Anda di halaman 1dari 8

EFEKTIVITAS ACTIVE ASISTIVE RA

GE OF MOTIO
TERHADAP KEKUATA
OTOT EKSTREMITAS PADA PASIE STROKE O HEMORAGIK

Destya Ariyanti.*)
Ismonah **), Hendrajaya ***)

*) Mahasiswa Program Studi SI Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang,


**) Dosen Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang,
***) Dosen Program Studi Sistem Informasi Manajemen STIEPARI Semarang,

ABSTRAK

Di dunia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker.
Bahkan, menurut survei tahun 2010, tiap tahun kurang lebih 15 juta orang di seluruh dunia terserang
stroke. Pada era globalisasi ini, yang diikuti dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi menyebabkan perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern yang serba
instan dan praktis. Hal tersebut mengakibatkan orang semakin malas untuk beraktivitas dan
menjalankan pola hidup sehat, sehingga memberikan kecenderungan baru dalam pola penyakit di
masyarakat, yaitu memicu timbulnya pergeseran pola penyakit dengan peningkatan penyakit tidak
menular, seperti penyakit stroke. Stroke dibagi dua jenis, salah satunya adalah stroke non hemoragik,
yang merupakan salah satu bagian dari penyakit stroke yang mengakibatkan kelemahan di salah satu
sisi tubuh atau hemiparese. Intervensi yang diharapkan dapat mempertahankan mobilitas sendi
maksimun adalah latihan active asistive range of motion, yaitu latihan gerak untuk kontraksi otot
secara aktif dengan bantuan gaya dari luar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas
active asistive range of motion terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke di RSUD
Tugurejo Semarang. Desain penelitian ini menggunakan quasi experiment design dengan rancangan
pre dan post test design yang dilakukan selama 5 hari dengan perlakuan 2 kali sehari. Sampel yang
diambil sebanyak 28 responden dengan mengukur kekuatan otot sebelum dan sesudah diberikan
intervensi. Hasil uji statistik Paired Sample T-Test diperoleh nilai ρ rata-rata pada hari ke-2 sore
sebesar 2.17 (< 0.05), selanjutnya pada hari ke-3 pagi sebesar 2. 39 (< 0.05), hari ke-3 sore sebesar
2.78 (< 0.05), hari ke-4 pagi sebesar 3.17 (< 0.05), dan hari ke-5 sore sebesar 3.64 (< 0.05), sehingga
dapat disimpulkan active asistive range of motion efektif terhadap kekuatan otot ekstremitas pada
pasien stroke non hemoragik di RSUD Tugurejo Semarang. Rekomendasi hasil penelitian ini, agar
menggunakan Active Asistive Range of Motion (A’AROM) sebagai intervensi keperawatan untuk
pasien stroke non hemoragik.

Kata Kunci: Stroke non Hemoragik, active asistive range of motion, kekuatan otot

ABSTRACT

In the world, stroke is number three deadly disease after heart disease and cancer. In fact, according
to a survey in 2010, each year approximately 15 million people worldwide have a stroke. In this
globalization, which is followed by the development and progress of science and technology lead to
changes in lifestyle of modern society are almost instantaneous and practical. This resulted in people
getting lazy to move and run a health lifestyle, this giving a new trend in the pattern disease in the
community, which lead to a shift in disease patterns with increasing non communicable diseases, such
as stroke. Stroke is devided in two types, which one is a non hemoragic stroke, it is a part of a stroke
that can resulting in weakness on one side of the body or hemiparese. Interventions are expected to
maintain joint mobility exercises maximum is active asistive range of motion, is montion exercise for
muscle contraction actively with the help of outside force. This research aims to determine the
effectivenessof active asistive range of motion of the limb muscle strength in stroke patients in
hospital Tugurejo Semarang. Design for this study used quasi experiment design with pre and post
design done for 5 days with treatment 2 times. Samples taken by 28 respondents by measuring muscle
strength before and after the intervention. Results of statistical tests Paired Sample T-Test obtained an
average ρ value on day 2 pm at 2.17 (< 0.05), then on the 3rd day morning at 2.39 (<0.05), day to 3

1
pm at 2.78 (<0.05), day 4 morning at 3.17 (< 0.05), and day to 5 pm at 3.64 (<0.05), it can be
conclude that there is an increase in muscle strength between before and after exercise active asistive
range of motion in hospital Tugurejo Semarang. Recommendations resulting from the research, in
order to use active asistive range of motion (A’AROM) as a nursing intervention for patients with non
hemoragic stroke.

