Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN STUDI LAPANGAN

TATALAKSANA DIET PRE DAN POST LAPARATOMI


PADA PASIEN DENGAN MASSA INTRAABDOMEN
SUSP. TERATOMA, DD KISTA DERMOID DI BANGSAL CENDANA 4
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun oleh:
CINTANTYA ARAFAH
12/329249/KU/15013

PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Laporan Studi Lapangan berjudul “Tatalaksana Diet Pre dan Post Laparatomi pada
Pasien dengan Massa Intraabdomen, Susp. Teratoma dd. Kista Dermoid di Bangsal
Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta” telah mendapat persetujuan pada tanggal: .....
Desember 2015.

Menyetujui,
Pembimbing

Moch. Zaenal Muttaqin, SST.


NIP. 197103181993031003
BAB I. PENDAHULUAN

A. ASESMEN GIZI

1. ANAMNESIS
a. Identitas Pasien
Nama : WS No RM : 01.75.11.68
Umur : 14 tahun Ruang : K.03 Cendana 4
Sex : Laki-laki Tanggal Masuk : 25 November 2015
Pekerjaan : Pelajar Tanggal Kasus : 30 November 2015
Pendidikan : SMP Alamat : Bandongan, Magelang
Agama : Islam Diagnosis Medis : Massa intraabdomen susp.
Teratoma, dd kista dermoid pelvis

b. Berkaitan dengan Riwayat Penyakit


Keluhan Utama Batuk, terdapat benjolan di perut kanan bawah
Riwayat Penyakit 1 bulan SMRS nyeri pada perut bagian bawah, demam. 11
Sekarang HSMRS rawat inap di RS Magelang. Pre-operasi laparatomi
eksplorasi, batuk
Riwayat Penyakit Maag
Dahulu
Riwayat Penyakit Tidak ada
Keluarga

c. Berkaitan dengan Riwayat Gizi


Data Sosio Pekerjaan orangtua : PNS
Ekonomi Jumlah anggota keluarga : 5
Suku : Jawa
Aktifitas Fisik Jumlah Jam kerja : 7 Jam
Jumlah tidur sehari : 7 – 8 jam
Jenis olahraga : Sepak bola
Frekuensi olahraga : 1x / hari
Alergi makanan Makanan : tidak ada
Penyebab : tidak ada
Jenis diet khusus : tidak ada
Alasan : tidak ada
Yang menganjurkan : tidak ada
Masalah Nyeri ulu hati (tidak), Mual (tidak), Muntah (tidak), Diare
Gastrointestinal (tidak), Konstipasi (tidak), Anoreksia (ya), Perubahan
pengecapan/penciuman (tidak)
Penyakit kronik Jenis penyakit : - Modifikasi diet : -
Jenis dan lama pengobatan : -
Kesehatan mulut Sulit menelan (tidak), Stomatitis (tidak), Gigi lengkap (ya)
Pengobatan Vitamin/mineral/suplemen gizi lain : -
Frekuensi dan jumlah : -
Perubahan berat Berkurang : 13 kg Lamanya : 1 bulan
badan Tidak disengaja
Mempersiapkan Fasilitas memasak : disiapkan oleh orang tua (ibu)
makanan Fasilitas menyimpan makanan : Kulkas, lemari makanan
Riwayat/pola Makanan pokok : Nasi @ 2 centong (3x / hari), mie instan
makan kurang dari 3x / minggu
Lauk hewani : Ayam @ 1 potong sedang (5–7x / minggu),
Telur @ 1 butir (1x / hari), lebih sering digoreng
Lauk nabati : Tahu dan tempe @ 1 potong (1–3x / hari), lebih
sering digoreng
Sayuran : Sayuran hijau (2–3x / hari), suka urap
Buah : Jeruk (3–6x / minggu)
Selingan : Jarang makan cemilan, suka kering tempe
Minuman : Biasa minum teh manis tiap pagi

Kesimpulan:
Pola makan WS sehari-hari sudah termasuk baik.

Pembahasan:
Pasien WS merupakan anak laki-laki berusia 14 tahun yang rencananya akan
dilakukan operasi laparatomi biopsi pada tanggal 2 Desember 2015 jika sudah tidak
batuk lagi. WS sebelumnya sudah menjalani rawat inap di RST Magelang selama 11
hari, kemudian dirujuk ke RSUP dr. Sardjito karena diduga ada massa berupa berupa
kista pada intraabdomen.
Sehari-harinya WS sekolah dari jam 7 pagi hingga jam 2 siang. Sore harinya
bermain sepak bola bersama teman-teman. Biasa tidur malam jam 10 hingga bangun
jam 5 pagi. Terkadang tidur siang selama 1 jam. WS tidak mengeluhkan adanya
masalah gastrointestinal. Dalam sebulan terakhir, berat badannya berkurang sebanyak
13 kg karena sempat mengalami penurunan nafsu makan namun akhir-akhir ini nafsu
makannya sudah membaik.
Secara keseluruhan, pola makan WS sudah termasuk baik yaitu 3 kali sehari
namun jarang mengonsumsi cemilan. Tiap makan selalu ada lauk dan sayuran, lauk
yang paling sering dikonsumsi adalah telur dan tempe digoreng. Buah yang paling
sering dimakan di rumah adalah jeruk namun tidak selalu tiap hari. WS di rumah selalu
meminum air putih tiap habis makan, dan biasa meminum teh manis tiap pagi karena
disiapkan oleh ibu.

