Anda di halaman 1dari 35

0

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM KARDIOVASKULER PADA KASUS CONGESTIVE
HEART FAILURE (CHF) DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH PRINGSEWU

Oleh

Ns. CAHYO TRIWAHYUNI, S.Kep


NIP.197604192006042010

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PRINGSEWU


KABUPATEN PRINGSEWU
TAHUN 2019
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami

kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan

nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti Wajan Juni, 2011:153 ). Beberapa

definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom tersebut, yaitu

keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi

kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal.

Namun beberapa definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu

penyakit yang terbatas pada satu sistem organ melainkan suatu sindrom klinis

akibat kelainan jantung. Keadaan ini ditandai dengan suatu bentuk respon

hemodinamika, renal, neural dan hormonal yang nyata. Di samping itu, gagal

jantung merupakan suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung

menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan

tekanan pengisian (Muttaqin Arif, 2012).

Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas & mortalitas. Akhir-

akhir ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Gagal jantung merupakan

tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan masalah kesehatan

dunia. Di Asia, terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan industri,


2

urbanisasi dan perubahan gaya hidup, peningkatan konsumsi kalori, lema

Efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan

patofisiologis. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung

melalui penurunan sirkulasi yang mendadak dapat berupa (1) aritmia, (2) infeksi

sistemis dan infeksi paru-paru, dan (3) emboli paru (Muttaqin Arif, 2012).

Walaupun angka-angka pasti penderita gagal jantung belum ada untuk seluruh

Indonesia, tetapi dengan bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan

dapat di perkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah tiap tahunnya

(Sitompul & Sugeng, 2003).

1.2. Tujuan

a. Tujuan Umum

Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure (CHF) secara baik dan

benar.

b. Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure (CHF) secara baik

dan benar.

2. Mampu menyusun diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem

kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure (CHF) secara baik dan

benar.
3

3. Mampu menyusun rencana keperawatan pada klien dengan gangguan sistem

kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure (CHF) secara baik dan

benar.

4. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem

kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure (CHF) secara baik dan

benar.

5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan sistem

kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure (CHF) secara baik dan

benar.

6. Mampu mendokumentasikan asuhan keperarawatan yang dilakukan pada klien

dengan gangguan sistem kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure

(CHF) secara baik dan benar.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami

kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan

nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti Wajan Juni, 2011:153 ). Beberapa

definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom tersebut, yaitu

keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi

kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal.

Namun beberapa definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu

penyakit yang terbatas pada satu sistem organ melainkan suatu sindrom klinis

akibat kelainan jantung.

Keadaan ini ditandai dengan suatu bentuk respon hemodinamika, renal, neural dan

hormonal yang nyata. Di samping itu, gagal jantung merupakan suatu keadaan

patologis dimana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat

memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin

Arif, 2012). Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai

pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan

(Ruhyanudin Faqih, 2007).


5

B Etiologi

Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung menurut (Ruhyanudin

Faqih, 2007) mencakup keadaan-keadaan yang :

1. Meningkatkan preload : regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel.

2. Meningkatkan afterload : stenosis aorta, hipertensi sistemik.

3. Menurunkan kontraktilitas ventrikel : IMA, kardiomiopati.

4. Gangguan pengisian ventrikel : stenosis katup atrioventrikuler, perikarditif

konstriktif, tamponade jantung.

5. Gangguan sirkulasi : aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang

memulai respon mekanis.

6. Infeksi sistemik/ infeksi paru : respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa

jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat.

7. Emboli paru, yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap

ejeksi ventrikel kanan.

C. Klasifikasi

Ada empat kategori utama yang diklasifikasikan menurut (Udjianti Wajan Juni,

2011), yaitu sebagai berikut :

1. Backward versus forward failure

a. Backward failure dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu memompa

volume darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan meningkatkan

tekanan dalam ventrikel, atrium dan sistem vena balik untuk jantung sisi kanan

maupun jantung sisi kiri.


6

Tabel 2.1 : Manifestasi Klinis Pada Backward Failure


Kegagalan Ventrikel Kiri Kegagalan Ventrikel Kanan
1. Peningkatan volume dan 1. Peningkatan volume dalam vena sirkulasi
tekanan dalam ventrikel kiri 2. Peningkatan tekanan atrium kanan
dan atrium kiri (preload) (preload)
2. Edema paru 3. Hepatomegali dan splenomegali
4. Edema perifer dependen

b. Forward failure adalah akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan

curah jantung, yang kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena jantung

merupakan sistem tertutup, maka backward failure dan forward failure selalu

berhubungan satu sama lain.

Tabel 2.2 : Manifestasi Klinis Pada Forward Failure


Kegagalan Ventrikel Kiri Kegagalan Ventrikel Kanan
1. Penurunan curah jantung 1. Peningkatan volume darah
2. Penurunan perfusi jaringan 2. Penurunan volume darah ke paru
3. Peningkatan sekresi hormone
renin, aldosteron dan ADH
4. Peningkatan retensi garam dan air
5. Peningkatan volume cairan
ekstraseluler

2. Low-output versus high-output syndrome

Low output syndrome terjadi bilamana jantung gagal sebagai pompa, yang

mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer dan vasokontriksi perifer. Bila curah

jantung tetap normal atau di atas normal namun kebutuhan metabolic tubuh tidak

mencukupi, maka high-output syndrome terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh
7

peningkatan kebutuhan metabolik, seperti tampak pada hipertiroidisme, demam

dan kehamilan atau mungkin dipicu oleh kondisi hiperkinetik seperti fistula

arteriovenous, beri-beri atau penyakit paget’s.

