Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi

aseptik pada selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan

jernih yang membungkus organ perutdan dinding perut bagian dalam. Lokasi

peritonitis bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik. Penyebab peritonitis

disebabkan oleh infeksi atau aseptik (Muttaqin & Sari, 2011).

Peritonitis masih merupakan masalah yang besar karena angka kematian

mortalitas dan morbiditasnya tinggi. Manajeman terapi yang tidak adekuat bisa

berakibat fatal. Peritonitis merupakan komplikasi paling berbahaya yang sering terjadi

akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen (Price & Wilson, 2006).

Peritonitis juga menjadi salah satu penyebab tersering dari akut abdomen. Akut

abdomen adalah suatu kegawatan abdomen yang dapat terjadi karena masalah bedah

dan non bedah. Peritonitis secara umum adalah penyebab kegawatan abdomen yang

disebabkan oleh bedah. Peritonitis tersebut disebabkan akibat suatu proses dari luar

maupun dalam abdomen. Proses dari luar misalnya karena suatu trauma, sedangkan

proses dari dalam misal karena apendisitis perforasi (Harnawati, 2008).

Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, peritonitis

sekunder, dan peritonitis tersier. Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi

melalui darah dan kelenjar getah bening di peritoneum dan sering dikaitkan dengan

penyakit sirosis hepatis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh infeksi pada peritoneum

yang berasal dari traktus gastrointestinal yang merupakan jenis peritonitis yang paling

sering terjadi. Peritonitis tersier merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan
langsung yang sering terjadi pada pasien immunocompromised dan orang-orang

dengan kondisi komorbid (Jamil, 2009).

Perforasi pada saluran cerna dapat berkembang menjadi suatu peritonitis kimia

yang disebabkan karena kebocoran asam lambung kedalam rongga perut yang selain

itu perforasi yang terjadi pada organ dapat mengenai berbagai organ saluran cerna.

Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus

kegawatan bedah.

World Health Organization (WHO) menyatakan kasus peritonitis di dunia

adalah 5,9 juta kasus dan 615 kasus peritonitis berat (dengan atau tanpa perforasi),

termasuk 134 kematian (tingkat fatalitas kasus, 21,8%), yang merupakan komplikasi

dari demam tifoid. Negara yang tertinggi yang menderita penyakit tersebut adalah

Amerika serikat dengan penderita sebanyak 1.661 penderita. Dalam kasus peritonitis

yang sering terjadi sebagian besar disebabkan karena bakteri atau yang bisa disebut

peritonitis bakteri spontan.

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Hamburg-Altona Jerman, ditemukan

73% penyebab tersering peritonitis adalah perforasi dan 27% terjadi pasca operasi.

Terdapat 897 pasien peritonitis dari 11.000 pasien yang ada. Angka kejadian

peritonitis di Inggris selama tahun 2002-2003 sebesar 0,0036% (4562 orang). Hasil

survey pada tahun 2010 di Indonesia angka kejadian peritonitis masih tinggi yaitu

sekitar 7% dari jumlah penduduk atau sekitar 179.000 orang (Depkes, 2010).

Berdasarakan paparan diatas dalam makalah ini akan membahasa asuhan

keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan gangguan sistem pencernaan akibat

peritonitis.
B. Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan dan mendemostrasikan asuhan keperawatan pada

klien dengan peritonitis.

b. Tujuan Khusus

1. Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan peritonitis.

2. Dapat menyusun masalah keperawatan pada klien dengan peritonitis

3. Dapat melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan peritonitis

4. Dapat melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan peritonitis


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum (lapisan membran serosa

rongga abdomen (Muttaqin, 2011).

Peritonitis adalah peradangan peradangan peritoneum yang merupakan

komplikasi berbahaya akibat penyebaran infeksi dari orgna-organ abdomen

(appediksitis dan pankreasitis), ruptur saluran cerna dan luka tembus abdomen

(Padila, 2012).

Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi

rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu bentuk penyakit

akut, dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal maupun

umum, melalui proses infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks

atau divertikulum kolon, maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam

lambung pada perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung

empedu

B. Etiologi

Menurut Hughes (2012), penyebab peritonitis yaitu:

1. Infeksi bakteri

a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

b. Apendicitis yang meradang dan perforasi

c. Tukak lambung

d. Salpingitis

e. Radang usu
Kuman yang paling sering adalah bakteri coli, streptococus, stapilococus

auren, dan paling berbahaya adalah clostrdiumwechii

2. Secara langsung dari luar

a. Operasi yang tidak steril

b. Terkontaminasi talcumpe venetum, likokodium, terjadi peritonitis yang

disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap

benda asing

c. Trauma kecelakan seperti ruptur limpa, ruptur hati

d. Melalui tubapalopius seperti cacing enterobius permikularis

3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang

saluran pernapasan atas, otitis media, mastoiditis.

C. Klasifikasi

Menurut Haryono (2012), klasifikasi peritonitis yaitu:

a. Peritonitis primer

Peritonitis yang terjadi tanpa adanya sumber infeksi dirongga peritoneum,

kuman masuk kedalam rongga peritoneum melalui aliran darah atau pada

pasien wanita melalui ginetalia

b. Peritonitis sekunder

Terjadi bila kuman kedalam rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup

banyak.

c. Peritonitis karena pemasangan benda asing kerongga peritoneum, misalnya

pemasangan kateter.
D. Pathway
Peningkatan
Tertelan
aliran darah
benda asing
Luas bakteri

Keluarnya eksudat
Perforasi alat Akumulasi cairan
fibrinosa tubuh yang diperitoneum
meradang

Abses
Peradangan
dirongga perut
Terjadi perlekatan antara
usus dan peritoneum
PERITONITIS

Terjadi perlekatan antara


lengkungan-lengkungan
usus yang merengang Aktivitas motorik
usus menurun
Rencana
pembedahan cemas
Pergerakan usus
Ileus paralitik
Ansietas
Obstruksi usus
Usus merangsang
- Mual
- Muntah
Cairan elektrolit hilang

Gangguan nutrisi Dari lumen usus


kurang dari
- Dehidrasi
kebutuhan tubuh
- Syok
- oliguria

Konstipasi

Gangguan Kekurangan volume cairan


eliminasi
E. Manifestasi klinis

Gejala tergantung pada lokasi dan luas inflamasi. Manisfestasi klinis awal dari

peritonitis adalah gejala dari gangguan yang menyebabkan kondisi ini:

1. Nyeri menyebar dan sangat terasa. Nyeri cenderung menjadi konstan,

terlokalisasi, lebih terasa di dekat sisi inflamasi dan biasanya diperbesar oleh

gerakan. Area yang sakit dari abdomen menjadi sangat nyeri apabila ditekan,

dan otot menjadi kaku. Nyeri tekan lepas dan ileus peralitik dapat terjadi.

2. Mual dan muntah

3. Penurunan peristaltik.

4. Suhu dan frekuensi nadi meningkat,

5. Terdapat peningkatan jumlah leukosit.

6. Takipnea (Padila, 2012)

F. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi

umum, wajah, denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien,

sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi,

perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak

baik. Demam dengan temperatur > 38 ºC biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis

hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena

dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang

disebabkan karena mual damuntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari

rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif,

pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin
berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan

syok sepsis.

Inspeksi : Pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi

menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan

gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada

peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau

distended.

Palpasi : Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang

sangat sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling

sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak

dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak

nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity)

menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale

(nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan

pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan

tekanan.

Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan

setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks

untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan

setempat.

Perkusi : Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya

udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui

pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness.

Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi

abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi. Pada pasien dengan
keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur dan

pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri yang difus

pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang memberikan informasi pada

peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan di daeah

panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri pada semua arah

menunjukkan general peritonitis. Colok dubur dapat pula membedakan antara

obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis dijumpai ampula

rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya kolaps.

Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan kelainan pada

alat kelamin dalam perempuan. Auskultasi : Dilakukan untuk menilai apakah

terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising

usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena

peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak

bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat

terdengar normal.

b. Pemeriksaan diagnostik

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Leukosit akan meningkat, Hb dan hematokrit mungkin rendah bila

terjadi kehilangan darah, elektrolit serum dapat menunjukkan

perubahan kadar kalium, natrium, dan klorida.

2) Complete Blood Count (CBC) umumnya pasien dengan infeksi intra

abdomen menunjukkan adanya leukosit (> 11.000 Sel / UL).

3) Amilase dan limpase jika adanya dugaan pankreasitis

4) Urinalisis untu mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih

5) Kultur darah untuk menunjukkan jenis kuman


b. Pemeriksaan radiologi

1) USG

Usg abdomen dapat membantu dalam evaluasi pada kuadran kanan atas

(abses perihipatik, kolesistitis), kuadran kanan bawah kelainan daerah

pelvis.

2) X ray

Foto polos abdomen 3 posisi 9 (anterior, posterior, lateral), didapatkan:

a. Illeus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis

b. Usus halus dan usus besar dilatasi

c. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi

G. Pencegahan

Menurut Budi (2010), cara pencegahan peritonitis utamanya adalah

menghindari semua penyebabnya, baik penyebab utama maupun penyebab

sekundernya, yaitu mengurangi minum alkohol dan obat yang dapat menyebabkan

sirosis.

a. Alkoholisme

Konsumsi alkohol yang berlebihan adalah salah satu faktor yang dapat

menyebabkan sirosis. Karena alkohol memiliki efek yang toksik terhadap organ

liver dan dapat merusak sel-sel pada liver.

b. Racun/obat-obatan

Pemakaian jangka lama obat-obatan atau eksposur pada racun dapat

menyebabkan kerusakan pada hati dan akhirnya terjadi serosis.


