Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Osteoporosis dapat dijumpai di seluruh dunia dan sampai saat ini masih
merupakan massalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara
berkembang. Di America serikat, osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk,
1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas
umur 75-80 tahun. Mengutip data dari WHO yang menunjukkan bahwa di seluruh
dunia ada sekitar 200 juta orang yang menderita osteoporosis. Pada tahun 2050,
diperkirakan angka patah tulang pinggul akan meningkatkan 2 kali lipat wanita
dan 3 kali lipat pada pria. Laporan WHO juga menunjukkan bahwa 50% patah
tulang adalah patah tulang paha atas yang dapat mengakibatkan kecacatan
seumur hidup dan kematian (Kemenkes RI, 2015).
Data WHO menunjukan bahwa di seluruh dunia ada sekitar 200 juta orang
yang menderita osteoporosis (Wirakusumah, 2008). Selama 10 tahun terakhir, di
Singapura setiap hari terdapat empat wanita usia 50-an tahun mengalami patah
tulang panggul dan di Hongkong, setiap tahun 247 per 100.000 penduduk
menderita cedera punggung akibat osteoporosis (Sugiarto,2015). Pada tahun
2050, diperkirakan angka patah tulang pinggul akan meningkatkan dua kali lipat
pada wanita dan tiga kali lipat pada pria. Dibandingkan dengan masyarakat
Eropa dan Asia lebih rendah, sehingga mudah mengalami Osteoporosis
(Kemenkes RI,2015).
Data puslitbang gizi Depkes RI 2004, penelitian yang dilakukan di 14 Provinsi
di Indonesia menyatakan osteoporosis sudah mencapai tingkat yang perlu di
waspadai yaitu 19,7 persen. Lima provinsi dengan risiko psteoporosis yang
tinggi, salah satu provinsi sumatera utara sebesar 22,8 persen.
Massalah osteoporosis di indonesia telah mencapai tingkat yang perlu di
waspadai. Berdasarkan data Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan Indonesia,
penderiata telah mencapai 19,7% dan berada di urutan ke enam terbesar setelah
China. WHO menyatakan bahwa penyakit Osteoporosis sudah sudah saatnya
dapat perhatian yang lebih serius. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa
penyakit tersebut merupakan sesuatu yang tidak perlu dikhawatirkan karena
dianggap sesuatu keadaan yang biasa terjadi pada usia lanjut. Osteoporosis
menyerang baik wanita maupun pria. Namun, dari data yang ada, resiko terkena
penyakit tersebut lebih tinggi penderita wanita. Data terakhir mengungkap bahwa

1
saat ini lebih 200 juta wanita diseluruh dunia menderita osteoporosis. Umumnya
diderita oleh wanita usia menopouse(>50 tahun), dengan kata lain satu diantara
3 wanita usia tadi mempunyai risiko 40% menderita patah tulang (Wirakusumah,
2007).
Osteoporisis merupakan massalah dalam kesehatan masyarakat yang dapat
dijumpai diseluruh dunia. Selama ini osteoporosis identik dengan usia lanjut,
namun faktanya, pengeroposan tulang bisa menyerang siapa saja termasuk usia
muda(Kemenkes RI,2015). Banyak orang yang tidak menyadari pentingnya
fungsi tulang dalam hidup, yaitu memberi bentuk tubuh, sebagian melekatnya
otot, serta memberikan perlindungan pada organ dibawahnya.
Osteoporosis adalah salah satu keadaan berkurangnya massa tulang
sehingga apabila terkena benturan yang ringgan saja tulang tersebut akan patah.
Penyakit osteoporosis ini sering disebut dengan silent disease karena proses
kepadatan tulang terjadi secara perlahan dan berlangsung secara progresif
selama bertahun tahun tanpa kita sadari tanda dan gekannya. Banyak orang
yang tidak menyadari bahwa osteoporosis ini merupakan pembunuh tersembunyi
(sillen killer) (Tandra,2009 dalam Munawaroh,2013).
Banyak kondisi yang dapat mempercepat proses berkurangnya densitas
mineral tulang, dengan rendahnya densitas mineral tulang dapat menimbulkan
pengeroposan tulang osteoporosis. Hal ini dapat menyebabkan pergerakan
tulang sangat terbatas, timbul rasa nyeri, bentuk tubuh atau anggota bandan
berubah dan kemampuan fisik menurun. Kondisi densitas mineral tulang sangat
dipengaruhi oleh pencapaian puncak pertumbuhan massa tulang yang optimal.
Kondisi densitas mineral tulang juga di pengaruhi hilangnya massa tulang seiring
bertambahnya umur. Jika sejak usia dewasa muda telah menjadi tercapai puncak
pertumbuhan massa tulang yang optimal, dan terus dipertahankan sejak dini,
maka hal ini dipentingkan dalam mencegah osteoporosis dan fratur di massa
selanjutnya (Setyawati B, 2014).
Berdasarkan penelitian Marjan, 2013 pada lansia di Bogor diketahui subjek
dengan status gizi normal cenderung berpeluang menjadi faktor resiko terhadap
kejadian osteoporosis di bandingkan status gizi lebih. Individu dengan berat
badan lebih tinggi cenderung untuk mempunyai kepadatan tulang lebih tinggi
dibandingkan individu yang berat badannya lebih rendah. Hal ini diduga karena
cadangan lemak berfungsi sebagai bahan baku horon androgen untuk diubah
menjadi hormon estrogen. Oleh karena itu, individu terutama wanita yang gemuk

2
jarang mengalami osteoporosis. Demikian juga hasil penelitian (Kosnayani, 2007)
menemukan ada korelasi yang signifikan antara IMT dengan kepadatan tulang.
Hal ini berarti semakin besar Massa Indeks Massa Tubuh maka tulang
responden semakin padat.
Di kecematan Lubuk Pakam, pada penelitian Tarigan[2016] khususnya pada
51 orang peserta senam aerobik telah diperoleh hasil bahwa kejadian
osteoporosis sebanyak 30 orang [58,8%] dan normal sebanyak 21 orang [41,2%]
berdasarkan hal tersebut maka penelitian tertarik untuk mengetahui hubungan
pengetahuan dan pecegahan dini dengan densitas mineral tulang (DNT) pada
wanita muda Kecamatan Lubuk Pakam.

