Disusun oleh:
CINTANTYA ARAFAH
12/329249/KU/15013
Laporan Studi Lapangan berjudul “Tatalaksana Diet Pre dan Post Laparatomi pada
Pasien dengan Massa Intraabdomen, Susp. Teratoma dd. Kista Dermoid di Bangsal
Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta” telah mendapat persetujuan pada tanggal: .....
Desember 2015.
Menyetujui,
Pembimbing
A. ASESMEN GIZI
1. ANAMNESIS
a. Identitas Pasien
Nama : WS No RM : 01.75.11.68
Umur : 14 tahun Ruang : K.03 Cendana 4
Sex : Laki-laki Tanggal Masuk : 25 November 2015
Pekerjaan : Pelajar Tanggal Kasus : 30 November 2015
Pendidikan : SMP Alamat : Bandongan, Magelang
Agama : Islam Diagnosis Medis : Massa intraabdomen susp.
Teratoma, dd kista dermoid pelvis
Kesimpulan:
Pola makan WS sehari-hari sudah termasuk baik.
Pembahasan:
Pasien WS merupakan anak laki-laki berusia 14 tahun yang rencananya akan
dilakukan operasi laparatomi biopsi pada tanggal 2 Desember 2015 jika sudah tidak
batuk lagi. WS sebelumnya sudah menjalani rawat inap di RST Magelang selama 11
hari, kemudian dirujuk ke RSUP dr. Sardjito karena diduga ada massa berupa berupa
kista pada intraabdomen.
Sehari-harinya WS sekolah dari jam 7 pagi hingga jam 2 siang. Sore harinya
bermain sepak bola bersama teman-teman. Biasa tidur malam jam 10 hingga bangun
jam 5 pagi. Terkadang tidur siang selama 1 jam. WS tidak mengeluhkan adanya
masalah gastrointestinal. Dalam sebulan terakhir, berat badannya berkurang sebanyak
13 kg karena sempat mengalami penurunan nafsu makan namun akhir-akhir ini nafsu
makannya sudah membaik.
Secara keseluruhan, pola makan WS sudah termasuk baik yaitu 3 kali sehari
namun jarang mengonsumsi cemilan. Tiap makan selalu ada lauk dan sayuran, lauk
yang paling sering dikonsumsi adalah telur dan tempe digoreng. Buah yang paling
sering dimakan di rumah adalah jeruk namun tidak selalu tiap hari. WS di rumah selalu
meminum air putih tiap habis makan, dan biasa meminum teh manis tiap pagi karena
disiapkan oleh ibu.
2. ANTROPOMETRI
Berat badan Tinggi badan LLA
40 cm 160 cm 22 cm
Kesimpulan:
Status gizi pasien normal
Pembahasan :
Status gizi ditentukan menggunakan z-score menurut IMT/U karena pasien
masih berusia anak-anak di bawah 18 tahun.
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) 40
IMT = [𝑇𝐵 (𝑚)]2 = (1,6)2 = 15,62
𝐼𝑀𝑇 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 – 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑟𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛 15,62−19,3
IMT/U = = = − 1,84
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑟𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛 19,3−17,3
Berdasarkan pengukuran LLA, diketahui bahwa pasien memiliki status gizi baik
karena nilai persentil LLA di atas 85% (gizi baik : > 85%; gizi kurang : > 70 - < 85%; gizi
buruk: < 70%) (Wahyuningsih cit Depkes, 2008).