H. Penatalaksanaan

Menurut Muttaqin (2011) penatalaksanaan peritonitis yaitu:

a. Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit adalah fokus utama dari

penatalaksanaan medis. Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemia

terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus

kedalam rongga peritoneal dan menurunkan cairan dalam ruang vaskuler.

b. Analgestik diberikan untuk mengatasi nyeri.

c. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.

d. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi

abdomen dan dalam meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen

dapat menyebabkan distres pernapasan.

e. Terapi oksigen dengan kanula rasal atau masker akan meningkatkan

oksigenisasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan

bantuan ventilasi diperlukan.

f. Terapi antibiotik masif biasanya dimulai di awal pengobatan peritonitis. Dosis

besar dari antibiotik spektrum luas diberikan secara intravena sampai organisme

penyebab infeksi diidentifikasi dan terapi antibiotik khusus yang tepat dapat

dimulai.

g. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki

penyebab. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (apendiks), reseksi

dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki (perforasi), dan drainase

(abses). Pada sepsis yang luas, perlu dibuat diversi fekal.

I. Komplikasi
Menurut Budi (2010), komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bacterial akut

sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan

lanjut, yaitu:

a. Komplikasi dini
1) Septikemia dan syok septic
2) Syok hipovolemik
3) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multisystem
4) Abses residual intraperitoneal
5) Portal pyemia (missal abses hepar)
b. Komplikasi lanjut
1) Adhesi
2) Obstruksi intestinal rekuren

J. Asuhan keperawatan

A. Pengkajian

a. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Keluhan utama adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan pasien

berobat atau keluhan saat awal dilakukan pengkajian pertama kali masuk

rumah sakit.

2) Riwayat kesehatan Sekarang

Riwayat kesehatan sekarang adalah menggambarkan riwayat kesehatan

saat ini.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat kesehatan dahulu adalah riwayat penyakit yang merupakan

predisposisi terjadinya penyakit saat ini.

4) Pada penulisan ini menggunakan pendekaatan pola fungsi kesehatan


menurut Gordon:

a. Pola Persepsi Kesehatan atau Menejemen Kesehatan

Menggambarkan persepsi klien terhadap keluhan apa yang dialami

klien, dan tindakan apa yang dilakukan sebelum masuk rumah sakit.

b. Pola Nutrisi-Metabolik

Menggambarkan asupan nutrisi, cairan dan elektrolit, kondisi kulit dan

rambut, nafsu makan, diet khusus/suplemen yang dikonsumsi, instruksi

diet sebelumnya, jumlah makan atau minum serta cairan yang masuk,

ada tidaknya mual, muntah, kekeringan, kebutuhan jumlah zat gizinya,

dan lain-lain.

5) Pola Eliminasi

Pada pola eliminasi menggambarkan eliminasi pengeluaran sistem

pencernaan, perkemihan, integumen, dan pernafasan.

6) Pola Kognitif Perseptual

Menggambarkan kemampuan proses berpikir klien, memori, tingkat

kesadaran, dan kemampuan mendengar, melihat, merasakan, meraba,

dan mencium, serta sensori nyeri.

7) Pola Aktivitas/Latihan

Menggambarkan tingkat kemampuan aktivitas dan latihan, selain itu,

fungsi respirasi dan fungsi sirkulasi.

8) Pola Istirahat dan Tidur

Pola istirahat tidur menggambarkan kemampuan pasien

mempertahankan waktu istirahat tidur serta kesulitan yang dialami saat

istirahat tidur

9) Pola Nilai dan Kepercayaan


Pola nilai dan kepercayaan menggambarkan pantangan dalam agama

selama sakit serta kebutuhan adanya kerohanian dan lain-lain.

10) Pola Peran dan Hubungan Interpersonal

Pola peran dan hubungan menggambarkan status pekerjaan,

kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga, dan

gangguan terhadap peran yang dilakukan. Adanya kondisi kesehatan

mempengaruhi terhadap hubungan interpersonaldan mengalami

hambatan dalam menjalankan perannya selama sakit.

11) Pola Persepsi atau Konsep Diri

Pola persepsi menggambarkan tentang dirinya dari masalah-masalah

yang ada seperti perasaan kecemasan, kekuatan atau penilaian terhadap

diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri, dan identitas

tentang dirinya.

12) Pola Koping/Toleransi Stres

Pola koping/toleransi stres menggambarkan kemampuan untuk

menangani stres dan penggunaan sistem pendukung.

13) Pola Reproduksi dan Seksual

Pola reproduksi dan seksual menggambarkan periode menstruasi

terakhir, masalah menstruasi, masalah pap smear, pemerikasaan

payudara/testis sendiri tiap bulan, dan masalah seksual yang

berhubungan dengan penyakit. Pada pola ini, pada wanita berhubungan

dengan kehamilan, jumlah anak, menstruasi, pernah terjangkit penyakit

menular sehingga menghindari aktivitas seksual. Pada pasien yang telah

atau sudah menikah akan terjadi perubahan.


b. Diagnosa keperawatan

Pre Operasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual muntah, anoreksia

Post Operasi

a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi

b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

c. Intevensi keperawatan

Pre Operasi

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri akut - Pain level Pain manajemen
berhubungan dengan - Pain kontrol 1. Lakukan pengkajian nyeri
proses penyakit - Comfort level secara komperensif
Kriteria Hasil: termasuk lokasi,
1. Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
nyeri, mampu faktor presipitasi.
menggunakan teknik 2. Observasi reaksi
nonfarmakologi untuk nonverbal dari ketidak
mengurangi nyeri, nyamanan
mencari bantuan) 3. Gunakan teknik
2. Melaporkan bahwa nyeri komunikasi terapetik
berkurang dengan untuk mengetahui
menggunakan pengalaman nyeri pasien.
manajemen nyeri 4. Kaji kultur yang
3. Mampu mengenali nyeri mempengaruhu respon
(skala intensitas, nyeri.
frekuensi dan tanda 5. Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri). masa lampau.
4. Menyatakan rasa 6. Evaluasi bersama pasien
nyaman setelah nyeri dan tim kesehatan lain
berkurang. tentang ketidak efektifan
kontrol nyeri masa
lampau.
7. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan.
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan.
9. Kurang faktor presipitasi
nyeri.
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
frekuensi.
3. Cek riwayat alergi.
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu.
5. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri.
6. Tentukan analgesik
pilihan , rute pemberian,
dan dosis optimal.
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur.
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali.
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat.
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala
2 Ketidakseimbangan NOC Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari - Nutritional status 1. Tentukan status gizi pasien
kebutuhan tubuh - Nutritional status: food dan kemampuan untuk
berhubungan dengan and fluid intake memenuhi kebutuhan
mual muntah, anoreksi - Nutritional status: nutrient nutrisi
intake 2. Bantu pasien dalam
KH: menentukan pedoman
Manajemen Nutris yang cocok dalam
- Intake nutrisi tercukupi memenuhi nutrisi dan
- Asupan makanan dan preferensi
cairan tercukupi Monitor 3. Tentukan jumlah kalori
Nutris yang dibutuhkan.
- Asupan nutrisi terpenuhi 4. Anjurkan pasien
Nausea dan vomiting mengkonsumsi makanan
severity tinggi zat besi atau Fe
- Penurunan intensitas seperti sayuran hijau
terjadinya mual muntah 5. Pastikan makanan
- Penurunan frekuensi disajikan dengan cara yang
terjadinya mual dan menarik pada suhu yang
muntah cocok untuk dikonsumsi
Weight Body Mass 6. .Ciptakan lingkungan yang
- Pasien mengalami optimal pada saat
peningkatan berat badan mengkonsumsi makanan.
Nausea Management
1. Kaji frekuensi mual,
durasi, tingkat keparahan,
faktor frekuensi,
presipitasi yang
menyebabkan mual.
2. Anjurkan pasien makan
sedikit tapi sering
3. Anjurkan pasien makan
selagi hangat
4. Mengendalikan faktor
lingkungan yang
memungkinkan
membangkitkan mual
seperti bau yang tidak
menyenangkan