B. Rumusan Massalah
1. Tujuan Umum
Adakah hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan densitas mineral tulang
(DMT) pada wanita dewasa muda di Kecamatan Lubuk Pakam.

2. Tujuan Khusus
a. Menilai Indeks Massa Tubuh (IMT) pada wanita dewasa muda
Kecamatan Lubuk Pakam
b. Menilai densitas mineral tulang pada wanita dewasa muda di Kecamatan
Lubuk Pakam

C. Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan gambaran Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Densitas
Mineral Tulang (DMT) dan menambah pengetahuan wanita dewasa muda
Kecamatan Lubuk Pakam
2. Sebagai deteksi dini pencegahan osteoporosis pada wanita dewasa muda
3. Menambah pengetahuan dan wawasan penulisan Karya Tulis Ilmiah

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Densitas Mineral Tulang (DMT)
1. Pengertian
Densitas mineral tulang (DMT) adalah kepadatan tulang yang ada pada
tubuh. Ada empat kategori diagnosis kepadatan tulang (densitas mineral tulang)
berdasarkan T-score adalah sebagai berikut :
Berdasarakan ketepatan WHO dengan perhitungan statistik (t-skor)
seseorang yang telah mengalami perubahan Densitas Mineral Tulang (DMT) dari
perubahan massa tulang wanita muda normal, dengan ketentuan sebagai berikut
1. Normal : T-score lebih besar atau sama dengan -1 SD.
2. Osteopenia (osteoporosis dini) : T-score antara -1 SD sampai -2,5 SD.
3. Osteoporosis : T-score di bawah -2,5 SD.

2. Tanda dan Gejala Klinis Densitas Mineral Tulang


Menurut NIH Osteoporosis and Related Bone Diseases National
Resource Center 2012 dalam Fitri (2014) bahwa kondisi densitas mineral tulang
(DMT) yang tidak normal ditandai dengan terjadinya penurunan kepadatan tulang
yang disebut sebagai osteoporosis. Osteoporosis juga disebut sebagai “silent
disease” atau penyakit yang tidak dirasakan sehingga peningkatan dan progres
penyakit ini tidak dapat menunjukkan tanda dan gejala hingga terjadi fraktur
tulang.
Kehilangan densitas mineral tulang (DMT) dapat menyebabkan
peningkatan kepatahan pada tulang belakang. Sehingga menyebabkan
seseorang mengalami pembungkukan dan kehilangan tinggi normalnya. Selain
itu orang dengan densitas mineral tulang (DMT) rendah akan terlihat perut buncit
atau prominent abdoment walaupun tidak ada penambahan berat badan
(Vanessa dalam Fitri 2014).

3. Patogenesis Densitas Mineral Tulang


Berdasarkan Ketut dan Siki K., 2009 dalam Fitri (2014) bahwa terjadinya
penurunan densitas mineral tulang (DMT) secara seluler disebabkan oleh karena
jumlah dan aktifitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktifitas sel osteoblas

4
(sel pembentuk tulang). Hal ini dikarenakan adanya defisiensi hormon
testosteron dan hormon estrogen serta adanya faktor sitokin yang menyebabkan
adanya diferensiasi sel osteoklas. Estrogen merupakan hormon seks steroid
yang memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme tulang,
mempengaruhi aktivitas sel osteoblas dan osteoklas, maupun menjaga
keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut melalui pengaturan produksi
parakirin oleh sel osteoblas.

4. Faktor Risiko Densitas Mineral Tulang (DMT)


Faktro risiko terjadinya penurunan densitas mineral tulang (DMT) menurut
NIH Osteoporosis and Related Bone Diseases National Resource Center 2012
dalam Fitri (2014) dibagi menjadi dua, yaitu tidak dapat di kontrol dan dapat di
kontrol. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol, yaitu : jenis kelamin, kurangnya
beraktifitas, memilliki kerangka tulang yang tipis, menopause dini, suku, dan usia.
Sedangkan faktor risiko yang dapat dikontrol yaitu : pengetahuan, aktivitas fisik,
kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol, olahraga, indeks massa tubuh
(IMT), defisiensi kalsium dan vitamin D, penurunan berat badan dan penggunaan
obat - obatan.

5. Diagnosa Densitas Mineral Tulang (DMT)


Deteksi densitas mineral tulang (DMT) merupakan hal tidak memberikan
tanda - tanda atau gejala sebelum patah tulang terjadi. Pemeriksaan baru
dilakukan setelah terjadinya patah tulang punggung, tulang pinggul, tulang
pergelangan tangan atau patah tulang lainnya pada orang tua baik laki - laki atau
wanita. Terkadang dari waktu ke waktu densitas mineral tulang terus berkurang,
dan terjadi secara luas dan tidak dapat diubah kembali. Densitas mineral tulang
yang sudah berkurang 30 - 40% baru dapat dideteksi dengan pemeriksaan X-ray
konvensional (Ketut dan Siki K, 2009 dalam Fitri (2014).
Prosedur diagnostik yang lazim digunakan untuk menentukan adanya
penyakit tulang metabolik seperti osteoporosis, adalah : Pesawat X-ray
absorptiometri dengan radiasi sinar X yang sangat rendah. Keuntungan lain
densitometer X-ray absorptiometry dibanding DPA (Dual prhoton absorptiometry)
dapat mengukur dari banyak lokasi, misalnya pengukuran vetebral dari anterior
dan lateral, sehingga pengaruh bagian belakang corpus dapat dihindari dan
presisi pengukuran lebih tajam. Ada dua jenis X-ray absorptiometry yaitu : Single

