Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Tidur adalah suatu proses fundamental yang dibutuhkan oleh setiap manusia.

Manusia dewasa memerlukan tidur rata-rata 6-8 jam/hari. Tidur dapat terbagi atas 2

fase yaitu NREM (non rapid eye movement) sleep yang mengisi 75-80% fase

tidur dan terbagi atas 4 stage, serta REM ( rapid eye movement) sleep mengisi

20-25% dari fase tidur dan terbagi atas 2 stage. Pada dewasa normal kedua

fase ini muncul dalam siklus yang semireguler yang berlangsung sekitar 90-

120 menit dan muncul sebanyak 3-4 kali setiap malam. Gangguan tidur sering

terjadi pada fase REM. Bentuk gangguan tidur yang paling sering ditemukan adalah

sleep apnea (henti napas pada waktu tidur) dan gejala yang paling sering timbul pada

sleep apnea adalah mendengkur.

Menurut studi yang ada, mendengkur dan obstructive sleep apnea (OSA)

meningkatkan risiko hipertensi 2-3 kali, serta meningkatkan risiko dua kali lipat

penyakit koroner atau serangan jantung. Pendengkur dan penderita OSA juga berisiko

terserang stroke dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak dengan

OSA dan mendengkur.

Mendengkur dan OSA umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama pria,

usia pertengahan dan obesitas. Sekitar 50 juta orang Amerika tidur mendengkur dan

20 juta orang Amerika menderita sleep apnea syndrom. Hal ini menyebabkan

terjadinya peningkatan keluhan dari pasangan dan yang lebih penting membawa

peningkatan risiko penyakit kardiovaskular serta kematian dini.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah keadaan apnea (penghentian aliran

udara selama 10 detik atau lebih sehingga menyebabkan 2-4% penurunan saturasi

oksigen) dan hipopnea (pengurangan aliran udara >30% untuk minimal 10 detik

dengan desaturasi oksihemoglobin > 4% atau pengurangan dalam aliran udara > 50%

untuk 10 detik dengan desaturasi oksihemoglobin > 3%) ada sumbatan total atau

sebagian jalan napas atas yang terjadi secara berulang pada saat tidur selama non-

REM atau REM sehingga menyebabkan aliran udara ke paru menjadi terhambat.

Sumbatan ini menyebabkan pasien menjadi terbangun saat tidur atau terjadi peralihan

ke tahap tidur yang lebih awal.

Obstructive Sleep Apnea merupakan bagian dari sindrom henti nafas. Sindrom

henti napas saat tidur dibagi menjadi 3 tipe yaitu tipe sentral, tipe obstruksi dan tipe

campuran. Pada tipe sentral terjadi aliran udara ini disebabkan berhentinya upaya

bernapas selama beberapa saat akibat otak gagal mengirimkan sinyal ke diafragma

dan otot dada untuk mempertahankan siklus pernapasan. Sedangkan pada tipe

obstruksi terjadi hambatan aliran udara ke paru-paru.

Mendengkur adalah tanda pernapasan abnormal yang terjadi akibat obstruksi

sebagian sehingga aliran udara yang masuk akan menggetarkan palatum molle dan

jaringan lunaknya sekitarnya. Keadaan ini dipermudah dengan relaksasi lidah, uvula,

dan otot di saluran napas bagian atas. Obstruksi dapat terjadi sebagian (hipopnea) atau

total (apnea).
2. ANATOMI FARING

2.1 Lokasi dan Deskripsi

Faring terletak di belakang cavum nasi, mulut dan laring. Bentuknya

mirip corong dengan bagian atasnya yang lebar terletak dibawah cranium dan

bagian bawahnya yang sempit dilanjutkan sebagai oesophagus setinggi

vertebra cervicalis enam. Faring mempunyai dinding musculomembranosa

yang tidak sempurna di bagian depan. Disini, jaringan musculomembranosa

diganti oleh aperture nasalis posterior, isthmus faucium (muara ke dalam

rongga mulut), dan aditus larynges.

Gambar 2.1 Pharynx.


2.2 Histologi Faring
Faring merupakan suatu ruang pipih depan belakang yang dilalui

dengan baik oleh udara maupun makanan. Dapat dibagi menjadi nasofaring,

terletak di bawah dasar tengkorak, belakang nares posterior dan di atas

palatum molle; orofaring, di belakang rongga mulut dan permukaan belakang

lidah, dan laringofaring, belakang laring.


Dinding bagian samping dan belakang terdiri dari otot, karenanya

ruangan dapat melebar (dilatasi) atau menutup bila otot berkontraksi.

