PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
aseptik pada selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perutdan dinding perut bagian dalam. Lokasi
peritonitis bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik. Penyebab peritonitis
mortalitas dan morbiditasnya tinggi. Manajeman terapi yang tidak adekuat bisa
berakibat fatal. Peritonitis merupakan komplikasi paling berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen (Price & Wilson, 2006).
Peritonitis juga menjadi salah satu penyebab tersering dari akut abdomen. Akut
abdomen adalah suatu kegawatan abdomen yang dapat terjadi karena masalah bedah
dan non bedah. Peritonitis secara umum adalah penyebab kegawatan abdomen yang
disebabkan oleh bedah. Peritonitis tersebut disebabkan akibat suatu proses dari luar
maupun dalam abdomen. Proses dari luar misalnya karena suatu trauma, sedangkan
sekunder, dan peritonitis tersier. Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi
melalui darah dan kelenjar getah bening di peritoneum dan sering dikaitkan dengan
penyakit sirosis hepatis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh infeksi pada peritoneum
yang berasal dari traktus gastrointestinal yang merupakan jenis peritonitis yang paling
sering terjadi. Peritonitis tersier merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan
langsung yang sering terjadi pada pasien immunocompromised dan orang-orang
Perforasi pada saluran cerna dapat berkembang menjadi suatu peritonitis kimia
yang disebabkan karena kebocoran asam lambung kedalam rongga perut yang selain
itu perforasi yang terjadi pada organ dapat mengenai berbagai organ saluran cerna.
Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus
kegawatan bedah.
adalah 5,9 juta kasus dan 615 kasus peritonitis berat (dengan atau tanpa perforasi),
termasuk 134 kematian (tingkat fatalitas kasus, 21,8%), yang merupakan komplikasi
dari demam tifoid. Negara yang tertinggi yang menderita penyakit tersebut adalah
Amerika serikat dengan penderita sebanyak 1.661 penderita. Dalam kasus peritonitis
yang sering terjadi sebagian besar disebabkan karena bakteri atau yang bisa disebut
73% penyebab tersering peritonitis adalah perforasi dan 27% terjadi pasca operasi.
Terdapat 897 pasien peritonitis dari 11.000 pasien yang ada. Angka kejadian
peritonitis di Inggris selama tahun 2002-2003 sebesar 0,0036% (4562 orang). Hasil
survey pada tahun 2010 di Indonesia angka kejadian peritonitis masih tinggi yaitu
sekitar 7% dari jumlah penduduk atau sekitar 179.000 orang (Depkes, 2010).
keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan gangguan sistem pencernaan akibat
peritonitis.
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
(appediksitis dan pankreasitis), ruptur saluran cerna dan luka tembus abdomen
(Padila, 2012).
akut, dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal maupun
umum, melalui proses infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks
atau divertikulum kolon, maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam
lambung pada perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung
empedu
B. Etiologi
1. Infeksi bakteri
c. Tukak lambung
d. Salpingitis
e. Radang usu
Kuman yang paling sering adalah bakteri coli, streptococus, stapilococus
benda asing
C. Klasifikasi
a. Peritonitis primer
kuman masuk kedalam rongga peritoneum melalui aliran darah atau pada
b. Peritonitis sekunder
Terjadi bila kuman kedalam rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup
banyak.
pemasangan kateter.
D. Pathway
Peningkatan
Tertelan
aliran darah
benda asing
Luas bakteri
Keluarnya eksudat
Perforasi alat Akumulasi cairan
fibrinosa tubuh yang diperitoneum
meradang
Abses
Peradangan
dirongga perut
Terjadi perlekatan antara
usus dan peritoneum
PERITONITIS
Konstipasi
Gejala tergantung pada lokasi dan luas inflamasi. Manisfestasi klinis awal dari
terlokalisasi, lebih terasa di dekat sisi inflamasi dan biasanya diperbesar oleh
gerakan. Area yang sakit dari abdomen menjadi sangat nyeri apabila ditekan,
dan otot menjadi kaku. Nyeri tekan lepas dan ileus peralitik dapat terjadi.