5
X-Ray Absorptiometry (SXA) dan Dual Energi X-Ray Absorptiometry (DXA).
Pemeriksaan osteoporosis pada laki – laki maupun osteoporosis pasca
menopause pada wanita saat ini adalah DXA, yang digunakan untuk
pemeriksaan lumbal vertebra, collum femur, radius distal, atau seluruh tubuh
(Ketut dan Siki K, 2009 dalam Fitri, 2014).
Tujuan dari pengukuran densitas mineral tulang (DMT) yaitu :
a. Menentukan diagnosis.
b. Memprediksi terjadinya patah tulang.
c. Menilai perubahan densitas tulang setelah pengobatan atau senam badan.

6. Pengukuran Kepadatan Tulang


Pengukuran kepadatan tulang adalah pengukuran kepadatan mineral
(seperti kalsium) pada tulang dengan menggunakan sinar-X spesial, CT scan,
atau ultrasounds. Dari hasil pengukuran kepadatan tulang ini dapat diperkirakan
kekuatan tulang (Nissl, 2004). Pengukuran kepadatan tulang sebaiknya mulai
dilakukan pada usia dengan risiko terjadi pengeroposan, yaitu mulai usia 35
tahun. Sejak usia 35 tahun resorpsi tulang lebih dominan dibandingkan dengan
proses pembentukan tulang. Sebagaimana dikemukakan oleh Tjokroprawiro
(1994), puncak pembentukan massa tulang (peak bone mass) terjadi pada usia
10 – 35 tahun dan sangat tergantung pada asupan kalsium dan aktivitas fisik.
a. Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), menggunakan dua sinar-X
berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan tulang belakang dan
pangkal paha. Sejumlah sinar-X dipancarkan pada bagian tulang dan
jaringan lunak yang dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang yang
mempunyai kepadatan tulang tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-X
yang melewatinya. DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk
mengukur
b. kepadatan mineral tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2% mineral tulang
yang hilang tiap tahun. Penggunaan alat ini sangat cepat dan hanya
menggunakan radiasi dengan dosis yang rendah tetapi lebih mahal
dibandingan dengan metode ultrasounds.
c. Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA), merupakan hasil
modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang anggota badan
seperti pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur kepadatan tulang
yang berisiko patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal paha. Jika

6
kepadatan tulang belakang dan pangkal paha sudah diukur maka
pengukuran dengan P-DEXA tidak diperlukan. Mesin P-DEXA mudah
dibawa.
d. Menggunakan radiasi sinar-X dengan dosis yang sangat kecil, dan hasilnya
lebih cepat dan konvensional dibandingkan DEXA.
e. Dual photon absorptiometry (DPA), menggunakan zat radioaktif untuk
menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral tulang belakang
dan pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar dengan dosis yang
sangat rendah tetapi memerlukan waktu yang cukup lama.
f. Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika
hasilnya mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka dianjurkan
untuk tes menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan gelombang
suara untuk mengukur kepadatan mineral tulang, biasanya pada telapak
kaki. Sebagian mesin melewatkan gelombang suara melalui udara dan
sebagian lagi melalui air. Ultrasounds dalam penggunaannya cepat, mudah
dan tidak menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu kelemahan
Ultrasounds tidak dapat menunjukkan kepadatan mineral tulang yang
berisiko patah tulang karena osteoporosis. Penggunaan Ultrasounds juga
lebih terbatas dibandingkan DEXA.
g. Quantitative computed tomography (QTC), adalah suatu model dari CT-scan
yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu model dari
QTC disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur kepadatan
tulang anggota badan seperti pergelangan tangan. Pada umumnya
pengukuran dengan QCT jarang dianjurkan karena sangat mahal,
menggunakan radiasi dengan dosis tinggi, dan kurang akurat dibandingkan
dengan DEXA, P-DEXA, atau DPA. Hasil pengukuran kepadatan mineral
tulang dapat dilaporkan dalam beberapa bentuk, yaitu:
T-score hasil pengukuran kepadatan tulang dibandingkan dengan nilai rata-
rata kepadatan tulang sehat pada umur 30 tahun. Nilai kepadatan mineral
tulang selanjutnya dilaporkan sebagai standar deviasi dari mean kelompok
yang direferensikan.
1. Nilai negatif (-) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan
yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang sehat
pada usia 30 tahun.

7
2. Nilai positif (+) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan
mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang
sehat pada usia 30 tahun.

B. Indeks massa tubuh (IMT)


1. Pengertian
Indeks massa tubuh merupakan alat yang sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih lanjut
(Nyoman, 2008).

2. Cara menentukan indeks massa tubuh(IMT)


Berat Badan (kg)
𝐼𝑀𝑇 =
Tinggi Badan (𝑚2 )
Batas ambang Indeks massa tubuh di tentukan dengan merujuk ketentuan
FAO atau WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan
perempuan. Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1 – 25,0 dan untuk
perempuan adalah 18,7 – 23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan tingkat
defisiensi energi atau tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO atau WHO
menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki atau perempuan.
IMT dikelompokkan berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Indonesia tahun 2005 dalam Handayani (2013) yaitu :
a. Kekurangan berat tingkat berat (IMT <17 kg/m2)
b. Kekurangan badan tingkat ringan (IMT 17-18,4 kg/m2)
c. Normal (IMT 18,4-24,9 kg/m2)
d. Kelebihan berat badan tingkat ringan (IMT 25-27 kg/m2)
e. Kelebihan berat badan tingkat berat (IMT >27 kg/m2)

3. Akibat dan Resiko


Berat normal adalah idaman bagi setiap orang agar mencapai tingkat
kesehatan yang optimal. Keutungan apabila berat badan normal adalah
penampilan baik, lincah dan resiko sakit rendah. Berat badan yang
kurang dan berlebihan akan menimbulkan bergai resiko terhadap
berbagai macam penyakit.