3. Kegagalan akut versus kronik

Manifestasi klinis dari kegagalan jantung akut dan kronis tergantung pada

seberapa cepat sindrom berkembang. Gagal jantung akut merupakan hasil dari

kegagalan ventrikel kiri mungkin karena infark miokard, disfungsi katup, atau

krisis hipertensi. Kejadiannya berlangsung demikian cepat di mana mekanisme

kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian berkembang menjadi edema paru dan

kolaps sirkulasi (syok kardiogenik).

Gagal jantung kronis berkembang dalam waktu yang relative cukup lama dan

biasanya merupakan hasil akhir dari suatu peningkatan ketidakmampuan

mekanisme kompensasi yang efektif. Biasanya gagal jantung kronis dapat

disebabkan oleh hipertensi, penyakit katup, atau penyakit paru obstruksi kronis/

menahun.

4. Kegagalan ventrikel kanan versus ventrikel kiri

Kegagalan ventrikel kiri adalah merupakan frekuensi tersering dari dua contoh

kegagalan jantung dimana hanya satu sisi jantung yang dipengaruhi. Secara tipikal

disebabkan oleh penyakit hipertensi. Coronary Artery Disease (CAD), dan

penyakit katup jantung sisi kiri (mitral dan aorta). Kongesti pulmoner dan edema

paru biasanya merupakan gejala segera (onset) dari gagal jantung kiri.
8

Gagal jantung kanan sering disebabkan oleh gagal jantung kiri, gangguan katup

trikuspidalis atau pulmonal. Hipertensi pulmoner juga mendukung

berkembangnya kegagalan jantung kanan, peningkatan kongesti atau bendungan

vena sistemik dan edema perifer.

Tabel 2.3 : Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kiri dan Kanan

Gagal Jantung Kiri Gagal Jantung Kanan


1. Volume dan tekanan ventrikel 1. Volume vena sistemik meningkat
kiri serta atrium kiri meningkat 2. Volume dalam organ / sel meningkat
2. Volume pulmonal meningkat 3. Hati membesar
3. Edema paru 4. Limpa membesar
4. Curah jantung menurun sehingga 5. Dependen edema
perfusi jaringan menurun 6. Hormon retensi air dan Na+ meningkat
5. Darah ke ginjal dan kelenjar sehingga reabsorbsi meningkat
menurun 7. Volume cairan ekstrasel meningkat
8. Volume darah total meningkat

1. Edema tungkai / tumit


1. Letagri dan diaphoresis
2. Central Venous Pressure (CVP)
2. Dispnea / orthopnea / PND
meningkat
3. Palpitasi (berdebar-debar)
3. Pulsasi vena jugularis
4. Pernafasan Cheyne-Stokes
4. Bendungan vena jugularis / JVP
5. Batuk (hemoptoe)
meningkat
6. Ronkhi basah bagian basal paru
5. Distensi abdomen, mual dan tidak
7. Terdengar BJ3 dan BJ4 / irama
nafsu makan
Gallop’s
6. Asites
8. Oliguria atau anuria
7. Berat badan meningkat
9. Pulsus Alternans
8. Hepatomegali (lunak dan nyeri tekan)
9. Splenomegali
10. Insomnia
9

Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau beratnya seperti

klasifikasi gagal jantung kongestif menurut New York Heart Association (NYHA).

Tabel 2.4 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut NYHA


KELAS DEFINISI ISTILAH
I Klien dengan kelainan jantung tetapi Disfungsi ventrikel kiri yang
tanpa pembatasan aktivitas fisik. asimtomatik.
II Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung ringan.
menyebabkan sedikit pembatasan
aktivitas fisik.
III Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung sedang.
menyebabkan banyak pembatasan
ativita fisik.
IV Klien dengan gagal jantung yang Gagal jantung berat.
segala bentuk aktivitas fisiknya akan
menyebabkan keluhan.

Menurut Stephen G. Ball, dkk., 1996 (Muttaqin Arif, 2009)

D.Tanda dan Gejala

1. Gagal jantung kiri : dispnoe, fatigue, ortopnea, dispnoe noktural paroksismal,

batuk, pembesaran jantung, gallop ritme, bunyi jantung tambahan S3/S4,

pernafasan chines stoke, takikardi, ronchi, congesti vena pulmonal.

2. Gagal jantung kanan : Fatigue, edema, liver angorgement, anoreksia,

kembung, pembesaran jantung kanan, gallop ritme pada atrium kanan,

murmur, peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hydrothorax, peningkatan

tekanan vena, hepatomegali dan pitting oedema (Ruhyanudin Faqih, 2007).


10

E. Patofisiologi

F, Penatalaksanaan

Pada tahap simtomatik dimana sindrom gagal jantung sudah terlihat jelas seperti

cepat capek atau fatigue, sesak nafas (dyspnea in effort, orthopnea), kardiomegali,

peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali dan oedema sudah jelas,

maka dengan diagnosis gagal jantung mudah di buat. Tetapi bila syndrome

tersebut belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri/LV

disfunction (tahap asimtomatik), maka keluhan fatik dan keluhan di atas yang
11

hilang timbul tidak khas, sehingga harus di topang oleh pemeriksaan foto rontgen,

echocardigrafi dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide.

Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombal pengobatan gagal

jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau

Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik

sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai

setelah diuretic dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.

Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikuler (fibrilasi atrium atau SVT

lainnya) atau ketiga obat di atas belum memberikan hasil yang memuaskan.

Intoksikasi sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin

meningkat) atau kadar kalium rendah (kurang dari 3,5 meq/L).