3. Penurunan peristaltik.
a. Pemeriksaan Fisik
umum, wajah, denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien,
baik. Demam dengan temperatur > 38 ºC biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis
disebabkan karena mual damuntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari
pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin
berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan
syok sepsis.
gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada
peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau
distended.
Palpasi : Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang
sangat sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling
sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak
dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak
nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity)
(nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan
pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan
tekanan.
untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan
setempat.
udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui
Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi
abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi. Pada pasien dengan
keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur dan
peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan di daeah
panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri pada semua arah
obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis dijumpai ampula
rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya kolaps.
terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising
usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena
bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat
terdengar normal.
b. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) USG
Usg abdomen dapat membantu dalam evaluasi pada kuadran kanan atas
pelvis.
2) X ray
G. Pencegahan
sekundernya, yaitu mengurangi minum alkohol dan obat yang dapat menyebabkan
sirosis.
a. Alkoholisme
Konsumsi alkohol yang berlebihan adalah salah satu faktor yang dapat
menyebabkan sirosis. Karena alkohol memiliki efek yang toksik terhadap organ
b. Racun/obat-obatan
terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus
abdomen dan dalam meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen
besar dari antibiotik spektrum luas diberikan secara intravena sampai organisme
penyebab infeksi diidentifikasi dan terapi antibiotik khusus yang tepat dapat
dimulai.
I. Komplikasi
Menurut Budi (2010), komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bacterial akut
sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan
lanjut, yaitu:
a. Komplikasi dini
1) Septikemia dan syok septic
2) Syok hipovolemik
3) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multisystem
4) Abses residual intraperitoneal
5) Portal pyemia (missal abses hepar)
b. Komplikasi lanjut
1) Adhesi
2) Obstruksi intestinal rekuren
J. Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan pasien
berobat atau keluhan saat awal dilakukan pengkajian pertama kali masuk
rumah sakit.
saat ini.
klien, dan tindakan apa yang dilakukan sebelum masuk rumah sakit.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
diet sebelumnya, jumlah makan atau minum serta cairan yang masuk,
dan lain-lain.
5) Pola Eliminasi
7) Pola Aktivitas/Latihan
istirahat tidur
diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri, dan identitas
tentang dirinya.
Pre Operasi
Post Operasi
c. Intevensi keperawatan
Pre Operasi
Post Operasi
Tn. SM (79 Tahun) merupakan pasien rujukan dari RSUD Rengat. Pasien
datang ke RSUD Arifin Achmad Kota Pekanbaru tanggal 17 maret 2019 dengan
keluhan nyeri yang terasa sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan oleh pasien di
bagian perutnya, nyeri yang dirasakan hilang timbul dan terasa semakin meningkat
sejak 2 hari yang lalu pasien mengatakan skala nyeri 5. Selain nyeri pasien
mengeluhkan perut yang terasa bengkak dan BAK yang keluar sedikit serta tidak
ada BAB sejak 3 hari terakhir. Pasien diindikasikan akan menjalani operasi
laparatomi dengan indikasi perforasi gaster. Namun saat dilakukan operasi dokter
dan tim kesehatan lainnya menemukan bahwa yang bermasalah pada pasien
sebenarnya bukan gasternya tetapi kolon sigmoid yang mengalami perforasi dan
gangren sehingga dengan persetujuan keluarga maka pasien akan dilakukan
tindakan untuk menutup bagian kolon sigmoid kebawah dan membuat stoma pada
perut bagian kiri sebagai tempat keluarnya kotoran. Pasien memiliki riwayat
operasi pada prostat dengan TURP ± 2 tahun yang lalu, selain itu menurut
pernyataan keluarga, pasien jarang mengkonsumsi sayur dan kurang minum air
putih sehingga pasien memiliki riwayat susah BAB. Dari pemeriksaan fisik
diperoleh hasil bahwa pasien tampak lemah, badan kurus, abdomen teraba keras,
terpasang NGT dan terpasang infus Aminofluid 20 tpm. Jalan nafas paten,
pernafasan spontan, CRT < 2 detik, akral hangat TD: 111/60 mmHg, Nadi: 96
x/menit, S: 36,60 C, RR: 20 x/menit.