Post Operasi

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri akut - Pain level Pain manajemen
berhubungan dengan - Pain kontrol 1. Lakukan pengkajian nyeri
luka insisi - Confort level secara komperensif
Kriteria Hasil: termasuk lokasi,
1. Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
nyeri, mampu faktor presipitasi.
menggunakan teknik 2. Observasi reaksi
nonfarmakologi untuk nonverbal dari ketidak
mengurangi nyeri, nyamanan
mencari bantuan) 3. Gunakan teknik
2. Melaporkan bahwa nyeri komunikasi terapetik
berkurang dengan untuk mengetahui
menggunakan pengalaman nyeri pasien.
manajemen nyeri 4. Kaji kultur yang
3. Mampu mengenali nyeri mempengaruhu respon
(skala intensitas, nyeri.
frekuensi dan tanda 5. Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri). masa lampau.
4. Menyatakan rasa 6. Evaluasi bersama pasien
nyaman setelah nyeri dan tim kesehatan lain
berkurang. tentang ketidak efektifan
kontrol nyeri masa
lampau.
7. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan.
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan.
9. Kurang faktor presipitasi
nyeri.
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
frekuensi.
3. Cek riwayat alergi.
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu.
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri.
6. Tentukan analgesik
pilihan , rute pemberian,
dan dosis optimal.
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur.
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali.
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat.
2 Resiko infeksi NOC Infectional control
berhubungan dengan - Immune status 1. Bersihkan lingkungan
prosedur invasif - Knowledge: infection 2. Pertahankan teknik isolasi
control 3. Batasi pengunjung bila
- Risk control perlu
KH: 4. Cuci tangan sebelum dan
- Bebas dari tanda-tanda sesudah melakukan
dan gejala infeksi tindakan keperawatan
- Menunjukkan 5. Monitor kerentanan
kemampuan untuk terhadap infeksi
mencegah timbulnya 6. Dorong masukan nutrisi
infeksi yang cukup
- Jumlah leukosit dalam 7. Dorong masukan cairan
batas normal 8. Dorong istirahat
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Gambaran Kasus

Tn. SM (79 Tahun) merupakan pasien rujukan dari RSUD Rengat. Pasien
datang ke RSUD Arifin Achmad Kota Pekanbaru tanggal 17 maret 2019 dengan
keluhan nyeri yang terasa sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan oleh pasien di
bagian perutnya, nyeri yang dirasakan hilang timbul dan terasa semakin meningkat
sejak 2 hari yang lalu pasien mengatakan skala nyeri 5. Selain nyeri pasien
mengeluhkan perut yang terasa bengkak dan BAK yang keluar sedikit serta tidak
ada BAB sejak 3 hari terakhir. Pasien diindikasikan akan menjalani operasi
laparatomi dengan indikasi perforasi gaster. Namun saat dilakukan operasi dokter
dan tim kesehatan lainnya menemukan bahwa yang bermasalah pada pasien
sebenarnya bukan gasternya tetapi kolon sigmoid yang mengalami perforasi dan
gangren sehingga dengan persetujuan keluarga maka pasien akan dilakukan
tindakan untuk menutup bagian kolon sigmoid kebawah dan membuat stoma pada
perut bagian kiri sebagai tempat keluarnya kotoran. Pasien memiliki riwayat
operasi pada prostat dengan TURP ± 2 tahun yang lalu, selain itu menurut
pernyataan keluarga, pasien jarang mengkonsumsi sayur dan kurang minum air
putih sehingga pasien memiliki riwayat susah BAB. Dari pemeriksaan fisik
diperoleh hasil bahwa pasien tampak lemah, badan kurus, abdomen teraba keras,
terpasang NGT dan terpasang infus Aminofluid 20 tpm. Jalan nafas paten,
pernafasan spontan, CRT < 2 detik, akral hangat TD: 111/60 mmHg, Nadi: 96
x/menit, S: 36,60 C, RR: 20 x/menit.

B. Pengkajian

DATA UMUM

Identitas Pasien : Identitas Istri:


1. Inisial Pasien : Tn. SM 1. Inisial : Ny. S
2. Usia : 78 tahun 2. Usia : 74 tahun
3. Pekerjaan : petani 3. Pekerjaan : IRT
4. Agama : Islam 4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMP 5. Pendidikan : SMP
6. Suku : Jawa 6. Suku : Jawa
7. Status Perkawinan : Kawin 7. Status Perkawinan : Kawin
8. Alamat : Rengat 8. Alamat : Rengat

KELUHAN UTAMA

Saat dilakukan wawancara sebelum pasien memasuki ruang operasi pada


tanggal 18 Maret 2019 pasien mengeluhkan nyeri pada bagian abdomen, nyeri yang
dirasakan pasien muncul sejak pasien masih dirawat di RSUD Rengat dan nyeri
terasa semakin memberat sejak 2 hari yang lalu. saat dilakukan pengkajian
ditemukan skala nyeri pada pasien yaitu 5. Selain merasakan nyeri pasien juga
mengatakan cemas karena akan dilakukan operasi, pasien mengatakan takut bahwa
penyakitnya tidak sembuh dan menanyakan kemungkinan apa yang akan terjadi
setelah di lakukan operasi, dan keluarga juga bertanya terkait prognosis serta
jumlah penderita yang mengalami penyakit yang sama dengan anggota keluarganya
tersebut.

PENGKAJIAN PRIMER PRE OPERASI

Pengkajian primer pre operasi

Airway : jalan nafas paten, bersih, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : pernafasan spontan, tidak ada pernafasan cuping hidung, terdapat
selang NGT pada hidung pasien, pasien tidak menggunakan alat
bantu
nafas seperti oksigen nasal sebelum operasi, RR 21 x/i
Circulation : CRT < 2 detik, akral hangat, konjungtiva anemis (-), kulit bagian
perifer terlihat merah, TD: 111/60 mmHg, Nadi: 96 x/menit, S:
36,60C, RR: 20 x/menit
Disability : kesadaran CM, GCS: E 4 V 5 M 6 = 15, pupil isokor, refleks
terhadap cahaya (+/+), tidak ada kelemahan ektremitas
Exprossure : pasien terpasang infus Aminofluid 20 tpm pada bagian ekstremitas
bagian atas pada bagian dextra. Tidak terdapat jejas, Kekuatan otot
pasien yaitu (5/5)
Folley Kateter : pasien terpasang kateter urine dengan haluaran urine 250 cc
Gastric tube : pasien terpasang NGT
Heart monitor : pasien tidak terpasang heart monitor, TD: 111/60 mmHg,
Nadi: 96 x/menit, S: 36,60 C, RR: 20 x/menit

RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat kesehatan sebelumnya

Pasien selama hidupnya sangat sedikit mengkonsumsi air putih, tidak suka

makan sayur dan kurang makan-makanan yang berserat. Pasien riwayat sulit buang

air besar (BAB) sejak seminggu yang lalu, jika BAB yang keluar hanya sedikit,

tekstur keras dan berwarna hitam. Keluarga mengatakan pasien sering meminum

obat asam urat dari warung tanpa resep dokter.

b. Riwayat kesehatan keluarga

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Pasien

Berdasarkan informasi dari dan keluarga pasien didapatkan bahwa didalam

keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti yang diderita oleh

pasien. Hanya saja istri dari pasien mengalami penyakit asam urat dan selain itu

keluarga tidak memiliki riwayat penyakit kronik lainnya seperti penyakit kanker,

hipertensi, diabetes melitus, skizofrenia, dan juga fraktur.


Pasien telah menikah dengan istrinya ± 35 tahun, keluarga pasien mengatakan

kedua orang tua mereka hidup harmonis sebagai seorang petani. Saat ini pasien tinggal

bersama istri dan anak kedua dan cucu-cucunya, sedangkan anak pasien yang lain

tinggal di kota yang berbeda dengan pasien.

c. Pemeriksaan Fisik

- Tanda-tanda Vital: TD: 111/60 mmHg, Nadi: 96 x/menit, S: 36,60 C, RR: 20

x/menit.

- Tinggi badan: 155cm Berat badan: 40Kg.

BB 40
- IMT = = = 16,6 (gizi kurang)
(TB)2 (1,55)2

1. Kepala
Rambut : Rambut pendek, kulit kepala tampak bersih, tidak terdapat lesi dan

tidak terdapat bengkak pada bagian kepala, distribusi rambut

merata, warna rambut hitam.

Mata : Simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, reflex cahaya

+/+, tidak ada edema pada bagian mata.

Hidung : tidak terdapat perdarahan pada hidung, pasien terpasang NGT

Mulut : Mukosa mulut kering, tidak ada stomatitis

Gigi : Tidak ada caries, gigi palsu bagian bawah belakang 4 buah

Telinga : Simetris, tidak ada infeksi, tidak ada gangguan pendengaran.

2. Leher : Tidak ada hiperpigmentasi, tidak ada pembesara KGB


3. Dada
Inspeksi : dada tampak simetris kiri dan kanan, tidak tampak iktus kordis,

tidak tampak pembengkakan atau tanda-tanda infeksi. Frekuensi

pernapasan 20x/menit
Palpasi : tulang dada terasa jelas, tidak terba masa

Perkusi : sonor dikedua lapang paru, tidak ada bunyi tambahan

Auskultasi : bunyi jantung S1/S2 reguler, tidak ada suara jantung mur-mur atu

gallop, suara paru vesikuler, tidak ada suara napas tambahan

4. Tangan

CRT ≤ 2 detik, akral teraba hangat, tidak ada fraktur, tidak ada edema, tidak ada

lesi

5. Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak bengkak, tidak tampak lesi, tidak terdapat
kelainan
pada kulit abdomen
Palpasi : teraba massa yang keras dibagian kuadran 8 dan 9 pada abdomen,
tidak ada nyeri tekan
Perkusi : terdengar timpani, dullnes pada area hepar
Auskultasi : bising usus halus(+), frekuensi: 6x/menit.
6. Genitalia
Terpasang foley cateter, jumlah urin ±100 cc.
7. Kaki
Tidak ada fraktur, tidak ada oedema, tidak ada lesi, CRT < 3 detik.
8. Punggung
Tidak terdapat pada kelainan punggung

d. Pemeriksaan Laboratorium (17-03-2019)