Aldosteron antagonis di pakai untuk memperkuat efek diuretic atau pada pasien

hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas

dengan pemberian jenis obat ini.

Pemakaian obat dengan efek diuretic-vasodilatasi seperti Brain N Atriuretic

Peptide (Nesiritide) masih dalam penellitian. Pemakaian alat bantu seperti Cardiac

Resychronization Therapy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra

Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah mati mendadak pada gagal jantung

akibat iskemia maupun non-iskemia. Dapat memperbaiki status fungsional dan

kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi degenerasi miokard,

masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat

ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan

penelitian lanjut (Sudoyo Ary W., 2007).


12

G. Komplikasi

Menurut patric davay (2005), komplikasi gagal jantung kongestif adalah sebagai

berikut :

1. Efusi pleura

Di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari

kapiler masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus

bawah darah.

2. Aritmia

Pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk mengalami aritmia,

biasanya disebabkan karena tachiaritmias ventrikuler yang akhirnya menyebabkan

kematian mendadak.

3. Trombus ventrikuler kiri

Pada gagal jntung kongestif akut dan kronik, pembesaran ventrikel kiri dan

penurunan kardiac output beradaptasi terhadap adanya pembentukan thrombus

pada ventrikel kiri. Ketika thrombus terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas

dari ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen dan lebih jauh gangguan perfusi.

Pembentukan emboli dari thrombus dapat terjadi dan dapat disebabkan dari

Cerebrivaskular accident (CVA).

4. Hepatomegali

Karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga

menyebabkan perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan

akhirnya sirosis.
13

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Electrocardiography (ECG) : didapatkan gambaran perpanjangan interval QRS

karena perubahan massa otot ventrikel yang akan meningkatkan lama aktivitas

ventrikel. Meningginya gelombang R karena peningkatan massa otot jantung

yang dilalui potensial listrik. Adanya massa otot yang semakin menebal maka

kesempatan repolarisasi akan diberikan pada endocardium terlebih dahulu.

Keadaan ini akan mengakibatkan gambaran RS – T mengalami depresi dan

gelombang T terbalik pada sadapan 5 dan 6. Pada sadapan 1 dan 2 tampak

adanya gambaran gelombang S yang sangat dalam dan didapatkan R yang

meninggi melebihi 20 mm.

2. Sonogram (echocardiogram) dapat menunjukkan dimensi pembesaran

ventrikel, perubahan dalam fungsi/ struktur katup atau area penurunan

kontraktilitan ventrikuler.

3. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu

membedakan gagal jantung kanan maupun kiri dan stenosis katup maupun

insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri koroner. Zat kontras yang

disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi

fraksi/ perubahan kontraktilitas.

4. X-ray Thoraks : ditemukan adanya pembesaran jantung yang disertai adanya

pembendungan cairan di paru karena hipertensi pulmonal. Tempat adanya

infiltrate precordial kedua paru dan efusi pleura.

5. Laboratorium secara umum dapat ditemukan penurunan Hb dan hematokrit

karena adanya hemodilusi. Jumlah leukosit meningkat, bila sangat meninggi


14

mungkin disebabkan oleh adanya infeksi endokarditis yang akan memperberat

jantung. Keadaan asam basa tergantung pada keadaan metabolism, masukan

kalori, keadaan paru dan fungsi ginjal. Kadar natrium darah sedikit menurun

walaupun kadar natrium total bertambah. Berat jenis urine meningkat. Enzim

hepar mungkin meningkat dalam kongesti hepar. Gagal ventrikel kiri ditandai

dengan alkalosis respiratorik ringan atau hipoksia dengan peningkatan pCO2.

BUN dan kreatinin menunjukkan penurunan perfusi ginjal. Albumin/

transferin serum mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein

atau penurunan sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.

Kecepatan sedimentasi menunjukkan adanya inflamasi akut.

6. Ultrasonography (USG) : didapatkan gambaran cairan bebas dalam rongga

abdomen dan gambaran pembesaran hepar dan lien. Pembesaran hepar dan

lien kadang sulit diperiksa secara manual saat disertai asites (Doenges Marilyn

E., dkk., 2000).


15

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gagal jantung

congesive yaitu :

a. Resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan

kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal

yang ditandai dengan klien mengeluh “mudah lelah, nyeri dada kiri dan

uluhati, sesak nafas, sering terbangun pada malam hari saat tidur”, tekanan

darah bisa meningkat (hipertensi/ hipotensi), nadi lemah, terdengar suara

gallop ventrikel dan gallop atrium (S3 clan S4), keringat dingin, ronchi +/+,

sianosis nyeri dada, edema tungkai +/+, EKG: ST depresi V2 dan V4, rasio R/S

V1, V6 urine sedikit ±300 – 500 cc perhari, nafas cepat.

b. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan

cairan, kongesti paru akibat sekunderdari perubahan membran kapiler alveoli

dan retensi cairan interstitial yang ditandai dengan klien mengeluh “nafasnya

sesak dan sering terbangun pada malam hari karena sesak nafas dan batuk-

batuk serta dispnea saat beraktivitas”, ujung jari dan kuku tampak kebiruan,

ronchi(+/+), nafas cepat tampak tarikan dinding dada, Ht: 34,6, Albumin: 2,6.

c. Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan

kelebihan cairan sistemis, perembesan cairan interstial di sistemis akibat

sekunder dari penurunan curah jantung, gagal jantung kanan yang ditandai
16

dengan klien menyatakan “bila berjalan terasa berat, sesak nafas, lebih enak

tidur dengan posisi setengah duduk, kencing sedikit”, tungkai tampak bengkak/

edema, jumlah kencing sedikit 300-500 cc/ hari, tempak bendungan vena

jugularis, ronchi (+) respirasi nafas cepat, terdengar bunyi jantung S3 dan nadi

lemah, Ht: 34,6, Albumin: 2,6.

d. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan

menurunnya curah jantung yang ditandai dengan klien mengeluh “tangan dan

kaki lemas, sulit untuk menelan, nyeri perut”, klien tampak berbaring di tempat

tidur, oliguri, tampak edema, perubahan suhu kulit.

e. Nyeri yang berhubungan dengan nekrosis sel yang ditandai dengan klien

mnegeluh “nyeri dada kiri pada saat beraktivitas”, klien tampak meringis

kesakitan, wajah tampak tegang dan gelisah, tangan mengepal.

f. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

oksigen ke jaringan dengan kebutuhan dengan akibat sekunder dari penurunan

curah jantung yang ditandai dengan klien mengeluh “tenaganya lemah, cepat

lelah, sesak nafas, nafsu makan menurun”, klien tampak berbaring di tempat

tidur, tampak kebiruan/ sianosis pada ujung jari dan kuku, tungkai tampak

edema, keringat dingin, lemah.

g Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status

kesehatan, situasi kritis, ancaman, atau perubahan kesehatan yang ditandai

dengan klien menyatakan “klien takut dengan keadaannya, klien bertanya

tentang kondisi dan pengobatan”, klien tampak cemas.


17

h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan yang berhubungan

dengan kurangnya pemahaman, kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi

jantung, penyakit, kegagalan yang ditandai dengan adanya pertanyaan,

pernyataan masalah, kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat

dicegah yang ditandai dengan klien mengatakan “klien bingung dengan

keadaan penyakitnya, klien bertanya tentang kondisi dan pengobatan”.

2. Intervensi Keperawatan

Paduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien, dan/atau tindakan

yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu

klien mencapai hasil yang diharapkan (Deswani, 2009).

Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
Risiko Tinggi Setelah dilakukan 1. Kaji dan laporkan1. Kejadian mortalitas dan
Penurunan tindakan tanda penurunan morbiditas sehubungan
Curah Jantung keperawatan curah jantung. dengan MI yang lebih dari
selama 3x24 jam 24 jam
diharapkan 2. Periksa keadaan 2. Biasanya terjadi takikardia
penurunan curah klien dengan meskipun pada saat
jantung dapat mengauskultasi istirahat untuk
teratasi dengan nadi apikal: kaji mengompensasi
kriteria hasil : frekuensi, irama penurunan kontraktilitas
1. Tekanan darah jantung ventrikel, KAP, PAT, MT,
dalam batas normal (dokumnetasi PVC, dan AF disritmia
(systole : 110-140 disritmia, bila umum berkenaan dengan
mmHg dan tersedia GJK meskipun lainnya
Diastole: 80-90 telemetri). juga terjadi.
mmHg) 3. Catat bunyi 3. S1 dan S2 mungkin lemah
2. CRT kurang dari 3 jantung. karena menurunnya kerja
detik pompa, irama gallop (S3
3. Produksi urine › 30 dan S4) dihasilkan sebagai
ml/ jam aliran darah ke dalam
4. Nadi 70-90 kali/ serambi yang distensi
menit murmur dapat
18

5. Tidak terjadi 4. Palpasi nadi menunjukkan


aritmia perifer. inkompetensi/ stenosis
6. Bebas gejala gagal mitral.
jantung 4. Penurunan curah jantung
menunjukkan menurunnya
nadi, radial, popiteal,
dorsalis pedis, dan
postibial. Nadi mungkin
cepat hilang atau tidak
teratur untuk dipalpasi.

Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
5. Pantau adanya 5. Ginjal berespons untuk
keluaran urine, menurunkan curah jantung
catat keluaran dan dengan menahan cairan
kepekatan urine. dan natrium.
6. Istirahatkan klien6. Untuk menurunkan beban
dengan tirah kerja jantung, tirah baring
baring optimal. membantu dalam
menurunkan beban kerja
dengan menurunkan
volume intravaskular
7. Atur posisi tirah melalui induksi diuresis
baring yang idel. berbaring.
Kepala tempat 7. Pada posisi ini aliran balik
tidur harus vena ke jantung dan paru
dinaikkan 20-30 berkurang, kongesti paru
cm. berkurang, serta
8. Berikan istirahat penekanan hepar ke
psikologi dengan diafragma menjadi
lingkungan yang minimal.
tenang. 8. Stress emosi
menghasilkan
9. Berikan oksigen vasokontriksi yang terkait,
tambahan dengan meningkatkan tekanan
nasal kanul/ darah dan meningkatkan
masker sesuai frekuensi/ kerja jantung.
dengan indikasi. 9. Meningkatkan sediaan
10. Hindari manuver oksigen untuk kebutuhan
dinamik seperti miokardium guna
berjongkok melawan efek hipoksia/
sewaktu iskemia.
melakukan BAB
dan mengepal- 10. Berjongkok dapat
ngepalkan tangan. meningkatkan aliran balik
19

vena dan retensi arteri


sistemik secara simultan
menyebabkan kenaikan
volume sekuncup dan
tekanan arteri. Dan latihan
isometrik dapat
meningkatkan

Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
resistensi arteril sistemik,
tekanan darah dan ukuran
jantung, latihan ini dapat
11. Kolaborasi untuk meningkatkan beban kerja
pemberian diet jantung.
jantung. 11. Dukungan diet adalah
mengatur diet sehingga
kerja dan ketegangan otot
jantung minimal dan status
12. Pemberian cairan nutrisi terpelihara, sesuai
IV, pembatasan dengan selera dan pola
jumlah total makan klien.
sesuai dengan 12. Oleh karena adanya
indikasi, hindari peningkatan tekanan
cairan garam. ventrikel kiri, pasien tidak
dapat menoleransi
peningkatan volume
13. Pantau seri EKG cairan. Pasien juga
dan perubahan mengeluarkan sedikit
foto dada. natrium yang
menyebabkan retensi
cairan dan meningkatkan
kerja miokard.
14. Kolaborasi untuk13. Depresi segmen ST dan
pemberian obat. datarnya gelombang T
dapat terjadi karena
peningkatan kebutuhan
oksigen. Foto dada
menunjukkan pembesaran
jantung dan perubahan
kongesti pulmonal.
14. Banyaknya obat dapat
digunakan untuk
meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan
20

menurunkan kongesti.

Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
Risiko Tinggi Setelah dilakukan 1. Auskultasi bunyi1. Menyatakan adanya
Gangguan tindakan nafas, catat kongestif paru/
Pertukaran keperawatan adanya mengi. pengumpulan sekret
Gas selama 3x24 jam menunjukkan kebutuhan
diharapkan 2. Anjurkan klien untuk intervensi lebih
oksigenasi adekuat untuk batuk lanjut.
pada jaringan dapat efektif dan nafas 2. Membersihkan jalan nafas
tercapai dengan dalam. dan memudahkan oksigen.
kriteria hasil : 3. Dorong untuk
1. Tidak ada keluhan perubahan posisi3. Membantu untuk
sesak sering. mencegah atelektasis dan
2. Tidak tampak 4. Koreksi pneumonia.
tarikan dinding keseimbangan 4. Mencegah asidosis yang
dada asam basa. dapat memperberat fungsi
3. Klien bisa istirahat5. Berikan pernapasan.
pada malam hari tambahan O2 6 5. Untuk meningkatkan
4. TTV dalam batas liter/ menit. konsentrasi O2 dalam
normal (RR 20-24 6. Kolaborasi : proses pertukaran gas.
kali/ menit) a.
RL 500 cc/ 24 6. Meningkatkan
5. Analisis gas darah jam kontraktilitas otot jantung
dalam batas normalb. Digoxin 1-0-0 sehingga dapat
mengurangi timbulnya
7. Berikan edema dan dapat
furosemid 2-1-0 mencegah gangguan
pertukaran gas.
7. Membantu mencegah
terjadinya retensi cairan
dengan menghambat
ADH.

Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
Risiko Tinggi Setelah dilakukan 1. Kaji adanya 1. Curiga gagal kongestif/
Terhadap tindakan edema kelebihan volume cairan.
Kelebihan keperawatan ekstremitas. 2. Sebagai salah satu cara
Volume selama 3x24 jam 2. Kaji tekanan untuk mengetahui
Cairan diharapkan tidak darah. peningkatan jumlah cairan
terjadi kelebihan yang dapat diketahui
volume cairan denganm meningkatkan
sistemik dengan beban kerja jantung yang
kriteria hasil : dapat diketahui dari
1. Klien tidak sesak meningkatnya tekanan
21

napas 3. Kaji distensi vena darah.


2. Intake dan output jugularis. 3. Peningkatan cairan dapat
seimbang membebani fungsi
3. Pitting edema tidak ventrikel kanan yang dapat
ada 4. Ukur intake dan dipantau melalui
4. Produksi urine › output pemeriksaan tekanan vena
600 ml/ hari jugularis.
4. Penurunan curah jantung
5. Timbang berat mengakibatkan gangguan
badan. perfusi ginjal, retensi
natrium/ air, dan
penurunan keluaran urine.
6. Beri posisi yang 5. Perubahan tiba-tiba berat
membantu badan menunjukkan
drainase gangguan keseimbangan
ekstremitas, cairan.
lakukan latihan 6. Meningkatkan venous
gerak pasif. return dan mendorong
7. Kolaborasi : berkurangnya edema
a. Berikan diet perifer.
tanpa garam

7. Sebagai terapi.
a. Natrium meningkatkan
retensi cairan dan
meningkatkan volume
plasma

Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
b. Berikan diuretik, yang berdampak terhadap
contoh : peningkatan beban kerja
furosemid jantung.
b. Diuretik bertujuan untuk
menurunkan volume
plasma dan menurunkan
c. Pantau data retensi cairan di jaringan
laboratorium sehingga menurunkan
elektrolit dan resiko terjadinya edema
kalium paru.
c. Hipokalemia dapat
membatasi keefektifan
Risiko Tinggi Setelah dilakukan 1. Auskultasi TD, terapi.
Gangguan tindakan bandingkan kedua
Perfusi keperawatan lengan, ukur
Jaringan selama 3x24 jam dalam keadaan
22

diharapkan tidak berbaring, duduk1. Hipotensi dapat terjadi


terjadi gangguan atau berdiri bila juga disfungsi ventrikel,
perfusi jaringan memungkinkan. hipertensi juga fenomena
dengan kriteria 2. Kaji warna kulit, umum yang berhubungan
hasil: suhu, sianosis, dengan nyeri cemas karena
1. Klien tidak nadi perifer, dan pengeluaran katekolamin.
mengeluh pusing diaforesis secara
2. TTV dalam batas teratur.
normal : 3. Kaji kualitas 2. Mengetahui derajat
110-140
TD : /80-90 peristaltik, jika hipoksemia dan
mmHg perlu pasang peningkatan tekanan
sonde. perifer.

