tanah yang tercermin pada penurunan
kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air, me~ngkatnyfikepadatan
dan ketahanan penetrasi tanah, berkurangnya kemantapan struktur tanah, dan
terjadinya peningkatan bulk density tanah (Giovannini & Lucchesi 1997).
Dari aspek kimia, kebakaran hutan akan menghasilkan volatilisasi unsur-
unsur hara tertentu dan mendorong nitrifikasi akibat panas yang terjadi.
Selanjutnya kebakaran hutan memberikan masukan mineral yang terdapat dalam
abu atau arang sehingga menaikkan pH tanah dan menambah unsur hara tanah
seperti K, Ca, Mg, dan S (De Bano et al. 1998), tetapi pengaruh ini tidak
berlangsung lama karena dengan terbukanya lantai hutan akan meningkatnya erosi
dan pencucian semakin intensif ( H a d & Wibowo 1985). Perubahan yang
terjadi dalam sifat kimia tanah akibat kebakaran tidak mungkin dapat
memperbaiki kesuburan tanah dalam jangka panjang karena efeknya bersifat
sementara (Suharjo 1995).
Penelitian ini dilakukan unttk mempelajari perubahan sifat fisik dan kimia
tanah akibat kebakaran lantai hutan yang terjadi berdasarkan fiekuensi kebakaran
yang berbeda, dengan membandingkan area tegakan bekas kebakaran 1 kali dan
area tegakan bekas kebakaran 3 kali dengan area tegakan yang tidak terbakar.
Lokasi penelitian berada di Resort Polisi Hutan (RPH) Bugel, Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan (BWH) Tomo Utara, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Sumedang, Penun Perhutani Unit I11 Jawa Barat, tepatnya pada petak 5 1f dengan
tanaman utama jati yang ditanam pada tahun 1998 dan pernah mengalami
kebakaran pada tahun 2002, 2003, dan 2004. Tipe kebakaran yang terjadi
termasuk tipe kebakaran permukaan (surface fire) yang dicirikan dengan
terbakarnya serasah dan tumbuhan bawah yang ada di lantai hutan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak
pengelola hutan (BKPH Tomo Utara) tentang kondisi lahan setelah terjadi
kebakaran terutama sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Data yang diperoleh
diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk mencegah dan mengendalikan
kebakaran dan dapat ditentukan teknik pengelolaan yang tepat agar kelestarian
hutan tercapai.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan sifat fisik dan kimia
tanah akibat kebakaran lantai hutan yang terjadi berdasarkan frekuensi kebakaran
yang berbeda, dengan membandingkan area tegakan bekas kebakaran, baik 1 kali
maupun 3 kali dengan area tegakan yang tidak terbakar.

Anda mungkin juga menyukai