B. Pengkajian
DATA UMUM
KELUHAN UTAMA
Airway : jalan nafas paten, bersih, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : pernafasan spontan, tidak ada pernafasan cuping hidung, terdapat
selang NGT pada hidung pasien, pasien tidak menggunakan alat
bantu
nafas seperti oksigen nasal sebelum operasi, RR 21 x/i
Circulation : CRT < 2 detik, akral hangat, konjungtiva anemis (-), kulit bagian
perifer terlihat merah, TD: 111/60 mmHg, Nadi: 96 x/menit, S:
36,60C, RR: 20 x/menit
Disability : kesadaran CM, GCS: E 4 V 5 M 6 = 15, pupil isokor, refleks
terhadap cahaya (+/+), tidak ada kelemahan ektremitas
Exprossure : pasien terpasang infus Aminofluid 20 tpm pada bagian ekstremitas
bagian atas pada bagian dextra. Tidak terdapat jejas, Kekuatan otot
pasien yaitu (5/5)
Folley Kateter : pasien terpasang kateter urine dengan haluaran urine 250 cc
Gastric tube : pasien terpasang NGT
Heart monitor : pasien tidak terpasang heart monitor, TD: 111/60 mmHg,
Nadi: 96 x/menit, S: 36,60 C, RR: 20 x/menit
RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat kesehatan sebelumnya
Pasien selama hidupnya sangat sedikit mengkonsumsi air putih, tidak suka
makan sayur dan kurang makan-makanan yang berserat. Pasien riwayat sulit buang
air besar (BAB) sejak seminggu yang lalu, jika BAB yang keluar hanya sedikit,
tekstur keras dan berwarna hitam. Keluarga mengatakan pasien sering meminum
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti yang diderita oleh
pasien. Hanya saja istri dari pasien mengalami penyakit asam urat dan selain itu
keluarga tidak memiliki riwayat penyakit kronik lainnya seperti penyakit kanker,
kedua orang tua mereka hidup harmonis sebagai seorang petani. Saat ini pasien tinggal
bersama istri dan anak kedua dan cucu-cucunya, sedangkan anak pasien yang lain
c. Pemeriksaan Fisik
x/menit.
BB 40
- IMT = = = 16,6 (gizi kurang)
(TB)2 (1,55)2
1. Kepala
Rambut : Rambut pendek, kulit kepala tampak bersih, tidak terdapat lesi dan
Gigi : Tidak ada caries, gigi palsu bagian bawah belakang 4 buah
pernapasan 20x/menit
Palpasi : tulang dada terasa jelas, tidak terba masa
Auskultasi : bunyi jantung S1/S2 reguler, tidak ada suara jantung mur-mur atu
4. Tangan
CRT ≤ 2 detik, akral teraba hangat, tidak ada fraktur, tidak ada edema, tidak ada
lesi
5. Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak bengkak, tidak tampak lesi, tidak terdapat
kelainan
pada kulit abdomen
Palpasi : teraba massa yang keras dibagian kuadran 8 dan 9 pada abdomen,
tidak ada nyeri tekan
Perkusi : terdengar timpani, dullnes pada area hepar
Auskultasi : bising usus halus(+), frekuensi: 6x/menit.
6. Genitalia
Terpasang foley cateter, jumlah urin ±100 cc.