Nasofaring tidak dapat tertutup sama sekali walaupun ukurannya dapat


berubah-ubah. Melalui aposisi palatum mole dan dinding belakang faring,

nasofaring dapat dipisahkan secara sempurna dari orofaring, gerakan ini

terjadi sewaktu menelan, sehingga dalam keadaan normal tidak mungkin

bahan makanan masuk ke dalam nasofaring.


Epitel yang membatasi nasofaring dapat merupakan epitel bertingkat

silindris bersilia atau epitel berlapis gepeng yang terdapat pada daerah yang

mengalami pergesekan yaitu tepi belakang palatum mole dan dinding

belakang faring tempat kedua permukaan tersebut mengalami kontak langsung

sewaktu menelan. Daerah-daerah lainnya mempunyai jenis epitel seperti

saluran napas disertai dengan sel goblet. Lamina propria di daerah ini

mengandung banyak jaringan elastin, terutama di bagian luar yang

berhubungan dengan otot rangka di faring. Suatu submukosa hanya terdapat di

bagian lateral nasofaring. Di dalam lamina propria terdapat kelenjar, terutama

kelenjar mukosa.
Namun dapat pula dijumpai kelenjar serosa dan kelenjar campuran.

Jaringan limfatik banyak dijumpai di seluruh bagian faring dan folikel-folikel

limfatik yang sebenarnya terdapat di bagian belakang nasofaring (adenoid

atau tonsila faringea), di bagian lateral pada masing-masing sisi tempat

peralihan rongga mulut dan orofaring (tonsila palatina) dan pada akar lidah

(tonsila lingua). Kumpulan jaringan limfoid di sebelah lateral bagian

nasofaring di sekitar muara saluran faringotimpani (Eustachii) seringkali

cukup besar hingga mendapat sebutan “tonsila tuba”.


2.3 Otot-otot Faring
Otot-otot pharynx terdiri atas muskulus constrictor pharyngis superior,

medius dan inferior, yang serabut-serabutnya berjalan hampir melingkar, dan

muskulus stylopharyngeus serta muskulus salphingopharyngeus yang serabut-

serabutnya berjalan dengan arah hampir longitudinal.


Kontraksi otot-otot konstrictor secara berturut-turut mendorong bolus

ke bawah masuk dalam oesophagus. Serabut-serabut paling bawah muskulus

constrictor pharyngis inferior kadang-kadang disebut muskulus

cricopharyngeus. Otot ini diyakini melakukan efek sphincter pada ujung

bawah faring, yang mencegah masuknya udara ke dalam oesophagus selama

gerakan menelan.

Gambar 2.2 Otot-otot pharynx (tampak lateral).

Gambar 2.3 Otot-otot pharynx (tampak belakang).


2.4 Struktur dalam Faring
Untuk keperluan klinis faring dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu

nasofaring, orofaring, dan laringofaring atau hipofaring. Sepertiga bagian atas


atau nasofaring adalah bagian pernapasan dari faring dan tidak dapat

bergerak, kecuali palatum mole bagian bawah. Bagian tengah faring, disebut

orofaring, meluas dari batas bawah palatum mole sampai permukaan lingual

epiglottis. Pada bagian ini termasuk tonsila palatine dengan arkusnya dan

tonsila lingualis yang terletak pada dasar lidah. Bagian bawah faring dikenal

dengan laringofaring atau hipofaring, menunjukan daerah jalan napas bagian

atas yang terpisah dari saluran pencernaan bagian atas.

Gambar 2.4 Nasofaring, orofaring dan hipofaring.


2.5 Persarafan faring
Terdiri dari persarafan motorik dan sensorik. Persarafan motorik

berasal dari pars cranialis nervus accessories, yang berjalan melalui cabang

nervus vagus menuju ke plexus pharyngeus, dan mempersarafi semua otot

faring, kecuali muskulus stylopharyngeus yang dipersarafi oleh nervus

glossopharyngeus.
Persarafan sensorik membrane mucosa nasofaring terutama berasal dari

nervus maxillaries. Membrana mucosa orofaring terutama dipersarafi oleh

nervus glossopharyngeus. Membrana mucosa di sekitar aditus laryngeus

dipersarafi oleh nervus ramus laryngeus internus nervus vagus. 20


Gambar 2.5 Persarafan faring.
2.6 Pendarahan faring
Suplai arteri faring berasal dari cabang-cabang arteri pharyngea

ascendens, arteri palatine ascendens, arteri facialis, arteri maxillaries, dan

arteri lingualis.
Sedangkan aliran vena bermuara ke plexus venosus pharyngeus, yang

kemudian bermuara ke vena jugularis interna. 20

Gambar 2.6 Arteries of pharyngeal regions.


2.7 Aliran Limfatik Faring
Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yakni

superior,media dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah

bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikalis profunda superior.