Keywords: non hemoragic stroke, active asistive range of motion, muscle strength

PEDAHULUA pasokan energi dan oksigen yang cukup,


sedangkan stroke hemoragik disebabkan
Di dunia, stroke merupakan penyakit nomor pecahnya pembuluh darah (Muttaqin, 2005,
tiga yang mematikan setelah jantung dan hlm. 129). Apabila aliran darah ke otak cepat
kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2010, dan semakin lancar. Padahal pembuluh darah
tiap tahun kurang lebih 15 juta orang di otak pecah, dimungkinkan akan meningkatkan
seluruh dunia terserang stroke (SKDI, 2010). tekanan intrakranial melebihi rentang normal
(0-15 mmHg) yang sering disebut hipertensi
Di era globalisasi ini yang diikuti dengan intrakranial. Salah satu faktor risiko terjadinya
perkembangan dan kemajuan ilmu serangan stroke (Sofwan, 2010, hlm. 8).
pengetahuan dan teknologi menyebabkan
perubahan gaya hidup masyarakat yang Serangan stroke dapat menyebabkan
semakin modern yang serba instan dan praktis. kelemahan dan kelumpuhan pada salah satu
Hal tersebut mengakibatkan orang semakin atau bahkan kedua sisi bagian tubuh pasien
malas untuk beraktivitas dan menjalankan pola (Junaidi, 2006, hlm. 49). Kelemahan ini bisa
hidup sehat, sehingga memberikan menimbulkan kesulitan saat berjalan dan
kecenderungan baru dalam pola penyakit di beraktivitas. Hal ini mengharuskan pasien
masyarakat yang memiliki andil besar immobilisasi. Padahal dengan immobilisasi
terhadap pola fertilitas, gaya hidup, dan sosial tersebut, pasien akan kehilangan kekuatan otot
ekonomi yang memacu timbulnya pergeseran rata-rata 3% sehari (atropi disuse) (Kozier,
pola penyakit. Kondisi tersebut di atas et.al., 2009, hlm 300).
dibuktikan dengan peningkatan penyakit tidak
menular, salah satunya penyakit stroke (Irfan, Ketika merawat klien yang mengalami
2010, hlm. 61). Stroke dibagi menjadi dua, gangguan mobilisasi aktual atau potensial,
yaitu stroke hemoragik dan stroke non maka perawat menyusun intervensi yang
hemoragik. langsung mempertahankan mobilisasi sendi
maksimum. Salah satu intervensi keperawatan
Stroke non hemoragik (stroke iskemik), terjadi tersebut adalah latihan rentang gerak
akibat aliran darah ke otak terhenti karena pendampingan atau active asistive range of
aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada motion (Perry & Potter, 2005, hlm.1198).
dinding pembuluh darah) atau bekuan darah
yang telah menyumbat suatu pembuluh darah Active asistive range of motion merupakan
ke otak sehingga pasokan darah ke otak latihan yang dilakukan dengan cara klien
terganggu (Wiwit, 2010, hlm. 16). menggunakan lengan atau tungkai yang
berlawanan dan lebih kuat atau dengan
Pada penelitian ini peneliti mengambil bahan bantuan gaya dari luar, seperti therapis, alat
kajian stroke non hemoragik, karena kondisi mekanis atau bagian tubuh pasien yang kuat
pasien ini dimungkinkan untuk diberikan sebagai tumpuan untuk menggerakkan setiap
latihan modalitas active asistive range of sendi pada ekstremitas yang tidak mampu
motion daripada pasien dengan stroke melakukan gerakan aktif (Carpenito, 2009,
hemoragik. Hal itu dikarenakan adanya hlm. 687). Jadi, pasien yang aktif bergerak
perbedaan dari etiologi keduanya, yaitu stroke mandiri untuk melakukan latihan sendi.
non hemoragik yang disebabkan karena
adanya hambatan atau sumbatan pada Kemandirian tersebut menstimulasi struktur
pembuluh darah otak tertentu, sehingga daerah persendian, seperti otot polos, permukaan
otak tidak diperdarahi oleh pembuluh darah sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah, dan
tersebut, yang menyebabkan tidak mendapat saraf. Dengan demikian semakin banyak
serabut otot yang teraktivasi, maka semakin
2
besar pula kekuatan yang dihasilkan oleh otot HASIL DA PEMBAHASA
tersebut (Suratun, 2008, hal. 22).
1. Usia
Berdasarkan latar belakang diatas maka Tabel 1
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Distribusi frekuensi berdasarkan usia
yang berjudul “Efektivitas Active Asistive Di RSUD Tugurejo Semarang 2013 (n=28)
Range of Motion (A’AROM) terhadap Usia Frekuensi Persentase (%)
Kekuatan Otot Ekstremitas pada Pasien Stroke 45-49 7 25.0
Non Hemoragik di Rumah Sakit Umum 50-54 4 14.3
Daerah Tugurejo Semarang”. 55-59 6 21.4
60-64 4 14.3
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk 65-69 4 14.3
memperoleh efektivitas active asistive range 70-74 3 10.7
of motion terhadap kekuatan otot ekstremitas Total 28 100
pada pasien stroke non hemoragik di Rumah
Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang. Berdasarkan tabel 5.1 bahwa sebagian besar
responden usia 45-49 tahun, sebanyak 7
METODE PEELITIA responden (25.0%).