7. Kaki
Tidak ada fraktur, tidak ada oedema, tidak ada lesi, CRT < 3 detik.
8. Punggung
Tidak terdapat pada kelainan punggung
- Hematologi
- Darah lengkap
MCH = 31 pg N= 27-31
- Hitung jenis
- Hemostasis
PT = 16.0detik(H) N= 11.6-14.5
- Imunologi
Ph =7.39 N=7.35-7.45
PCO2 =44 mmHg N=34-45
- Elektrolit
e. Medikasi
Pre operasi
Post operasi
Pre Operasi
KEPERAWATAN
Data Objektif
- Tn.SM tampak
cemas dan
gelisah ketika
memasuki ruang
pre op
- Sering bertanya
terkait tindakan
yang akan
dilakukan pada
saat operasi
- Akral teraba
dingin
- Tanda-tanda
vital
TD : 100/42
mmHg
HR : 54x/i
RR : 20 x/i
Suhu : 36,3oC.
Analisa:
Nyeri akut belum
teratasi.
Planning:
Intervensi dilanjutkan
diruangan, kolaborasi
pemberian analgetik
Berikan analgetik sesuai
anjuran dokter.
Analisa:
Masalah keperawatan
teratasi
Planning:
Pasien dibawa keruang
OK
INTRA OPERASI
Pada pukul 11.45 WIB pasien dilakukan anastesi dengan jenis anastesi yaitu
general anastesi dan pada pukul 11.50 WIB pasien dilakukan tindakan laparatomy
dan eksplorasi karena dugaan awal dokter adalah pasien mengalami penyakit
peritonitis ec perforasi gaster. Kelengkapan tim operasi terdiri dari 1 orang dokter
operator dan 3 orang asisten dokter operator, 1 orang dokter anastesi, 2 orang
penata anastesi dan 1 orang perawat sirkuler. Posisi saat dilakukan tindakan
laparatomy adalah supinasi dan bagian tubuh yang tidak mempengaruhi operasi
ditutup dengan kain steril sedangkan bagian abdomen dibersihkan terlebih dahulu
Tanda tanda vital pasien stabil saat operasi berlangsung hingga selesai operasi pada
100%.
didapatkan bahwa gaster pasien tidak mengalami suatu masalah, sehingga dokter
dan perawat yang sedang melakukan operasi mencari lagi sumber dari penyakit
pasien dan didapatkan bahwa kolon sigmoid pasien mengalami gangren dan tinja
pasien sudah berserakan dalam rongga abdomen. Karena kolon sigmoid pasien
sudah mengalami gangren dan tidak memungkinkan untuk defekasi melalui anus
membersihkan rongga abdomen pasien dari tinja yang sudah berserakan tersebut.
Tinja yang dijumpai pada rongga abdomen pasien seperti tinja pada umumnya,
berwarna kuning dan keras dengan ukuran ± sekepalan tangan orang dewasa.
Bagian colon pasien yang mengalami gangren diambil sedikit ± 3x1 cm untuk
abdomen pasien kembali dijahit dan setelah operasi pasien dan tanda-tanda vital
pasien stabil maka pasien dipindahkan ke recovery room dengan menggunakan bed
transfort.
