Anda di halaman 1dari 6

Nama : Mita Agustina

NIM : 03031181621015
Shift/Kelompok : Jumat Siang/4

DEMINERALISASI

Perairan Indonesia merupakan sumber cangkang hewan invertebrata laut


berkulit keras (crustacea) yang mengandung kitin berlimpah. Kadar kitin yang
terkandung dalam crustacea berkisar 20%-60%, tergantung spesies. Limbah kitin
di Indonesia yang dihasilkan saat ini sekitar 56.200 ton pertahun (Departemen
Kelautan dan Perikanan, 2000). Hasil samping pengolahan daging berupa limbah
cangkang yaitu kulit dan kepala. Limbah belum termanfaatkan secara baik dan
berdaya guna, bahkan sebagian besar juga turut mencemari lingkungan.
Pengolahan limbah kulit udang menjadi kitin dan kitosan merupakan upaya
pemanfaatan limbah cangkang agar memiliki nilai ekonomis tinggi dan berdaya
guna. Kitin dijumpai sebagai komponen eksoskeleton kelompok crustaceae,
dinding sel insekta, kapang dan kamir. Kitosan yaitu senyawa hasil dari deasetilasi
kitin yang terdiri dari unit asetil glukosamin. Semakin tinggi derajat deasetilasi
kitosan, maka gugus asetil kitosan semakin rendah sehingga interaksi antar ion dan
ikatan hidrogennya akan semakin kuat. Pelepasan gugus asetil dari kitosan
bermuatan positif yang mampu mengikat senyawa bermuatan negatif seperti
protein, anion polisakarida membentuk ion netral (Suprianto, 2012).
Kulit udang dapat dijadikan kitosan melalui beberapa proses yaitu
deproteinasi (pemisahan protein), demineralisasi (pemisahan mineral), dan proses
deasetilasi. Demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan mineral-mineral yang
terdapat pada limbah udang. Limbah udang secara umum mengandung 20%-50%
mineral tergantung dari spesiesnya. Kalsium karbonat yaitu komposisi utama pada
mineral yang terkandung dalam cangkang udang. Konsentrasi kalsium setelah
proses demineralisasi bisa ditentukan dengan metode kompleksometri. Reduksi
mineral yang terjadi terutama kalsium pada kitin bisa dideskripsikan dengan
menggunakan model kinetika heterogen dengan pendekatan Shrinking Core Model.