2. ANTROPOMETRI
Berat badan Tinggi badan LLA
40 cm 160 cm 22 cm

Kesimpulan:
Status gizi pasien normal

Pembahasan :
Status gizi ditentukan menggunakan z-score menurut IMT/U karena pasien
masih berusia anak-anak di bawah 18 tahun.
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) 40
IMT = [𝑇𝐵 (𝑚)]2 = (1,6)2 = 15,62
𝐼𝑀𝑇 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 – 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑟𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛 15,62−19,3
IMT/U = = = − 1,84
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑟𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛 19,3−17,3

Berdasarkan perhitungan z-skor menggunakan pedoman referensi Kemenkes


(2010), diketahui bahwa status gizi pasien tergolong normal karena berada dalam
rentang -2 SD – 1 SD (sangat kurus : < -3 SD; kurus : -3 SD – -2 SD; normal : 2 SD – 1
SD; gemuk : > 1 SD; obesitas : > 2 SD) (Kemenkes RI, 2010).
Selain status gizi berdasarkan IMT/U, digunakan juga LLA persentil supaya
tetap dapat dilakukan monitoring status gizi melalui pengukuran LLA jika pasca operasi
pasien tidak dapat ditimbang berat badannya.
𝐿𝐿𝐴 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 22
Status gizi =𝐿𝐿𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑖𝑙 𝑥 100% = 25,3
𝑥 100% = 86,95

Berdasarkan pengukuran LLA, diketahui bahwa pasien memiliki status gizi baik
karena nilai persentil LLA di atas 85% (gizi baik : > 85%; gizi kurang : > 70 - < 85%; gizi
buruk: < 70%) (Wahyuningsih cit Depkes, 2008).

3. PEMERIKSAAN BIOKIMIA
Pemeriksaan Satuan/Nilai Tanggal Keterangan
urin/darah Normal 30/10/2015
Basofil # 0 – 0,1 x 103/µL 0,02 x 103/µL Normal
Basofil % <1% 0,2 % Normal
LUC # 0 – 0,4 x 103/µL 0,27 x 103/µL Normal
Monosit # 0,3 – 0,8 x 10 /µL
3 3
0,33 x 10 /µL Normal
Eusinofil # 0 – 0,2 x 103/µL 0,51 x 103/µL Tinggi
Kreatinin 0,6 – 1,3 mg/dL 0,82 mg/dL Normal
INR 0,9 – 1,1 1,21 Tinggi
Limfosit # 1,3 – 2,9 x 103/µL 1,61 x 103/µL Normal
Klorida 98 – 107 mmol/L 102 mmol/L Normal
Hemoglobin 14 – 17,5 g/dL 11,6 g/dL Rendah
Kontrol PPT - 13,5 -
Natrium 136 – 145 mmol/L 146,1 mmol/L Normal
PPT 12,3 – 15,3 detik 16,1 detik Tinggi
RDW 11,5 – 15,5 % 16,3 % Tinggi
HDW 2,2 – 3,3 % 2,56 % Normal
CH - 23,3 pg -
MCH 28 – 33 pg 24,3 pg Rendah
Limfosit % 25 – 50 % 25,3 % Normal
Albumin 3,4 – 5 g/dL 3,49 g/dL Normal
Netrofil # 2,2 – 4,8 x 103/µL 3,62 x 103/µL Normal
Kontrol APTT - 30,4 -
CHCM 33 – 37 g/dL 32,5 g/dL Rendah
APTT 27,9 – 37 detik 33,2 detik Normal
MCHC 33 – 36 g/dL 33,8 g/dL Normal
Hematokrit 40 – 52 % 34,4 % Rendah
LUC % 0–4% 4,3 % Tinggi
Kalium 3,5 – 5,1 mmol/L 4,39 mmol/L Normal
Eritrosit 4,7 – 6,1 x 106/µL 4,78 x 106/µL Normal
Monosit % 1–6% 5,1 % Normal
MPV 7,2 – 10,4 fL 5,8 fL Rendah
Netrofil % 25 – 60 % 57 % Normal
Trombosit 156 – 408 x 103/µL 580 x 103/µL Tinggi
BUN 7 – 20 mg/dL 6,3 mg/dL Rendah
Leukosit 4,5 – 11 x 103/µL 6,35 x 103/µL Normal
MCV 80 – 96 fL 72 fL Rendah
Eusinofil % 1–5% 8% Tinggi
HbsAg Non reaktif Non reaktif Normal

Kesimpulan:
Pasien mengalami peningkatan nilai eusinofil, PPT, RDW, LUC%, dan trombosit.
Selain itu, pasien juga mengalami penurunan hemoglobin, MCH, CHCM, MCHC, MPV,
BUN, dan MCV. Peningkatan nilai eusinofil dan trombosit ini dapat menandakan adanya
kanker atau keganasan dalam tubuh pasien. Sedangkan penurunan nilai hemoglobin dan
hematokrit dapat menandakan bahwa pasien anemia.

4. PEMERIKSAAN FISIK KLINIK


1. Kesan Umum : Compos mentis
2. Vital sign : - Tensi : 100/60 mmHg - Respirasi : 28x / menit
- Nadi : 100x / menit - Suhu : 370C
3. Pemeriksaan penunjang : CT Scan abdomen
4. Kepala/abdomen/extremitas dll :
cephal : dbn
thorax : dbn
abdomen : terdapat massa intraabdomen
ext : dbn

Kesimpulan:
Keadaan umum pasien dalam keadaan sadar. Hasil pengukuran menunjukkan
bahwa tekanan darah, suhu dan denyut nadi normal karena menurut Silverman (2006)
tekanan darah normal untuk pasien anak-anak berusia 13 tahun ke atas adalah 100–
120/60–90 mmHg, suhu normal 36,50C – 370C dan denyut nadi 55–110 kali per menit.
Sementara respirasi termasuk takipnea karena berada dia atas rentang normal 12–20
kali per menit. Berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan diketahui bahwa terdapat massa
pada bagian dalam perut pasien yang menyebabkan pasien mengalami nyeri di perut
bagian bawah sejak 1 bulan yang lalu hingga awal masuk RS.

5. ASUPAN ZAT GIZI


Hasil Recall 24 jam diet : RS
Tanggal : 29 – 30 November 2015
Diet RS : Diet anak standar D
Implementasi Energi Protein (g) Lemak (g) KH (g)
(kcal)
Asupan oral 1120,1 45,2 20,9 189,8
Standar RS 2011 59,5 66 294
% Asupan 55,69 % 75,96 % 31,67 % 64,56 %

Kesimpulan:
Berdasarkan hasil recall 24 jam, asupan pasien dari diet RS dan dari makanan
luar RS jika dibandingkan dengan kebutuhan yaitu diet anak standar D termasuk defisit
untuk energi, protein, lemak, dan karbohidrat karena di bawah 80% (Widjayanti, 2007).