- Hematologi

- Darah lengkap

 Hemoglobin = 12.6 g/dl (L) N= 14.0-18.0

 Leukosit = 18.39 /µL (H) N= 4.80-10.80

 Trombosit = 205 /µL N= 150--450


 Eritrosit = 4.07 /µL (L) N= 4.70-6.10

 Hematocrit = 40.8 % (L) N= 42-52

 MCV = 100.2 Fl (H) N= 79-99

 MCH = 31 pg N= 27-31

 MCHC =30.9 g/dl (L) N= 33-37

 RDW-CV = 14.3 % N= 11.5-14.5

 RDW-SD = 53.6 fl (H) N= 35-47

 PDW = 10.0 fl N= 9-13

 MPV = 9.9 fl N= 7.2-11.1

 P-LCR = 22.1% N= 15-25

- Hitung jenis

 Basophil = 0.0 % N= 0-1

 Eosinofil = 0.0 % (L) N= 2-4

 Neutrofil = 97.3% (H) N= 50-70

 Limfosit =1.2% (L) N= 25-40

 Monosit = 1.5% (L) N= 2.0-8.0

- Hemostasis

 PT = 16.0detik(H) N= 11.6-14.5

 INR = 1.25 detik (H) N= < 1.2

 APTT = 35.2 detik N=28.6-42.2

- Imunologi

 HbSAg = Nonreaktif Nonreaktif

- Analisa gas darah

 Ph =7.39 N=7.35-7.45
 PCO2 =44 mmHg N=34-45

 PO2 =60 mmHg (L) N= 80-100

 HCO3 = 27 mmol/L (H) N=15-41

 SO2C = 90% (L) N= > 95

- Elektrolit

 Na+ = 134 mmol/L (L) N= 135-145

 K+ = 5.6 mmol/L (H) N= 3.5-5.5

 Calsium = 1.03 mmol/L N= 0.90-1.08

 Lactat = 1.1 mol/L N= 0.2-15.0

e. Medikasi

Nama obat Dosis Jalur Kegunaan

Pre operasi

Infus RL 1 Kolof (20tpm) IV Sebagai sumber elektrolit dan air


untuk hidrasi

Tramadol 1 ampul IV Menangani nyeri sedang hingga


berat

Post operasi

Ceftriaxone 2x1 gr Oral Menghambat pertumbuhan bakteri


atau membunuh bakteri dalam
tubuh

Metronidazole 3x500 mg IV Mengobati berbagai macam


infeksi yang disebabkan
mikroorganisme protozoa dan
bakteri anaerob

Ketorolak 2x1 ampul IV Meredakan nyeri pasca operasi

OMZ 1x40 mg IV Mengatasi nyeri lambung


Analisa Data

Pre Operasi

No DATA ANALISA MASALAH

KEPERAWATAN

1. Data Subjektif Kolon sinistra Nyeri akut


Tn.SM mengatakan (kolon tranversum,
nyeri yang terasa kolon desenden,
sejak 2 hari yang sigmoid)
lalu.
P: Nyeri dirasakan
pada bagian perut Terjadi lesi
Q: Nyeri seperti
tertusuk benda Masa polypoid
tajam berkembang
R: Nyeri menjalar
sampai ke bagian Penyempitan
pinggul
lumen
S: Skala nyeri 5
T: Nyeri dirasakan Obstruksi lumen
hilang timbul
Nyeri akut
Data Objektif
Pasien tampak
meringis kesakitan
TD 100/42 mmHg,
HR 54x/i, RR 20
x/i dan suhu
36,3oC.

2. Data Subjektif Perporasi colon Ansietas


- Tn.SM sigmoid
mengatakan
cemas karena Dilakukan tindakan
akan dilakukan laparatomy
operasi Kurang
- Tn.SM pengetahuan dan
mengatakan perubahan status
takut bahwa kesehatan
penyakitnya
tidak sembuh Ansietas
dan menanyakan
kemungkinan
apa yang akan
terjadi setelah di
lakukan operasi
- Tn.SM juga
bertanya terkait
jumlah penderita
penyakit yang
dialaminya.

Data Objektif
- Tn.SM tampak
cemas dan
gelisah ketika
memasuki ruang
pre op
- Sering bertanya
terkait tindakan
yang akan
dilakukan pada
saat operasi
- Akral teraba
dingin
- Tanda-tanda
vital
TD : 100/42
mmHg
HR : 54x/i
RR : 20 x/i
Suhu : 36,3oC.

Diagnosa Keperawatan Pre Operasi

1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis: perforasi colon sigmoid

2. Ansietas b.d perubahan dalam status kesehatan dan kurangnya informasi


Rencana Asuhan Keperawatan Pre Operasi

No Diagnosa NOC NIC

Nyeri akut b.d NOC NIC


Pain Management
agen cidera - Pain level - Lakukan pengkajian nyeri
- Pain control secara komprehensif
biologis: - Comfort level termasuk lokal,
Kriteria Hasil: karakteristik, durasi,
perforasi colon
- Mampu mengontrol nyeri (tahu frekuensi, kualitas, dan
sigmoid penyebab nyeri, mampu faktor presipitasi
menggunakan teknik - Observasi reaksi nonverbal
nonfarmakologi untuk dari ketidaknyamanan
mengurangi nyeri, mencari - Gunakan Teknik
bantuan) komunikasi terapeutik
- Melaporkan bahwa nyeri untuk mengetahui
berkurang dengan pengalaman nyeri pasien
menggunakan manajemen nyeri - Kaji kultur yang
- Mampu mengenal nyeri (skala, mempengaruhi nyeri
intensitas, frekuensi, dan - Evaluasi pengalaman nyeri
tandanyeri) masa lampau
- Menyatakan rasanyaman - Bantu pasien dan keluarga
setelah nyeri berkurang untuk mencari dan
menemukandukungan
- Control lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
- Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
- Ajarkan tentang Teknik
non farmakologi
- Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan
control nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
Analgesic Administration
- Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
- Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesic yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
- Tentukan pilihan analgesic
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
- Tentukan analgesic pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
- Pilih rute pemberian IV,
IM, untuk pengobatan nyeri
secara teratur
- Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
- Berikan analgesic tepat
waktu terutaman yeri hebat
- Evaluasi efektifitas
analgesic, tanda dan gejala.
Ansietas b.d Anxiety level - Kaji tanda verbal dan
perubahan Kriteria Hasil: nonverbal
- Pasien menggunakan teknik - Gunakan pendekatan yang
dalam status
relaksasi untuk penurunan menenangkan (komunikasi
kesehatan dan cemas trapeutik dengan tekhnik
kurangnya - Pasien melaporkan secara sentuhan)
verbal bahwa kecemasan - Dorong pasien untuk
informasi
berkurang mengungkapkan perasaan,
- Postur tubuh, ekspresi wajah, ketautan, persepsi
dan bahasa tubuh menunjukkan - Jelaskan semua prosedur,
berkurangnya kecemasan apa yang dirasakan selama
operasi, dan perjalanan
penyakit
- Instruksikan pasien
menggunakan tekhnik
relaksasi dan distraksi
(Ajarlan tehnik relaksasi
napas dalam, dan
instruksikan untuk berdoa
atau berdzikir).

Catatan Keperawatan Dan Perkembangan Pre Operasi

Hari/tgl Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi


Senin, 18 Nyeri akut 10.50 1. Mengobservasi reaksi 11.20 WIB
Maret WIB nonverbal dari Subjektif:
2019 b.d agen ketidaknyamanan Pasien mengatakan
10.55 2. memonitor tanda-
masih terasa nyeri
cidera tanda vital
10.59 3. Mengajarkan tentang namun sudah berkurang
biologis: teknik non skala nyeri 4.
farmakologi yaitu
perforasi teknik nafas dalam Objektif:
11.05 4. Mengevaluasi Pasien kesadaran CM,
colon keefektifan control GCS 15. Pasien terlihat
nyeri
tenang, tetapi masih
sigmoid 11.10 5. Menganjurkan untuk
meningkatkan istirahat terbaring lemah,.
TD 100/60 mmHg, HR
56x/i, RR 20 x/i dan
suhu 36,3oC

Analisa:
Nyeri akut belum
teratasi.

Planning:
Intervensi dilanjutkan
diruangan, kolaborasi
pemberian analgetik
Berikan analgetik sesuai
anjuran dokter.