8
Tabel 2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh
Kategori IMT
Kurus Kurang berat badan,tingkat berat < 17,0

kekurangan berat badan tingkat 17,0 – 18,5


ringan

Normal >18,5-25,0
Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0
Gemuk
Kelebhan berat badan tingkat berat >27,0

C. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Densitas Mineral Tulang


(DMT)
IMT merupakan indikator paling praktis dalam menilai status gizi.
28 Hasil penelitian di Iran memperlihatkan hasil yang bermakna antara
IMT dan DMT pada perempuan usia 10-75 tahun. Didapatkan pula
korelasi signifikan antara IMT dengan DMT, demikian juga berat badan
terhadap DMT pada perempuan postmenopause. Berdasarkan penelitian
Setyawati, 2014 terdapat hubungan yang tidak bermakna (p>0,05) antara
status gizi menurut IMT dan kepadatan tulang.
Penelitian di China yang melibatkan perempuan muda dan
premenopause (20-55 tahun) mendapatkan hasil analisis multivariat,
dengan mempertimbangkan variabel lain (massa otot) nampak hubungan
IMT dan DMT menjadi tidak signifikan. Sebagai alat penapis osteoporosis,
IMT rendah sering kali merupakan salah satu faktor yang
dipertimbangkan untuk dilanjutkan dengan pemeriksaan DMT. Densitas
tulang, massa lemak dan massa otot dipengaruhi oleh keadaan genetik
dan ras. Hubungan tidak signifikan antara IMT dan DMT dari hasil
penelitian ini dapat dikarenakan sampel yang diteliti memiliki IMT yang
hampir sama dan rentangnya tidak terlalu lebar, yaitu berada di kisaran
IMT normal (Liu JM dalam Setyawati, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian pada 101 remaja putri usia 13-15 diketahui
bahwa overweight mengalami osteopenia. Teori yang berkembang
selama ini menyebutkan bahwa orang yang berbadan besar mempunyai
massa tulang lebih besar dibandingkan dengan orang yang kurus atau

9
kecil. Semakin tinggi IMT, maka risiko terjadinya osteoporosis semakin
rendah. Akan tetapi, IMT hanya berupa perbandingan tinggi badan dan
berat badan saja sehingga tidak secara jelas menerangkan peningkatkan
IMT karna persen lemak tubuh atau massa otot. (Nafilah, 2014).
D. Kerangka Konsep

Indeks Massa Densitas Mineral


Tubuh (IMT) Tulang (DMT)

E. Defenisi Operasional
Tabel 2.2 Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Operasional Skala
Pengukuran
1 Densitas Mineral Nilai pengukuran densitas mineral Ordinal
Tulang (DMT) tulang dengan menggunakan alat
Quantitative Ultrasound Bone
Densitometry dengan merk
Achilles Insight dengan
keakuratan pengukuran 97%.
Bagian tulang yang diukur adalah
tulang tumit kaki. Pengukuran
berupa T-Score kemudian di
konversi kedala angka densitas
mineral tulang(g/cm2) dengan
menggunakan koversi menurut
Milinkow (2005). Pengukuran
dilakukan oleh operator
Quantitative Ultrasound Bone
Densitometry. Denga katagori
sebagai berikut:
1. Normal : T-Score lebih besar
atau sama dengan -1SD
2. Osteoponia(osteoporosis
dini): T-Score antara -1 SD
sampai -2,5 SD

10
3. Osteoporosis: T-score
dibawah 2,5 SD
Sumber: (Ketut dan siki
K,2009 dalam fitri,2014)

2 Indeks Massa Keadaan tubuh sebagai nilai Ratio


Tubuh (IMT) konsumsi dan penggunaan zat-
zat gizi berdasarkan berat badan
dan tinggi badan responden
,diukur secara langsung dengan
menggunakan timbangan injak
digital merek personal scale
dengan ketelitian 0,1kg dan
microtolise dengan ketelitian 0,1
cm. Hasil pengukuran dihitung
menggunakan rumus IMT dan
diklasifikasi menurut Kemenkes
RI 2013,yaitu:
a. kurus : <18,5
b. Normal : > 18,5 - < 25,0
c. Gemuk : > 25,0 - <27,0
d. Obesitas : > 27,0

3 Wanita Dewasa Wanita dewasa muda yang masih Ordinal


Muda produktif usia 20-40 tahun yang
hadir di Kantor Camat Lubuk
Pakam pada waktu yang
ditentukan.

F. Hipotesa
Ha : Ada hubungan Indeks Massa Tubuh dengan definisi mineral tulang
pada wanita muda Kecamatan Lubuk Pakam.

11
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu penelitian


Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Kecamatan Lubuk Pakam. Penelitian
ini berlangsung dari bulan september 2016 sampai Juli 2017. Pengumpulan data
direncanakan pada bulan Oktober - November 2016.

B. Jenis dan Rancangan penelitian


Jenis penelitian adalah obevasional yaitu peneliti hanya melakukan
pengamatan terhadap subjek penelitian dan menganalisi hasil pengamatan.
Rancangan penelitian ini adalah studi cross sectional yaitu penelitian mencari
variabel bebas (faktor resiko) yaitu Indeks Massa Tubuh, variabel tergantung
[efek] yaitu densitas mineral tulang (Sastroasmoro, 2002).