3. PEMERIKSAAN BIOKIMIA
Pemeriksaan Satuan/Nilai Tanggal Keterangan
urin/darah Normal 30/10/2015
Basofil # 0 – 0,1 x 103/µL 0,02 x 103/µL Normal
Basofil % <1% 0,2 % Normal
LUC # 0 – 0,4 x 103/µL 0,27 x 103/µL Normal
Monosit # 0,3 – 0,8 x 10 /µL
3 3
0,33 x 10 /µL Normal
Eusinofil # 0 – 0,2 x 103/µL 0,51 x 103/µL Tinggi
Kreatinin 0,6 – 1,3 mg/dL 0,82 mg/dL Normal
INR 0,9 – 1,1 1,21 Tinggi
Limfosit # 1,3 – 2,9 x 103/µL 1,61 x 103/µL Normal
Klorida 98 – 107 mmol/L 102 mmol/L Normal
Hemoglobin 14 – 17,5 g/dL 11,6 g/dL Rendah
Kontrol PPT - 13,5 -
Natrium 136 – 145 mmol/L 146,1 mmol/L Normal
PPT 12,3 – 15,3 detik 16,1 detik Tinggi
RDW 11,5 – 15,5 % 16,3 % Tinggi
HDW 2,2 – 3,3 % 2,56 % Normal
CH - 23,3 pg -
MCH 28 – 33 pg 24,3 pg Rendah
Limfosit % 25 – 50 % 25,3 % Normal
Albumin 3,4 – 5 g/dL 3,49 g/dL Normal
Netrofil # 2,2 – 4,8 x 103/µL 3,62 x 103/µL Normal
Kontrol APTT - 30,4 -
CHCM 33 – 37 g/dL 32,5 g/dL Rendah
APTT 27,9 – 37 detik 33,2 detik Normal
MCHC 33 – 36 g/dL 33,8 g/dL Normal
Hematokrit 40 – 52 % 34,4 % Rendah
LUC % 0–4% 4,3 % Tinggi
Kalium 3,5 – 5,1 mmol/L 4,39 mmol/L Normal
Eritrosit 4,7 – 6,1 x 106/µL 4,78 x 106/µL Normal
Monosit % 1–6% 5,1 % Normal
MPV 7,2 – 10,4 fL 5,8 fL Rendah
Netrofil % 25 – 60 % 57 % Normal
Trombosit 156 – 408 x 103/µL 580 x 103/µL Tinggi
BUN 7 – 20 mg/dL 6,3 mg/dL Rendah
Leukosit 4,5 – 11 x 103/µL 6,35 x 103/µL Normal
MCV 80 – 96 fL 72 fL Rendah
Eusinofil % 1–5% 8% Tinggi
HbsAg Non reaktif Non reaktif Normal
Kesimpulan:
Pasien mengalami peningkatan nilai eusinofil, PPT, RDW, LUC%, dan trombosit.
Selain itu, pasien juga mengalami penurunan hemoglobin, MCH, CHCM, MCHC, MPV,
BUN, dan MCV. Peningkatan nilai eusinofil dan trombosit ini dapat menandakan adanya
kanker atau keganasan dalam tubuh pasien. Sedangkan penurunan nilai hemoglobin dan
hematokrit dapat menandakan bahwa pasien anemia.
Kesimpulan:
Keadaan umum pasien dalam keadaan sadar. Hasil pengukuran menunjukkan
bahwa tekanan darah, suhu dan denyut nadi normal karena menurut Silverman (2006)
tekanan darah normal untuk pasien anak-anak berusia 13 tahun ke atas adalah 100–
120/60–90 mmHg, suhu normal 36,50C – 370C dan denyut nadi 55–110 kali per menit.
Sementara respirasi termasuk takipnea karena berada dia atas rentang normal 12–20
kali per menit. Berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan diketahui bahwa terdapat massa
pada bagian dalam perut pasien yang menyebabkan pasien mengalami nyeri di perut
bagian bawah sejak 1 bulan yang lalu hingga awal masuk RS.
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil recall 24 jam, asupan pasien dari diet RS dan dari makanan
luar RS jika dibandingkan dengan kebutuhan yaitu diet anak standar D termasuk defisit
untuk energi, protein, lemak, dan karbohidrat karena di bawah 80% (Widjayanti, 2007).
6. TERAPI MEDIS
Belum diberikan terapi medis saat pengambilan data
B. DIAGNOSIS GIZI
1. PLANNING
a. Tujuan Diet :
1. Meningkatkan asupan makan untuk memenuhi kebutuhan gizi hingga 80%.
2. Mempertahankan status gizi normal selama masa perioperatif.
2. IMPLEMENTASI
a. Kajian Terapi Diet Rumah Sakit
- Jenis Diet / Bentuk Makanan / Cara Pemberian : Diet Anak Standar D / Biasa / Oral
Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) KH (g)
Standar diet RS 2011 59,5 66 294
Kebutuhan (planning) 1980,55 64 55 307,35
% Standar / kebutuhan 101,53 % 92,97 % 120 % 95,65 %
Pembahasan Diet RS:
Jika dibandingkan dengan kebutuhan pasien, standar diet yang diberikan oleh RS
sudah memenuhi kurang lebih 10% dari kebutuhan untuk energi, protein, dan karbohidrat.