6. TERAPI MEDIS
Belum diberikan terapi medis saat pengambilan data
B. DIAGNOSIS GIZI

1. (NI-2.1) Asupan oral inadekuat berkaitan dengan penurunan nafsu makan


dibuktikan oleh hasil food recall 24 jam yang defisit (energi 55,69%; protein 75,96%;
lemak 31,67%; karbohidrat 64,56%).
2. (NI-5.1) Peningkatan kebutuhan energi dan protein berkaitan dengan peningkatan
kebutuhan zat gizi karena katabolisme yang berlebihan akibat massa intraabdomen,
suspect teratoma dd kista dibuktikan oleh kehilangan berat badan yang cepat yaitu
berkurang 13 kg dalam satu bulan (lebih dari 20% dalam 30 hari).
C. INTERVENSI GIZI

1. PLANNING
a. Tujuan Diet :
1. Meningkatkan asupan makan untuk memenuhi kebutuhan gizi hingga 80%.
2. Mempertahankan status gizi normal selama masa perioperatif.

b. Syarat / prinsip Diet :


1. Energi tinggi dengan koreksi adanya faktor stress.
2. Protein tinggi, yaitu 1,6 g/kg berat badan.
3. Lemak cukup, yaitu 25% dari total kebutuhan energi.
4. Karbohidrat cukup.
5. Bentuk makanan biasa.

c. Perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi :


- Kebutuhan Energi (Schofield)
BMR = 16,25 x BB (kg) + 137,2 x TB (m) + 515,5
= 16,25 x 40 + 137,2 x 1,6 + 515,5
= 650 + 219,52 + 515,5
= 1385 kkal
TEE = 1385 x FA x FS
= 1385 x 1,3 x 1,1
= 1980,55 kkal
- Kebutuhan Protein = 1,6 x BB (kg) = 1,6 x 40 kg
= 64 g
= 256 kkal
- Kebutuhan Lemak = 25% x 1980,55
= 495,14 kkal : 9
= 55 g
- Kebutuhan Karbohidrat = 1980,55 – 256 – 495,14
= 1229,41 kkal : 4
= 307,35 g

d. Terapi Diet, Bentuk Makanan, dan Cara Pemberian


- Terapi Diet : TKTP
- Bentuk makanan : Biasa
- Cara Pemberian : Oral
e. Rencana Monitoring dan Evaluasi
Yang diukur Pengukuran Evaluasi/target
Antropometri Berat badan, LLA Setiap hari Tidak mengalami penurunan
atau tetap
Biokimia Eusinofil Menyesuaikan Menurun mendekati normal
Hemoglobin pemeriksaan Meningkat mendekati normal
Natrium lab selanjutnya Menurun mendekati normal
PPT Menurun mendekati normal
RDW Menurun mendekati normal
MCH Meningkat mendekati normal
CHCM Meningkat mendekati normal
Hematokrit Meningkat mendekati normal
LUC% Menurun mendekati normal
MPV Meningkat mendekati normal
Trombosit Menurun mendekati normal
Fisik Klinis Tanda vital: Menyesuaikan Dalam rentang normal
Tekanan darah, pengukuran
respirasi, denyut selanjutnya
nadi, suhu
Keluhan: Batuk Berkurang
Asupan zat Asupan energi, Setiap hari Meningkat mendekati 80%
gizi protein, lemak,
karbohidrat
Daya terima Membaik

f. Rencana Konsultasi Gizi


Masalah Tujuan Materi Konseling Keterangan
Gizi
Asupan oral a. Meningkatkan a. Pentingnya memenuhi Konseling
inadekuat asupan makan kebutuhan gizi yang diberikan
untuk memenuhi meningkat dalam proses kepada
kebutuhan gizi penyembuhan pasien dan
hingga 80% b. Tahap pemberian keluarga
b. Pasien paham makanan selama masa pasien
pentingnya perioperatif sesuai daya
memenuhi terima pasien
kebutuhan gizi
Peningkatan a. Mempertahankan a. Hubungan peningkatan
kebutuhan status gizi normal kebutuhan energi dan
energi dan selama masa protein dengan penyakit
protein perioperatif pasien
b. Pasien paham b. Pentingnya mencegah
pentingnya penurunan berat badan
mencegah lebih lanjut pada masa
penurunan berat perioperatif
badan selama c. Motivasi pasien untuk
masa perioperatif menghabiskan
makanannya
Pembahasan:
Tujuan diet pada kasus ini adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi (energi dan
protein) pasien yang meningkat akibat adanya benjolan di perut yang diduga teratoma
yaitu semacam tumor. Perhitungan energi menggunakan rumus Schofield untuk anak laki-
laki usia 10 hingga 18 tahun dengan faktor stres 1,1 karena adanya dugaan tumor atau
kanker dan faktor aktivitas 1,3 karena aktivitas pasien sangat ringan, yaitu hanya di tempat
tidur namun masih dapat berjalan sendiri ke toilet (Mahan & Escott-Stumps, 2004). Protein
yang diberikan tinggi yaitu 1,6 g/kg berat badan karena rentang normal protein untuk
remaja adalah 1–1,5 g/kg berat badan. Sementara untuk lemak diberikan cukup yaitu 25%
dari kebutuhan energi, demikian juga untuk karbohidrat cukup yaitu total kebutuhan eergi
dikurangi dari kebutuhan energi dari protein dan lemak. Meski mengaku mengalami
penurunan nafsu makan selama sakit, namun pasien masih mau memakan nasi dan tidak
mengalami masalah gastrointestinal lain seperti mual ataupun muntah, sehingga bentuk
yang diberikan biasa atau nasi.