Saluran limfa media mengalirkan ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik

dan kelenjar servikalis profunda superior, sedangkan saluran limfa inferior

mengalirkan ke kelenjar getah bening servikalis profunda inferior.

3. FISIOLOGI FARING

Fungsi faring yang utama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan,

resonansi suara dan untuk artikulasi.

3.1 Proses Pernafasan

Faring adalah bagian dari sistem pencernaan dan juga bagian dari

sistem pernafasan. Hal ini merupakan jalan dari udara dan makanan. Udara

masuk ke dalam rongga mulut atau hidung melalui faring dan masuk ke dalam

laring. Nasofaring terletak di bagian posterior rongga hidung yang

menghubungkannya melalui nares posterior. Udara masuk ke bagian faring ini

turun melewati dasar dari faring dan selanjutnya memasuki laring. Kontrol

membukanya faring, dengan pengecualian dari esofagus dan membukanya

tuba auditiva, semua pasase pembuka masuk ke dalam faring dapat ditutup

secara volunter. Kontrol ini sangat penting dalam pernafasan dan waktu

makan, selama membukanya saluran nafas maka jalannya pencernaan harus

ditutup sewaktu makan dan menelan atau makanan akan masuk ke dalam

laring dan rongga hidung posterior.


Gambar 2.7 Sistem Respirasi pada Man

4. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi OSA di negara-negara maju diperkirakan mencapai 2- 4% pada pria

dan 1-2% pada wanita. Pria lebih sering mengalami OSA dan seringkali (tetapi

tidak harus) juga menderita obesitas. Prevalensi OSA pada pria 2-3 kali lebih tinggi

dariwanita. Belum diketahui mengapa OSA lebih jarang ditemukan pada wanita.

Prevalensi OSA pada anak-anak sekitar 3% dengan frekuensi tertinggi pada

usia 2 – 5 tahun. Penyebab utama OSA pada anak-anak adalah hipertrofi tonsil dan

adenoid, tetapi dapat juga akibat kelainan struktur kraniofasial seperti pada sindroma

Pierre Robin dan Down. Frekuensi OSA mencapai puncaknya pada dekade ke 5 dan

6. Tetapi secara umum frekuensi OSA meningkat secara progresif sesuai dengan

penambahan usia.

OSA terdapat pada lebih dari 40 % individu dengan IMT 30 kg/m 2 atau

individu fengan sindroma metabolic. Pasien dengan penyakit kardiovaskular memiliki

prevalensi OSA tinggi, 50 % termasuk pasien hipertensi, 50 % pasien fibrilasi atrium

yang membutuhkan tindakan kardioversi, 33 % pasien dengan fibrilasi atrium saja, 33


% pasien dengan penyakit jantung coroner, 50 % pasien dengan stroke akut, dan 30 –

40 % pasien dengan gagal jantung dan disfungsi sistolik.

5. ETIOLOGI
 Usia
Usia yang semakin tua akan lebih mudah terkena karena adanya perubahan

struktur dari faring, dan otot - otot pernafasan mendapatkan sinyal yang terbatas

dari otak agar tetap kaku sehingga menjadi lemah dan menutup jalan nafas.
 Obesitas
Kelebihan berat badan akan mempengaruhi mekanisme dari saluran
pernafasan atas seperti :
 Naiknya deposit lemak pada parapharyngeal, menyebabkan sempitnya

jalanya pernafasan atas


 Perubahan dalam mekanisme kompensasi syaraf yang menjaga jalan nafas
 Ketidak stabilan dalam kontrol pernafasan
 Jenis kelamin
Beberapa penelitian epidemiologi melaporkan OSAS lebih sering terjadi pada

pria dibanding wanita. Selain itu, terdapat beberapa hipotesis yang menjelaskan

hubungan jenis kelamin dengan timbulnya OSAS antara lain karena efek

hormonal yang dapat mempengaruhi muskulatur saluran nafas bagian atas,

perbedaan distribusi lemak dan perbedaan struktur dan fungsi faring


 Kelainan Struktur Saluran Nafas Bagian Atas
Beberapa penelitian menunjukan bahwa terdapat kelainan struktur anatomi pada

kraniofasial sehingga berdampak pada menyempitnya saluran nafas bagian atas.

Secara umum, terdapat kelainan pada mandibula, maksila, dan tulang hyoid.