Namun untuk lemak melebihi kebutuhan yaitu lebih 20%. Sehingga standar diet diturunkan
menjadi diet anak standar C dengan pertimbangan bahwa asupan pasien berdasarkan
recall 24 jam juga masih rendah.
b. Rekomendasi Diet
STANDAR DIET RS REKOMENDASI DIET
Makan pagi Nasi 150 g Nasi 150 g
Lauk hewani 50 g Lauk hewani 50 g
Sayur 50 g Sayur 50 g
Minyak 7,5 g Minyak 7,5 g
Gula pasir 10 g Gula pasir 10 g
Susu manis 20 g Susu manis 20 g
Selingan pagi Kacang ijo 100 g Kacang ijo 100 g
Makan siang Nasi 150 g Nasi 150 g
Lauk hewani 50 g Lauk hewani 25 g
Lauk nabati 50 g Lauk nabati 25 g
Sayur 50 g Sayur 50 g
Buah (pepaya) 100 g Buah (pepaya) 100 g
Minyak 7,5 g Minyak 7,5 g
Selingan sore Susu manis 20 g Susu manis 20 g
Makan sore Nasi 150 g Nasi 150 g
Lauk hewani 50 g Lauk hewani 50 g
Sayur 50 g Sayur 50 g
Buah (pisang) 50 g Buah (pisang) 50 g
Minyak 7,5 g Minyak 7,5 g
Gula 10 g Gula 10 g
Nilai Gizi Total E = 2011 kkal E = 1902 kkal
P = 59,5 g P = 51,5 g
L = 66 g L= 57,8 g
KH = 294 g KH = 293 g
Kebutuhan E = 1980,55 kkal E = 1980,55 kkal
P = 64 g P = 64 g
L = 55 g L = 55 g
KH = 307,35 g KH = 307,35 g
% pemenuhan E = 101,53 % E = 96,03 %
P = 92.97 % P = 80,4 %
L = 120 % L = 105,09 %
KH = 95,65 % KH = 95,33 %
d. Penerapan Konseling
Masalah Gizi Tujuan Materi Konseling Keterangan
Asupan oral a. Meningkatkan a. Pentingnya Konseling
inadekuat asupan makan untuk memenuhi kebutuhan diberikan
memenuhi gizi proses kepada pasien
kebutuhan gizi penyembuhan dan keluarga
hingga 80% b. Tahap pemberian pasien dengan
b. Pasien paham makanan selama alat bantu
pentingnya masa perioperatif leaflet diet
memenuhi sesuai daya terima rendah sisa
kebutuhan gizi pasien dan bahan
c. Contoh menu dalam makanan
sehari sesuai penukar
kebutuhan zat gizi
dan preferensi
pasien
Peningkatan a. Mempertahankan a. Hubungan
kebutuhan status gizi normal peningkatan
energi dan selama masa kebutuhan energi dan
protein perioperatif protein dengan
b. Pasien paham penyakit pasien
pentingnya b. Pentingnya
mencegah mencegah penurunan
penurunan berat berat badan lebih
badan selama masa lanjut pada masa
perioperatif perioperatif
c. Motivasi pasien untuk
menghabiskan
makanannya jika
sudah pulih dan bisa
makan
d. Jumlah kebutuhan
energi, protein, lemak
dan karbohidrat
pasien
BAB II. DASAR TEORI
A. LAPARATOMI
Laparatomy merupakan pembedahan yang menembus dinding abdomen. Pada
pasien yang mengalami nyeri abdominal atau masalah intestinal yang tidak jelas
penyebabnya, dan berbagai tes tidak dapat menemukan penyebabnya, maka
dilakukanlah Explorasi Laparatomy ini untuk menegakkan diagnosa. Sedangkan pada
operasi yang spesifik, laparatomy adalah tindakan pertama dalam proses pembedahan.
Hal yang harus diperhatikan pasca operasi laparotomi yaitu keseimbangan cairan,
pentahapan nutrisi, monitor vital sign dan antibiotik (Pierce and Borley, 2013).
Indikasi perlu dilakukannya laparatomi yaitu trauma abdomen (tumpul atau tajam)
atau ruptur hepar, peritonitis, perdarahan saluran pencernaan (internal bleeding),
sumbatan pada usus halus dan usus besar, atau adanya massa pada abdomen.
Sementara komplikasi post laparatomi yaitu ventilasi paru tidak adekuat, gangguan
kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung, gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan rasa nyaman dan kecelakaan (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2005).