Jenis penelitian yang digunakan yaitu Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor
eksperimen semu (quasi experiment) dengan yang dapat dibedakan menjadi dua jenis antara
desain penelitian menggunakan rancangan pre lain faktor yang tidak dapat diubah seperti,
test post test design (Notoatmojo, 2010, hlm. pertambahan usia dan genetik, sedangkan
60-61). untuk faktor yang dapat diubah seperti, gaya
hidup (konsumsi tinggi lemak, kebiasaan
Populasi dalam penelitian ini adalah data rata- merokok dan kurangnya aktivitas fisik) (Gofir,
rata pasien stroke non hemoragik dari bulan 2011, hal. 40).
Januari sampai Desember tahun 2012, yaitu
sebanyak 30 pasien stroke non hemoragik di Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian
ruang rawat inap Alamanda dan Mawar RSUD yang dilakukan oleh Mawarti & Farid (2011,
Tugurejo Semarang. Pengambilan sampel ini ¶4) yang berjudul “Pengaruh Latihan ROM
menggunakan teknik Purposive Sampling. (Range of Motion) Pasif terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot pada pasien Stroke dengan
Penelitian ini dilakukan pada 20 Febuari 2013 Hemiparese” yang menyimpulkan risiko
sampai 3 April 2013. Alat pengumpulan data kejadian stroke mulai usia 35 tahun dan akan
berupa lembar observasi kekuatan otot. meningkat dua kali dalam dekade berikutnya.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini 2. Jenis Kelamin