2. IMPLEMENTASI
a. Kajian Terapi Diet Rumah Sakit
- Jenis Diet / Bentuk Makanan / Cara Pemberian : Diet Anak Standar D / Biasa / Oral
Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) KH (g)
Standar diet RS 2011 59,5 66 294
Kebutuhan (planning) 1980,55 64 55 307,35
% Standar / kebutuhan 101,53 % 92,97 % 120 % 95,65 %
Pembahasan Diet RS:
Jika dibandingkan dengan kebutuhan pasien, standar diet yang diberikan oleh RS
sudah memenuhi kurang lebih 10% dari kebutuhan untuk energi, protein, dan karbohidrat.
Namun untuk lemak melebihi kebutuhan yaitu lebih 20%. Sehingga standar diet diturunkan
menjadi diet anak standar C dengan pertimbangan bahwa asupan pasien berdasarkan
recall 24 jam juga masih rendah.

b. Rekomendasi Diet
STANDAR DIET RS REKOMENDASI DIET
Makan pagi Nasi 150 g Nasi 150 g
Lauk hewani 50 g Lauk hewani 50 g
Sayur 50 g Sayur 50 g
Minyak 7,5 g Minyak 7,5 g
Gula pasir 10 g Gula pasir 10 g
Susu manis 20 g Susu manis 20 g
Selingan pagi Kacang ijo 100 g Kacang ijo 100 g
Makan siang Nasi 150 g Nasi 150 g
Lauk hewani 50 g Lauk hewani 25 g
Lauk nabati 50 g Lauk nabati 25 g
Sayur 50 g Sayur 50 g
Buah (pepaya) 100 g Buah (pepaya) 100 g
Minyak 7,5 g Minyak 7,5 g
Selingan sore Susu manis 20 g Susu manis 20 g
Makan sore Nasi 150 g Nasi 150 g
Lauk hewani 50 g Lauk hewani 50 g
Sayur 50 g Sayur 50 g
Buah (pisang) 50 g Buah (pisang) 50 g
Minyak 7,5 g Minyak 7,5 g
Gula 10 g Gula 10 g
Nilai Gizi Total E = 2011 kkal E = 1902 kkal
P = 59,5 g P = 51,5 g
L = 66 g L= 57,8 g
KH = 294 g KH = 293 g
Kebutuhan E = 1980,55 kkal E = 1980,55 kkal
P = 64 g P = 64 g
L = 55 g L = 55 g
KH = 307,35 g KH = 307,35 g
% pemenuhan E = 101,53 % E = 96,03 %
P = 92.97 % P = 80,4 %
L = 120 % L = 105,09 %
KH = 95,65 % KH = 95,33 %

c. Penerapan diet berdasarkan rekomendasi


Pemesanan diet : Nasi Diet Anak Standar C
Diet RS dirubah yaitu dari diet anak standar D menjadi diet anak standar C.
Perbedaannya hanya terletak pada jumlah porsi lauk hewani dan nabati pada makan
siang. Dalam diet anak standar D, berat lauk hewani dan nabati adalah 50 g sementara
pada diet anak standar C lebih sedikit yaitu 25 g. Penerapan dilakukan pada hari
pertama monitoring, namun pada hari kedua monitoring pasien dijadwalkan operasi
laparatomi biopsi sehingga pasien dipuasakan selama 10 jam mulai jam 12 malam pada
hari pertama monitoring.

d. Penerapan Konseling
Masalah Gizi Tujuan Materi Konseling Keterangan
Asupan oral a. Meningkatkan a. Pentingnya Konseling
inadekuat asupan makan untuk memenuhi kebutuhan diberikan
memenuhi gizi proses kepada pasien
kebutuhan gizi penyembuhan dan keluarga
hingga 80% b. Tahap pemberian pasien dengan
b. Pasien paham makanan selama alat bantu
pentingnya masa perioperatif leaflet diet
memenuhi sesuai daya terima rendah sisa
kebutuhan gizi pasien dan bahan
c. Contoh menu dalam makanan
sehari sesuai penukar
kebutuhan zat gizi
dan preferensi
pasien
Peningkatan a. Mempertahankan a. Hubungan
kebutuhan status gizi normal peningkatan
energi dan selama masa kebutuhan energi dan
protein perioperatif protein dengan
b. Pasien paham penyakit pasien
pentingnya b. Pentingnya
mencegah mencegah penurunan
penurunan berat berat badan lebih
badan selama masa lanjut pada masa
perioperatif perioperatif
c. Motivasi pasien untuk
menghabiskan
makanannya jika
sudah pulih dan bisa
makan
d. Jumlah kebutuhan
energi, protein, lemak
dan karbohidrat
pasien
BAB II. DASAR TEORI

A. LAPARATOMI
Laparatomy merupakan pembedahan yang menembus dinding abdomen. Pada
pasien yang mengalami nyeri abdominal atau masalah intestinal yang tidak jelas
penyebabnya, dan berbagai tes tidak dapat menemukan penyebabnya, maka
dilakukanlah Explorasi Laparatomy ini untuk menegakkan diagnosa. Sedangkan pada
operasi yang spesifik, laparatomy adalah tindakan pertama dalam proses pembedahan.
Hal yang harus diperhatikan pasca operasi laparotomi yaitu keseimbangan cairan,
pentahapan nutrisi, monitor vital sign dan antibiotik (Pierce and Borley, 2013).
Indikasi perlu dilakukannya laparatomi yaitu trauma abdomen (tumpul atau tajam)
atau ruptur hepar, peritonitis, perdarahan saluran pencernaan (internal bleeding),
sumbatan pada usus halus dan usus besar, atau adanya massa pada abdomen.
Sementara komplikasi post laparatomi yaitu ventilasi paru tidak adekuat, gangguan
kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung, gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan rasa nyaman dan kecelakaan (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2005).
Untuk meminimalisir risiko komplikasi pasca bedah, maka sangat penting untuk
memperhatikan diet pra dan pasca bedah. Tujuan diet pra bedah adalah untuk
mengusahakan agar status gizi pasien dalam keadaan optimal pada saat pembedahan
dan untuk mengatasi stres serta penyembuhan luka. Sedangkan tujuan diet pasca
bedah yaitu untuk mengupayakan status gizi pasien segera kembali normal,
mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien,
dengan cara sebagai berikut (Almatsier, 2010):
a. Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein)
b. Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain
c. Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan
Ada pun syarat diet pasca bedah adalah memberikan makanan secara bertahap
(cair-saring-lunak-biasa). Pemberian makanan dari tahap ke tahap tergantung pada
macam pembedahan dan keadaan pasien. Terdapat 3 jenis diet dengan indikasi
pemberian sebagai berikut (Almatsier, 2010):
a. Diet pasca bedah I
Diet ini diberian kepada semua pasien pasca bedah baik bedah kecil
(setelah sadar atau rasa mual hilang) maupun bedah besar (setelah rasa sadar
atau mual hilang serta ada tanda-tanda usus mulai bekerja). Selama 6 jam sesudah
pembedahan, makanan yang diberikan berupa air putih, teh manis, air kacang,
hijau, sirup, air jeruk manis dan air kaldu jernih. Makanan ini diberikan dalam waktu
yang sesingkat mungkin, karena kandungan semua zat gizinya rendah. Makanan
diberikan secara bertahap sesuai kemampuan dan kondisi pasien, mulai dari 30
ml/jam.
b. Diet pasca bedah II
Diberikan pada pasien pasca bedah besar saluran cerna atau sebagai
perpindahan dari diet pasca bedah I. Makanan diberikan dalam bentuk cair kental,
berupa sari buah, sup, susu, dan puding rata-rata 8-10 kali sehari selama pasien
tidak tidur. Jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan dan kondisi pasien.
Diet ini diberikan dalam jangka waktu sesingkat mungkin karena zat gizinya sangat
kurang.
c. Diet pasca bedah III
Diberikan pada pasien pasca bedah besar saluran cerna atau sebagai
perpindahan dari diet pasca bedah II. Makanan yang diberikan berupa makanan
saring ditambah susu dan biskuit. Cairan hendaknya tidak melebihi 2.000 ml sehari.
d. Diet pasca bedah IV
Diet ini diberikan pada pasien pasca bedah kecil yang telah mampu
menerima diet pascabedah I dan pasien pasca bedah besar yang telah mampu
menerima diet pasca bedah II. Makanan yang diberikan berupa makanan lunak
yang dibagi dalam 3 kali makanan lengkap dan 1 kali makanan selingan.