Senin, 18 Ansietas b.d 10.52 - Menggunakan 11.25 WIB


Maret WIB pendekatan yang Subjektif:
2019 perubahan menenangkan (dengan - Tn.SM mengatakan
memberikan sentuhan bahwa rasa
dalam status
terapeutik untuk cemasnya berkurang
menenangkan pasien karena sudah
kesehatan yang tampak tegang mengetahui
dan gelisah) prosedur tindakan
dan 11.00 - Menjelaskan dan operasi, tentang
memberikan informasi penyakit yang
kurangnya
terkait tindakan operasi dialami dan jumlah
informasi dan tentang perforasi penderita perforasi
colon sigmoid colon sigmoid
- Menjelaskan - Tn.SM mengatakan
terkait anestesi akan selalu optimis
dalam menurunkan dengan operasi yang
kesadaran saat akan ia jalani karena
operasi tidak hanya Tn.SM
- Menjelaskan yang mengalami
definisi, penyakit ini
epidemiologi - Tn.SM mengatakan
penderita perforasi akan mempraktekkn
colon sigmoid, dan teknik relaksasi
perjalanan penyakit napas dalam untuk
- Meyakinkan bahwa memberikan
tidak hanya pasien ketenangan
yang mengalami
penyakit seperti ini Objektif:
- Tn.SM tampak
11.10 - Mengajak berbincang mendengarkan
terkait pengalaman penjelasan
hidup pasien untuk mengenai
mengurangi rasa cemas penyakitnya dengan
pasien seksama
11.15 - Menginstruksikan - Tn.SM tampak
pasien berdzikir dan senang setelah
berdoa mengetahui tentang
jumlah penderita
penyakit yang sama
dengannya
- Tn.SM tampak
mempraktekkan
teknik relaksasi
napas dalam,
berdzikir dan berdoa
- Tn.SM tampak lebih
tenang

Analisa:
Masalah keperawatan
teratasi

Planning:
Pasien dibawa keruang
OK

INTRA OPERASI

Pada pukul 11.45 WIB pasien dilakukan anastesi dengan jenis anastesi yaitu

general anastesi dan pada pukul 11.50 WIB pasien dilakukan tindakan laparatomy

dan eksplorasi karena dugaan awal dokter adalah pasien mengalami penyakit

peritonitis ec perforasi gaster. Kelengkapan tim operasi terdiri dari 1 orang dokter

operator dan 3 orang asisten dokter operator, 1 orang dokter anastesi, 2 orang

penata anastesi dan 1 orang perawat sirkuler. Posisi saat dilakukan tindakan

laparatomy adalah supinasi dan bagian tubuh yang tidak mempengaruhi operasi

ditutup dengan kain steril sedangkan bagian abdomen dibersihkan terlebih dahulu

menggunakan cairan aseptik dan juga dibersihkan dengan menggunakan betadine.

Tanda tanda vital pasien stabil saat operasi berlangsung hingga selesai operasi pada

pukul 14.20 WIB, ditandai dengan TD :105/56 mmHg, HR : 54 x/menit, SpO2 :

100%.

Saat dilakukan laparotomy dan di eksplorasi bagian abdomen pasien

didapatkan bahwa gaster pasien tidak mengalami suatu masalah, sehingga dokter

dan perawat yang sedang melakukan operasi mencari lagi sumber dari penyakit

pasien dan didapatkan bahwa kolon sigmoid pasien mengalami gangren dan tinja

pasien sudah berserakan dalam rongga abdomen. Karena kolon sigmoid pasien

sudah mengalami gangren dan tidak memungkinkan untuk defekasi melalui anus

seperti biasanya maka dipanggil keluarga pasien untuk persetujuan melakukan


tindakan colostomy dengan indikasi perforasi colon sigmoid. Setelah mendapat

persetujuan dari keluarga pasien maka dilakukan tindakan colostomy dan

membersihkan rongga abdomen pasien dari tinja yang sudah berserakan tersebut.

Tinja yang dijumpai pada rongga abdomen pasien seperti tinja pada umumnya,

berwarna kuning dan keras dengan ukuran ± sekepalan tangan orang dewasa.

Bagian colon pasien yang mengalami gangren diambil sedikit ± 3x1 cm untuk

pemeriksaan PA. Setelah dilakukan laparatomy dan pembuatan colostomy maka

abdomen pasien kembali dijahit dan setelah operasi pasien dan tanda-tanda vital

pasien stabil maka pasien dipindahkan ke recovery room dengan menggunakan bed

transfort.

Pengkajian Primer Intra Operasi

Airway : Jalan napas terpasang ETT no 6,5 dan OPA no 9

Breathing : Pernafasan kontrol ventilator

Circulation : IVFD RL 1000 cc, Output pendarahan  300 cc dan urin  500 cc,

NaCl untuk pembersihan 10 L, akral teraba dingin, CRT > 2 detik

0 (menit) 30 (menit) 60 (menit) 90 (menit) 120 (menit)

TD (mmHg) 100/60 105/57 97/54 94/60 100/60


Nadi (x/menit) 56 59 54 61 64
SpO2 (%) 100 100 100 100 100

Disability : Koma reversible (pengaruh anastesi)

Exposure : Terdapat luka insisi vertical diatas simfisis pubis sampai dengan 3 jari

diatas umbilikus 15 cm

Folley Kateter : Terpasang kateter dengan produksi  500 cc dalam 2 jam

Gastric Tube : Tidak terpasang NGT

Heart Monitor : Terpasang heart monitor dengan TD :122/53 mmHg, HR :52x/i, RR


:23
x/i, suhu :35,0oC.dengan bantuan ventilator.

POST OPERASI

A. Pengkajian

Keadaan Umum

Pada pukul 14:20 WIB pasien dipindahkan dari ruangan OK ke ruangan

recovery room dengan aldert score 10 menit pertama post op: aktivitas (0),

respirasi (1), sirkulasi (1), kesadaran (0), saturasi oksigen (1), sehingga total

modified aldert score 3. Kulit pasien teraba dingin, pucat, CRT > 2 detik dan pasien

tampak menggigil, tidak ada sianosis, pernapasan dangkal dan lambat, terdengar

suara gurgling, pendarahan intra operatif  300 cc, terdapat luka insisi bagian

abdomen  20 cm. TTV dimenit pertama TD: 122/53 mmHg, HR: 52 x/menit,

SpO2: 97%, T: 34,9 C, RR: 23x/menit.

Pengkajian primer post operasi

Airway : jalan nafas paten, bersih, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : pernafasan spontan, tidak ada pernafasan cuping hidung,
terdapat selang NGT pada hidung pasien, pasien
menggunakan oksigen NRM 10 L/m RR 23 x/i
Circulation : CRT < 2 Detik, akral hangat, konjungtiva anemis (-), kulit
bagian perifer terlihat merah
Disability : Alderate Score dari ruangan OK ke RR : 2, alderate Score
dari ruangan RR ke ruang rawat inap : 9 pupil isokor, refleks
terhadap cahaya (+/+), tidak ada kelemahan ektremitas
Exprossure : pasien terpasang infus Syiringe 20 tpm pada bagian
ekstremitas bagian atas pada bagian dextra. Kekuatan otot
pasien yaitu (5/5)
Folley Kateter : pasien terpasang kateter urine dengan haluaran urine 250 cc
Gastric tube : pasien terpasang NGT
Heart monitor : heart monitor stabil, HR dalam batas normal (90 x/i)
Analisa Data
No DATA ANALISA MASALAH

KEPERAWATAN

1. Data Subjektif: Prosedur Ketidakefektifan bersihan


Pasien dalam pembedahan jalan napas
pengaruh anastesi ↓
Anastesi general
Data Objektif: ↓
- pasien terpasang Pemasangan Gudel
nRM 8 L dan respon tubuh
- pernapasan terhadap benda
dangkal dan asing
lambat ↓
- terdapat bunyi Penimbunan sekret
napas tambahan dan perubahan
gurgling frekuensi
- Hemodinamik: pernapasan
TD: 154/72
mmHg
N: 52 x/menit
SpO2: 100%
S: 34,9 C
RR: 23 x/menit

2. Data Subjektif Prosedur Hipotermi


Tn.SM mengatakan pembedahan
kedinginan ↓
Anastesi general

Data Objektif Perlambatan kerja
Tn.SM tampak saraf efek anatesi
menggigil, kulit termasuk dalam
teraba dingin, termoregulasi
tampak pucat CRT ↓
> 2 detik Kegagalan
termoregulasi
TD :122/53 mmHg,

HR :52x/i Hipotermi
RR :23 x/i dan
suhu :34,9oC.

3. Data Subjektif Prosedur Resiko Infeksi


- pembedahan
Data Objektif
- Terdapat luka Insisi
gangren pada
colon sigmoid Paparan
dengan luka ± lingkungan
25 cm Resiko infeksi
- terdapat tinja
berserakan di
rongga
abdomen
- tinja padat
sebesar kepalan
tangan dewasa
- Pasien
dilakukan
laparotomy
- Tampak luka
insisi
laparotomy
- Pasien
dilakukan
pembuatan
lubang stoma di
perut bagian
kiri dan
terpasang
kolostomi
- TD :122/53
mmHg
- HR :52x/i
- RR :23 x/i
- suhu :34,9oC.