adalah analisis univariat untuk mengetahui
distribusi frekuensi variabel yang diteliti yaitu Tabel 2
yaitu usia, jenis kelamin, dan kekuatan otot. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua di RSUD Tugurejo Semarang 2013 (n=28)
variabel untuk mengetahui efektivitas dari Jenis kelamin Frekuensi Persentase
kedua variabel yaitu efektivitas active asistive (%)
range of motion terhadap kekuatan otot Laki-laki 17 60.7
ekstremitas pada pasien stroke non hemoragik Perempuan 11 39.3
Uji statistik yang digunakan adalah Paired Total 28 100
Sample T-Test. Hasil analisis diperoleh, jika ρ
value ≤ 0.05, maka Ha diterima dan Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukkan
sebaliknya. bahwa jenis kelamin laki-laki yang menderita
stroke non hemoragik terbanyak, yaitu sebesar
17 responden (60.7%), sedangkan jenis
kelamin perempuan sebesar 11 responden
(39.3%). Hal tersebut menunjukkan insiden
kejadian stroke non hemoragik pada penelitian
3
ini bahwa laki-laki lebih berisiko terkena 4. Kekuatan otot sebelum diberikan
stroke dibandingkan perempuan. intervensi dan sesudah diberikan
intervensi
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tabel 4
yang dilakukan oleh Cahyati (2011) yang Distribusi frekuensi kekuatan otot responden
berjudul “Perbandingan Latihan Rom sebelum dan sesudah diberikan intervensi di
Unilateral dan Latihan Rom Bilateral terhadap RSUD Tugurejo Semarang 2013 (n=28)
Kekuatan Otot Pasien Hemiparese Akibat Pre Frekue % Post Frekue %
Stroke Iskemik di RSUD KOTA nsi nsi
TASIKMALAYA dan RSUD KAB. CIAMIS” 2 28 28 3 12 42.8
yang menyimpulkan frekuensi jenis kelamin 4 14 50
terbanyak yaitu pada laki-laki sebesar 56.67%, 5 2 7.2
sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis Total 28 28 Total 28 100
kelamin berpengaruh terhadap angka kejadian
stroke. Hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.4
bahwa nilai rata-rata kekuatan otot responden
3. Riwayat Hiperlipidemia sebelum diberikan intervensi active asistive
range of motion adalah 2, yaitu sebanyak 28
Tabel 3 responden.
Distribusi frekuensi berdasarkan
riwayat hiperlipidemia di RSUD Tugurejo Hal itu terjadi dikarenakan peneliti membatasi
Semarang 2013 (n=28) kriteria responden berdasarkan kriteria inklusi.
Pembatasan derajat kekuatan otot pada
Riwayat Frekuensi (%) responden dilakukan supaya hanya ada satu
hiperlipidemia derajat kekuatan otot pada pre intervensi,
Tidak 8 28.6 sehingga peneliti lebih mudah mengetahui
Ya 20 71.4
efektivitas dari active asistive range of motion
Total 28 100
dengan subyek penelitian yang memiliki
kriteria sama, serta pada derajat dua ini dengan
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui
serangan pertama, dimana sel penumbra masih
bahwa sebagian besar responden yang
terjadi suatu proses recovery, sehingga
menderita stroke non hemoragik memiliki
pemberian latihan pada masa ini sangat efektif
riwayat hiperlipidemia, yaitu sebanyak 20
membantu proses pemulihan fisik pasien,
responden (71%).
dengan pemberian latihan secara tepat dan
berkesinambungan (Astrid, 2011, hal.46).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Indiyarti (2003, ¶5) yang
Hasil penilaian kekuatan otot pada penelitian
berjudul “Dampak Hiperlipidemia terhadap
ini, setelah 5 hari dilakukan intervensi paling
Kelangsungan Hidup Pasien Stroke” yang
banyak adalah 4 (good), yaitu kekuatan otot
menyimpulkan tingginya kadar trigliserida
seperti pada derajat tiga disertai dengan
turut berperan dalam meningkatkan viskositas
kemampuan otot terhadap tahanan ringan,
pembuluh darah, yang merupakan salah satu
sebesar 14 responden (50%).
faktor risiko kejadian stroke.
Hal ini dikarenakan, latihan active asistive
range of motion merupakan salah satu bagian
dari latihan fungsi ekstremitas secara
keseluruhan dengan adanya kemandirian
pasien untuk bergerak aktif sendiri tanpa
menghilangkan peran perawat atau therapys
sebagai educator yang memfasilitasi, guna
meminimalkan cidera yang terjadi saat latihan
berlangsung. Oleh karena itu dengan
