Anda di halaman 1dari 12

CIDERA TULANG BELAKANG

FRAKTUR TERBUKA DAN TERTUTUP

Disusun Oleh :

Aldrio Pelamonia ( 1707005 )

Asminggar Gisarinngtyas ( 1707006 )

Ita Susilowati ( 1707030 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2018
CIDERA TULANG BELAKANG

A. PENGERTIAN
Trauma pada tulang belakang (spinal cors injury) adalah cedera yang
mengenai servikal, vertebralis, dan lumbalis dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang (Mutttaqin, 2008).
Cedera tulang belakang atau disebut juga dengan spinal cord injury (SCI)
merupakan cedera sumsum tulang belakang yang mengakibatkan suatu perubahan,
baik itu sementara atau permanen pada saraf sensorik, motorik normal, maupun fungsi
otonom.

B. ETIOLOGI
Ada banyak hal yang bisa menyebabkan seseorang mengalami cedera tulang belakang
atau SCI. Cedera ini secara umum biasanya terjadi ketika daerah tulang belakang atau
leher terkompresi atau bengkok. Misalnya saja seperti berikut ini :
1. Cedera lahir yang biasanya mempengaruhi sumsum tulang belakang pada daerah
leher.
2. Terjadi kecelakaan kendaraan seperti kecelakaan sepeda motor, mobil atau terkena
pukulan.
3. Cedera saat sedang melakukan olahraga.
4. Diving kecelakaan.
5. Kecelakaan trampoline.
6. Terjadi kekerasan (luka tusuk atau tembak).
7. Infeksi yang membentuk abses di saraf tulang belakang.
8. Kecelakaan sebab olah raga (penunggang kuda, pemain sepak bola, penyelam, dll)
C. PATOFISIOLOGI
Menurut (Fransisca B. Batticaca 2008).
Cedera medulla spinalis kebanyakan terjadi sebagai akibat cedera pada
vertebra. Medulla spinalis yang mengalami cedera biasanya berhubungan dengan
akselerasi, deselerasi, atau kelainan yang diakibatkan oleh berbagai tekanan yang
mengenai tulang belakang. Tekanan cedera pada medulla spinalis mengalami
kompresi, tertarik, atau merobek jaringan. Lokasi cedera umumnya mengenai C1 dan
C2,C4, C6, dan T11 atau L2. Mekanisme terjadinya cedera medulla spinalis:
Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai serviikal pada
C5 dan C6. Jika mengenai spina torakolumbar, terjadi pada T12 dan L1. Fraktur
lumbal adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakang bagian bawah. Bentuk
cidera ini mengenai ligament, fraktur vertebra, kerusakan pembuluh darah, dan
mengakibatkan iskemia pada medulla spinalis.
Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia dewasa
yang memiliki perubahan degenerative vertebra, usia muda yang mendapat
kecelakaan lalu lintas saat mengendarai kendaraan, dan usia muda yang mengalami
cedera leher saat menyelam. Jenis cidera ini medulla spinalis bertentangan dengan
ligementum flava dan mengakibatkan kontusio kolom dan dislokasi vertebra.
Transeksi lengkap dari medulla spinalis dapat mengikuti cedera hiperekstensi. Lesi
lengkap dari medulla spinalis mengakibatkan kehilangan pergerakan volunteer
menurun pada daerah lesi dan kehilangan fungsi refleks pada isolasi medulla spinalis.
Kompresi. Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh atau melompat
dari ketinggian, dengan posisi kaki atau bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan
fraktur vertebra dan menekan medulla spinalis. Diskus dan fragmen tulang dapat
masuk ke medulla spinalis. Lumbal dan toraks vertebra umumnya akan mengalami
cedera serta menyebabkan edema dan perdarahan. Edema pada medulla spinalis
mengakibatkan kehilangan fungsi sensasi.
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pasien yang mengalami Spinal Cord Injury (SCI) :
a. Sakit atau tekanan yang berat di leher, kepala. Biasanya nyeri terjadi hilang timbul
b. Kehilangan kontrol salah satu atau seluruh bagian tubuh
c. Kesulitan berjalan dengan keseimbangan
d. Sulit bernafas setelah cedera
E. MEKANISME CIDERA
1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada vertebra.
Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan
atau tanpa kerusakan ligament posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan
dapat terjadi subluksasi.
2. Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan jenis trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi.
Terdapat strain dari ligament dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada
keadaan ini terjadi pergerakan ke depan/ dislokasi vertebra di atasnya. Semua
fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.
3. Kompresi vertical
Suatu trauma vertical yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
menyebabkan kompresi aksial. Nucleus pulposus akan memecahkan permukaan
serta badan vertebra dan menyebabkan vertebra menjdi rekah (pecah). Pada trauma
ini elemen posterior masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifta stabil.
4. Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi.
Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada vertebra
torako-lumbal. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami kerusakan atau
terjadi fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat stabil.
5. Fleksi lateral
Kompresi atau distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan menyebabkan
fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra, dan sendi faset.
6. Fraktur-dislokasi
Suatu trauma yang menyebabkan terjdinya fraktur tulang belakang dan terjadi
dislokasi pada ruas tulang belakang.
F. KOMPLIKASI
Menurut Emma, (2011) komplikasi pada trauma servikal adalah :
a. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending
pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan
kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah
dan konsekuensinya terjadi hipotensi.
b. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya
cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi
komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.
c. Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari
cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau
torakal atas.
d. Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal,
bradikardi dan hipertensi.
G. PENATALAKSANAAN
1. Segera hubungi ambulans atau petugas medis untuk memberikan pertolongan.
2. Biarkan korban tersebut pada posisinya, salah dalam pemindahan atau
pengangkatan akan berakibat fatal
3. Danger
Sebelum menolong korban sebaiknya kita harus perhatikan diri kita
sendiri/penolong, lingkungan dan pasien (3A, Aman Diri, Aman
Lingkungan/lokasi kejadian dan Aman Pasien/Korban).
4. Rerspons
Kita harus cek status kesadaran korban dengan menggunakan konsep AVPU
A: Alert/Sadar (klien/korban dapat dikatakan sadar apablila dapat berorientasi
terhadap tempat, waktu dan orang)
V: Verbal/respon terhadap suara (korban/klien dalam keadaan disorientasi namun
masih diajak bicara)
P: Pain/resepon terhadap nyeri (korban/klien hanya berespon terhadap nyeri)
U: Unresponsive/tidak sadar (tentukan kesadaran korban apakah berada dalam
keadaan Alert, Verbal, Pain, Unresponsive)
5. Kaji ABC
a. Airway + Control Cervical
Airway harus diperiksa secara cepat untuk memastikan bebas dan patennya atau
tidak ada obstruksi/hambatan jalan napas. Jika terjadi gangguan lakukan head
tilt chin lift atau jaw thurst. Perlu diwaspadai adanya fraktur servikal karena
pada trauma atau cedera berat harus dicurigai adanya cidera korda spinalis.
Gerakan berlebihan dapat menyebabkan kerusakan neurologic akibat kompresi
yang terjadi pada fraktur tulang belakang jadi ketika menolong korban
sebaiknya memastikan leher tetap dalam posisi nertal (bagi penderita) selama
pembebasan jalan nafas dan pemberian ventilasi yang dibutuhkan atau
menggunakan neck collar atau penyangga leher (diindikasikan untuk tanda-
tanda trauma kapitis, trauma tumpul cranial dari clavikula, setiap kasus multi
trauma, proses kejadian yang mendukung/biomekanik trauma).
Catatan : dalam keadaan darurat bisa menggunakan batu bata atau handuk yang
diletakkan di kanan dan kiri pada kepala untuk mencegah pergerakan pada
tulang belakang yang bisa memperburuk kondisi korban.
b. Breathing
Hipoksia dapat terjadi akibat ventilasi yang tidak adekuat dan kurangnya
oksigen di jaringan. Setelah dibebaskan airway kualitas dan kuantitas ventilasi
harus dievaluasi dengan cara lihat, dengar, dan rasakan. Jika tidak bernapas
maka segera diberikan ventilasi buatan. Jika penderita bernapas perkirakan
kecukupan bagi penderita. Perhatikan gerakan nafas dada dan dengarkan suara
napas penderita jika tidak sadar. Frekuensi nafas atau Respiratory Rate (dewasa)
dapat dibagi menjadi:
RR < 12 x/menit : sangat lambat, RR 12-20 x/menit: normal
RR 20-30 x/menit: sedang cepat, RR > 30 x/menit: abnormal (menandakan
hipoksia, asidosis, atau hipoperfusi)
c. Circulation
Kegagalan system sirkulasi merupakan ancaman kematian yang sama dengan
kegagalan system pernapasan. Oksigen sel darah merah tanpa adanya distribusi
ke jaringan tidak akan bermanfaat bagi penderita. Hentikan perdarahan jika
terjadi perdarahan.
6. Bila benar-benar harus menggeser posisi korban karena muntah, tersedak darah
atau dalam bahaya cedera yang lebih lanjut, memerlukan setidaknya bantuan satu
orang lagi. Salah satu dari memegang kepala dan satu lagi di sepanjang sisi tubuh
korban yang terluka. Penolong harus bekerjasama untuk menjaga agar kepala,
leher, punggung korban selaras semestara menggulirkan korban ke salah satu sisi.
FRAKTUR TERBUKA DAN TERTUTUP

A. PENGERTIAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai


dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang
dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2014).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang,
baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong,
2014).
B. ETIOLOGI
1. Trauma
Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang
terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami
kerusakan.
b. Trauma tidak langsung.
Trauma tudak langsung Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan
fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
2. Fraktur Patologi
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan
tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau
osteoporosis.
3. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak
mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang menimpanya.
4. Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Deformitas
2. Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti : rotasi pemendekan tulang,
Penekanan tulang
3. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
5. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
6. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf atau
perdarahan )
7. Pergerakan abnormal
8. Syock hipovolemik dari hilangnya hasil darah.
9. Krepitasi
D. KLASIFIKASI
1. Fraktur terbuka
adalah fraktur yang apabila kulit diatasnya tertembus dan terdapat luka yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak
2. Fraktur tertutup
adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat
fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia
luar.
E. KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal
a. Kerusakan Arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Sindrom kompartemen. Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini
disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan
yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrome (FES). Adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar
oksigen dalam darah menjadi rendah. Ditandai dengan gangguan pernafasan,
tahikardi, hipertensi, tahipnea, dan demam.
d. Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam.
Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi dapat juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF & OREF) dan
plat.
e. Syok. Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun.
2. Komplikasi lama
a. Delayed Union. Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai
darah ke tulang menurun.
b. Non-union. Adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak
didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).
Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-
sama infeksi.
c. Mal-union. Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, pemendekan,
atau union secara menyilang, misalnya pada fraktur tibia-fibula.
F. PENATALAKSANAAN
Prinsip Pertolongan :
1. Mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri;
2. Mencegah gerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak sekitarnya seperti: pembuluh darah, otot, saraf dan lainnya.
Penanganan Secara Umum :
1. Segera hubungi ambulans atau petugas medis untuk memberikan pertolongan.
2. DRABC
a. Danger
Sebelum menolong korban sebaiknya kita harus perhatikan diri kita
sendiri/penolong, lingkungan dan pasien (3A, Aman Diri, Aman
Lingkungan/lokasi kejadian dan Aman Pasien/Korban).
b. Rerspons
Kita harus cek status kesadaran korban dengan menggunakan konsep AVPU
A: Alert/Sadar (klien/korban dapat dikatakan sadar apablila dapat berorientasi
terhadap tempat, waktu dan orang)
V: Verbal/respon terhadap suara (korban/klien dalam keadaan disorientasi
namun masih diajak bicara)
P: Pain/resepon terhadap nyeri (korban/klien hanya berespon terhadap nyeri)
U: Unresponsive/tidak sadar (tentukan kesadaran korban apakah berada dalam
keadaan Alert, Verbal, Pain, Unresponsive)
c. Kaji ABCDE
 Airway + Control Cervical
Airway harus diperiksa secara cepat untuk memastikan bebas dan patennya atau
tidak ada obstruksi/hambatan jalan napas. Jika terjadi gangguan lakukan head
tilt chin lift atau jaw thurst. Perlu diwaspadai adanya fraktur servikal karena
pada trauma atau cedera berat harus dicurigai adanya cidera korda spinalis.
Gerakan berlebihan dapat menyebabkan kerusakan neurologic akibat kompresi
yang terjadi pada fraktur tulang belakang jadi ketika menolong korban
sebaiknya memastikan leher tetap dalam posisi nertal (bagi penderita) selama
pembebasan jalan nafas dan pemberian ventilasi yang dibutuhkan atau
menggunakan neck collar atau penyangga leher (diindikasikan untuk tanda-
tanda trauma kapitis, trauma tumpul cranial dari clavikula, setiap kasus multi
trauma, proses kejadian yang mendukung/biomekanik trauma).
 Breathing
Hipoksia dapat terjadi akibat ventilasi yang tidak adekuat dan kurangnya
oksigen di jaringan. Setelah dibebaskan airway kualitas dan kuantitas ventilasi
harus dievaluasi dengan cara lihat, dengar, dan rasakan. Jika tidak bernapas
maka segera diberikan ventilasi buatan. Jika penderita bernapas perkirakan
kecukupan bagi penderita. Perhatikan gerakan nafas dada dan dengarkan suara
napas penderita jika tidak sadar.
 Circulation
Kontrol perdarahan baik perdarahan luar maupun dalam, hentikan perdarahan
dengan perdarahan luar harus dilakukan balut tekan.
 Disability
Lakukan penilaian tingkat kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale
setelah satu survey awal dilakukan
 Exposure
Untuk melakukan pemeriksaan secara teliti dan menyeluruh, mengetahui adanya
luka atau perdarahan lain maka pakaian perlu dibuka atau digunting.
3. Korban tidak boleh menggerakkan daerah yang terluka atau fraktur
4. Imobilisasi fraktur dengan penyandang, pembalut atau bidai
5. Tangani dengan hati-hati
Pembidaian :
a. Bidai harus meliputi dua sendi, sebelum dipasang diukur terlebih dahulu
pada anggota badan yang tidak sakit;
b. Ikatan jangan terlalu ketat dan jangan terlalu kendor;
c. Bidai dibalut/ dilapisi sebelum digunakan;
d. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat
yang patah;
e. Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai;
f. Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnya perlu
dilepas.
Pembalutan :
a. Gunakan balutan atau kain yang lebar
b. Letakkan balutan kain dibawah bagian tubuh yang terjadi fraktur
c. Balutan harus dipasang cukup kuat untuk mencegah pergerakan tapi tidak
terlalu kencang sehingga mengganggu sirkulasi atau menyebabkan nyeri.
d. Penggunaan bantalan lunak dianjurkan sebelum melakukan balutan
e. Setiap 15 menit periksa agar pembalut tudak terlalu ketat.

Anda mungkin juga menyukai