Diagnosa Keperawatan Post Operasi

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan efek anastesi dan

penumpukan secret

2. Hipotermi berhubungan dengan efek anastesi dan lingkungan

3. Resiko Infeksi b.d prosedur invasive


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC

1 Ketidakefektifa Status pernafasan: Kepatenan jalan 1. Buka jalan napas, gunakan


n bersihan jalan nafas teknik chin lift
nafas 2. Posisikan pasien untuk
berhubungan Kriteria Hasil: memaksimalkan ventilasi
dengan efek - Menunjukkan frekuensi 3. Lakukan suction jika perlu
anastesi pernapasan dalam rentang 4. Kolaborasi pemberian
normal (16-20 x/menit) oksigen
- Menunjukkan irama pernapasan 5. Auskultasi suara napas,
yang normal catat adanya suara napas
- Menunjukkan kemampuan tambahan
mengeluarkan sputum 6. Monitor kecepatan, irama,
- Menunjukkan tidak ada suara kedalaman, dan kesulitan
napas abnormal bernapasa
- Tidak ada dispnea 7. Monitor pola pernapasan
(misal bradipneu, takipneu,
hiperventilasi, kusmaul)
8. Motivasi pasien untuk
bernapas pelan, dalam, dan
batuk
9. Buang sekret dengan
memotivasi klien untuk
melakukan batuk efektif
2 Hipotermi Termoregulasi 1. Monitor suhu tubuh,
berhubungan Kriteria Hasil: menggunakan alat pengukur
dengan efek 1. Suhu tubuh, nadi, dan RR dan rute yang paling tepat.
anastesi dan dalam rentang normal 2. Monitor TD, Nadi, RR
lingkungan 2. Tidak ada sianosis 3. Monitor warna dan suhu
3. Pasien tidak tampak kulit
menggigil 4. Berikan pemanas eksternal
aktif (misal botol yang
diberi air hangat, selimut
hangat, lampu radiasi, dan
pemanas udara)
5. Monitor adanya gejala-
gejala yang berhubungan
dengan hipotermia ringan
(misal takipnea, menggigil,
hipertensi, dan diuresis),
hipotermia berat (misal
oliguria, tidak ada refleks
neurologi, edema paru, dan
ketidaknormalan asam
basa).
6. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negative dari kedinginan
3 Resiko Infeksi NOC NIC
- Immune status Infection control (Kontrol
b.d prosedur - Knowledge infection control infeksi)
- Risk control - Bersihkan lingkungan
invasif
Kriteria hasil: setelah dipakai pasien lain
- Klien bebas dari tanda dan - Pertahankan teknik isolasi
gejala infeksi - Batasi pengunjung bila
- Mendeskripsikan proses perlu
penularan penyakit, faktor yang - Intruksikan pada
mempengaruhi penularan serta pengunjung untuk mencuci
penatalaksanaanya tangan saat berkunjung dan
- Menunjukknkemampuan untuk setalah berkunjung
mencegah timbulnya infeksi meninggalkan pasien
- Jumlah leukosit dalam batas - Gunakan sabun
normal antimikroba untuk cuci
- Menunjukkan perilaku hidup tangan
sehat - Cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan
- Pertahankan lingkungan
aseptic selama pemasangan
alat
- Tingkatkan intake nutrisi
Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai
resep

CATATAN KEPERAWATAN DAN PERKEMBANGAN

Hari/tgl Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi


Senin, Ketidakefektif 14.28 1. Memposisikan pasien head thin chin 15.35 WIB
18 an bersihan WIB lift untuk memaksimalkan ventilasi Subjektif:
Maret jalan nafas (Posisi menengadah dengan Pasien
2019 berhubungan meletakkan botol aquades 1000 cc mengatakan
dengan efek dibawah scapula) tidak sesak
anastesi 14.30
2. Memberian oksigen (NRM 8 liter Objektif:
sebelum pasien sadarkan diri) - Pernapasan
14.33 bersih (tidak
3. Kolaborasi melakukan suction untuk terdengar
mengeluarkan sekret lagi suara
gurgling),
14.40 jalan napas
4. Memonitor respirasi dan status O2 paten.
setiap 15 menit - Tidak ada
sianosis
- TTV dalam
Waktu SpO2 RR batas normal
(menit) TD: 122/53
15 84 23 mmHg
N:
30 88 20 88x/menit,
RR:
45 89 24
18x/menit,
60 100 18 SpO2: 98%,
S: 37,1C
75 98 18

Analisa:
Masalah
teratasi

Planning:
Intervensi
dilanjutkan di
ruangan:
- Auskultasi
suara napas,
catat
adanya
suara napas
tambahan
- Lakukan
suction jika
perlu
- Motivasi
pasien
untuk
bernapas
pelan,
dalam, dan
batuk

Senin, Hipotermi 14.40 1. Memonitor suhu setiap 15 menit 15.40 WIB


18 berhubungan WIB Subjektif:
Maret dengan efek Tn.SM
anastesi dan 0 15 30 45 60 75 mengatakan
2019
lingkungan T 35, 5 35,8 36,2 36,8 36,9 37,1 bahwa tidak
kedinginan lagi
14. 42
2. Memberikan selimut elektrik (T: 40
C) dan selimut kain Objektif:
Tn.SM tampak
14.48 3. Memonitor suhu dan warna kulit tidak
(Suhu dalam batas normal, tidak ada menggigil,
sianosis) kulit teraba
hangat, tidak
14.50 4. Mengatur suhu ruangan (Suhu ada tanda-
ruangan 25 C) tanda sianosis
TD: 122/53
mmHg, N:
87x/menit, RR:
18x/menit, S:
37,1 C

Analisa:
Masalah
Hipotermi
teratasi

Planning:
Lanjutkan
intervensi saat
pindah
diruangan
- Monitor
suhu tubuh
- Monitor
TTV
- Berikan
pemanas
eksternal
- Monitor
adanya
gejala-
gejala yang
berhubunga
n dengan
hipotermia
ringan
Senin, Resiko Infeksi 14.42 1. Membatasi pengujung 15.45 WIB
18 b.d prosedur 14.45 2. Mengintruksikan pada keluarga Subjektif:
Maret invasif pengunjung untuk mencuci tangan Pasien
2019 mengatakan
saat berkunjung dan setalah
berkunjung meninggalkan pasien sakit pada
14.47
3. Mengintruksikan pada keluarga bagian luka
unakan sabun antimikroba untuk cuci yang dijahit
tangan
14.52
4. mempertahankan lingkungan aseptic
selama pemasangan alat Objektif:
5. Mengistruksikan pasien untuk tampak
15.05 minum antibiotic sesuai resep meringis
TD 100/65
mmHg, HR
58x/i, RR 20
x/i dan suhu
35,6 oC

Analisa:
Resiko Infeksi
belum teratasi

Planning:
Intervensi
dilanjutkan
diruangan,
membatasi
pengunjung,
cuci tangan
setiap sebelum
dan setelah
tindakan
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bagian ini penulis akan membahas beberapa hal yang mendukung maupun

menghambat kelancaran proses keperawatan serta mencari alternatif pemecahan masalah

agar tindakan keperawatan lebih terarah dan mencapai tujuan semaksimal mungkin.

Penerapan asuhan keperawatan pada pasien dilakukan secara menyeluruh dan memiliki

rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Penulis akan membahas sesuai dengan proses

keperawatan yang dimulai dari tahap pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan,

merumuskan proses perencanaan atau intervensi, pelaksanaan atau implementasi, dan

evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian

Pengkajian telah dilakukan pada Tn. SM pada tanggal 18 Maret 2019. Pasien

didiagnosa menderita peritonitis ec perforasi colon sigmoid dengan rencana tindakan

laparatomi + eksplorasi dan tindakan colostomy. Hasil pengkajian tentang riwayat

kesehatan masa lampau didapatkan bahwa ±2 tahun yang lalu pasien pernah dilakukan

operasi prostat dengan TURP. Pasien juga memiliki riwayat sakit asam urat dan pasien

rutin meminum obat asam urat yang dibeli di warung-warung dekat dengan rumah

pasien, selain itu pasien dari usia muda jarang mengkonsumsi minum air putih

sehingga pasien juga memiliki riwayat susah BAB dan BAB sering berdarah.

Sulit BAB dan BAB sering berdarah merupakan suatu tanda terdapatnya

infeksi bakteri pada bagian abdomen (Muttaqin & sari, 2011). Infeksi bakteri akan

menyebabkan terjadinya peritonitis. Bakteri yang paling sering mucul adalah E. Coli

sehingga kontaminasi bakteri ini akan memperberat peritonitis yang akan

menyebabkan perforasi organ-organ salah satunya perforasi colon sigmoid (Muttaqin

& Sari, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Japanesa, dkk (2014), mengatakan
bahwa peritonitis paling banyak disebabkan oleh akibat perforasai pada bagian organ

dalam abdomen, salah satunya perforasi colon, yaitu 48 kasus dari 120 kasus. Hasil

penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada rumah sakit Hamburg-

Altona, Jerman ditemukan 73% penyebab tersering peritonitis adalah perforasi.

Berdasarkan pemaparan teori diatas, penulis berpendapat bahwa peritonitis yang

terjadi pada Tn.SM disebabkan oleh infeksi bakteri yang mengakibatkan terjadionya

perforasi pada colon sigmoid.

Hasil pengkajian selanjutnya didapatkan bahwa abdomen tampak bengkak dan

teraba massa yang keras dibagian kuadran 8 dan 9, terdapat distensi abdomen dan

bising usus menurun dan terdengar lemah yaitu 6 x/menit. Keluhan adanya abdomen

tampak bengkak, teraba massa yang keras dibagian kuadran 8 dan 9, terdapat distensi

abdomen dan bising usus menurun dan terdengar lemah merupakan salah satu dari

tanda dan gejala peritonitis (Kowalak & Hughes, 2010). Japanesa (2014) mengatakan

bahwa tata laksana bedah yang paling umum dilakukan pada pasien dengan peritonits

adalah laparatomy eksplorasi yaitu sebanyak 64,3%. Setelah dilakukan tindakan

laparatomy dengan eksplorasi didapatkan bahwa terdapat tinja berserakan dirongga

abdomen.

Tinja berserakan yang terdapat di rongga abdomen Tn. SM disebabkan oleh

terdapatnya bagian colon yang mengalami gangren. Gangren adalah kondisi yang

terjadi ketika jaringan pada organ tubuh mengalami kematian, hal ini disebabkan

karena kekurangan suplai oksigen ke organ tersebut, adanya injury ataupun mengalami

infeksi (Gupta, 2014). Seseorang yang mengalami gangren pada colon ataupun pada

apendiks akan mengeluhkan nyeri pada abdomennya (Bozkurt, 2012). Hal ini sesuai

dengan penelitan yang dilakukan oleh Schattner (2012) yang mengatakan bahwa

seseorang dengan gangren colon ataupun apendix akan mengalami nyeri pada
abdomen. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan keluhan dari Tn. SM saat berada

diruang pre operasi yang mengatakan mengeluhkan nyeri pada bagian abdomennya.