B. TERATOMA
Teratoma adalah tumor sel germinal yang umumnya terdiri atas beberapa jenis
sel yang berasal dari satu atau lebih 3 lapisan germinal endoderm, mesoderm dan
ektoderm. Teratoma berasal dari bahasa yunani dari teras yang berarti monster, yang
pertama kali disebutkan oleh Virchow pada edisi pertama bukunya yang diterbitkan
pada tahun 1863. Teratoma dibagi dalam tiga kategori yaitu teratoma matur (jinak),
teratoma imatur dan teratoma monodermal dengan diferensiasi khusus tergantung dari
kuantitas derajat jaringan imatur menunjukan potensi timbulnya keganasan. Umumnya
teratoma kistik adalah jinak dan yang padat adalah ganas. Teratoma bervariasi dari
bentuk yang jinak yaitu lesi kistik well differentiated sampai bentuk yang solid dan
maligna (Hamilton, 2012).
Pada tahun 1831, Leblanc menciptakan istilah kista dermoid pada literatur
kedokteran hewan ketika dia berhasil mengeluarkan lesi menyerupai kulit pada dasar
tengkorak kuda. Baik teratoma dan dermoid, merupakan istilah yang masih digunakan
dan sering kali dipakai bergantian. Elemen tersebut menyerupai kulit dengan
pelengkapnya yang tersusun atas dermoid, sementara teratoma tidak memiliki batas
seperti itu. Dermoid sekarang dikenal sebagai trigeminal dan mengandung berbagai
jenis jaringan (Schwartz, 2012).
. Teratoma tersusun atas berbagai jenis sel parenkimal yang berasal lebih dari
satu lapisan germinal dan sering berasal dari ketiga lapisan. Tumor ini berasal dari sel-
sel totipoten, umumnya pada garis tengah atau paraxial. Lokasi yang paling sering
adalah sacrococcygeal (57%). Karena berasal dari sel totipoten, sehingga sering
ditemukan di kelenjar gonad (29%). Sejauh ini, lokasi gonad yang paling sering terjadi
adalah pada ovarium, disusul pada testis. Kista teratoma kadang muncul pada
sequestered midline embryonic cell rests dan bisa pada mediastinum (7%),
retroperitonial (4%), cervical (3%) dan intrakranial (3%) . Sel-sel berdiferensiasi sesuai
lapisan germinal, yang terdiri dari berbagai jaringan pada tubuh, seperti rambut, gigi,
lemak, kulit, otot, dan jaringan endokrin (Hamilton, 2012).
Penatalaksanaan dari teratoma sebagian besar adalah terapi bedah.
Pengangkatan tumor yang lengkap dan baik dapat menurunkan resiko kekambuhan. CT
scan dari abdomen dan pelvis sebelum eksplorasi bedah lebih lanjut dapat
menggambarkan tumor sacrococcygeal. Dalam kasus teratoma sacrococcygeal,
pemeriksaan USG dapat menunjukkan komponen kistik dan perluasan tumor (Mitchell
et al, 2007).
BAB III. PEMBAHASAN