Untuk meminimalisir risiko komplikasi pasca bedah, maka sangat penting untuk
memperhatikan diet pra dan pasca bedah. Tujuan diet pra bedah adalah untuk
mengusahakan agar status gizi pasien dalam keadaan optimal pada saat pembedahan
dan untuk mengatasi stres serta penyembuhan luka. Sedangkan tujuan diet pasca
bedah yaitu untuk mengupayakan status gizi pasien segera kembali normal,
mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien,
dengan cara sebagai berikut (Almatsier, 2010):
a. Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein)
b. Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain
c. Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan
Ada pun syarat diet pasca bedah adalah memberikan makanan secara bertahap
(cair-saring-lunak-biasa). Pemberian makanan dari tahap ke tahap tergantung pada
macam pembedahan dan keadaan pasien. Terdapat 3 jenis diet dengan indikasi
pemberian sebagai berikut (Almatsier, 2010):
a. Diet pasca bedah I
Diet ini diberian kepada semua pasien pasca bedah baik bedah kecil
(setelah sadar atau rasa mual hilang) maupun bedah besar (setelah rasa sadar
atau mual hilang serta ada tanda-tanda usus mulai bekerja). Selama 6 jam sesudah
pembedahan, makanan yang diberikan berupa air putih, teh manis, air kacang,
hijau, sirup, air jeruk manis dan air kaldu jernih. Makanan ini diberikan dalam waktu
yang sesingkat mungkin, karena kandungan semua zat gizinya rendah. Makanan
diberikan secara bertahap sesuai kemampuan dan kondisi pasien, mulai dari 30
ml/jam.
b. Diet pasca bedah II
Diberikan pada pasien pasca bedah besar saluran cerna atau sebagai
perpindahan dari diet pasca bedah I. Makanan diberikan dalam bentuk cair kental,
berupa sari buah, sup, susu, dan puding rata-rata 8-10 kali sehari selama pasien
tidak tidur. Jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan dan kondisi pasien.
Diet ini diberikan dalam jangka waktu sesingkat mungkin karena zat gizinya sangat
kurang.
c. Diet pasca bedah III
Diberikan pada pasien pasca bedah besar saluran cerna atau sebagai
perpindahan dari diet pasca bedah II. Makanan yang diberikan berupa makanan
saring ditambah susu dan biskuit. Cairan hendaknya tidak melebihi 2.000 ml sehari.
d. Diet pasca bedah IV
Diet ini diberikan pada pasien pasca bedah kecil yang telah mampu
menerima diet pascabedah I dan pasien pasca bedah besar yang telah mampu
menerima diet pasca bedah II. Makanan yang diberikan berupa makanan lunak
yang dibagi dalam 3 kali makanan lengkap dan 1 kali makanan selingan.
B. TERATOMA
Teratoma adalah tumor sel germinal yang umumnya terdiri atas beberapa jenis
sel yang berasal dari satu atau lebih 3 lapisan germinal endoderm, mesoderm dan
ektoderm. Teratoma berasal dari bahasa yunani dari teras yang berarti monster, yang
pertama kali disebutkan oleh Virchow pada edisi pertama bukunya yang diterbitkan
pada tahun 1863. Teratoma dibagi dalam tiga kategori yaitu teratoma matur (jinak),
teratoma imatur dan teratoma monodermal dengan diferensiasi khusus tergantung dari
kuantitas derajat jaringan imatur menunjukan potensi timbulnya keganasan. Umumnya
teratoma kistik adalah jinak dan yang padat adalah ganas. Teratoma bervariasi dari
bentuk yang jinak yaitu lesi kistik well differentiated sampai bentuk yang solid dan
maligna (Hamilton, 2012).
Pada tahun 1831, Leblanc menciptakan istilah kista dermoid pada literatur
kedokteran hewan ketika dia berhasil mengeluarkan lesi menyerupai kulit pada dasar
tengkorak kuda. Baik teratoma dan dermoid, merupakan istilah yang masih digunakan
dan sering kali dipakai bergantian. Elemen tersebut menyerupai kulit dengan
pelengkapnya yang tersusun atas dermoid, sementara teratoma tidak memiliki batas
seperti itu. Dermoid sekarang dikenal sebagai trigeminal dan mengandung berbagai
jenis jaringan (Schwartz, 2012).
. Teratoma tersusun atas berbagai jenis sel parenkimal yang berasal lebih dari
satu lapisan germinal dan sering berasal dari ketiga lapisan. Tumor ini berasal dari sel-
sel totipoten, umumnya pada garis tengah atau paraxial. Lokasi yang paling sering
adalah sacrococcygeal (57%). Karena berasal dari sel totipoten, sehingga sering
ditemukan di kelenjar gonad (29%). Sejauh ini, lokasi gonad yang paling sering terjadi
adalah pada ovarium, disusul pada testis. Kista teratoma kadang muncul pada
sequestered midline embryonic cell rests dan bisa pada mediastinum (7%),
retroperitonial (4%), cervical (3%) dan intrakranial (3%) . Sel-sel berdiferensiasi sesuai
lapisan germinal, yang terdiri dari berbagai jaringan pada tubuh, seperti rambut, gigi,
lemak, kulit, otot, dan jaringan endokrin (Hamilton, 2012).