Mandibular yang kecil (micrognatia) dan retrognatia merupakan faktor resiko

timbulnya OSAS. Micrognatia dan retrognatia akan menyebabkan palatum mole,

lidah dan jaringan lunak sekitar faring terdorong ke posterior sehingga saluran

nafas akan menyempit. Selain itu, posisi maksila yang terlalu posterior juga dapat

menjadi faktor resiko terjadinya OSAS. Hal ini terjadi karena palatum durum dan

jaringan lunak di sekitar faring terdorong ke posterior sehingga ukuran lumen

saluran nafas mengecil. Hyoid yang terlalu inferior akan menyebabkan lidah
tertarik ke posterior karena hyoid menjadi salah satu insersio dari otot-otot

pembentuk lidah. Kelainan pada tonsil yang merupakan salah satu jaringan

limfoid di saluran nafas atas dapat menyebabkan OSAS. Hipertrofi tonsil dapat

menyebabkan OSAS terutama pada anak.


 Ukuran Lingkar Leher
Ukuran lingkar leher merupakan prediktor yang kuat dan merupakan salah satu

karakteristik pemeriksaan fisik pada pasien dengan OSAS. Lingkar leher

merupakan ukuran leher yang melewati batas atas membran krikotiroid yang

diukur pada posisi berdiri. Penelitian melaporkan bahwa rata-rata ukuran lingkar

leher pada pasien OSAS adalah 43,7 cm sedangkan pada pasien non OSAS

adalah 39,6 cm. Penelitian lain melaporkan bahwa ukuran lingkar leher (>42,5

cm) berhubungan dengan peningkatan AHI.


 Merokok dan Alkohol
Alkohol dapat membuat kolapsnya saluran pernafasan atas, dan dapat

menyebabkan hypopnea, memperpanjang durasi apneu yang dapat menyebabkan

hipoksemia pada saat tidur, dan dapat menyebabkan kolaps dari otot

oropharyngeal.

6. PATOFISIOLOGI

Obstruksi pada OSA adalah akibat dari gangguan aliran udara yang

disebabkan oleh dinding faring yang collapse sewaktu tidur. Etiologi dan mekanisme

collapse multifaktorial tetapi dikaitkan dengan interaksi saluran nafas atas yang sangat

mudah collapse dengan relaksasi otot dilator faring yang terjadi sewaktu tidur.

Obesitas, hipertrofi jaringan lunak, kelainan kraniofasial dengan peningkatan tekanan

intraluminal pada jaringan disekeliling saluran napas atas. tetapi gangguan struktural

saja pada saluran napas tidak cukup memadai untuk menyebabkan OSA. Pasien tanpa

kelainan anatomi bisa menghadapi OSA, ini karena kompleks jalan reflek dari saraf

pusat ke faring yang mengawal tindakan otot dilator faring bisagagal untuk
mempertahankan patensi faring.

Pada waktu tidur aktivitas otot dilator faring relatif tertekan

(relaksasi) sehingga ada kecenderungan lumen faring menyempit pada saat inspirasi.

Mengapahal ini terjadi hanya pada sebagian orang, terutama berhubungan dengan

ukuranfaring dan faktor-faktor yang mengurangi dimensi statik lumen sehingga

menjadi lebih sempit atau menutup pada waktu tidur. Selain itu obstruksi nasalmenye

babkan peningkatan resistensi aliran udara dan memperburukkan OSA.Obstrusi nasal

yang mengakibatkan usaha pernafasan melalui mulut semasa tidur sehingga terjadi

relaksasi otot genioglosus akibatnya lidah tergeser ke belakang

Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas

atas akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau

palatum. Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas

menstabilkan jalan nafas pada waktu tidur di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah

dan palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi obstruksi.


Gambar 2.8 : Perbandingan Saluran Napas Normal dan Penderita Snoring

Trauma pada jaringan di saluran nafas atas pada waktu mendengkur

mengakibatkan kerusakan pada serat-serat otot dan serabut-serabut saraf perifer.

Akibatnya kemampuan otot untuk menstabilkan saluran nafas terganggu dan

meningkatkan kecenderungan saluran nafas untuk mengalami obstruksi. Obstruksi

yang diperberat oleh edema karena vibrasi yang terjadi pada waktu mendengkur dapat

berperan pada progresivitas mendengkur menjadi sleep apnea pada individu tertentu

Obstructive Sleep Apnea (OSA) ditandai dengan kolaps berulang dari saluran

nafas atas baik komplet atau parsial selama tidur. Akibatnya aliran udara pernafasan

berkurang (hipopnea) atau terhenti (apnea) sehingga terjadi desaturasi oksigen

(hipoksemia) dan penderita berkali-kali terjaga (arousal). Kadang-kadang penderita

benar-benar terbangun pada saat apnea di mana mereka merasa tercekik. Lebih sering

penderita tidak sampai terbangun tetapi terjadi partial arousal yang berulang,
berakibat pada berkurangnya tidur dalam atau tidur gelombang lambat. Keadaan ini

menyebabkan penderita mengantuk pada siang hari, kurang perhatian, konsentrasi dan

ingatan terganggu. Kombinasi hipoksemia dan partial arousal yang disertai dengan

peningkatan aktivitas adrenergik menyebabkan takikardi dan hipertensi sistemik.