Circulation : IVFD RL 1000 cc, Output pendarahan 300 cc dan urin 500 cc,
NaCl untuk pembersihan 10 L, akral teraba dingin, CRT > 2 detik
Exposure : Terdapat luka insisi vertical diatas simfisis pubis sampai dengan 3 jari
POST OPERASI
A. Pengkajian
Keadaan Umum
recovery room dengan aldert score 10 menit pertama post op: aktivitas (0),
respirasi (1), sirkulasi (1), kesadaran (0), saturasi oksigen (1), sehingga total
modified aldert score 3. Kulit pasien teraba dingin, pucat, CRT > 2 detik dan pasien
tampak menggigil, tidak ada sianosis, pernapasan dangkal dan lambat, terdengar
suara gurgling, pendarahan intra operatif 300 cc, terdapat luka insisi bagian
abdomen 20 cm. TTV dimenit pertama TD: 122/53 mmHg, HR: 52 x/menit,
Airway : jalan nafas paten, bersih, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : pernafasan spontan, tidak ada pernafasan cuping hidung,
terdapat selang NGT pada hidung pasien, pasien
menggunakan oksigen NRM 10 L/m RR 23 x/i
Circulation : CRT < 2 Detik, akral hangat, konjungtiva anemis (-), kulit
bagian perifer terlihat merah
Disability : Alderate Score dari ruangan OK ke RR : 2, alderate Score
dari ruangan RR ke ruang rawat inap : 9 pupil isokor, refleks
terhadap cahaya (+/+), tidak ada kelemahan ektremitas
Exprossure : pasien terpasang infus Syiringe 20 tpm pada bagian
ekstremitas bagian atas pada bagian dextra. Kekuatan otot
pasien yaitu (5/5)
Folley Kateter : pasien terpasang kateter urine dengan haluaran urine 250 cc
Gastric tube : pasien terpasang NGT
Heart monitor : heart monitor stabil, HR dalam batas normal (90 x/i)
Analisa Data
No DATA ANALISA MASALAH
KEPERAWATAN
penumpukan secret
Analisa:
Masalah
teratasi
Planning:
Intervensi
dilanjutkan di
ruangan:
- Auskultasi
suara napas,
catat
adanya
suara napas
tambahan
- Lakukan
suction jika
perlu
- Motivasi
pasien
untuk
bernapas
pelan,
dalam, dan
batuk
Analisa:
Masalah
Hipotermi
teratasi
Planning:
Lanjutkan
intervensi saat
pindah
diruangan
- Monitor
suhu tubuh
- Monitor
TTV
- Berikan
pemanas
eksternal
- Monitor
adanya
gejala-
gejala yang
berhubunga
n dengan
hipotermia
ringan
Senin, Resiko Infeksi 14.42 1. Membatasi pengujung 15.45 WIB
18 b.d prosedur 14.45 2. Mengintruksikan pada keluarga Subjektif:
Maret invasif pengunjung untuk mencuci tangan Pasien
2019 mengatakan
saat berkunjung dan setalah
berkunjung meninggalkan pasien sakit pada
14.47
3. Mengintruksikan pada keluarga bagian luka
unakan sabun antimikroba untuk cuci yang dijahit
tangan
14.52
4. mempertahankan lingkungan aseptic
selama pemasangan alat Objektif:
5. Mengistruksikan pasien untuk tampak
15.05 minum antibiotic sesuai resep meringis
TD 100/65
mmHg, HR
58x/i, RR 20
x/i dan suhu
35,6 oC
Analisa:
Resiko Infeksi
belum teratasi
Planning:
Intervensi
dilanjutkan
diruangan,
membatasi
pengunjung,
cuci tangan
setiap sebelum
dan setelah
tindakan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bagian ini penulis akan membahas beberapa hal yang mendukung maupun
agar tindakan keperawatan lebih terarah dan mencapai tujuan semaksimal mungkin.
Penerapan asuhan keperawatan pada pasien dilakukan secara menyeluruh dan memiliki
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Penulis akan membahas sesuai dengan proses
evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian telah dilakukan pada Tn. SM pada tanggal 18 Maret 2019. Pasien
kesehatan masa lampau didapatkan bahwa ±2 tahun yang lalu pasien pernah dilakukan
operasi prostat dengan TURP. Pasien juga memiliki riwayat sakit asam urat dan pasien
rutin meminum obat asam urat yang dibeli di warung-warung dekat dengan rumah
pasien, selain itu pasien dari usia muda jarang mengkonsumsi minum air putih
sehingga pasien juga memiliki riwayat susah BAB dan BAB sering berdarah.