1. Kandungan Udang
Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan hasil laut. Mulai
dari produk ikan, udang-udangan, rumput laut, kepiting termasuk rajungan
(portunus pelagicus). Produk perikanan tersebut merupakan komoditi ekspor yang
potensial bagi bangsa Indonesia (Martati, dkk., 2002). Pada tahun 2013 terjadi
peningkatan produksi udang sebesar 68,08% atau sebesar 627.643 ton. Kenaikan
rata-rata produksi udang dunia selama 10 tahun (2004-2013) adalah sebesar 8,02%.
Pada tahun 2014 produksi udang Indonesia mencapai 623.000 ton. Kementerian
Kelautan dan Perikanan mentargetkan produksi udang sebesar 785.900 ton
Peningkatan jumlah produksi udang Indonesia dikarenakan ekspor udang
yang terus meningkat. Udang yang di ekspor pada umumnya adalah dalam bentuk
udang beku yang telah dihilangkan bagian kepala, kulit dan ekor dimana bagian ini
kurang dimanfaatkan oleh produsen dan dianggap sebagai limbah. Limbah udang
di Indonesia sangat berlimpah. Limbah udang mencapai 30%-40% dari produksi
udang beku. Limbah tersebut terdiri atas 36%-49% bagian kepala dan 17%-23%
kulit ekor. Berdasarkan persentase tersebut dapat diketahui bahwa potensi limbah
udang di Indonesia cukup tinggi yakni berkisar 186.900 ton - 249.200 ton. Jumlah
limbah udang yang tinggi ini dapat bernilai ekonomis tinggi jika dimanfaatkan
dengan baik. Limbah udang seperti jengger udang banyak dimanfaatkan sebagai
bahan pembuat terasi, keripik udang, petis, pasta udang, dan hidrolisat protein.
Kulit udang mengandung protein (25%-40%), kitin (15%-20%) dan
kalsium karbonat (45%-50%). kandungan kitin yang cukup tinggi sangat berpotensi
untuk diolah menjadi kitosan. Perlu adanya pemanfaatan lain dari limbah udang
menjadi sebuah produk yang dapat bernilai ekonomis tinggi seperti kitosan yang
dapat dibuat dari kepala, kulit, dan ekor udang. Udang merupakan salah satu produk
perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup
tinggi. Bagian kepala beratnya lebih kurang 36%-49% dari total keseluruhan berat
badan, daging 24%-41% dan kulit 17%-23% (Dompeipen, 2016).
Kitin merupakan senyawa yang sangat melimpah di alam dan menempati
urutan kedua setelah selulosa yang diperkirakan produksi tahunan mencapai 1010-
1012 ton. Kitin memiliki sifat yang stabil terhadap reaksi kimia, tidak beracun dan
bersifat biodegradable. Sebagai biopolimer kedua yang jumlahnya melimpah di
dunia, kitin bisa ditemukan terutama pada invertebrata, insekta, diatom laut, algae,
fungi, dan yeast. Kitin secara luas digunakan sebagai amobilisasi enzim, adsorben
logam, film dan fiber serta oligomer kitin bisa digunakan sebagai obat antikanker.
2. Mineral Kulit Udang
Mineral adalah elemen anorganik yang terdapat di alam. Mineral adalah
salah satu komponen gizi yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Mineral memiliki
muatan positif, sehingga di dalam tubuh mineral berfungsi sebagai elektrolit.
Pergerakan air di dalam sel akan mengarah pada larutan elektrolit yang
berkonsentrasi lebih tinggi melalui membran semi permeabel. Membran semi
permeabel akan meneruskan air dan menahan elektrolit, sehingga terjadi
keseimbangan tekanan osmosis. Kekurangan mineral dalam jangka waktu tertentu
dapat menunjukkan tanda-tanda defisiensi. Kelebihan mineral dapat menyebabkan
efek toksisitas. Sebagian besar mineral memiliki kisaran asupan aman yang luas,
sehingga untuk mencegah kemungkinan defisiensi dan efek toksisitas perlu
dilakukan komsumsi makanan yang bervariasi (Almatsier, 2006).
Mineral dibagi menjadi dua jenis yaitu makromineral dan mikromineral.
Makromineral adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100
mg sehari. Makromineral dibutuhkan dalam pembentukan jaringan tulang mupun
sebagai faktor enzim. Makromineral dibutuhkan dalam pembentukan jaringan kulit
udang adalah kalsium, magnesium, kalium dan fosfor. Makhluk hidup lingkungan
perairan mengatur penyerapan mineral melalui insang, kulit dan mulut.
Kalsium yaitu kation divalen berukuran radius 0,95 x 10-12 m. Kalsium
dalam sel hidup membentuk ikatan kompleks dengan protein, karbohidrat, dan
lemak. Ikatan kalsium bersifat selektif dan mampu berikatan dengan oksigen netral,
termasuk grup alkohol dan karbonil. Kalsium (Ca) merupakan mineral utama yang
berperan dalam pembentukan dan pertumbuhan untuk struktur tulang, menjaga
keseimbangan osmotik, aktifitas otot dan transmisi rangsangan syaraf.
Udang memperoleh kalsium dari habitat perairan dan pakan. Perairan
mengandung kalsium sebesar 50%-60% dari total kebutuhan kalsium. Pakan udang
dapat menambah asupan kalsium. Kekurangan kalsium dapat menghambat
pertumbuhan, pembentukan tulang serta mengakibatkan dekalsifikasi. Kalsium
karbonat, kalsium fosfat dan kitin merupakan penyusun utama dari kulit udang.
Kulit udang mengandung 98,5% kalsium dari total mineral. Pemanfaatan kalsium
karbonat antara lain meliputi suplemen kalsium, industri cat, industri kertas serta i
ndustri plastik. Kalsium karbonat menurut SNI 06-0385-1989 diklasifikasikan
menjadi tiga jenis yakni jenis K, jenis C dan jenis CC. Jenis K adalah tepung
kalsium karbonat yang dhasilkan dari penggilingan batu kapur. Jenis C adalah
tepung kalsium karbonat yang dihasilkan dari penggilingan batu kalsit. Jenis CC
adalah tepung kalsium karbonat dihasilkan dari proses reaksi dan pengendapan.
Kalsium karbonat digunakan dalam bidang industri farmasi sebagai
suplemen, industri cat untuk meningkatkan opasity dan porosity cat, industri kertas
sebagai pelapis kertas serta industri plastik untuk meningkatkan moulding
characteristic. Pemanasan kalsium karbonat menghasilkan kalsium oksida. Kalsium
oksida menurut SNI 0807-1989 digunakan pada industri kertas sebagai recovery
agent untuk mengendapkan selulosa. Kalsium oksida menurut SNI 15-0714-1989
digunakan pada industri gula untuk pemurnian nira. Penambahan air dengan
kalsium oksida menghasilkan kalsium hidroksida. Pemanfaatan kalsium hidroksida
menurut SNI 06-6639-2002 sebagai zat flokulan yang dapat mengendapkan logam
berat pada pengolahan air limbah industri peleburan tembaga (Rini, 2010).
Magnesium merupakan salah satu makromineral yang berperan dalam
sistem fisiologis hewan yang berhubungan erat dengan kalsium serta fosfor. Sekitar
70% dari total Mg dalam tubuh ditemukan dalam tulang dan sebagian ditemukan
dalam jaringan lunak dan cairan jaringan. Kalium adalah kation terpenting cairan
didalam sel maupun ekstrasel. Kalium mempengaruhi aktivitas otot, keseimbangan
asam-basa dan tekanan osmotik didalam sel. Kalium berinteraksi dengan natrium
dan potasium dalam regulasi enzim, sedangkan interaksi kalium dengan
sodiummempengaruhi keseimbangan ion pada ekstra sel.
Kekurangan kalium dapat menyebabkan anoreksia, tetanus dan kematian.
Hewan perairan membutuhkan kalium sebanyak 0,3%–1,2% yang dipengaruhi oleh
konsentrasi kalium pada air. Kekurangan fosfor menyebabkan gangguan
pertumbuhan tubuh dan terjadi proses demineralisasi. Udang memerlukan fosfor
dalam pembentukan jaringan kutikula. Sumber utama ketersediaan fosfor berasal
dari perairan yang dapat diserap secara langsung oleh udang.