MONITORING, EVALUASI, DAN TINDAK LANJUT

MONITORING DAN EVALUASI


TGL DIAGNOSIS KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT
Antropometri Biokimia Fisik dan klinis Asupan
1/12 Massa Tidak Belum ada Suhu : 36,80C E : 70,59 % A : tidak dapat disimpulkan
2015 intraabdomen dilakukan pemeriksaan Nadi : 84x / menit P : 73,28 % B : tidak dapat bisa disimpulkan
susp. pengukuran lebih lanjut Keluhan : batuk L : 46,64 % C : suhu dan nadi dalam rentang normal, pasien
Teratoma dd berkurang KH : 80,26 % sudah tidak demam dan frekuensi batuk sudah
kista dermoid berkurang
D : asupan energi, protein, dan lemak meningkat
namun masih berada di bawah 80% dari
kebutuhan. Sementara asupan karbohidrat sudah
mencapai 80%
Diagnosis Gizi :
1. (NI-2.1) Asupan oral inadekuat berkaitan
dengan penurunan nafsu makan dibuktikan
oleh hasil recall 24 jam (energi 62,26%;
protein 66,08%; lemak 38,95%; karbohidrat
71,32%).
2. (NC-5.1) Peningkatan kebutuhan energi dan
protein berkaitan dengan peningkatan
kebutuhan zat gizi karena katabolisme yang
berlebihan akibat massa intraabdomen,
suspect teratoma dd kista dibuktikan oleh
kehilangan berat badan yang cepat yaitu
menurun 13 kg dalam satu bulan (lebih dari
20% dalam 30 hari).
Intervensi :
Melanjutkan rekomendasi diet
MONITORING DAN EVALUASI
TGL DIAGNOSIS KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT
Antropometri Biokimia Fisik dan Klinis Asupan
2/12 Appendisitis Tidak Eusinofil #: 0 Suhu : 36,50C E : 44,02 % A : tidak dapat disimpulkan
2015 dengan massa dilakukan x 103/µL Nadi: 98x / menit P : 51,25 % B : eusinofil menurun menjadi normal, trombosit
periappendikul pengukuran Eusinofil %: TD : 110/70 L : 24,09 % normal, namun mengalami penurunan Hb, Hct,
er post 0% mmHg KH : 53,42 % MCH, MCV, MCHC. Sementara leukosit dan
laparatomi Hemoglobin: Respirasi : 16x / RDW-CV meningkat di atas normal
eksplorasi, 10,1 g/dL menit C : suhu dan denyut nadi pasien dalam rentang
appendiktomi, Hematokrit: Keluhan: nyeri normal. Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas
adhesiolisis 30,7% pada luka bekas operasi, namun sudah tidak batuk
MCH: 24,3 operasi D : asupan makan berkurang dibandingkan
pg sebelumnya karena pasien sudah mulai
MCV: 73,8 fL dipuasakan untuk persiapan operasi
MCHC: 32,9
Diagnosis Gizi :
g/dL
(NC-1.4) Perubahan fungsi gastrointestinal
RDW-CV:
berkaitan dengan perubahan motilitas
15,4%
gastrointestinal dibuktikan oleh post laparatomi
Leukosit:
eksplorasi, appendiktomi, dan adhesiolisis
32,57 x
103/µL Intervensi:
Trombosit: Pasien dipuasakan untuk persiapan pre operasi
629 x 103/µL dan untuk mengistirahatkan saluran cerna pasca
operasi

MONITORING DAN EVALUASI


TGL DIAGNOSIS KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT
Antropometri Biokimia Fisik dan Klinis Asupan
3/12 Appendisitis Tidak Belum ada Suhu: 36,80C E : 25,92 % A : tidak dapat disimpulkan
2015 dengan massa dilakukan pemeriksaan Nadi: 92x / menit P : 125 % B : tidak dapat disimpulkan
periappendikul pengukuran lebih lanjut TD: 120/60 L:0% C : tanda vital pasien semua berada pada rentang
er post mmHg KH : 17,59 % normal, dan rasa nyeri pada bekas operasi
laparatomi Respirasi: 20x / berkurang dibandingkan hari sebelumnya
eksplorasi, menit D : tidak ada asupan lemak yang masuk, asupan
appendiktomi, Keluhan: nyeri energi dan karbohidrat sangat kurang
adhesiolisis pada luka bekas dibandingkan sebelumnya sementara asupan
operasi protein tinggi dari kebutuhan
berkurang Diagnosis Gizi :
(NC-1.4) Perubahan fungsi gastrointestinal
berkaitan dengan perubahan motilitas
gastrointestinal dibuktikan oleh post laparatomi
eksplorasi, appendiktomi, dan adhesiolisis
Intervensi:
Pasien dipuasakan untuk mengistirahatkan
saluran cerna dan diberikan nutrisi parenteral,
serta edukasi tentang pentahapan bentuk
makanan sesuai daya terima post operasi
MONITORING DAN EVALUASI
TGL DIAGNOSIS KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT
Antropometri Biokimia Fisik dan Klinis Asupan
4/12 Appendisitis LLA = 22 cm Belum ada Suhu : 36,60C E : 23,14 % A : tidak ada perubahan
2015 dengan massa pemeriksaan Nadi : 88x / menit P : 78,12 % B : tidak dapat disimpulkan
periappendikul lebih lanjut Respirasi : 20x / L:0% C : tanda vital pasien semua berada pada rentang
er post menit KH : 21,98 % normal, dan rasa nyeri pada bekas operasi
laparatomi berkurang dibandingkan hari sebelumnya
eksplorasi, D : tidak ada asupan lemak yang masuk,
appendiktomi, sementara asupan energi, protein dan karbohidrat
adhesiolisis sangat kurang dibandingkan sebelumnya
Diagnosis Gizi :
(NC-1.4) Perubahan fungsi gastrointestinal
berkaitan dengan perubahan motilitas
gastrointestinal dibuktikan oleh post laparatomi
eksplorasi, appendiktomi, dan adhesiolisis
Intervensi:
Pasien masih dipuasakan dan menjalankan diet
clear water, diberikan nutrisi parenteral serta
edukasi tentang diet rendah sisa untuk masa
pemulihan pasca operasi
Kontribusi Diet RS, Makanan Luar RS, dan Nutrisi Parenteral terhadap Asupan

Tanggal Diet Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) KH (g)


1/12 Diet RS 942,5 30,3 20,35 173,2
2015 (Nasi)
Luar RS 455,75 16,6 5,3 73,5
2/12 Diet RS 656,9 28,8 10,75 114,2
2015 (Nasi)
Luar RS 215 4 2,5 50
3/12 Parenteral 560 80 0 60
2015
4/12 Parenteral 500 50 0 75
2015
Total 3330,15 209,7 38,9 545,9
Rata-rata asupan / hari 832,54 52,43 9,73 136,48
Kebutuhan 1980,55 64 55 307,35
% pemenuhan 42,04 % 81,92 % 17,69 % 44,40 %
Kategori Defisit Cukup Defisit Defisit

Pembahasan:
A. Monitoring dan Evaluasi hari pertama (1/12/2015)
Monitoring:
Berdasarkan hasil monitoring, tidak ada perubahan pada pengukuran
antropometri sehingga sudah sesuai target. Hasil pemeriksaan fisik dan klinis
menunjukkan bahwa suhu pasien mengalami penurunan menjadi normal, begitu pula
dengan denyut nadi pasien berada dalam rentang normal dan keluhan batuk sudah
berkurang. Untuk asupan makan, berdasarkan pengamatan visual Comstock dan food
recall 24 jam diketahui bahwa pemenuhan energi, lemak, dan karbohidrat sudah
meningkat mendekati 80% sesuai target, sementara pemenuhan protein sudah
mencapai 80%. Diet dari RS menyumbang kalori sebanyak 67,4% dari total asupan,
sedangkan makanan dari luar RS menyumbang sebanyak 32,59%.
Evaluasi:
Tidak ada perubahan diagnosis gizi dan tujuan diet karena kondisi dan diagnosis
pasien masih sama seperti hari saat pengambilan data. Kebutuhan energi dan zat gizi
makro pun masih sama. Sehingga intervensi gizi yang diberikan adalah melanjutkan
rekomendasi diet yaitu diet anak standar C bentuk nasi dengan pemberian per oral.