Sulit BAB dan BAB sering berdarah merupakan suatu tanda terdapatnya
infeksi bakteri pada bagian abdomen (Muttaqin & sari, 2011). Infeksi bakteri akan
menyebabkan terjadinya peritonitis. Bakteri yang paling sering mucul adalah E. Coli
& Sari, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Japanesa, dkk (2014), mengatakan
bahwa peritonitis paling banyak disebabkan oleh akibat perforasai pada bagian organ
dalam abdomen, salah satunya perforasi colon, yaitu 48 kasus dari 120 kasus. Hasil
penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada rumah sakit Hamburg-
terjadi pada Tn.SM disebabkan oleh infeksi bakteri yang mengakibatkan terjadionya
teraba massa yang keras dibagian kuadran 8 dan 9, terdapat distensi abdomen dan
bising usus menurun dan terdengar lemah yaitu 6 x/menit. Keluhan adanya abdomen
tampak bengkak, teraba massa yang keras dibagian kuadran 8 dan 9, terdapat distensi
abdomen dan bising usus menurun dan terdengar lemah merupakan salah satu dari
tanda dan gejala peritonitis (Kowalak & Hughes, 2010). Japanesa (2014) mengatakan
bahwa tata laksana bedah yang paling umum dilakukan pada pasien dengan peritonits
abdomen.
terdapatnya bagian colon yang mengalami gangren. Gangren adalah kondisi yang
terjadi ketika jaringan pada organ tubuh mengalami kematian, hal ini disebabkan
karena kekurangan suplai oksigen ke organ tersebut, adanya injury ataupun mengalami
infeksi (Gupta, 2014). Seseorang yang mengalami gangren pada colon ataupun pada
apendiks akan mengeluhkan nyeri pada abdomennya (Bozkurt, 2012). Hal ini sesuai
dengan penelitan yang dilakukan oleh Schattner (2012) yang mengatakan bahwa
seseorang dengan gangren colon ataupun apendix akan mengalami nyeri pada
abdomen. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan keluhan dari Tn. SM saat berada
diruang pre operasi yang mengatakan mengeluhkan nyeri pada bagian abdomennya.
Nyeri dirasakan sejak dirawat di RSUD Rengat, hilang timbul dan terasa semakin
mengeluhkan cemas karena akan dilakukan operasi, pasien mengatakan takut bahwa
penyakitnya tidak sembuh dan menanyakan kemungkinan apa yang akan terjadi
setelah di lakukan operasi. Secara objektif pasien tampak gelisah, raut wajah tampak
tegang, akral teraba dingin. Hasmawa (2016) menyatakan operasi laparatomy dengan
Pengobatan dengan operasi juga dapat meningkatkan kegelisahan, depresi, marah, dan
bosan. Penelitian Ayers et al (2007, dalam Cahyasari & Sakti, 2014) menunjukkan
penderita yang akan melakukan operasi khawatir dengan hasil akhir operasi.
pucat, CRT > 2 detik dan pasien tampak menggigil, tidak ada sianosis, pernapasan
dangkal dan lambat, terdengar suara gurgling. Hasil pemeriksaan TTV dimenit
pertama TD: 122/53 mmHg, HR: 52 x/menit, SpO2: 97%, T: 34,9 C, RR:
23x/menit. Suhu tubuh yang menurun hingga 35,00C atau lebih rendah lagi
Hipotermia dapat terjadi karena perambatan antara suhu permukaan kulit dan suhu
yang rendah dan produksi panas tubuh yang menurun karena penurunan laju
2008).