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita mua yang diundang
dan datang ke Kantor Camat dari 6 Desa dan 7 Kelurahan pada waktu yang
ditentukan untuk melakukan pemeriksaan kepadatag tulang, masing-masing
Desa dan Kelurahan diperiksa sebanyak 20 wanita muda sehingga
13x20=260 orang yang diperkirakan hadir pada saat pemeriksaan tulang di
Kantor Camat Lubuk Pakam.

2. Sampel
Sampel
a. Berumur antara 20-40 tahun
b. Jenis kelamin perempuan
c. Bersedia menjadi sampel
d. Masih aktif dan produktif
e. Belum mengalami menopause dan sudah menikah

12
D. Jenis dan cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan oleh penelitian dan dibantu oleh enumerator
Mahasiswa semester V Jurusan Gizi,Lubuk Pakam.
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini yaitu data primer
dan sekunder.
1. Data Primer
a. Data indentitas sampel [nama, tempat/tanggal lahir, umur, pendidikan
suku, pekerjaan, dll] yang diperoleh dari wawancara secara langsung
dengan mengisi from identitas sampel. Setelah data-data identitas
terkumpul, maka data-data tersebut dicockan dengan kriteria inkiui
yang sudah ditentukan, jika semua sesuai maka wanita muda sesuai
kriteria inkuisi akan di jadikan sampel.
b. Densitas mineral tulang dperoleh dengan pengukuran menggunakan
alat quantitative ultrasound Bone Densitometry dengan Merk Achilles
Isight, dengan prosedur sebagai berikut:
I. Pengukuran dilakukan oleh seseorang petugas pada bulan
Oktober di Kantor Camat Lubuk Pakam.
II. Responnden dipersilahkan duduk pada posisi tegak pada kursi
didepan alat Quantitative Ultrasound Bone Densitometry
dengan merk Achilles Insight.
III. Responden melepas alas kaki kanan[seperti sepatu atau kaus
kaki dan meletakan tumit kaki pada alat Quantitative
Ultrasound Bone Densitometry dengan merk Achilles Insight.
IV. Petugas melakuan data umur dan jenis kelamin responden
pada alat Quantitative Ultrasound Bone Densitomerty dengan
merk Achilles Insight kemudian mulai melakukan scan.
V. Setelah hasil pengukuran yakni beruba T-score,petugas
mencatat hasil yang diperoleh pada lembar kuesioner.
c. IMT(Indeks Massa Tubuh)
Data ini diperoleh dengan cara melakukan kunjungan ke
rumah sampel dengan melakukan pengukuran antropometri BB
dan TB menggunakan timbangan digital untuk penimbangan BB
dan microtois untuk pengukuran TB.

13
Dengan prosedur sebagai berikut:
1. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan 5 enumerator
mahasiswa jurusan gizi Lubuk Pakam.
2. Peneliti melakukan pengukuran antropometri meliputi tinggi
badan dan berat badan responden.
3. Peneliti mengisi form pengukuran berat badan dan tinggi
badan responden dan menghitung IMT dengan cara
membagikan berat badan dan tinggi badan.
4. Peneliti melakukan pengumpulan data dan mengkategorikan
berat badan dan tinggi badan berdasarkan IMT yang telah
ditetapkan.
5. Pengolahan data dilakukan di software SPSS.

2. Data Sekunder
Data jumlah wanita muda atau wanita usia subur [WUS] diperoleh
berdasarkan data yang diberikanoleh Camat Kecamatan Lubuk
Pakam.

E. Pengolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan Data
a. Data densitas mineral tulang yang sudah diperoleh dan diperiksa,
kemudian dikelompokan menjadi:
1. Normal : T-score lebih besar atau sama dengan -1 SD
2. Osteopenia [Osteoporosis dini] :T-score antara-1 SD sampai-2,5
SD
3. Osteoporosis : T-score di bawah -2,5 SD
b. Data hasil pengukuran BB dan TB, kemudian dihitung IMT
dengan rumus :
Berat Badan (kg)
𝐼𝑀𝑇 =
Tinggi Badan (𝑚2 )
Kemudian dikategorikan menjadi :
 Kurus : <18,5
 Normal : > 18,5 - < 25,0
 Gemuk : > 25,0 - <27,0
 Obesitas : > 27,0

14
4. Analisis Data
a. Analisis univariat untuk menggambarkan distribusi frekuensi
masing-masing variabel, baik variabel dependen maupun
variabel independen.
b. Analisis bivariat untuk hubungan Indeks Massa Tubuh
dengan Densitas Mineral Tulang pada wanita muda di
Kecamatan Lubuk Pakam. Dilakukan dengan uji Chi Square
dengan kesimpulan, jika p < 0,05 maka Ho ditolak yang
berarti ada hubungan dan jika p > 0,05 maka Ho diterima
yang berarti tidak ada hubungan.