Nyeri dirasakan sejak dirawat di RSUD Rengat, hilang timbul dan terasa semakin

meningkat sejak 2 hari yang lalu pasien mengatakan skala nyeri 5.

Hasil pengkajian selanjutnya di ruangan pre operasi adalah pasien

mengeluhkan cemas karena akan dilakukan operasi, pasien mengatakan takut bahwa

penyakitnya tidak sembuh dan menanyakan kemungkinan apa yang akan terjadi

setelah di lakukan operasi. Secara objektif pasien tampak gelisah, raut wajah tampak

tegang, akral teraba dingin. Hasmawa (2016) menyatakan operasi laparatomy dengan

ekslporasi untuk pengobatan penyakit peritonitis dapat menyebabkan dampak

psikologis berupa tingginya level kecemasan sebelum dan sesudah operasi.

Pengobatan dengan operasi juga dapat meningkatkan kegelisahan, depresi, marah, dan

bosan. Penelitian Ayers et al (2007, dalam Cahyasari & Sakti, 2014) menunjukkan

penderita yang akan melakukan operasi khawatir dengan hasil akhir operasi.

Hasil pengkajian post operasi didapatkan bahwa akral teraba dingin,

pucat, CRT > 2 detik dan pasien tampak menggigil, tidak ada sianosis, pernapasan

dangkal dan lambat, terdengar suara gurgling. Hasil pemeriksaan TTV dimenit

pertama TD: 122/53 mmHg, HR: 52 x/menit, SpO2: 97%, T: 34,9 C, RR:

23x/menit. Suhu tubuh yang menurun hingga 35,00C atau lebih rendah lagi

dikatakan sebagai hipotermia (Hardisman, 2014). Menurut Setiati (2014) suhu

tubuh diantara 32-35C dapat dikategorikan menhadi hipotermia ringan.

Hipotermia dapat terjadi karena perambatan antara suhu permukaan kulit dan suhu

lingkungan operasi yang rendah (Mubarokah,, 2017). Selain pajanan lingkungan

operasi yang rendah, tindakan anastesi dan pembedahan merupakan penyebab

hipotermi (Harahap, 2012). Hal ini terjadi karena terdapatnya gangguan


termoregulasi yang diakibatkan oleh tindakan anastesi, paparan suhu lingkungan

yang rendah dan produksi panas tubuh yang menurun karena penurunan laju

metabolisme tubuh sehingga menyebabkan seseorang hipotermia (Ihn, CH, et al,

2008).

B. Diagnosa

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

klien terhadap masalah kesehatan. Proses penegakan diagnosis atau mendiagnosis

merupakan proses yang sistematis yang terdiri dari tahap analisa data, identifikasi

masalah, dan perumusan diagnosis (PPNI, 2016). Berdasarkan hasil pengkajian yang

telah dilakukan analisa data dan identifikasi masalah, didapatkan 5 diagnosa

keperawatan pada Tn. SM yaitu 2 diagnosa pada saat pre operasi dan 3 diagnosa pada

saat post operasi:

1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis: perforasi colon sigmoid

2. Ansietas b.d perubahan dalam status kesehatan dan kurangnya informasi

3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan efek anastesi dan

penumpukan secret

4. Hipotermi berhubungan dengan efek anastesi dan lingkungan

5. Resiko Infeksi b.d prosedur invasif

Jika dibandingkan antara diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. SM

dengan teori Kusuma & Nurarif (2015), didapatkan bahwa semua diagnosa yang

muncul pada saat pengkajian sesuai dengan teori. Namun etiologi yang diangkat pada

kasus Tn. SM dimodifikasi dengan temuan yang didapatkan pada saat pengkajian

seperti ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan efek anastesi dan

penumpukann secret sedangkan berdasarkan teori, ketidakefektifan bersihan jalan


nafas berhubungan dengan mucus yang berlebihan. Selain itu diagnosa hipotermia

yang mucul berhubungan dengan efek anastesi dan lingkungan sedangkan berdasarkan

teori hipotermi berhubungan dengan evaporasi kulit dilingkungan yang dingin dan

pemajanan lingkungan yang dingin.

Nyeri akut merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial

yang terjadi secara tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan

akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan ( Nurarif &

Kusuma, 2015). Diagnosa ini ditegakkan pada saat pengkajian karena didapatkan

tanda dan gejala berupa pasien teriak kesakitan, memegang bagian yang sakit dan

pasien mengatakan skala nyeri 5. Hal ini sesuai dengan batasan karakteristik yang

terdapat dalam teori seperti mengekspresikan perilaku seperti gelisah, merengek dan

menangis, sikap melindungi area nyeri, dan melaporkan nyeri secara verbal (Nurarif &

Kusuma, 2015).

Diagnosa kedua adalah ansietas. Ansietas merupakan kondisi emosi dan

pengalaman subjektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat

antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk

menghadapi ancaman (PPNI, 2016). Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan hasil

pengkajian yang didapatkan berupa Tn. SM merasa cemas dengan kondisi yang akan

dihadapinya, tampak tegang dan gelisah, serta tekanan darah meningkat. Hal ini sesuai

dengan batasan karakteristik perilaku pasien ansietas seperti gelisah, khawatir, wajah

tegang, jantung berdebar-debar dan peningkatan tekanan darah (Nurarif & Kusuma,

2015).

Diagnosa ketiga adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Ketidakefektifan

bersihan jalan nafas didefinisikan sebagai ketidakmampuan membersikan sekret atau


obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (PPNI, 2016).

Diagnosa ini ditegakkan setelah ditemukannya hasil pengkajian Tn. SM yang tidak

mampu batuk karena masih dalam pengaruh anestesi dan belum sadar, terdengar suara

gurgling, bunyi nafas menurun, frekuensi nafas berubah, dan pola nafas berubah. Hal

ini sesuai dengan batasan karateristik ketidakefektifan bersihan jalan nafas seperti

tidak ada batuk, suara nafas tambahan, perubahan frekuensi nafas, dan sputum dalam

jumlah yang berlebihan (Nurarif & Kusuma, 2015).

Diagnosa keempat adalah hipotermia. Hipotermia adalah kondisi tubuh berada

di bawah rentang normal (PPNI, 2016). Penyebab yang berkaitan dengan Tn. SM

mengalami hipotermi adalah terpapar suhu lingkungan rendah dan efek agen

farmakologis (efek anestesi). Diagnosa hipotermia dapat ditegakkan dengan

munculnya tanda dan gejala berupa kulit teraba dingin, menggigil, dan suhu tubuh

dibawah normal (Nurarif & Kusuma, 2015).

Diagnosa kelima adalah resiko infeksi. Resiko infeksi adalah seseorang

mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik (Nurarif & Kusuma,

2015). Penyebab yang berkaitan dengan Tn. SM yang mengalami resiko infeksi adalah

pasien dilakukan operasi laparotomy, tampak luka insisi ± 15 cm, dan dilakukan

pembuatan lubang stoma di perut bagian kiri dan terpasang kolostomi. Diagnosa

resiko infeksi dapat ditegakkan dengan munculnya tanda dan gejala berupa terdapat

kerusakan integritas kulit post operasi, malnutrisi dan pengetahuan yang tidak cukup

untuk menghindari pemajanan patogen (Nurarif & Kusuma, 2015).

C. Intervensi

Penyusunan intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan diagnosa

keperawatan yang telah ditegakkan. Adapun acuan dalam penyusunan dalam


intervensi keperawatan, penulis menggunakan referensi diagnosa NANDA yang

disesuaikan dengan keadaan pasien. Rencana keperawatan yang dibuat mengacu pada

kebutuhan yang dibutuhkan dan dirasakan saat pengkajian serta landasan teori.

Rencana yang dibuat telah diprioritaskan sesuai dengan masalah kesehatan yang

dihadapi pasien saat ini. Rencana keperawatan yang dilakukan tidak hanya

berdasarkan tindakan keperawatan, tetapi juga dilakukan tindakan kolaborasi sehingga

akan mempercepat proses penyelesaian permasalahan. Intervensi yang dilakukan

adalah:

Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologis: perforasi colon sigmoid

1. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

2. Monitor tanda-tanda vital

3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi yaitu teknik nafas dalam

4. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

5. Anjurkan untuk meningkatkan istirahat

Rencana intervensi dalam teori Kusuma dan Nurarif (2015) terdapat 17

rencana tindakan keperawatan untuk diagnosa nyeri akut. Namun rencana intervensi

pada Tn. SM diambil hanya 5 intervensi dengan pertimbangan tindakan-tindakan

tersebut akan dapat dilakukan diruangan pre operasi dibandingkan tindakan lainnya.