B. Monitoring dan Evaluasi hari kedua (2/12/2015)


Monitoring:
Hasil pengukuran antropometri masih tetap tidak ada perubahan sesuai target.
Ada pun hasil pemeriksaan biokimia menunjukkan bahwa eusinofil yang sebelumnya
tinggi sudah menurun menjadi normal, namun kadar Hb, Hct, MCH, MCV, dan MCHC
hasilnya masih di bawah normal seperti pemeriksaan sebelumnya. Sedangkan nilai
leukosit yang sebelumnya normal menjadi tinggi. Suhu dan denyut nadi pasien normal,
namun keluhan pasien berubah yaitu nyeri pada luka bekas operasi. Sementara hasil
food recall 24 jam menunjukkan bahwa asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat
mengalami penurunan dibandingkan hari sebelumnya. Hal ini disebabkan karena pasien
sudah dipuasakan untuk persiapan operasi. Diet dari RS menyumbang kalori sebanyak
75,34% dari total asupan, sedangkan makanan dari luar RS menyumbang sebanyak
26,66%.
Evaluasi:
Pada hari kedua monitoring dan evaluasi, pasien sudah dipuasakan karena
dijadwalkan menjalani laparatomi biopsi pada pukul 10.00. Sehingga food recall 24 jam
yang dilakukan hanya satu kali makan yaitu selingan sore, makan malam serta selingan
malam pada hari sebelum operasi. Namun jika dilihat dari sisa makanannya, daya
terima meningkat karena makanan dari RS dimakan habis tanpa sisa.
Diagnosis medis pasien berubah pasca operasi, sehingga diagnosis gizi pun
juga berubah. Pasien dipuasakan / dekompresi lambung selama 3 hari post laparatomi,
selanjutnya pemberian makanan bertahap dari cair dengan porsi sedikit-sedikit,
kemudian dinaikkan menjadi saring, baru kemudian lunak. Pentahapan ini disesuaikan
dengan daya terima pasien (Sandy, 2013). Tujuan dari diet berdasarkan diagnosis gizi
adalah untuk mengistirahatkan saluran cerna untuk menghindari resiko perdarahan
saluran cerna akibat ketidaksiapan dalam menerima makanan pasca operasi.

C. Monitoring dan Evaluasi hari ketiga (3/12/2015)


Monitoring:
Hasil pengukuran antropometri tidak ada perubahan, belum ada pemeriksaan
biokimia terbaru, dan hasil pemeriksaan fisik klinik menunjukkan bahwa tanda-tanda
vital pasien normal. Karena pasien masih dipuasakan, maka nutrisi diberikan secara
parenteral yaitu dextrose 5% dan kalbamin 10%. Jika dibandingkan dengan kebutuhan
pasca operasi, pemenuhan energi, lemak dan karbohidrat masih defisit berat.
Sedangkan pemenuhan protein melebihi 20% kebutuhan. Asupan protein diprioritaskan
untuk menghindari katabolisme protein dan mempercepat penyembuhan setelah bedah.
Evaluasi:
Baik diagnosis medis maupun diagnosis gizi masih sama seperti hari
sebelumnya. Pemenuhan asupan zat gizi melalui parenteral dibandingkan dengan
kebutuhan setelah operasi dengan adanya perubahan faktor stres dan faktor aktivitas.
Faktor stres meningkat menjadi 1,3 yaitu untuk trauma pasca bedah mayor, karena
laparatomi eksplorasi dan appendiktomi termasuk ke dalam bedah mayor. Sementara
faktor aktivitas berkurang menjadi 1,2 yaitu untuk tirah baring total, karena pasien belum
bisa mobilisasi sendiri bahkan untuk duduk pun butuh bantuan orang lain (Mahan &
Escott-Stumps, 2004). Sedangkan kebutuhan protein masih tinggi yaitu 1,6 g/kg berat
badan, lemak cukup 25% dari total kebutuhan energi, serta karbohidrat cukup.
Berdasarkan perhitungan kebutuhan, pasien membutuhkan energi 2160,6 kkal,
protein 64 g, lemak 60 g, dan karbohidrat 341,11 g. Namun baik pasien dan keluarga
pasien diberikan edukasi bahwa pemberian makanan pasca operasi bertahap dimulai
dari bentuk cair misalkan susu supaya saluran cerna tidak kaget setelah lama tidak
bekerja selama puasa. Sehingga tidak bisa dipaksakan untuk langsung memenuhi
kebutuhan gizi pasien.