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


1. Kecamatan Lubuk Pakam
Secara geografis kota Lubuk Pakam berada di posisi 02”57’ – 03”16’
Lintang Utara dan 98”33’ – 99”27’ Bujur Timur. Luas kecamatan Lubuk Pakam
adalah 7.655,35 Ha dengan batas wilayah sebagai berikut, sebelah Utara
berbatasan dengan Kecamatan Beringin, sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Pagar Merbau, sebelah Timur berbatasan dengan Pagar Merbau dan
sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa. Kota Lubuk
Pakam terdiri dari 7 kelurahan dan 6 desa serta 105 dusun dengan inu kota
kecamatan terletak di Kota Lubuk Pakam. Topografi Kecamatan Lubuk Pakam
merupakan dataran dengan ketinggian 0 s/d 8 meter dari Permukaan laut.
Jumlah penduduk kecamatan Lubuk Pakam sebanyak 80,847 jiwa penduduk.
Lubuk Pakam merupakan ibu kota Kabupaten Deli Serdang. Kabupaten Deli
terdiri dari 22 kecamatan. Salah satunya adalah kecamatan lubuk pakam. Di
Kecamatam Lubuk Pakam terdapat beberapa desa atau kelurahan antara lain
adalah Kelurahan Lubuk Pakam Pekan, Kelurahan Lubuk Pakam I – II,
Keluarahan Lubuk Pakam III, Kelurahan Tanjung Garbus, Kelurahan Kampung
Syahmad, Kelurahan Pagar Merbau Tiga, Kelurahan Palu Kemiri, Desa Bakaran
Batu, Desa Skip, Desa Pagar Jati Dan Desa Petapahan, Desa Cemara dan Desa
Pasar Melintang.
B. Gambaran Umum Krakteristik Sampel
1. Karakteristik Sampel
Pendidikan sampel sebahagian besar SMA sebanyak 36%, sedangkan
Pekerjaan Ibu sebahagian besar IRT sebanyak 37%, Pekerjaan Ayah atau suami
sebahagian besar pekerjaan tidak tetap sebanyak 31.1% dan suku sebahagian
besar Batak sebanyak 33%.

16
Tabel 3. Karakteristik Sampel Wanita Usia Muda di Kecamatan Lubuk Pakam
Variabel Frekuensi
N %
Pendidikan SMP 5 11.1
Sampel SMA 36 80.0
D3 1 2.2
S1 3 6.7
Jumlah 45 100.0
Pekerjaan Sampel IRT 37 82.2
PNS, Pegawai
2 4.4
Swasta
Pedagang 2 4.4
Petani 4 8.9
Total 45 100.0
Suku Batak 33 73.3
Jawa 9 20.0
Melayu 2 4.4
DLL 1 2.2
Total 45 100.0

Berdasarkan data yang telah diperoleh bahwa lebih banyak lulusan SMA
yaitu 80,0% dibandingkan dengan lulusan D3 sebanyak 2,2%. Sedangkan
distribusi pekerjaan sampel lebih banyak sebagai ibu rumah tangga yaitu 37
orang (82,2%) dibandingkan Petani sebanyak 4 orang (8,9%), PNS atau pegawai
swasta sebanyak 2 orang (4,4%), dan pedagang sebanyak 2 orang (4,4%).
Suku dominan pada sampel adalah suku batak sebanyak 33 orang
(73,3%), suku jawa sebanyak 9 orang (20,0%), suku melayu sebanyak 2 orang
(4,4%) dan suku lainnya sebanyak 1 orang (2,2%).

17
2. Karakteristik Umur
Tabel 4. Karakteristik Umur Sampel
Mean 34.24

Median 35.00

Std. Deviation 5.284

Minimum 21

Maximum 40
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa sampel penelitian ini sebahagian
besar berusia 20-40 tahun dengan mean 34.24 tahun, median 35 tahun, usia
minimun 20 tahun serta usia maksimum 40 tahun.
C. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh merupakan alat yang sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih lanjut
(Nyoman, 2008).
Indeks massa tubuh dihitung dengan cara berat badan dalam satuan
kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m2) dan tidak terkait
dengan jenis kelamin.
Tabel 5. Kategori_IMT
N %

Kategori Kurus 1 2.2


IMT Normal 14 31.1

Gemuk 30 66.7

Total 45 100.0

Berdasarkan tabel 3 kategori IMT terdapat sebanyak 66,7% (30 orang)


memiliki Indeks Massa Tubuh yang Gemuk, sebanyak 31,1 % (14 orang)
memiliki indeks massa tubuh yang Normal dan hanya 2,2% (1 orang) yang
memiliki indeks massa tubuh yang kurus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 97,8% responden memiliki
tipe tubuh gemuk. Hal ini berdasarkan hasil kuesioner penelitian, didapatkan
berat badan gemuk dengan indeks massa tubuh diatas 25 kg/m2. Semakin

18
banyak jarigan lemak yang dimiliki oleh wanita maka akan semakin banyak
hormon estrogen yang di produksi. Penurunan massa tulang pada wanita yang
kelebihan berat badan dan memiliki kadar lemak yang tinggi, pada umumnya
akan lebih kecil. Adanya penumpukan jaringan lunak dapat melindungi rangka
tubuh dari trauma patah tulang.
D. Densitas Mineral Tulang (DMT)
Densitas mineral tulang adalah salah satu upaya yang diperlukan dalam
pembentukan massa tulang yang optimal. Mengukur DMT menggunakan alat
ukur dual X-ray absorptiometry (DXA) yang hasinya dinyatakan dalam T-score
dan kemudian dikategorikan.
Tabel 6. Distribusi Densitas Mineral Tulang (DMT)
n %

Kategori Normal 16 35.6


DMT Osteopenia 25 55.6

Osteoporosis 4 8.9

Total 45 100.0

Berdasarkan data yang telah diperoleh, rata-rata T-score wanita usia muda
di kecamatan Lubuk Pakam yaitu -1,30 dengan standart deviasi 0,660. Hal ini
menunjukkan bahwa sebanyak 55,6% (25 orang) sampel memiliki kategori DMT
osteopenia, 35,6% (16 orang) memiliki kategori DMT normal dan sebanyak 8,9%
(4 orang) masuk dalam kategori osteoporosis.

E. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Densitas Mineral Tulang


Kecukupan energi bagi seseorang ditandai oleh berat badannya yang
normal. Bagi orang dewasa ( usia di atas 18 tahun) digunakan indeks massa
tubuh (IMT). Secara teoritis, semakin tinggi tingkat kesegaran jasmani, maka
kemampuan melakukan aktivitas fisik juga akan meningkat, demikian pula
dengan jumplah pengeluaran energi sehingga neraca energi cenderung negatif
yang akan menyebabkan penurunan IMT.