dilakukannya latihan ini dapat memberikan
keuntungan yang lebih baik, yaitu selain pada
saat latihan active asistive range of motion ini
4
dilakukan, terjadi aktivasi pada kedua sisi gerak kembali optimal (Irfan,2010, hlm. 205).
hemisfer otak yang dapat membantu
pemulihan kekuatan motorik pasien stroke 5. Nilai statistik kekuatan otot sebelum dan
dengan lebih baik, juga dapat meminimalkan sesudah diberikan intervensi
cidera yang terjadi (Waller & Whitall, 2008,
dalam Widyawati, 2010, hal. 94). Tabel 5
Distribusi nilai statistik kekuatan otot sebelum
Latihan active asistive range of motion harus dan sesudah diberikan intervensi di RSUD
dilakukan secara rutin, regular dan terprogram, Tugurejo Semarang 2013 (n=28)
karena hal ini akan mempengaruhi hasil yang Kekuatan otot
Statistik Peningkatan
akan dicapai yaitu meningkatnya nilai Pre Post
kekuatan otot setelah diberikan intervensi. Mean 2.5607 2.6536 0.0929
Apabila latihan tidak dilakukan secara regular, Median 2.5000 2.6000 0.1000
maka kondisi otot akan kembali ke keadaan Std. dev 0.20788 0.22523 0.01735
semula. Hal ini berkaitan dengan masa
recovery dari sistem penyediaan energi yang Berdasarkan tabel 5.5 hasil penelitian
digunakan saat latihan itu (Wiwit, 2010, hal. menunjukkan rata-rata (mean) peningkatan
56). kekuatan otot antara sebelum dan sesudah
diberikan intervensi sebesar 0.0929. dengan
Menurut peneliti latihan yang terprogram dan nilai probabilitas sebelum dan sesudah
dilakukan secara berkesinambungan dan pemberian terapi sebesar 0.000 (< 0,05),
teratur dapat memberikan hasil yang optimal, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
karena semakin seringnya sendi digerakkan perbedaan bermakna kekuatan otot sebelum
secara teratur dengan teknik yang tepat dan dan sesudah pemberian latihan active asistive
perlahan, maka selain akan menstimulasi tonus range of motion.
otot dan proprioceptor dipersendian melalui
approksimasi, juga dapat membantu Terjadinya peningkatan kekuatan otot dapat
membangkitkan kembali kendali otak mengaktifkan gerakan volunter, dimana
terhadap otot-otot tersebut, sehingga penelitian gerakan volunter terjadi adanya transfer
ini menunjukkan hasil bahwa latihan active impuls elektrik dari girus presentalis ke korda
asistive range of motion dapat meningkatkan spinalis melalui neurotransmiter yang
kekuatan otot pasien (Suratun, 2008, hal. 45). mencapai ke otot dan menstimulasi otot
sehingga menyebabkan pergerakan. Hal ini
Guna mendapatkan hasil tersebut diperlukan menunjukkan adanya perbaikan dari kerusakan
latihan active asistive range of motion sebagai girus presentalis akibat iskemik otak (Perry &
salah satu bagian latihan rentang gerak sendi, Potter, 2010, hlm.473).
guna menstimulasi jumlah motor unit yang
diaktifkan, karena semakin banyak motor unit Hal tersebut dibuktikan dengan adanya suatu
yang terlibat, maka hasilnya semakin adekuat, peningkatan kekuatan otot yang diperoleh dari
sehingga dapat mencapai meningkatnya nilai latihan active asistive range of motion, yang
kekuatan otot pada pasien stroke (Perry & terprogram 2 kali sehari yang bertujuan untuk
Potter, 2010, hlm.473). menjaga kelenturan otot-otot dan persendian
(Suratun, 2008).
Hal ini didukung pendapat dari Purwanti
(2008, hal. 16) bahwa latihan atau aktivitas Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
fisik yang sesuai untuk pasien stroke non yang dilakukan Puspawati (2010, ¶13) di RSD
hemoragik yaitu dengan latihan range of Kalisat Jember pada pasien Stroke Iskemik.
motion, dan jenis yang sesuai adalah active Hasil penelitian menunjukkan bahwa
asistive range of motion. Latihan tersebut intervensi dengan ROM aktif dua kali sehari
apabila dilakukan secara berkala dan lebih efektif daripada menggunakan ROM satu
berkesinambungan, dapat mempercepat hari sekali karena dapat meningkatkan
stimulus meningkatnya fleksibilitas sendi dan kekuatan otot yang lebih efektif.
bahkan derajat kekuatan otot pada penderita
stroke dan menunjukkan fungsi motor unit