B. Diagnosa
merupakan proses yang sistematis yang terdiri dari tahap analisa data, identifikasi
masalah, dan perumusan diagnosis (PPNI, 2016). Berdasarkan hasil pengkajian yang
keperawatan pada Tn. SM yaitu 2 diagnosa pada saat pre operasi dan 3 diagnosa pada
penumpukan secret
dengan teori Kusuma & Nurarif (2015), didapatkan bahwa semua diagnosa yang
muncul pada saat pengkajian sesuai dengan teori. Namun etiologi yang diangkat pada
kasus Tn. SM dimodifikasi dengan temuan yang didapatkan pada saat pengkajian
seperti ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan efek anastesi dan
yang mucul berhubungan dengan efek anastesi dan lingkungan sedangkan berdasarkan
teori hipotermi berhubungan dengan evaporasi kulit dilingkungan yang dingin dan
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
yang terjadi secara tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan ( Nurarif &
Kusuma, 2015). Diagnosa ini ditegakkan pada saat pengkajian karena didapatkan
tanda dan gejala berupa pasien teriak kesakitan, memegang bagian yang sakit dan
pasien mengatakan skala nyeri 5. Hal ini sesuai dengan batasan karakteristik yang
terdapat dalam teori seperti mengekspresikan perilaku seperti gelisah, merengek dan
menangis, sikap melindungi area nyeri, dan melaporkan nyeri secara verbal (Nurarif &
Kusuma, 2015).
pengalaman subjektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat
pengkajian yang didapatkan berupa Tn. SM merasa cemas dengan kondisi yang akan
dihadapinya, tampak tegang dan gelisah, serta tekanan darah meningkat. Hal ini sesuai
dengan batasan karakteristik perilaku pasien ansietas seperti gelisah, khawatir, wajah
tegang, jantung berdebar-debar dan peningkatan tekanan darah (Nurarif & Kusuma,
2015).
Diagnosa ini ditegakkan setelah ditemukannya hasil pengkajian Tn. SM yang tidak
mampu batuk karena masih dalam pengaruh anestesi dan belum sadar, terdengar suara
gurgling, bunyi nafas menurun, frekuensi nafas berubah, dan pola nafas berubah. Hal
ini sesuai dengan batasan karateristik ketidakefektifan bersihan jalan nafas seperti
tidak ada batuk, suara nafas tambahan, perubahan frekuensi nafas, dan sputum dalam
di bawah rentang normal (PPNI, 2016). Penyebab yang berkaitan dengan Tn. SM
mengalami hipotermi adalah terpapar suhu lingkungan rendah dan efek agen
munculnya tanda dan gejala berupa kulit teraba dingin, menggigil, dan suhu tubuh
2015). Penyebab yang berkaitan dengan Tn. SM yang mengalami resiko infeksi adalah
pasien dilakukan operasi laparotomy, tampak luka insisi ± 15 cm, dan dilakukan
pembuatan lubang stoma di perut bagian kiri dan terpasang kolostomi. Diagnosa
resiko infeksi dapat ditegakkan dengan munculnya tanda dan gejala berupa terdapat
kerusakan integritas kulit post operasi, malnutrisi dan pengetahuan yang tidak cukup
C. Intervensi
disesuaikan dengan keadaan pasien. Rencana keperawatan yang dibuat mengacu pada
kebutuhan yang dibutuhkan dan dirasakan saat pengkajian serta landasan teori.
Rencana yang dibuat telah diprioritaskan sesuai dengan masalah kesehatan yang
dihadapi pasien saat ini. Rencana keperawatan yang dilakukan tidak hanya
adalah:
Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologis: perforasi colon sigmoid
rencana tindakan keperawatan untuk diagnosa nyeri akut. Namun rencana intervensi
tersebut akan dapat dilakukan diruangan pre operasi dibandingkan tindakan lainnya.