Banyak penderita OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya dan datang

ke dokter hanya karena teman tidur mengeluhkan suara mendengkur yang keras (fase

preobstruktif) diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya bervariasi (fase apnea

obstruktif).

Prinsip utama pada OSA yaitu terdorongnya lidah dan palatum ke belakang

hingga menempel pada dinding faring posterior menyebabkan oklusi nasofaring dan

orofaring. Tidur berbaring (supine) dapat menyebabkan kolapsnya saluran napas

akibat pergerakan mandibula, palatum mole dan lidah ke arah belakang. Faktor

struktural dan fungsional berperan penting dalam menentukan tekanan kritis kolaps

saluran napas. Penyempitan saluran napas akibat mikrognatia, retrognatia, hipertrofi

tonsil, makroglosia dan akromegali juga dapat meningkatkan risiko terjadinya OSA.

Sistem saraf pusat berperan penting dalam OSA kombinasi aktivitas otot saluran

napas atas yang menurun pada saat tidur disertai struktur faring kecil membentuk

tekanan kritis kolaps saluran napas atas. Aktivasi kemoreseptor oleh hipoksemia dan

hiperkapnia selama apnea mengakibatkan hiperventilasi disertai proses terbangun

mendadak yang tidak disadari.

Pada pasien obesita terjadi peningkatan deposit lemak disekelilng leher dan

ruang parafaring menyebabkan penyempitan dan kompresi salur napas atas dan

mengganggu otot dilator yang mempertahankan patensi salur napas atas. Obesitas bisa

mengurangi volume paru yang menyebabkan pengurangan functional residual

capacity. Perubahan dalam volume paru secara signifikan menurunkan ukuran faring
salur napas atas melalui efek mekanikal traksi trakea dan toraks yang dikenal ‘tracheal

tug’ meningkatkan resiko collapse.

7. GEJALA KLINIS
Gejala pada pagi atau siang hari
 Mengantuk
 Pusing saat bangun tidur pagi hari
 Refluks gastroesofageal
 Tidak ada konsentrasi
 Depresi
 Penurunan libido
 Impotensi
 Bangun tidur tidak merasa segar
Gejala malam hari saat tidur
 Mengorok
 Mengeluarkan air liur saat tidur
 Mulut kering
 Tidur tidak nyenyak / terbangun saat tidur
 Dapat terjadi henti nafas saat tidur
 Tersedak atau nafas tersengal saat tidur
8. DIAGNOSIS

Diagnosis OSA dapat ditentukan berdasarkan tanda dan gejala klinis dimulai

dari anamnesis dengan menanyakan tentang riwayat mendengkur, waktu tidur,

tersedak pada saat tidur, rasa ngantuk pada siang hari dan dapat dinali keparahannya

dengan Epworth Sleepiness Scale, sakit kepala pada pagi hari, insomnia,

berkurangnya daya ingat dan konsentrasi, sering atau tidaknya terpapar polusi udara,

nocturia.

Pemeriksaan fisik juga dapat mendukung diagnosis OSA dengan melakukan

pemeriksaan respiratori, kardiovaskular dan neruologik untuk mengetahui

penyebabnya dan ada atau tidaknya secondary infection seperti gagal jantung,

hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, stroke, hipertensi pulmonal,. Adanya penyempitan

saluran nafas atas, macroglossia, hipertrofi tonsil, pembesaran ulvula, abnormalitas

nasal (terdapat polip, deviasi, pembesaran konka), pengecekan obesitas dengan


menggunakan BMI (BMI ≥30 kg/m2 ), besarnya ukuran lingkar kepala (>17 inci pada

pria, >16 inci pada perempuan).

Diagnosis pasti penderita OSA dapat dilakukan dengan pemeriksaan

polisomnografi. Pada OSA untuk melihat episode berhentinya aliran udara yang

berulang diikuti dengan upaya respirasi continue.