3. Mengetahui pengaruh
hipoksia terhadap fungsi
saluran cerna, serta
dampak penurunan
elektrolit.

Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
Nadi : 70-90 4. Kaji adanya 4. Sebagai dampak gagal
kali/menit kongesti hepar jantung kanan, jika berat
3. CRT ‹ 3 detik pada abdomen akan ditemukan adanya
4. Urine › 600 ml/ kanan atas. tanda kongesti.
hari 5. Pantau urine 5. Penurunan curah jantung
output. mengakibatkan
menurunnya produksi
6. Catat adanya urine, pemantauan
murmur. yang ketat pada produksi
urine ‹ 600 ml/ hari
7. Pantau frekuensi merupakan tanda-tanda
jantung dan terjadinya syok
irama. kardiogenik.
8. Berikan makanan6. Menunjukkan gangguan
kecil/ mudah aliran darah dalam
dikunyah, batasi jantung.
asupan kafein. 7. Perubahan frekuensi dan
irama jantung
9. Kolaborasi : menunjukkan komplikasi
Pertahankan cara disritmia.
masuk heparin 8. Makanan besar dapat
(IV) sesuai meningkatkan kerja
indikasi. miokardium. Kafein dapat
merangsang langsung ke
23

jantung sehingga
meningkatkan frekuensi
jantung..
9. Jalur yang paten penting
untuk pemberian obat
darurat.
Diagnosa Tujuan dan Rancana Rasional
Keperawatan Kriteria Keperawatan
Hasil
Nyeri Setelah dilakukan 1. Catat 1. Variasi penampilan dan
tindakan karakteristik perilaku klien karena
keperawatan nyeri, lokasi, terjadi sebagai temuan
selama 3x24 jam intensitas, lama pengkajian.
diharapkan nyeri dan penyebabnya.2. Nyeri berat dapat
terkontrol dengan 2. Anjurkan kepada menyebabkan syok
kriteria hasil: klien untuk kardiogenik yang
1. Skala nyeri 0 (0-5) melaporkan nyeri berdampak pada kematian
2. Wajah tampak dengan segera. mendadak.
rileks 3. Lakukan 3. Memberi rasa rileks
3. Tidak terjadi manajemen nyeri kepada klien.
penurunan perfusi keperawatan:
perifer a. Atur posisi a.
Posisi fisiologis akan
4. TTV dalam batas fisiologis. meningkatkan asupan O2
normal ke jaringan yang
mengalami iskemia.
b. Istirahatkan b. Istirahat akan menurunkan
klien. kebutuhan O2 jaringan
perifer, sehingga
kebutuhan miokardium
mneurun dan akan
meningkatkan suplai darah
dan oksigen ke
miokardium yang
c. Berikan oksigen membutuhkan O2 untuk
tambahan dengan menurunkan iskemia.
nasa kanul atau c. Meningkatkan jumlah
masker sesuai oksigen yang ada untuk
dengan indikasi. pemakaian miokardium
sekaligus mengurangi
d. Manajemen ketidaknyamanan sampai
lingkungan, dengan iskemia.
lingkungan d. Lingkungan tenang akan
tenang dan batasi menurunkan stimulus
nyeri eksternal dan
pembatasan pengunjung
akan
24

Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
pengunjung. membantu meningkatkan
e. Ajarkan teknik kondisi O2.
relaksasi e. Meningkatkan asupan O2
pernapasan sehingga akan
dalam. menurunkan nyeri
f. Ajarkan teknik sekunder dari iskemia
distraksi pada saat jaringan otak.
nyeri. f. Distraksi (pengalihan
g. Lakukan perhatian) dapat berupa
manajemen sentuhan dukungan
sentuhan. psikologis dapat
membantu mneurunkan
4. Kolaborasi dalam nyeri.
pemberian terapi: g. Manajemen sentuhan pada
a. Antiangina saat nyeri berupa sentuhan
(nitrogliserin). dukungan psikologis dapat
b. Analgesik, membantu menurunkan
morfin 2-5 mg nyeri.
intravena. 4. Membantu proses
c. Penyekat beta. pengontrolan nyeri.
Contoh: atenolol,
tonormin, a. Nitrat berguna untuk
pridolol. kontrol nyeri dengan efek
vasodilatasi koroner.
b. Menurunkan nyeri hebat,
memberikan sedasi, dan
d. Penyekat saluran mengurangi kerja.
kalsium. Contoh: c. Penghambat (adrenergik)
diltiazem beta menghambat reseptor
(prokardia). beta 1 untuk pengontrol
nyeri melalui efek
hambatan rangsang
simpatis, dengan demikian
denyut jantung akan
berkurang.
d. Kalsium mengaktivasi
kontraksi miokardium
serta menambah beban
kerja.
Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
Intoleransi Selama dilakukan 1. Periksa tanda 1. Hipotensi ortostatik dapat
Aktivitas tindakan vital sebelum dan terjadi dengan aktivitas
25