D. Monitoring dan Evaluasi hari keempat (4/12/2015)


Monitoring:
Pasien masih belum dapat berdiri, sehingga pengukuran antropometri masih
menggunakan lingkar lengan atas dan hasilnya masih sama seperti sebelumnya. Tidak
ada pemeriksaan biokimia terbaru, dan tanda vital pasien masih normal. Asupan energi,
lemak dan karbohidrat masih defisit berat, sementara asupan protein berkurang menjadi
defisit sedang dibandingkan hari sebelumnya. Hal ini karena pasien masih dipuasakan
dan kalori serta zat gizi diberikan melalui parenteral.
Evaluasi:
Belum ada perubahan diagnosis medis dan diagnosis gizi. Pasien mulai
dianjurkan dokter untuk menjalani diet clear water, yaitu menelan 5–10 cc air putih tiap
jam dengan tujuan untuk membersihkan sistem pencernaan dan supaya saluran cerna
tidak kaku. Keluarga diberikan edukasi mengenai diet rendah sisa, karena menurut
Hamilton Health Science (2007) ketika pasien sudah dapat menerima makanan maka
utamakan makanan rendah sisa dan yang tidak merangsang untuk menghindari
obstruksi saluran cerna akibat kegagalan dalam mencerna makanan. Contoh makanan
rendah sisa ini adalah yang berserat banyak seperti ketan.
BAB IV.
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Status gizi pasien tergolong normal pada awal kasus maupun akhir kasus atau
tidak terdapat perubahan.
2. Pada awal kasus, pasien mengalami peningkatan nilai eusinofil, PPT, RDW,
LUC%, dan trombosit serta penurunan hemoglobin, MCH, CHCM, MCHC, MPV,
BUN, dan MCV. Setelah operasi, kadar eusinofil dan trombosit menjadi normal.
3. Berdasarkan pemeriksaan fisik klinis, tekanan darah pasien, suhu badan, dan
denyut nadi normal namun respirasi tergolong takipnea. Selain itu, pasien batuk
dan terdapat massa pada bagian dalam perut pasien. Pada akhir kasus, tanda-
tanda vital pasien termasuk normal. Pasien sudah tidak batuk dan massa dalam
perut pasien sudah diambil, namun sedang dalam tahap belajar mobilisasi duduk.
4. Asupan makan pasien terus meningkat untuk energi semua zat gizi makro dari
awal kasus hingga sebelum operasi. Namun setelah operasi hingga akhir kasus,
asupan pasien mengalami penurunan karena hanya mendapatkan nutrisi
parenteral.

B. Saran

1. Keluarga pasien mendukung pasien untuk menjalankan diet yang dianjurkan


ketika sudah di rumah yaitu bertahap sesuai daya terima pasien pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2010. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hamilton, Chad. 2012. Cystic Teratoma. Diakses pada tanggal 6 Desember 2015 dari:
http://emedicine.medscape.com/article/281850-overview.
Kementrian Kesehatan RI. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta:
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehata Ibu dan Anak.
Mahan, LK dan Escott-Stump, S. 2004. Krause’s Food, Nutrition, and Diet Therapy 11th
Edition. Philadelphia: Saunders.
Pierce, Grace dan Borley, Neil. 2013. Surgery At a Glance 5th Edition. Jakarta: Erlangga.
Schwartz, Robert. 2012. Dermoid Cystic. Diakses pada tanggal 6 Desember 2015 dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1112963-overview.
Silverman, BK. 2006. Textbook of Pediatric Emergency Medicine. Philadelphia: Saunders.
Sjamsuhidajat dan Je Dong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Wahyuningsih, Retno. 2013. Penatalaksanaan Diet pada Pasien. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Widjajanti, L. 2007. Buku Panduan Survey Konsumsi Gizi. Semarang: Magister Gizi
Masyarakat Universitas Diponegoro.
LAMPIRAN

1. Food recall 24 jam (30/11/2015)

Waktu Makanan Energi Protein Lemak KH (g)


makan (kcal) (g) (g)
Pagi Nasi 150 g 195 3,6 0,3 42,9
Sayur gulai labu 24,4 1,2 1,2 5
siam 50 g
Susu 200 g 131,5 4,3 3,8 20,3
Jeruk 100 g 23,5 0,4 0,4 5,9
Selingan Jeruk 100 g 23,5 0,4 0,4 5,9
pagi Kering tempe 30 g 29,8 2,8 1,1 2,6
Siang Nasi 150 g 195 3,6 0,3 42,9
Daging giling 50 g 134,5 12,4 9 0
Sayur kangkung 34,9 0,9 0 6,9
50 g
Tahu goreng 25 g 38 4,1 2,4 0,9
Jeruk 100 g 23,5 0,4 0,4 5,9
Malam Nasi 150 g 195 3,6 0,3 42,9
Bandeng duri lunak 42 7,4 1,1 0
50 g
Selingan Apel 50 g 29,5 0,1 0,2 7,7
malam
Total 1120,1 45,2 20,9 189,8
2. Monitoring hari pertama (1/12/2015)

Waktu Makanan Energi Protein Lemak KH (g)


makan (kcal) (g) (g)
Pagi Nasi 150 g 195 3,6 0,3 42,9
Sayur bayam 50 g 12,5 0,5 0 2,5
Susu 200 g 131,5 4,3 3,8 20,3
Mangga 50 g 40 0 0 10
Selingan Bubur kacang ijo 210,1 4,6 5,3 37,1
pagi Kering tempe 30 g 29,8 2,8 1,1 2,6
Siang Nasi 150 g 195 3,6 0,3 42,9
Telur dadar 30 g 52,5 2,4 4,15 0,2
Sayur bening 38 4,1 2,4 0,9
wortel
Mangga 50 g 40 0 0 10
Selingan Sayur bayam 50 g 12,5 0,5 0 2,5
sore Susu 200 g 131,5 4,3 3,8 20,3
Malam Bakso sapi 25 gr 23,75 2,5 1,5 0
Bihun 50 175 4 0 40
Tahu bacem 50 g 38 4,1 2,4 0,9
Total 1398,25 46,9 25,65 246,7

3. Monitoring hari kedua (2/12/2015)

Waktu Makanan Energi Protein Lemak KH (g)


makan (kcal) (g) (g)
Selingan Sponge cake 142,4 4 1,4 28,4
sore Susu 200 g 131,5 4,3 3,8 20,3
Malam Nasi 150 g 195 3,6 0,3 42,9
Tengiri bumbu 67,2 12,8 1,4 0
pepes 50 g
Sayur asam 50 g 97,3 3,7 3,3 16,7
Jeruk 100 g 23,5 0,4 0,4 5,9
Selingan Bakmi jawa 100 g 175 4 2,5 40
malam
Total 871,9 32,8 13,25 164,2
4. Monitoring hari ketiga (3/12/2015)

Nutrisi parenteral Energi Protein Lemak KH (g)


(kcal) (g) (g)
Dextrose 5% 1200 cc / 24 jam 240 0 0 60
Kalbamin 10% 800 cc / 24 jam 320 80 0 0
Total 560 80 0 60

5. Monitoring hari keempat (4/12/2015)

Nutrisi parenteral Energi Protein Lemak KH (g)


(kcal) (g) (g)
Dextrose 5% 1200 cc / 24 jam 300 0 0 75
Kalbamin 10% 800 cc / 24 jam 200 50 0 0
Total 500 50 0 75

Anda mungkin juga menyukai