Polisomnografi merupakan alat uji diagnostic mengevaluasi gangguan tidur,

dilakukan pada saat malam hari di laboratorium tidur. Laboratorium tidur biasanya

terdapat di klinik atau rumah sakit tetapi ruangan ini di desain sedemikian rupa

sehingga tidak memberikan kesan sarana kesehatan. Pemeriksaan terdiri dari

elektroensefalogram (EEG), electromyogram (EMG), elektrookulogram (EOG),

parameter respirasi, electrocardiogram (ECG), saturasi oksigen dan mikrofon untuk

merekam dengkuran. Penderita dimonitor selama 6 jam 10 menit

Mendengkur dan obesiti merupakan faktor resiko OSA, tanpa gejala klinis

tidak merupakan indikasi pemeriksaan polisomnografi. Pemeriksaan ini cukup untuk

mengevaluasi gangguan tidur selama rekaman satu malam, beberapa variable yang

direkam selama penelitian tidur adalah stadium tidur, upaya pernafasan, aliran udara,

saturasi oksihemoglobin arteri, posisi tubuh, gerakan anggota badan, irama dan

denyut jantung. Polisomnografi merupakan baku emas diagnosis gangguan tidur, yang

meneliti tidur penderita, analisa tingkat tidur dan saturasi oksigen, aliran udara

melalui mulut dan hidung, gerakan nafas, pola elektrokardiografi, posisi tubuh dan

gerakan anggota badan. Tujuan penelitian tidur ini untuk konfirmasi diagnosis OSA,

beratnya apnea, pemilihan terapi dan evaluasi respon terapi. Tingkat tidur dinilai

dengan EEG, EOG, EMG. Gambaran polisomnogram yang berbeda pada obstructive

apnea.
Kategori beratnya apnea tidur berdasarkan AHI terdiri dari apnea tidur ringan

dengan AHI 5-15, saturasi oksigen 86% dan keluhan ringan, apnea tidur sedang

dengan AHI 15-30, saturasi oksigen 80-85% dan keluhan mengantuk dan sulit

konsentrasi, apnea tidur berat dengan AHI 30, saturasi oksigen kuran dari 80% dan

gangguan tidur. Seseorang dikatakan menderita OSA jika terdapat : 1. Keadaan

mengantuk berat sepanjang hari yang tidak dapat dijelaskan karenan sebab lain 2. Dua

atau lebih keadaan seperti tersedak sewaktu tidur, terbangun beberapa kali ketika

tidur, tidur yang tidak menyebabkan rasa segar, perasaan lelah sepanjang hari dan

gangguan konsentrasi 3. Hasil PSG menunjukan AHI ≥5 (jumlah total apnea ditambah

terjadi hypopnea perjam selama tidur) 4. Hasil PSG negative untuk gangguan tidur

lainnya.

9. TERAPI

Terapi Non-Bedah

Terapi OSA mengalami perubahan yang revolusioner ketika Sullivan et al.

memperkenalkan nasal Continuous Positive Airway Pressure (nCPAP). Prinsip

nCPAP sangat sederhana yaitu dengan pemberian tekanan positif melalui hidung,

maka setiap kecenderungan jalan napas untuk menyempit dan menutup dapat diatasi

dan dinding jalan napas dapat distabilkan, sehingga menekan suara dengkur,

menormalkan kualitas tidur dan menghilangkan gejala pada siang hari. Keuntungan

metode ini adalah menurunkan kerja pernapasan (work of breathing).

CPAP adalah teknik yang sering digunakan dalam tatalaksana non surgical

OSA dan merupakan tatalaksana terapi pertama OSA. CPAP mengurangi dengkur dan

apnea dan membaiki gejala ketiduran pada siang. CPAP 90-95% effective dalam

eliminasi OSA dan keefektifannya tergantung pada compliance dan keteraturan

penggunaan pasien.
Pada penderita OSA yang mengalami obesitas dianjurkan penurunan berat

badan. Perlu dilakukan perubahan gaya hidup termasuk diet, olah raga dan

medikamentosa. Berdasarkan penelitian, penurunan berat badan 10% - 15% dikaitkan

dengan penurunan 50% kejadian apnea dan perbaikan keadaan klinis. Beberapa

laporan kasus menunjukkan gejala OSA dapat diatasi dengan mengurangi berat badan.

Posisi tidur dapat membantu menghilangkan gejala OSA. Beberapa pasien mengalami

perbaikan setelah tidur dengan posisi miring atau telungkup (pronasi).

Salah satu pendekatan terapi terbaru adalah penggunaan alat mandibular

advancement dengan beberapa variasinya. Alat ini dipasang pada gigi dan menahan

mandibula dan lidah ke depan (protrusi parsial dari rahang bawah) sehingga dapat

memaksimalkan diameter faring dan mengurangi kemungkinan kolaps pada waktu

tidur. Alat ini hanya digunakan pada penderita OSA yang tidak dapat menjalani

operasi dan penderita OSA yang ringan sampai sedang khususnya yang tidak gemuk

atau pada penderita yang intoleran terhadap CPAP. Tetapi perlu diingat alat ini dapat

mempengaruhi oklusi dan sendi temporomandibula sehingga pemakaiannya

diperlukan seorang ortodontic karena pembuatannya tergantung individu.