keperawatan segera setelah karena efek oabt


selama 3x24 jam aktivitas (vasodilator), perpindahan
diharapkan khususnya bila cairan (diuretik atau
kebutuhan klien pengaruh fungsi jantung).
beraktivitas dan menggunakan
kebutuhan vasodilator,
perawatan diri diuretik, penyakit2. Penurunan/
sendiri terpenuhi dada. ketidakmampuan
dengan kriteria : 2. Catat respon miocardium untuk
1. Tidak terjadi cardiopulmonal meningkatkan volume
kelemahan dan terhadap aktivitas, sekuncup selama aktivitas
kelelahan catat takikardi, dapat meningkatkan segera
2. Tanda-tanda vital disritmia, dispnea, frekuensi jantung dan
dalam batas normal berkeringat, kebutuhan oksigen, juga
1. TD: 110-140/80-90 pucat. meningkatkan kelemahan
mmHg dan kelelahan.
2. Nadi: 70-90 3. Kaji presipilator/3. Kelemahan adalah efek
kali/menit penyebab samping dari beberapa
RR: 20 kali/menit kelemahan. obat.
4. Evaluasi 4. Dapat menunjukkan
peningkatan peningkatan dekompensasi
intoleran jantung daripada kelebihan
aktivitas. aktivitas.
5. Pemenuhan kebutuhan
5. Berikan bantuan perawatan diri tanpa
dalam aktivitas mempengaruhi atress
perawatan diri miocard. Kebutuhan
sesuai indikasi, oksigen berlebihan.
selingi periode
aktivitas dengan
periode istirahat. 6. Peningkatan terhadap
6. Kolaborasi: aktivitas menghindari
Implementasikan kerja jantung/ konsumsi
program oksigen berlebihan.
rehabilitasi
jantung.
Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
Cemas Selama dilakukan 1. Bantu klien 1. Cemas berkelanjutan
tindakan mengekspresikan memberikan dampak
keperawatan perasaan marah, serangan jantung
selama 1x24 jam kehilangan dan selanjutnya.
kecemasan klien takut.
berkurang atau 2. Kaji tanda verbal
hilang dengan dan nonverbal 2. Reaksi verbal/ nonverbal
kriteria hasil : kecemasan, dapat menunjukkan rasa
26

1. Klien menyatakan dampingi klien agitasi, marah dab gelisah.


kecemasan dan lakukan
berkurang tindakan bila
2. Kooperatif menunjukkan
terhadap tindakan perilaku merusak.3.Konfrontasi dapat
3. Wajah rileks 3. Hindari meningkatkan rasa marah,
4. Klien mengenal konfrontasi. menurunkan kerjasama
perasaannya dan mungkin
dengan memperlambat
mengidentifikasi 4. Mulai melakukan pemyembuhan.
penyebab atau tindakan untuk 4. Mengurangi ransangan
faktor yang mengurangi eksternal yang tidak perlu.
mempengaruhinya. kecemasan. Beri
lingkungan yang
tenang dan 5. Kontrol sensasi klien
suasana pebuh dengan cara memberikan
istirahat. informasi mengenai
5. Tingkatkan keadaan klien.
kontrol sensasi
klien.

Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil Tindakan
6. Orientasikan 6. Orientasi dapat
klien terhadap menurunkan kecemasan.
prosedur rutin dan
aktivitas yang
diharapkan.
7. Beri kesempatan7. Dapat menghilangkan
kepada klien ketegangan terhadap
untuk kekhawatiran yang tidak
mengungkapkan diekspresikan.
ansietasnya.
8. Berikan privasi 8. Memberi waktu untuk
untuk klien dan mengekspresikan
orang terdekat. perasaan, menghilangkan
cemas dan perilaku
9. Kolaborasi: adaptasi.
Berikan 9. Meningkatkan relaksasi
anticemas sesuai dan menurunkan
Kurang Setelah dilakukan indikasi, kecemasan.
Pengetahuan tindakan contohnya
keperawatan diazepam.
selama 1x24 jam
diharapkan klien
mengerti mengenai1. Diskusikan 1. Pengetahuan proses
27

kondisi, program fungsi jantung penyakit dan harapan


pengobatan normal, meliputi dapat memudahkan
sehingga episode informasi ketaatan pada program
kekambuhan sehubungan pengobatan.
kearah yang lebih dengan perbedaan
berat klien dari fungsi
normal, jelaskan
perbedaan antara
serangan jantung
dengan GJK.

Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil Tindakan
dapat dicegah 2. Kuatkan rasional2. Klien percaya bahwa
dengan kriteria : pengobatan. perubahan program
1. Klien dapat pengobatan pasca pulang
menerima 3. Diskusikan dibolehkan bila merasa
keadaannya pentingnya baik dan bebas gejala atau
2. Klien dapat menjadi seaktif merasa lebih sehat yang
mengidentifikasi mungkin tanpa dapat meningkatkan resiko
stress pribadi, menjadi kelelahan eksaserbasi gejala.
faktor resiko dan dan istirahat Pemahaman program, obat
beberapa tekhnik diantara aktivitas. dan pembatasan dapat
untuk mengatasi 4. Diskusikan meningkatkan kerjasama
3. Klien mau pentingnya untuk mengontrol gejala.
melakukan pembatasan 3. Aktivitas berlebih dapat
perubahan pola natrium. berlanjut menjadi
hidup/ perilaku 5. Diskusikan obat, kelemahan jantung,
yang perlu tujuan dan efek eksaserbasi kegagalan.
samping, berikan
instruksi secara
verbal dan 4. Pemasukan diet natrium
tertulis. diatas 3 gram/ hari akan
menghasilkan efek
diuretik.
5. Pemahaman kebutuhan
terapiutik dan pentingnya
upaya pelaporan efek
samping yang dapat
mencegah komplikasi
obat, cemas dapat
menghambat pemasukan
keseluruhan dan klien/
orang dekat dirujuk
kemateri tulisan pada
kertas untuk menyegarkan
28

ingatan.

Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil Tindakan
6. Anjurkan dan 6. Meningkatkan
lakukan pemantauan sendiri pada
demonstrasi ulang kondisi/ efek obat. Deteksi
kemampuan dini perubahan
mengambil dan memungkinkan intervensi
mencatat nadi tepat waktu dan mencegah
harian dan kapan komplikasi seperti
memberi tahu toksisitas digitalis.
perawat.
7. Jelaskan dan 7. Menambahkan pada
diskusikan peran kerangka pengetahuan dan
klien dalam memungkinkan klien
mengontrol faktor untuk membuat keputusan
resiko dan faktor berdasarkan informasi
pencetus. sehubungan dengan
kontrol kondisi dan
mencegah berulang/
komplikasi, merokok
potensial untuk
vasokontriksi, pemasukan
8. Bahas ulang natrium meningkatkan
tanda/ gejala yang pembentukan retensi/
memerlukan edema air.
perhatian medik 8. Pemantauan sendiri
cepat, edema, meningkatkan
nafas pendek, tanggungjawab klien
peningkatan dalam pemeliharaan
kelelahan, batuk, kesehatan dan alat
hemaptisis, mencegah komplikasi.
demam.
9. Beri kesempatan
klien/ orang 9. Kondisi kronis dan
terdekat untuk berulang/ menguatnya
menanyakan, kondisi GJK sering
mendiskusikan melemahkan kemampuan
masalah. koping.
29

3. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap pelaksanaan dari intervensi yang sudah di

tentukan sebelumnya. Setelah melakukan intervensi keperawatan, tahap

selanjutnya adalah mencatat intervensi yang telah dilakukan dan evaluasi respon

klien (Deswani, 2009).

Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan secara umum pada klien dengan gagal

jantung kongestif :

1. Pemberian oksigen.

2. Pembatasan aktivitas dan istirahat yang adekuat.

3. Penurunan volume cairan tubuh.

4. Pembatasan garam dan natrium.

5. Pemberian digitalis, vasodilator dan diuretik.

6. Pencegahan komplikasi.

7. Pemberian informasi.

4. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan.

Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan melibatkan

pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Lismidar, dkk., 2005).

Hasil yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal jantung.

1. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari.

2. Menunjukkan peningkatan curah jantung,

a. Tanda-tanda vital kembali normal.

b. Terhindar dari resiko penurunan perfusi jaringan.


30

c. Tidak terjadi kelebihan volume cairan.

d. Tidak sesak.

e. Edema ekstremitas tidak terjadi.

3. Menunjukkan penurunan kecemasan.

4. Memahami penyakit dan tujuan perawatannya,

a. Mematuhi semua aturan medis.

b. Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukkan tanda-tanda dari

komplikasi.

c. Menjelaskan proses terjadinya gagal jantung.

d. Menjelaskan alasan terjadinya pencegahan komplikasi.

e. Mematuhi program perawatan diri.

f. Menunjukkan pemahaman mengenai terapi farmakologi.

g. Kebiasaan sehari-hari mencerminkan penyesuaian gaya hidup.


31

PENUTUP

Penyakit jantung merupakan salah satu pembunuh nomer satu di Dunia, sehingga

perawat dituntut untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam

memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan CHF agar dapat

mengurangi angka kematian pasien dengan gagal jantung congesive (CHF).

Dengan kemampuan perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan sesuai

kondisi pada pasien dengan gagal jantung kongesive, melakukan pengkajian

secara lengkap untuk mengetahui keluhan yang muncul, dan menyusun rencana

keperawatan yang sesuai dengan kondisi dan prioritas masalah pasien diharapkan

harapan hidup bagi pasien dengan gagal jantung congesive dapat meningkat.

Semoga penyusunan karya tulis ini bermanfaat bagi tenaga kesehatan khususnya

perawat di Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD) Pringsewu.


32

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan

hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Congesive Heart Failure (CHF) di

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pringsewu. Harapan penulis semoga Karya

Tulis ini dapat memberikan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat

yang bekerja di RSUD Pringsewu dalam mempertahankan kelangsungan hidup

dan mencegah komplikasi lanjut pada kasus CHF dengan penanganan atau

pemberian Asuhan Keperawatan yang baik dan benar, sehingga proses Asuhan

Keperawatan dapat optimal dan komprehenshif pada pasien dengan gagal jantung

congesive yang dirawat di RSUD Pringsewu. Kritik dan saran sangat penulis

harapkan guna perbaikan Karya Tulis ini. Semoga Karya Tulis ini bermanfaat

bagi kita.

Pringsewu, 2019

Penulis
33

DAFTAR PUSTAKA

H.M. S. Noer. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta:
Balai penerbit FKUI

James K, Stoller, F. Amincota, B. F. mondrell.2005. The Clevel and Clinic


Intensive Review of Internal Medicine Fourth edition. Philadelphia PA. USA

Lippincot williams and wilkins. Kimberly A. J. Bilotta. 2012. Kapita Selekta


Penyakit dengan Implikasi Keperawatan Edisi 2, Jakarta: EGC

L. M. Tierney, S. J. Mc Phee, M. A. Papadakis.2002. Diagnosis dan Terapi


Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam : Salemba Medika

Marschall, S. Ringge, M.A. Greganti. Netter’s Internal Medicine. USA : Library


of Congress Catalog No 2001132777

M. E. Doengoes. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Stephen J. Mc. Phee, William F. Gannong. 2002 . Patofisiologi Penyakit. Jakarta :


EGC

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta: EGC Tim indeks. 2011. Nursing The Series for Clinical
Excellence. Jakarta Barat: Indeks

Udjianti Wajan J. 2011. Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskular. Salemba


Medika Wilkinson, Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nanda Nic
Noc, Jakarta: EGC
34

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Congesive Heart


Failure (Chf) Di RSUD Pringsewu Tahun 2019
Penulis : Ns. Cahyo Triwahyuni, S,Kep
NIP : 197604192006042010

Mengetahui

Kepala Seksi Pelayanan Kepala Ruang RPD Pria


Keperawatan

Ns. Devi Ashari, S.Kep, M.Kes Ns. Bambang Husodo, S.Kep


NIP.19721221199703 1 005 NIP. 197312231994031003

Anda mungkin juga menyukai