19
Tabel 7. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Densitas Mineral Tulang
Indeks Densitas Mineral Tulang
Total p
Massa Normal Osteopenia Osteoporosis
value
Tubuh N % n % N % N %
Kurus 0 0 1 100 0 0 1 100
Normal 6 42,9 7 50 1 7,1 14 100
0,874
Gemuk 10 33,3 17 56,7 3 10 30 100
Total 16 35,6 25 55,6 4 8,9 45 100

Hal ini diperkuat dengan uji Chi Square didapatkan nilai p=0,874
(p>0,005), maka dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara indeks massa tubuh dengan densitas mineral tulang pada wanita usia
muda di kecamatan lubuk pakam.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian kosnayani,2007 dengan
menggunakan uji korelasi person diperoleh hasil hubungan negatif p=0,000. Hal
ini menunjukkan semakin besar Indeks Massa Tubuh maka tulang responden
semakin padat.
Hal ini sesuai dengan pendapat Groff. And Gropper (2000) bahwa badan
semakin kurus dan kecil, maka semakin beresiko mengalami pengkeroposan
tulang. Berat badan kurang merupakan salah satu faktor resiko keropos tulang
karena diketahui Indeks Massa Tulang dihtung dengan membagi berat badan
responden oleh kuadran tinggi badan, jadi makin besar berat badan responden,
Indeks Massa Tubuh semakin besar.

20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Responden wanita usia muda di kecamatan lubuk pakam sebahagian besar
80,0% berpendidikan SMA
2. Responden wanita usia muda di kecamatan lubuk pakam sebahagian besar
82,2% memiliki pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga
3. Responden wanita usia muda di kecamatan lubuk pakam sebahagian besar
73,3% merupakan suku batak.
4. Responden memiliki usia rata-rata 34 tahunn dengan usia minimum 20 tahun
dan usia maksimum adalah usia 40 tahun.
5. Kategori IMT responden sebanyak 66,7% (30 orang) adalah gemuk,
sebanyak 31,1 % (14 orang) adalah Normal dan hanya 2,2% (1 orang) yang
memiliki indeks massa tubuh yang kurus.
6. Kategori DMT sebanyak 55,6% (25 orang) adalah osteopenia, 35,6% (16
orang) adalah normal dan sebanyak 8,9% (4 orang) adalah osteoporosis.
7. Ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Densitas Mineral Tulang
pada wanita usia muda di kecamatan Lubuk Pakam

B. SARAN
1. Wanita usia muda agar lebih memperhatikan berat badan yang dapat
mempengaruhi tingkat kepadatan tulang. Perlu dilakukan penimbangan berat
badan secara rutin agar mengetahui perkembangan berat badan, apabila
sudah sangat berlebih agar dapat dinormalkan atau dikurangi dengan cara
olahraga teratur dan konsumsi makanan yang seimbang
2. Pemeriksaan tulang secara rutin enam bulan sekali untuk mengetahui
kondisi tulang yang beresiko osteopenia atau osteoporosis untuk mencegah
akibat yang lebih parah berupa patah tulang.

21
Daftar Pustaka

Depkes. 2014. Pengetahuan tentang Osteoporisis dan Kepadatan Tulang


Hubungannya dengan Kosumsi Kalsium pada Wanita Dewasa Muda.
Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Badan Litbangkes,
Kemenkes RI.

Fitri, N. 2014. Hubungan Densitas Mineral Tulang dengan status periodontal dan
Oral Hygine. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Fakultas Kedokteran
Gigi. Makassar

Kemenkes. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013. Litbangkes.Jakarta.

Kemenkes. 2015. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta.

Kosnayani, Ai Sri. 2007. Hubungan Asupan Kalsium, Aktivitas Fisik, Paritas,


Indeks Massa Tubuh dan Kepadatan Tulang pada Wanita
Pascamenopause. Tesis. Universitas Diponegoro, Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Semarang

Marjan, Avliya. 2013. Hubungan antara Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas fisik
dengan Kejadian Osteoporosis pada Lansia di Panti Werdha Bogor.
Jurnal Gizi dan Pangan. ISSN 1978-1059.8(2):123-128

Munawaroh, A. 2013. Hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku


pencegah osteoporosis mahasiswa di Universitas Singaparbangsa
karawang. Skripsi sarjana ilmu kepeperawatan jakarta.

NIH Osteoporosis and related bone Disease national Resource Center, 2012
dalam Fitri, 2014. Hubungan Densitas Mineral Tulang denga Status
Periodontal dan Oral Hygyne. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hassanudin.

Nyoman I Dewa, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar. Penuntun Status Gizi. Tahun 2002.

Sastroasmoro, S., 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis . Jakarta: CV.


Sagung Seto.

Setyawati, B., Fuanda N., Salimar. 2014. Pengetahuan tentang Osteoporosis dan
Kepadatan Tulang Hubungannya dengan Konsumsi Kalsium pada
Wanita Dewasa Muda. Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan
Masyarakat Badan Litbangkes, Kemenkes RI.

Sugiarto Ricky. 2015. Latihan beban bagi penderita Osteoporosis. Jurnal


olahraga prestasi vol 11 nomor 2, juli 2013.

Setyawati, B., Fuada N., Salimar. 2014. Pengetahuan tentang Osteoporosis dan
Kepadatan Tulang Hubungannya dengan Konsumsi Kalsium pada
Wanita Dewasa Muda. Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan
Masyarakat Badan Litbangkes, Kemenkes RI.

22
Tarigan, 2016.Laporan Penelitian Hubungan Aktivitas Fisik, Status Gizi, Asupan
Zat Gizi dengan Densitas Mineral Tulang pada Peserta Senam Aerobik
di Lapangan Segitiga Kecamatan Lubuk Pakam. Poltekkes Kemenkes
Medan; Jurusan Gizi.