Terapi Bedah

Sebagian penderita tidak dapat menerima pengobatan dengan nCPAP karena

beberapa sebab, di antaranya klaustrofobia, suara bising dari mesin dan karena

timbulnya efek samping seperti hidung tersumbat dan mukosa hidung serta mulut

yang kering. Banyak pasien yang tidak mau penggunakan alat CPAP karena tidak

nyaman dan mengurangi nilai estetika, sehingga diusahakan bentuk lain terapi OSA.
Terapi bedah dapat dilakukan pada regio anatomi tertentu yang menyebabkan

obstruksi saluran napas sesuai dengan hasil pemeriksaan sleep endoscopy. Beberapa

prosedur operasi dapat dilakukan:

1. Tonsilektomi dan adenoidektomi.


Pada penderita OSA dengan tonsil yang besar, tonsilektomi dapat

menghilangkan gejala secara komplet dan tidak memerlukan terapi CPAP.


2. Uvulopalatofaringoplasti (UPPP).
Metode ini uvula serta jaringan faring yang berlebih diangkat sehingga ruang

faring bertambah serta membuat kaku dinding faring yang akan mencegah

kolaps. Metode ini angka keberhasilannya 50% dalam menyembuhkan OSA.

Komplikasi metode ini adalah terjadinya regurgitasi nasofaring saat minum

namun hanya bersifat sementara karena akan berkurang dalam 3 bulan.


3. Pembedahan pada daerah hidung seperti septoplasti, bedah sinus endoskopik

fungsional dan konkotomi bisa menjadi terapi yang efektif bila sumbatan

terjadi di hidung. Kelainan hidung harus dicari pada penderita yang

mengalami gejala hidung pada pengobatan dengan CPAP.


4. Laser-Assisted Uvulopalatoplasty.
Teknik yang digunakan oleh sebagian

besar ahli bedah menghapus bagian segitiga jaringan berdekatan dengan

setiap sisi akar dari uvula diikuti dengan pengurangan 50% dari uvula distal

sehingga memperpendek dan meningkatkan ukuran dan posisi

uvulopalatal kompleks.

5. Maxillofacial (Skeletal) Surgery.

Teknik ini meningkatkan ukuran saluran udara bagian atas dengan

menggerakkan pangkal lidah jauh dari hypopharyngeal posterior dan dinding

orofaringeal, penurunan kolaps jalan napas. Pasien ada yang dipilih

berdasarkan tingkat keparahan mereka apnea (sedang sampai berat), adanya


kelainan kraniofasial, seperti micrognathia atau retrognathia, atau kegagalan

untuk menanggapi terapi lain.

6. Radiofrequency Tissue Volume Reduction.

Teknik ini dengan memasukkan elektroda ke berbagai bagian langit-langit

lunak dan menerapkan energi panas, jaringan lunak akan mengalami

lesi termal akan timbul fibrosis jaringan. Prosedur ini dapat diulang beberapa

kali dan dalam beberapa sasaran situs dari saluran udara bagian atas, termasuk

tonsil dan pangkal lidah.

7. Pemasangan implan Pillar pada palatum.

Implan Pillar atau implan palatal merupakan teknik yang relatif baru,

merupakan modalitas dengan invasi minimal. Digunakan untuk penderita

dengan habitual snoring dan OSA ringan sampai sedang. Prosedur ini

bertujuan untuk memberi kekakuan pada palatum mole. Tiga buah batang kecil

diinsersikan ke palatum mole untuk membantu mengurangi getaran yang

menyebabkan snoring.

8. Trakeostomi, tatalaksana surgical yang gold standard dan terakhir apabila

metode lain tidak berhasil adalah trakeostomi. Trakeostomi dilakukan dengan

by pass obstruksi salur napas atas. Indikasi trakeostomi adalah pasien dengan

cor pulmunale, obesity hypoventilation syndrome, aritmia, pasien yang tidak

toleransi CPAP dan intervensi surgical lain gagal.

10. KOMPLIKASI

OSA dapat menimbulkan dampak pada banyak sistem dari tubuh manusia, di

antaranya:

1. Neuropsikologis: kantuk berlebihan pada siang hari, kurang konsentrasi dan

daya ingat, sakit kepala, depresi.


2. Kardiovaskuler: takikardi, hipertensi, aritmia, blokade jantung, angina,

penyakit jantung iskemik, gagal jantung kongestif, stroke.


3. Respirasi: hipertensi pulmonum, cor pulmunale.
4. Metabolik: diabetes, obesitas.
5. Genito-urinari: nokturia, enuresis, impotensi.
6. Hematologis: polisitemia.

