Anda di halaman 1dari 4

1. Apa yang dimaksud dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh
perusahaan atau habis kontrak.
2. Apa yang menyebabkan hubungan kerja dapat berakhir?
Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian
kerja dapat berakhir apabila :
 Pekerja meninggal dunia
 Jangka waktu kontak kerja telah berakhir
 Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
 Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat
menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan, wajib
membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu
berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”) mengatur bahwa pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
1. melakukan penipuan, pencurian dan penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
2. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
3. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya dilingkungan kerja;
4. melakukan perbuatan asusila atau perjudian dilingkungan kerja;
5. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha
di lingkungan kerja;
6. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk mekukan perbuatan yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan;
7. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang
milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
8. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan
bahaya di tempat kerja;
9. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan
kecuali untuk kepentingan negara; atau
10. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih.
3. Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
dengan alasan sebagai berikut:
1. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama
waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus menerus;
2. pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban
terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;
3. pekerja/buruh menjalankan ibadah ibadah yang diperintahkan agamanya;
4. pekerja/buruh menikah;
5. pekerka/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
6. pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan
pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian
kerja, peratauran perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;\
7. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat
buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/buruh di luar jam kerja, atau di
dalam jam kerja atas kesepakatan mengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
8. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan
pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
10. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya berlum dapat dipastikan.
4. 4 program jamsostek
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Program ini memberikan kompensasi/santunan dan pengantian biaya perawatan bagi tenaga
kerja yang mengalami kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental,
dimulai dari berangkat kerja sampai kembali ke rumah atau menderita sakit akibat hubungan
kerja.
2. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja, untuk itu program ini memberikan
pelayanan berupa rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan,
penunjang diagnostik, pelayanan khusus dan gawat darurat bagi tenaga kerja dan keluarganya
yang menderita sakit.
Setiap tenaga kerja yang mengikuti program JPK, akan mendapatkan Kartu Pemeliharaan
Kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk mendapat pelayanan kesehatan.
3. Jaminan Hari Tua (JHT)
Program ini adalah berupa tabungan selama masa kerja yang dibayarkan kembali pada umur
55 tahun atau atau telah memenuhi persyaratan tertentu.
4. Jaminan Kematian (JK)
Program ini memberikan pembayaran tunai kepada ahli waris dari tenaga kerja yang
meninggal dunia sebelum umur 55 tahun.
5. Beda Merk Deklaratif dan Merk Konstitutif
Pendaftaran Merek Dengan Sistem Deklaratif
Sistem pendaftaran deklaratif adalah suatu sistem dimana yang memperoleh perlindungan
hukum adalah pemakai pertama dari merek yang bersangkutan. Sistem pendaftaran deklaratif
ini dianut dalam Undang-Undang Nomor : 21 Tahun 1961. Dengan perkataan lain, bukan
pendaftaran yang menciptakan suatu hak atas merek, tetapi sebaliknya pemakaian pertama di
Indonesialah yang menciptakan atau menimbulkan hak itu
Pendaftaran Merek Dengan Sistem Konstitutif
Merek dengan sistem konstitutif, pendaftaran merupakan keharusan agar dapat memperoleh
hak atas merek. Tanpa pendaftaran negara tidak akan memberikan hak atas merek kepada
pemilik merek. Hal ini berarti tanpa mendaftarkan merek, seseorang tidak akan diberikan
perlindungan hukum oleh negara apabila mereknya ditiru oleh orang lain. Pendaftaran merek
yang digunakan di Indonesia sejak Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 adalah sistem
Konstitutif.Pada sistem Konstitutif ini perlindungan hukumnya didasarkan atas pendaftar
pertama yang beritikad baik.[20]Hal ini juga seperti yang tercantum dalam Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar oleh
pemohon yang tidak beritikad baik.
6. Apa yang disebut dengan Paten
Paten merupakan suatu hak khusus berdasarkan Undang-Undang diberikan kepada si
pendapat/si penemu (uitvinder) atau menurut hukum pihak yang berhak memperolehnya,(UU
Paten Indonesia menyebutnya dengan istilah Inventor dan istilah temuan disebut sebagai
Invensi) atas permintaannya yang diajukannya kepada pihak penguasa, bagi temuan baru di
bidang teknologi, perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru, atau menemukan
suatu perbaikan baru dalam cara kerja, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat
diterapkan dalam bidang industri.
Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, terdapat 2 jenis paten yaitu paten biasa dan
paten sederhana. Paten biasa adalah paten yang melalui penelitian atau pengembangan yang
mendalam dengan lebih dari satu klaim. Paten sederhana adalah paten yang tidak
membutuhkan penelitian atau pengembangan yang mendalam dan hanya memuat satu klaim.
Namun, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 secara tersirat mengenalkan jenis-jenis paten
yang lain, yaitu paten proses dan paten produk. Paten proses adalah paten yang diberikan
terhadap proses, sedangkan paten produk adalah paten yang diberikan terhadap produk.

Anda mungkin juga menyukai