Penatalaksanaan dari teratoma sebagian besar adalah terapi bedah.
Pengangkatan tumor yang lengkap dan baik dapat menurunkan resiko kekambuhan. CT
scan dari abdomen dan pelvis sebelum eksplorasi bedah lebih lanjut dapat
menggambarkan tumor sacrococcygeal. Dalam kasus teratoma sacrococcygeal,
pemeriksaan USG dapat menunjukkan komponen kistik dan perluasan tumor (Mitchell
et al, 2007).
BAB III. PEMBAHASAN
Pembahasan:
A. Monitoring dan Evaluasi hari pertama (1/12/2015)
Monitoring:
Berdasarkan hasil monitoring, tidak ada perubahan pada pengukuran
antropometri sehingga sudah sesuai target. Hasil pemeriksaan fisik dan klinis
menunjukkan bahwa suhu pasien mengalami penurunan menjadi normal, begitu pula
dengan denyut nadi pasien berada dalam rentang normal dan keluhan batuk sudah
berkurang. Untuk asupan makan, berdasarkan pengamatan visual Comstock dan food
recall 24 jam diketahui bahwa pemenuhan energi, lemak, dan karbohidrat sudah
meningkat mendekati 80% sesuai target, sementara pemenuhan protein sudah
mencapai 80%. Diet dari RS menyumbang kalori sebanyak 67,4% dari total asupan,
sedangkan makanan dari luar RS menyumbang sebanyak 32,59%.
Evaluasi:
Tidak ada perubahan diagnosis gizi dan tujuan diet karena kondisi dan diagnosis
pasien masih sama seperti hari saat pengambilan data. Kebutuhan energi dan zat gizi
makro pun masih sama. Sehingga intervensi gizi yang diberikan adalah melanjutkan
rekomendasi diet yaitu diet anak standar C bentuk nasi dengan pemberian per oral.
A. Kesimpulan
1. Status gizi pasien tergolong normal pada awal kasus maupun akhir kasus atau
tidak terdapat perubahan.
2. Pada awal kasus, pasien mengalami peningkatan nilai eusinofil, PPT, RDW,
LUC%, dan trombosit serta penurunan hemoglobin, MCH, CHCM, MCHC, MPV,
BUN, dan MCV. Setelah operasi, kadar eusinofil dan trombosit menjadi normal.
3. Berdasarkan pemeriksaan fisik klinis, tekanan darah pasien, suhu badan, dan
denyut nadi normal namun respirasi tergolong takipnea. Selain itu, pasien batuk
dan terdapat massa pada bagian dalam perut pasien. Pada akhir kasus, tanda-
tanda vital pasien termasuk normal. Pasien sudah tidak batuk dan massa dalam
perut pasien sudah diambil, namun sedang dalam tahap belajar mobilisasi duduk.
4. Asupan makan pasien terus meningkat untuk energi semua zat gizi makro dari
awal kasus hingga sebelum operasi. Namun setelah operasi hingga akhir kasus,
asupan pasien mengalami penurunan karena hanya mendapatkan nutrisi
parenteral.
B. Saran
Almatsier, Sunita. 2010. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hamilton, Chad. 2012. Cystic Teratoma. Diakses pada tanggal 6 Desember 2015 dari:
http://emedicine.medscape.com/article/281850-overview.
Kementrian Kesehatan RI. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta:
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehata Ibu dan Anak.
Mahan, LK dan Escott-Stump, S. 2004. Krause’s Food, Nutrition, and Diet Therapy 11th
Edition. Philadelphia: Saunders.
Pierce, Grace dan Borley, Neil. 2013. Surgery At a Glance 5th Edition. Jakarta: Erlangga.
Schwartz, Robert. 2012. Dermoid Cystic. Diakses pada tanggal 6 Desember 2015 dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1112963-overview.
Silverman, BK. 2006. Textbook of Pediatric Emergency Medicine. Philadelphia: Saunders.
Sjamsuhidajat dan Je Dong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Wahyuningsih, Retno. 2013. Penatalaksanaan Diet pada Pasien. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Widjajanti, L. 2007. Buku Panduan Survey Konsumsi Gizi. Semarang: Magister Gizi
Masyarakat Universitas Diponegoro.
LAMPIRAN