5
Aktivitas fisik menjadi salah satu faktor bahwa kekuatan otot responden pada hari ke-1
penentu signifikan terhadap kekuatan otot. pagi sampai hari ke-2 pagi baik sebelum
Guna mendapatkan hasil tersebut diperlukan maupun sesudah diberikan intervensi memiliki
latihan active asistive range of motion sebagai nilai rata-rata yang sama, yaitu sebesar 2.0000,
salah satu bagian latihan rentang gerak sendi, kemudian mengalami peningkatan pada hari
guna menstimulasi jumlah motor unit yang ke-3 sore sampai hari ke-5 sore.
diaktifkan, karena semakin banyak motor unit
yang terlibat maka hasilnya semakin adekuat, Hal tersebut karena latihan ini menstimulasi
sehingga dapat mencapai peningkatan nilai otot quadriceps serta berjalan perlahan
kekuatan otot pada pasien stroke (Rolland, selangkah demi selangkah pada hari ke-5 sore
2004, dalam Widyawati, 2010, hal. 92). untuk 2 responden yang kekuatan ototnya
meningkat sampai derajat 5 (normal). Hal itu
Hasil penelitian ini, sejalan dengan penelitian terjadi dengan latihan rentang gerak sendi
yang dilakukan oleh Astrid (2008) terhadap aktif-pendampingan secara dini untuk
pasien stroke menunjukkan bahwa latihan mempercepat pemulihan ke arah normal.
rentang gerak dapat meningkatkan kekuatan
otot pasien. Begitu pula dengan Tseng, et al. Menurut peneliti, pemulihan itu terjadi karena
(2007, dalam Astrid, 2008, hal. 67) dalam latihan active asistive range of motion
penelitiannya menunjukkan bahwa responden memberikan suatu peningkatan kekuatan otot
penelitian yang melakukan latihan ROM dari penambahan jumlah sarkomer dan serabut
mengalami perbaikan pada fungsi aktivitas, otot (filamen aktin dan myosin yang
persepsi nyeri, rentang gerakan sendi dan diperlukan dalam kontraksi otot), sehingga
gejala depresi. terbentuk serabut-serabut otot yang baru dan
kekuatan otot dapat meningkat. Latihan ini
6. Perbedaan Perbedaan kekuatan otot dilakukan dengan prinsip dinamik dan sering
sebelum dan sesudah latihan active teratur, sehingga dapat meningkatkan tekanan
asistive range of motion pada pasien intramuskuler serta aliran darah, maka dari itu
stroke non hemoragik selama 5 hari tidak cepat menimbulkan kelelahan bagi
pasien (Suratun, 2008).
Tabel 6
Perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah Hal ini selaras dengan pendapat Susan (1996,
latihan active asistive range of motion pada dalam Mawarti, 2011, hal. 10) pada pasien
pasien stroke non hemoragik selama 5 di stroke dengan hemiparase setelah diberikan
RSUD Tugurejo Semarang 2013 (n=28) latihan range of motion, maka akan
Sebelum Sesudah ρ merangsang neuron motorik (otak) dengan
Variabel val pelepasan transmitter (asetilcolin) untuk
Mean SD Mean SD ue
Kekuatan otot merangsang sel untuk mengaktifkan kalsium,
2.00 0.00 2.00 0.00 1.00
hari ke-1 pagi sehingga terjadi integritas protein. Jika
Kekuatan otot kalsium dan troponin C diaktifkan maka aktin
2.00 0.00 2.00 0.00 1.00
hari ke-1 sore
Kekuatan otot dan miosin dipertahankan agar fungsi otot
2.00 0.00 2.00 0.00 1.00
hari ke-2 pagi skeletal dapat dipertahankan sehingga akan
Kekuatan otot
hari ke-2 sore
2.07 0.26 2.17 0.39 0.08 terjadi peningkatan tonus otot.
Kekuatan otot
2.28 0.46 2.39 0.49 0.08
hari ke-3 pagi Pendapat di atas didukung oleh Guyton (2007,
Kekuatan otot
hari ke-3 sore
2.67 0.47 2.78 0.41 0.08 dalam Mawarti, 2011, ¶4) bahwa mekanisme
Kekuatan otot
2.89 0.31 2.92 0.26 0.32
kontraksi dari neuron motorik dapat
hari ke-4 pagi
Kekuatan otot
meningkatkan otot polos pada ekstremitas.
2.96 0.33 3.17 0.47 0.01 Latihan active asistive range of motion atau
hari ke-4 sore
Kekuatan otot
3.25 0.51 3.42 0.50 0.02 ROM aktif-pendampingan dapat menimbulkan
hari ke-5 pagi
Kekuatan otot
rangsangan, sehingga meningkatkan aktivasi
3.46 0.50 3.64 0.62 0.02 dari kimiawi, neuromuskuler dan muskuler.
hari ke-5 sore
Otot polos pada ekstremitas mengandung