Diagnosa 2 : Ansietas b.d perubahan dalam status kesehatan dan kurangnya

informasi

1. Gunakan pendekatan yang menenangkan (dengan memberikan sentuhan

terapeutik untuk menenangkan pasien yang tampak tegang dan gelisah)

2. Jelaskan dan memberikan informasi terkait tindakan operasi dan tentang

perforasi colon sigmoid

 Jelaskan terkait anestesi dalam menurunkan kesadaran saat operasi


 Jelaskan definisi, epidemiologi penderita perforasi colon sigmoid, dan

perjalanan penyakit

3. Yakinkan bahwa tidak hanya pasien yang mengalami penyakit seperti ini

4. Ajak berbincang terkait pengalaman hidup pasien untuk mengurangi rasa

cemas pasien

5. Instruksikan pasien berdzikir dan berdoa

Diagnosa 3 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan efek

anastesi dan penumpukan secret

1. Posisikan pasien head thin chin lift untuk memaksimalkan ventilasi (Posisi

menengadah dengan meletakkan botol aquades 1000 cc dibawah scapula)

2. Berikan oksigen (NRM 8 liter sebelum pasien sadarkan diri)

3. Kolaborasi melakukan suction untuk mengeluarkan sekret

4. Monitor respirasi dan status O2 setiap 15 menit

Diagnosa 4 : Hipotermi berhubungan dengan efek anastesi dan lingkungan

1. Monitor suhu setiap 15 menit

2. Berikan selimut elektrik (T: 40 C) dan selimut kain

3. Monitor suhu dan warna kulit (Suhu dalam batas normal, tidak ada

sianosis)

4. Atur suhu ruangan (Suhu ruangan 25 C)

Diagonsa 5 : Resiko Infeksi b.d prosedur invasive

1. Batasi pengujung

2. Intruksikan pada keluarga pengunjung untuk mencuci tangan saat

berkunjung dan setalah berkunjung meninggalkan pasien

3. Intruksikan pada keluarga unakan sabun antimikroba untuk cuci tangan

4. Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat


5. Istruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep

D. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan nyata yang dilakukan perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan kepada pasien untuk mengurangi permasalahan yang

dialami pasien yaitu nyeri akut, ansietas, ketidakefektifan bersihan jalan nafas,

hipotermi dan resiko infeksi. Untuk mencapai tujuan keperawatan dengan kriteria

yang telah ditetapkan, maka perlu dilakukan kegiatan implementasi, sehingga tujuan

keperawatan nantinya akan tercapai. Dalam melakukan implementasi penulis berusaha

semaksimal mungkin untuk memberikan asuhan keperawatan dengan cara

menyesuaikan antara teori dan kebutuhan pasien.

Asuhan keperawatan pada Tn. SM dilakukan pada saat pre operasi dan post

operasi tanggal 18 Maret 2019. Pada saat pre operasi, dilakukan semua implementasi

dari rencana intervensi untuk mengatasi nyeri dan ansietas. Selanjutnya penulis

memberikan dan memantau perkembangan kesehatan pasien, mengevaluasi masalah

kesehatan yang dialami pasien selama berada di ruang pemulihan (recovery room).

Pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas, hipotermi dan resiko infeksi,

penulis juga melakukan semua rencana intervensi keperawatan pada 3 diagnosa

keperawatan tersebut.

E. Evaluasi

Tahap evaluasi merupakan langkah akhir atau tahap akhir dari proses

keperawatan yang bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan

tercapai atau tidak dan apakah perlu dilakukan pengkajian ulang. Dalam memberikan

asuhan keperawatan penulis terus-menerus mengumpulkan data baru dari pasien yang
nantinya digunakan sebagai bahan evaluasi selanjutnya. Adapun hasil yang diperoleh

dari evaluasi yang berdasarkan setiap diagnosa sebagai berikut:

1) Diagnosa 1: nyeri akut

Dari hasil implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 18 Maret 2019 di

ruang pre operasi didapatkan hasil evaluasi Tn. SM menyatakan bahwa rasa

nyerinya telah berkurang, tampak tenang, dan dapat mempraktekkan teknik

relaksasi dengan baik hingga memasuki ruang OK

Pada rencana intervensi penulis menetapkan tiga kritera hasil untuk tindakan

ansietas yaitu pasien menggunakan teknik relaksasi untuk mengontrol nyeri;

pasien melaporkan secara verbal bahwa nyeri berkurang; dan menyatakan rasa

nyaman setelah nyeri berkurang. Berdasarkan evaluasi secara subjektif dan

objektif, didapatkan bahwa Tn. SM belum mencapai ketiga kriteria hasil tersebut

sehingga dapat dikatakan masalah nyeri belum teratasi. Tindakan selanjutnya

yang dilakukan oleh perawat adalah membawa pasien ke ruang OK 3 agar

tindakan operasi dapat dilakukan oleh tim operasi.

2) Diagnosa 2 : ansietas

Dari hasil implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 18 Maret 2019

di ruang pre operasi didapatkan hasil evaluasi Tn SM menyatakan bahwa rasa

cemasnya telah berkurang, tampak tenang, dan dapat mempraktekkan teknik

relaksasi dengan baik, berzikir dan berdoa hingga memauki ruang OK

Pada rencana intervensi penulis menetapkan tiga kritera hasil untuk

tindakan ansietas yaitu pasien menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan

cemas; pasien melaporkan secara verbal bahwa cemas berkurang; dan postur,

ekspresi wajah, dan bahasa tubuh menunjukkan berkurangnya kecemasan.

Berdasarkan evaluasi secara subjektif dan objektif, didapatkan bahwa Tn. SM


mencapai ketiga kriteria hasil tersebut sehingga dapat dikatakan masalah ansietas

teratasi. Tindakan selanjutnya yang dilakukan oleh perawat adalah membawa

pasien ke ruang OK 3 agar tindakan operasi dapat dilakukan oleh tim operasi.

3) Diagnosa 3 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Dari hasil implementasi yang telah dilakukan di ruang post operasi

didapatkan hasil klien mengatakan tidak ada sesak, pernapasan bersih (tidak

terdengar lagi suara gurgling), tidak ada sianosis, jalan napas paten, TTV dalam

batas normal dengan TD: 122/53 mmHg, HR: 88x/menit, RR: 18x/menit, O2:

98%, dan S: 37,1oC

Pada rencana intervensi penulis menetapkan lima kritera hasil untuk

masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu menunjukkan frekuensi

pernafasan normal (16-20 x/menit), menunjukkan irama nafas normal,

menunjukkan kemampuan mengeluarkan sputum, menunjukkan tidak ada suara

nafas abnormal, dan tidak ada dispnea. Berdasarkan evaluasi secara subjektif dan

objektif, didapatkan bahwa Tn SM mencapai empat dari lima kriteria hasil

tersebut sehingga dapat dikatakan masalah bersihan jalan nafas teratasi. Rencana

lanjutan yang ditetapkan untuk Tn SM saat pemindahan dari RR ke ruangan dan

saat Tn SM di ruang rawat inap agar bersihan jalan nafas tetap paten adalah

auskultasi suara nafas dan catat adanya suara nafas tambahan, melakukan suction

bila perlu, dan motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, dan batuk.

4) Diagnosa 4 : hipotermi berhubungan efek anestesi dan lingkungan

Dari hasil implementasi yang telah dilakukan di ruang pemulihan

didapatkan hasil bahwa Tn. SM menyatakan tidak kedinginan lagi, pasien tidak

tampak tidak menggigil, kulit teraba hangat, tidak ada tanda-tanda sianosis, dan
tanda-tanda vital dalam batas normal dengan TD:122/53 mmHg, N: 87x/menit,

RR: 18x/menit, S: 37,1 C.

Pada rencana intervensi penulis menetapkan tiga kritera hasil untuk masalah

hipotermi: suhu tubuh, nadi, dan RR dalam rentang normal; tidak ada sianosis;

dan pasien tidak tampak menggigil. Berdasarkan evaluasi secara subjektif dan

objektif, didapatkan bahwa Tn. SM mencapai tiga kriteria hasil tersebut sehingga

dapat dikatakan masalah hipotermia teratasi. Agar masalah hipotermia tidak

berulang, maka perlu dilakukan intervensi lanjutan yang telah disesuaikan dengan

kondisi pasien saat telah dipindahkan ke ruangan. Rencana intervensi yang

ditetapkan adalah monitor suhu tubuh, monitor TTV, berikan pemanas eksternal,

dan monitor adanya gejala-gejala yang berhubungan degan hipotermia ringan.

5) Diagnosa 5 : resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

Dari hasil implementasi yang telah dilakukan di ruang pemulihan

didapatkan hasil bahwa Tn. SM menyatakan Pasien mengatakan sakit pada bagian

luka yang dijahit, pasien tampak meringis, TTV dalam batas normal: TD 100/65

mmHg, HR 58x/i, RR 20 x/i dan suhu 35,6 oC

Pada rencana intervensi penulis menetapkan lima kritera hasil untuk

masalah resiko infeksi: Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, mendeskripsikan

proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta

penatalaksanaanya, menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi,

jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukkan perilaku hidup sehat.

Berdasarkan evaluasi secara subjektif dan objektif, didapatkan bahwa Tn. SM

mencapai dua kriteria hasil tersebut sehingga dapat dikatakan masalah resiko
infeksi belum teratasi. Sehingga perawatan untuk mengurangi resiko infeksi

diperlukan setelah pasien dipindahkan keruangan. Rencana intervensi yang

ditetapkan adalah monitor TTV, anjurkan pembatasan kunjungan, dan monitor

adanya gejala-gejala yang berhubungan dengan resiko infeksi.

Anda mungkin juga menyukai