Wirakusumah, Emma S. 2007. Mencegah Osteoporosis Lengkap dengan 39 Jus


dan 38 Resep Massakan, Jakarta:Penebar Plus

23
Lampiran 1
JADWAL PENELITIAN
2015 2016
No. Kegiatan
Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
1. Penulisan
Proposal
2. Seminar
Proposal
3. Perbaikan
Proposal
4. Pengumpulan
data
Pengolahan
data
5. Penyusunan
karya tulis
ilmiah
6. Ujian karya
tulis ilmiah

7. Perbaikan
karya tulis
ilmiah

24
Lampiran 2

PERENCANAAN ANGGARAN BIAYA


1. Penelusuran Pustaka
a. Pembelian buku 2 buah : Rp. 150.000,-
b. Fotokopi : Rp. 100.000,-
2. Bahan kontak 46 orang x Rp. 10.000 : Rp. 460.000,-
3. Biaya Enumerator 3 orang x Rp. 150.000 : Rp. 450.000,-
4. Transportasi Pengumpulan Data : Rp. 250.000,-
5. Penggandaan Proposal dan Karya Tulis Ilmiah
a. ATK : Rp. 100.000,-
b. Print dan Jilid : Rp. 200.000,-
6. Biaya Tidak Terduga : Rp. 250.000,- +
TOTAL RP. 1.960.000,-

25
Lampiran 3
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)
Selamat Pagi/Siang/Sore
Saya Sri Prasetya Nugraha mahasiswa Semester V, program studi D-III
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Medan, bermaksud melakukan penelitian
mengenai “ Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Indeks Massa Tulang Pada
Wanita Usia Muda di Kecamatan Lubuk Pakam” . Penelitian ini dilakukan sebagai
bagian dari proses pembelajaran dalam penyelesaian studi di Jurusan
Gizi,Poltekkes Kemenkkes Medan.
Saya berharap kesedian ibu menjadi responden dalam penelitian ini dimana
akan dilakukan pengisian kuesioner melalui wawancara dan kunjugan ke tempat
(Kantor Camat) responden yang terkait dengan penelitian dan tindekan klinis
berupa pengecekan densitas mineral tulang. Idenstitas pribadi dan semua
informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk
penelitian ini.
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Alamat :
Usia :
Telepon/hp:
Demikian peryataan ini dibuat untuk digunakan seperlunya dan apabila dalam
penelitian ini ada perubahan dan keterlambatan menjadi responden dapat
menganjurkan pengunduran diri. Atas perhatian dan kesediaan Ibu menjadi
responden dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.

Lubuk Pakam,..............2016
Peneliti Responden

(Sri Prasetya Nugraha) (..................................)

26
Lampiran 4
FORMULIR DATA RESPONDEN

1. Kode Responden : ………………………………………


2. Nama : ………………………………………
3. Tempat/Tanggal Lahir : …………./………………………....
4. Umur : ……. Tahun
5. Pendidikan
a. SD c. SMA/sederajat
b. SMP d. Perguruan Tinggi
6. Suku : …………………………………….
7. Alamat : ……………………………………..
8. No. Telp/Hp : ………………………………………
9. Pekerjaan
a. Tidak bekerja/Ibu rumah tangga c. Pedagang
b. PNS, Pegawai Swasta d. dll, sebutkan …………..
10. Riwayat Penyakit yang diderita : ……………………………………..
11. Obat yang dikonsumsi : ……………………………………..
12. Suplemen makanan sehari-hari
Nama produk : ……………………………………...
Jumlah/dosis minum : ………………………………………
Lama konsumsi : ……………………………………..
13. Hasil T-score : ……………………………………..
14. Apakah ibu masih haid : ......................................................

27
Lampiran 5
Formulir Pengukuran Tubuh Responden

Nama : ...................................................................................

Tanggal lahir/Umur : ...................................................................................

Alamat/Desa/Kelurahan : ...................................................................................

No hp : ..................................................................................

Berat Badan : ..................................................................................

Tinggi Badan : ..................................................................................

IMT : ..................................................................................

Kategori IMT
Kurus Kurang berat badan,tingkat berat < 17,0

kekurangan berat badan tingkat 17,0 – 18,5


ringan

Normal >18,5-25,0
Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0
Gemuk
Kelebhan berat badan tingkat berat >27,0

Kesimpulan : ..................................................................................

..................................................................................

..................................................................................

Petugas

28
LAMPIRAN 6

BUKTI BIMBINGAN KARYA TULIS ILMIAH DASAR

Nama : Sri Prasetya Nugraha


NIM : P01031114040
Judul : Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Densitas
Mineral Tulang pada Wanita Usia Muda di Kecamatan
Lubuk Pakam.

No Tanggal Judul/Topik Bimbingan T.Tangan Pembimbing

1. Membicarakan Topik
Penelitian
1 05 September 2016
2. Mencari alamat jurnal
penelitian
1. Diskusi Penulisan Karya
2 09 September 2016 Tulis Ilmiah
2. Diskusi Penulisan Bab I
1. Revisi Bab I
3 16 September 2016 2. Diskusi Penulisan Daftar
Pustaka

4 23 September 2016 Revisi Bab I dan II

5 06 Oktober 2016 Revisi Bab I,II dan III

6 07 Oktober 2016 Revisi Bab II, III, dan Lampiran

29
7 23 Oktober 2016 Revisi Bab III

8 24 Oktober 2016 Perbaikan Bab I

9 4 November 2016 Perbaikan Bab II

10 10 November 2016 Perbaikan Bab III

11 14 November 2016 Perbaikan Bab I , II , III

12 16 November 2016 Fix Proposal

30
31

Anda mungkin juga menyukai