3. Proses Demineralisasi
Demineralisasi yaitu penghilangan mineral yang terdapat dalam bahan
yang mengandung kitin. Penghilangkan mineral tersebut terutama kandungan
kalsiumnya dilakukan dengan penambahan asam seperti asam klorida (HCl), asam
sulfat (H2SO4), dan asam sulfit (H2SO3). Pemisahan mineral bertujuan untuk
menghilangkan senyawa organik yang ada pada limbah kulit udang tersebut.
Besarnya kandungan mineral yang dihilangkan, maka akan menghasilkan kitin
yang semakin baik. Kulit udang umumnya mengandung 30%-50% mineral
(Suhartono, 2000). Mineral utama yang terdapat pada udang yaitu kalsium dalam
bentuk CaCO3 dan sedikit Ca3(PO4)2. Senyawa kalsium akan bereaksi dengan HCl
menghasilkan kalsium klorida, asam karbonat dan asam fosfat yang larut dalam air
pada saat demineralisasi, berikut reaksi demineralisasi (Bastaman, 1989).

CaCO3 + 2 HCl CaCl2 + H2CO3 (1)


Kalsium Karbonat Asam Klorida Kalsium Klorida Asam Karbonat
H2CO3 H2O + CO2 (2)
Asam Karbonat Air Karbon Dioksida
CaCO3 + 2 HCl CaCl2 + H2O + CO2 (3)
Kalsium Karbonat Asam Klorida Kalsium Klorida Air Karbon Dioksida
Ca3(PO4)2 + 6 HCl 3 CaCl2 + 2 H3PO4 (4)
Kalsium Fosfat Asam Klorida Kalsium Klorida Asam Fosfat

Proses demineralisasi menyebabkan terjadinya reaksi kimia antara asam


klorida (HCl) dengan kalsium (CaCO3 dan Ca3(PO4)2), menghasilkan kalsium
klorida yang akan mengendap apabila pH ditingkatkan dan mudah dipisahkan
dengan proses penyaringan. Proses demineralisasi akan berlangsung sempurna
dengan mengusahakan agar konsentrasi asam yang digunakan serendah mungkin
dan disertai pengadukan yang konstan, dengan pengadukan yang konstan
diharapkan dapat menciptakan panas yang homogen sehingga asam yang digunakan
tersebut dapat bereaksi sempurna dengan bahan baku yang digunakan.
Demineralisasi merupakan proses yang bertujuan untuk menghilangkan
mineral-mineral atau senyawa anorganik yang ada pada cangkang udang. Mineral
utama yang terkandung dalam cangkang udang adalah kalsium karbonat (CaCO3)
dan kalsium fosfat (Ca3(PO4)2). Proses demineralisasi biasanya dilakukan dengan
merendam bahan hasil deproteinasi dalam larutan asam klorida. Asam klorida
efektif untuk melarutkan kalsium menjadi kalsium klorida, namun asam klorida
juga menyebabkan kitin mengalami depolimerisasi. Depolimerisasi merupakan
pengurangai senyawa organik menjadi dua molekul atau lebih.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bastaman. 1989. Studies on Degradation and Extraction of Chitin and Chitosan
form Prawn Shells (Nephrops norvegicus). Belfast : The Queen’s
University.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2000. Statistik Data Perikanan. Jakarta
:Departemen Kelautan dan Perikanan.
Dompeipen, E., dkk. 2016. Isolasi Kitin dan Kitosan dari Limbah Kulit Udang.
Majalah BIAM. 12(1): 32-38.
Martati, dkk. 2002. Optimasi Proses Demineralisasi Cangkang Rajungan (Portunus
Pelagicus) Kajian Suhu Dan Waktu Demineralisasi. Jurnal Teknologi
Pertanian. 3(2): 128-135.
Rini, I. 2010. Recovery Dan Karakterisasi Kalsium Dari Limbah Demineralisasi
Kulit Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis Deman). Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Suhartono. 2000. Pemanfaatan Limbah Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Suprianto, S. 2012. Karakterisasi Kitin Dan Kitosan Udang Swallo (Metapenaeus
Monoceros). Akademia. 16(2): 60-65.

Anda mungkin juga menyukai