informasi
perjalanan penyakit
3. Yakinkan bahwa tidak hanya pasien yang mengalami penyakit seperti ini
cemas pasien
1. Posisikan pasien head thin chin lift untuk memaksimalkan ventilasi (Posisi
3. Monitor suhu dan warna kulit (Suhu dalam batas normal, tidak ada
sianosis)
1. Batasi pengujung
D. Implementasi
dialami pasien yaitu nyeri akut, ansietas, ketidakefektifan bersihan jalan nafas,
hipotermi dan resiko infeksi. Untuk mencapai tujuan keperawatan dengan kriteria
yang telah ditetapkan, maka perlu dilakukan kegiatan implementasi, sehingga tujuan
Asuhan keperawatan pada Tn. SM dilakukan pada saat pre operasi dan post
operasi tanggal 18 Maret 2019. Pada saat pre operasi, dilakukan semua implementasi
dari rencana intervensi untuk mengatasi nyeri dan ansietas. Selanjutnya penulis
kesehatan yang dialami pasien selama berada di ruang pemulihan (recovery room).
Pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas, hipotermi dan resiko infeksi,
keperawatan tersebut.
E. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan langkah akhir atau tahap akhir dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai atau tidak dan apakah perlu dilakukan pengkajian ulang. Dalam memberikan
asuhan keperawatan penulis terus-menerus mengumpulkan data baru dari pasien yang
nantinya digunakan sebagai bahan evaluasi selanjutnya. Adapun hasil yang diperoleh
Dari hasil implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 18 Maret 2019 di
ruang pre operasi didapatkan hasil evaluasi Tn. SM menyatakan bahwa rasa
Pada rencana intervensi penulis menetapkan tiga kritera hasil untuk tindakan
pasien melaporkan secara verbal bahwa nyeri berkurang; dan menyatakan rasa
objektif, didapatkan bahwa Tn. SM belum mencapai ketiga kriteria hasil tersebut
2) Diagnosa 2 : ansietas
Dari hasil implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 18 Maret 2019
cemas; pasien melaporkan secara verbal bahwa cemas berkurang; dan postur,
pasien ke ruang OK 3 agar tindakan operasi dapat dilakukan oleh tim operasi.
didapatkan hasil klien mengatakan tidak ada sesak, pernapasan bersih (tidak
terdengar lagi suara gurgling), tidak ada sianosis, jalan napas paten, TTV dalam
batas normal dengan TD: 122/53 mmHg, HR: 88x/menit, RR: 18x/menit, O2:
nafas abnormal, dan tidak ada dispnea. Berdasarkan evaluasi secara subjektif dan
tersebut sehingga dapat dikatakan masalah bersihan jalan nafas teratasi. Rencana
saat Tn SM di ruang rawat inap agar bersihan jalan nafas tetap paten adalah
auskultasi suara nafas dan catat adanya suara nafas tambahan, melakukan suction
bila perlu, dan motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, dan batuk.
didapatkan hasil bahwa Tn. SM menyatakan tidak kedinginan lagi, pasien tidak
tampak tidak menggigil, kulit teraba hangat, tidak ada tanda-tanda sianosis, dan
tanda-tanda vital dalam batas normal dengan TD:122/53 mmHg, N: 87x/menit,
Pada rencana intervensi penulis menetapkan tiga kritera hasil untuk masalah
hipotermi: suhu tubuh, nadi, dan RR dalam rentang normal; tidak ada sianosis;
dan pasien tidak tampak menggigil. Berdasarkan evaluasi secara subjektif dan
objektif, didapatkan bahwa Tn. SM mencapai tiga kriteria hasil tersebut sehingga
berulang, maka perlu dilakukan intervensi lanjutan yang telah disesuaikan dengan
ditetapkan adalah monitor suhu tubuh, monitor TTV, berikan pemanas eksternal,
didapatkan hasil bahwa Tn. SM menyatakan Pasien mengatakan sakit pada bagian
luka yang dijahit, pasien tampak meringis, TTV dalam batas normal: TD 100/65
masalah resiko infeksi: Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, mendeskripsikan
mencapai dua kriteria hasil tersebut sehingga dapat dikatakan masalah resiko
infeksi belum teratasi. Sehingga perawatan untuk mengurangi resiko infeksi