filamen aktin dan myosin yang mempunyai
Hasil uji statistik Paired Sample T-Test sifat kimiawi dan berinteraksi antara satu dan
diperoleh nilai Berdasarkan tabel 5.7 diketahui
6
lainnya. Proses interaksi diaktifkan oleh ion selanjutnya meningkat menjadi kekuatan
kalsium, dan adeno triphospat (ATP), otot 5 (normal) sebanyak 2 responden
selanjutnya dipecah menjadi adeno difosfat (7.2%).
(ADP) untuk memberikan energi bagi 3. Terdapat perbedaan yang signifikan antara
kontaraksi otot ekstremitas. kekuatan otot ekstremitas sebelum dan
sesudah pemberian tindakan active asistive
Rangsangan melalui neuromuskuler akan range of motion pada pasien stroke non
meningkatkkan rangsangan pada serat saraf hemoragik di RSUD Tugurejo Semarang
otot ekstremitas terutama saraf parasimpatis dengan ρ value sebesar 0.000, maka Ha
yang merangsang untuk produksi asetilcholin, diterima yang berarti active asistive range
sehingga mengakibatkan kontraksi. of motion efektive terhadap kekuatan otot
Mekanisme melalui muskulus terutama otot ekstremitas pada pasien stroke non
polos ekstremitas akan meningkatkan hemoragik.
metabolisme pada metakonderia untuk
menghasilkan ATP yang dimanfaatkan oleh SARA
otot polos ekstremitas sebagai energi untuk
kontraksi dan meningkatkan tonus otot polos 1. Bagi RSUD Tugurejo Semarang
ekstremitas (Guyton, 2007, dalam Mawarti, Peneliti berharap latihan active asistive
2011, ¶5). range of motion ini nantinya menjadi salah
satu alternatif fleksibilitas yang
Hal ini dibuktikan sewaktu pelaksanaan direkomendasikan dan dilaksanakan di
penelitian pada hari ke 4 pemberian intervensi poli fisiotheraphy, guna meningkatkan
didapatkan yang semula derajat 2 meningkat kualitas hidup pasien stroke non
menjadi derajat 3, dimana sendi dan otot sudah hemoragik dan meminimalkan komplikasi-
dapat bergerak secara aktif dan mandiri untuk komplikasi yang terjadi.
melakukan active asistive range of motion 2. Institusi pendidikan
secara penuh. Pemberian latihan gerak pada Sebagai bahan masukan dalam proses
masa ini sangat efektif karena mengikuti pola belajar mengajar terutama melalui
neurological improvement yang disebut golden penelitian, mengenai efektivitasnya active
period. Rehabilitasi paska stroke, berupa asistive range of motion terhadap kekuatan
latihan active asistive range of motion otot pada pasien stroke non hemoragik,
dilakukan sedini mungkin (cepat dan tepat), meliputi tujuan, ketepatan gerakan,
berkala, berkesinambungan dapat membantu keteraturan latihan serta kontraindikasi
pemulihan fisik yang lebih cepat dan optimal dan prosedur pelaksanaan active asistive
(Sofwan, 2010, hlm.57-58). range of motion, serta prinsip dasar
dilakukannya active asistive range of
SIMPULA motion secara benar dan tepat sehingga
dapat bermanfaat bagi masyarakat.
1. Kekuatan otot responden sebelum 3. Peneliti selanjutnya
dilakukan active asistive range of motion Area penelitian lebih diperluas dengan
rata-rata adalah 2, yaitu (Otot hanya ditambah variabel sebagai kelompok
mampu menggerakkan persendian, tetapi kontrol dan ditambah dengan jumlah
kekuatannya tidak dapat melawan sampel yang lebih representatif, sebagai
pengaruh gravitasi. Dengan bantuan atau hasil yang diperoleh akan lebih
menyangga sendi dapat melakukan memungkinkan untuk melakukan
gerakan sendi (Range of Motion) secara generalisasi pada populasi yang besar.
penuh). Hal itu terjadi karena peneliti 4. Masyarakat
membatasi kriteria responden berdasarkan Memberikan informasi bahwa pentingnya
yang tertera pada kriteria inklusi, yaitu latihan rentang gerak khususnya active
sebanyak 28 (100%) responden. asistive range of motion untuk
2. Kekuatan otot responden sesudah meningkatkan kualitas hidup pasien
diberikan intervensi active asistive range stroke.
of motion rata-rata paling banyak adalah 4
sebanyak 14 responden (50%), dan