BAB III

KESIMPULAN

Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah keadaan apnea dan hipopnea akibat

adanya sumbatan total atau sebagian jalan napas atas yang terjadi secara berulang

pada saat tidur selama fase non-REM atau REM sehingga menyebabkan aliran udara

ke paru menjadi terhambat. Gejala utamanya adalah mendengkur. OSA terjadi karena

lidah dan palatum jatuh ke belakang (kolaps) sehingga terjadi obstruksi. Penyebab

terjadinya kolaps ini multifaktorial, sehingga tidak bisa dijabarkan berdasarkan

etiologi tunggal.
OSA paling banyak dialami oleh pria usia pertengahan dengan obesitas. Gejala

dari OSA antara lain mendengkur, mengantuk yang berlebihan pada siang hari,

tersedak, tidur tidak nyeyak, letih dan lesu sepanjang hari, penurunan konsentrasi,

serta riwayat OSA dalam keluarga. Tanda dari OSA antara lain obesitas, hipoplasia

mandibula atau maksila, penyempitan orofaring, pembesaran tonsil atau lidah, serta

obstruksi nasal dan nasofaringeal


Diagnosis OSA ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik untuk

mengetahui kelainan yang mungkin ada sebagai faktor penyebab dan pemeriksaan

penunjang. Gold standard diagnosa OSA adalah dengan melakukan pemeriksaan

penunjang berupa polisomnografi. Terapi OSA dibagi menjadi terapi non bedah dan

terapi bedah. Terapi non bedah dengan mengusahakan tekanan positif untuk

mengurangi obstruksi dan meminimalisir faktor penyebab melalui perubahan gaya

hidup, olah raga serta obat-obatan. Terapi bedah dilakukan sesuai dengan indikasi,

terutama jika terapi non bedah belum berhasil.


Komplikasi dari OSA dapat terjadi pada seluruh sistem dalam tubuh, antara

lain neuropsikologis (kantuk berlebihan pada siang hari, kurang konsentrasi dan daya

ingat, sakit kepala, depresi), kardiovaskuler (takikardi, hipertensi, aritmia, blokade

jantung, angina, penyakit jantung iskemik, gagal jantung kongestif, stroke), respirasi

(hipertensi pulmonum, cor pulmunale), metabolik (diabetes, obesitas), genito-urinari

(nokturia, enuresis, impotensi) dan hematologis (polisitemia).

Anda mungkin juga menyukai

  • Vaskularisasi Dinding Abdomen
    Vaskularisasi Dinding Abdomen
    Dokumen5 halaman
    Vaskularisasi Dinding Abdomen
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • Referat Osa
    Referat Osa
    Dokumen9 halaman
    Referat Osa
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • AKI
    AKI
    Dokumen2 halaman
    AKI
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • REFERAT Dakriosistitis
    REFERAT Dakriosistitis
    Dokumen18 halaman
    REFERAT Dakriosistitis
    Winny Dilafarah
    Belum ada peringkat
  • Referat Osa
    Referat Osa
    Dokumen23 halaman
    Referat Osa
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • AKI
    AKI
    Dokumen2 halaman
    AKI
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • Meptin Swinghaler
    Meptin Swinghaler
    Dokumen2 halaman
    Meptin Swinghaler
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • Tuberkulosis
    Tuberkulosis
    Dokumen18 halaman
    Tuberkulosis
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading
    Journal Reading
    Dokumen8 halaman
    Journal Reading
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • Penggunaan Vantolin Inhaler
    Penggunaan Vantolin Inhaler
    Dokumen1 halaman
    Penggunaan Vantolin Inhaler
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • Gna
    Gna
    Dokumen3 halaman
    Gna
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • Klasifikasi Inkontinensia
    Klasifikasi Inkontinensia
    Dokumen4 halaman
    Klasifikasi Inkontinensia
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • Gliben
    Gliben
    Dokumen5 halaman
    Gliben
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • The Luxe Culture Proposal
    The Luxe Culture Proposal
    Dokumen8 halaman
    The Luxe Culture Proposal
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • Dasar Diagnosis Keganasan-2
    Dasar Diagnosis Keganasan-2
    Dokumen1 halaman
    Dasar Diagnosis Keganasan-2
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • Patofisio Batuk
    Patofisio Batuk
    Dokumen1 halaman
    Patofisio Batuk
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • Antacid
    Antacid
    Dokumen3 halaman
    Antacid
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksan Penunjang
    Pemeriksan Penunjang
    Dokumen2 halaman
    Pemeriksan Penunjang
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat
  • Patfis Anemia
    Patfis Anemia
    Dokumen1 halaman
    Patfis Anemia
    Oktavianus Surya
    Belum ada peringkat