7
DAFTAR PUSTAKA iparese.pdf diperoleh 5 November
2012
Astrid, Maria., Elly, Nurachmah., Budiharjo. Muttaqin, Arif. (2005). Buku ajar asuhan
(2011). Pengaruh latihan range of keperawatan klien gangguan system
motion (ROM) terhadap kekuatan otot, muskuloskeletal. Jakarta: EGC
luas gerak sendi dan kemampuan Notoatmodjo, Soekijo. (2010). Metodologi
fungsional pasien stroke di RS Sint penelitian kesehatan. Jakarta: PT
Carolus Jakarta. Jurnal Keperawatan Rineka Cipta
dan Kebidanan (I): 175-182. Perry, Anne G. & Potter, Patricia A.. (2010).
httpjurnal.pdii.lipi.go.idadminjurnal3.h Fundamental keperawatan. Alih
emiparese.pdf diperoleh tanggal 1 bahasa: Diah 7ur Fitriyani, Onny
Oktober 2012 Tampubolon& Farah Diba. Edisi 7.
Berman, Audrey, Snyder, Shirlee, Kozier, Buku 3. Jakarta: Salemba Medika
Barbara & Erb, Glenora. (2009). Buku Purwanti, Okti Sri., & Maliya, Arina. (2008).
ajar fundamental keperawatan konsep, Rehabilitas klien pasca stroke. Berita
proses, & praktik. Edisi 7. Volume 2. Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697.
Alih bahasa: Esty Wahyuningsih. Vol. 1 No.1. 43-46.
Jakarta: EGC httpjurnal.pdii.lipi.go.idadminjurnal3.
Cahyati, Yanti. (2011). Perbandingan latihan hemiparese.pdf diperoleh tanggal 3
rom unilateral dan rom bilateral Oktober 2012
terhadap kekuatan otot pasien Puspawati, Erni Yulia. (2010). Perbedaan
hemiparese akibat stroke iskemik di efektivitas ROM 2x sehari dan ROM
RSUD kota Tasikmalaya dan RSU 1x sehari terhadap peningkatan&
kabupaten Ciamis. 23(2). 1-94 kecepatan waktu pencapaian kekuatan
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosis otot pasien stroke iskemik di RSD
keperawatan: aplikasi klinis. 2009. Kalisat Jember.
Jakarta: EGC http://alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/
Gofir, Abdul. (2009). Manajemen Stroke. 2871844777_abs.pdf.htm diperoleh
Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press tanggal 11 Oktober 2012
Guyton & Hall. 2007. Buku ajar fisiologi Sofwan, Rudianto. (2010). Stroke dan
kedokteran. Jakarta: EGC rehabilitasi pasca-stroke. Jakarta: PT
Indiyarti, Riani. (2003). Dampak Bhuana Ilmu Populer
hiperglikemia terhadap kelangsungan S., Wiwit. (2010). Stroke & penanganannya:
hidup pasien stroke. 22(3). 105-108. memahami, mencegah, & mengobati
Jakarta: Fakultas Kedokteran stroke. Yogyakarta: Katahati
Universitas Trisakti. Suratun., Heryati., Manurung, Santa., & Een
httpjurnal.pdii.lipi.go.idadminjurnal3. Raenah. (2008). Klien gangguan
hemiparese.pdf diperoleh tanggal 28 sistem muskuloskeletal: seri asuhan
Januari 2013 keperawatan. Jakarta: EGC
Irfan, Muhammad. (2010). Fisioterapi bagi Widyawati, Ika. (2010). Pengaruh latihan
insan stroke. Yogyakarta: Graha Ilmu rentang gerak sendi bawah secara
Junaidi, Iskandar. (2006). Stroke A-Z aktif (active lower range of motion
pengenalan, pencegahan, pengobatan, exercise) terhadap tanda dan gejala
rehabilitasi stroke, serta tanya jawab neuropati diabetikum pada penderita
seputar stroke. Jakarta: PT. Buana diabetes mellitus tipe II di persadia
Ilmu Populer U7IT RSU Dr.Soetomo Surabaya.
Mawarti, Herin., & Farid. (2011). Pengaruh Depok: Program Study Pasca Sarjana
rom (range of motion) pasif terhadap Fakultas Ilmu Keperawatan
peningkatan kekuatan otot pada Universitas Indonesia
pasien stroke dengan hemiparese.
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
(I): 1-10.
httpjurnal.pdii.lipi.idadminjurnal4.hem

Anda mungkin juga menyukai