Anda di halaman 1dari 51

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Jalan

Jalan raya adalah jalur - jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat oleh

manusia dengan bentuk, ukuran - ukuran dan jenis konstruksinya sehingga dapat

digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan kendaraan yang

mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat

(Clarkson H.Oglesby,1999).

2.2 Pemeliharaan Jalan

Jalan mempunyai peranan yang strategis dan penting dalam pembangunan,

untuk itu harus dikelola dengan baik agar dapat berfungsi sebagaimana yang

diharapkan. Sesuai dengan karakteristiknya, jalan selalu cenderung mengalami

penurunan kondisi yang diindikasikan dengan terjadinya kerusakan pada

perkerasan jalan. Maka untuk memperlambat kecepatan penurunan kondisi dan

mempertahankan kondisi pada tingkat yang layak, jaringan jalan tersebut perlu

dikelola pemeliharaannya dengan baik agar jalan tersebut tetap dapat berfungsi

sepanjang waktu. Pengelolaan pemeliharaan jalan bukanlah pekerjaan yang mudah,

pada saat kondisi beban kendaraan yang cenderung jauh melampaui batas dan

kondisi cuaca yang kurang bersahabat menyebabkan ketahanan suata jalan menurun

dengan cepat.

Dengan selesainya pembangunan suatu jaringan jalan, maka kegiatan

penyelenggaraan jalan sekarang telah berubah penekanannya, yaitu dari pekerjaan

6
pembangunan jalan baru menuju ke pekerjaan pemeliharaan jalan. Jalan yang

selesai dibangun dan dioperasikan akan mengalami penurunan daya layanan, dan

pada akhirnya jalan tersebut tidak berfungsi lagi dengan baik sehingga

mengganggu kelancaran perjalanan.

Dibandingkan dengan pembangunan, permasalahan dalam pemeliharaan

jaringan jalan lebih rumit dan kompleks seperti yang dialami oleh berbagai negara

(World Bank, 1988; Schileser and Bull, 1993).

Beberapa perbedaan diantara pembangunan dan pemeliharaan jalan dapat

ditunjukan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbedaan Kegiatan Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan

Pembangunan Pemeliharaan

Pendekatan pelaksanaan Proyek Proses

Waktu Relatif singkat/ Jangka pendek Berjalan terus/ Jangka panjang

Lokasi Terbatas Tersebar

Biaya per kilometer Relatif tinggi Relatif rendah

Kebutuhan keterampilan Teknik, Pengelolaan Proyek Teknik, Pengelolaan Bisnis

Sumber : Tenik Pengelolaan Jalan Depertemen Pekerjaan umum,2005

Dibandingkan dengan pembangunan jalan, pekerjaan pemeliharaan jalan

bukanlah pekerjaan yang mudah. Terlebih lagi pada saat kondisi terbatasnya

anggaran serta adanya beberapa kendala teknis, antara lain, beban kendaraan yang

cenderung semakin besar, kondisi cuaca yang kurang bersahabat serta gangguan

lalu-lintas pada saat pelaksanaan pemeliharaan.

Kegiatan pemeliharaan tersebut menyangkut pengelolaan permasalahan

7
yang berkaitan dengan:

a Penyediaan mutu pelayanan tertentu (delevering a defined quality of

service),

b Sumber daya manusia, bahan, dan peralatan (resources of people,

materials, and equipment),

c Kegiatan dan prosedur (activities and procedures),

d Lokasi dari jaringan jalan (location of the network),

e Waktu penanganan (timing of interventions).

2.3 Tujuan Pemeliharaan Jalan

Seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.1, dimana akibat kondisi lalu

lintas dan kondisi non lalu lintas lainnya maka jalan akan mengalami penurunan

kondisi yang diindikasikan terjadinya kerusakan pada permukaan perkerasan jalan.

Penurunan kondisi tersebut mengakibatkan kemampuan jalan dalam mendukung

beban sumbu - sumbu komulatif berkurang (garis A) atau dengan kata lain umur

rencana perkerasan jalan akan berkurang.

Gambar 2.1 Hubungan Kondisi dan Akumulasi Beban Kendaraan

8
Sedangkan pada garis B ditunjukan pengaruh dari kegiatan pemeliharaan, yaitu

memperlambat tingkat kerusakan jalan (titik 1) dan memperbaiki kondisi

mendekati kondisi awal (titik 2 dan titik 3). Pemeliharaan yang dilakukan dengan

baik, akan menjaga jalan tidak menjadi rusak sehingga pengguna jalan akan

mengalami kenyamanan dalam mengendarai kendaraan. Sebaliknya bila

pemeliharaan tidak dilakukan dengan baik akan mengakibatkan jalan cepat rusak

dan pemakai jalan akan membayar lebih mahal untuk perbaikan kendaraan dan

penggunaan bahan bakar.

Secara umum dapat dijelaskan bahwa ada tiga tujuan utama dari

pemeliharaan jalan adalah sebagai berikut (World Bank, 1988):

2.3.1 Mempertahankan kondisi agar jalan tetap berfungsi.

Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan adalah untuk menjaga jalan dapat

digunakan sepanjang tahunnya guna melayani kebutuhan sosial ekonomi masyarakat

setempat. Jika jalan tersebut putus/ tertutup sehingga tidak dapat digunakan, maka akan

mengakibatkan terisolasinya masyarakat setempat dan akan berdampak kepada

masalah sosial ekonomi dan bahkan keamanan/ integritas suatu daerah.

Dengan terbukanya jalan sepanjang waktu maka kemungkinan terjadinya

penundaan pada angkutan dapat dihindari, sehingga perekonomian tetap berjalan

lancar. Terbukanya jalan secara terus menerus sepanjang waktu adalah merupakan

kepentingan masyarakat luas antara lain yang melakukan perjalanan, industri,

pertanian, dan kepentingan ekonomi.

9
2.3.2 Mengurangi tingkat kerusakan jalan.

Jalan yang digunakan untuk untuk melayani lalu lintas akan mengalami

penurunan kondisi dan pada akhirnya jalan akan semakin jelek dan penurunan

tersebut terus berlanjut sampai kondisi jalan tersebut rusak/ rusak berat sehingga tidak

dapat dipergunakan kembali. Untuk itu, jalan kemudian akan rehabilitasi/ dikembalikan

kondisinya seperti kondisi semula. Dengan pemeliharaan, maka laju kerusakan jalan

tersebut dapat dikurangi sehingga jalan dapat melayani lalu lintas sesuai dengan umur

rencananya. Penyelenggara jalan sangat berkepentingan agar umur pelayanan sesuai

dengan umur rencananya.

2.3.3 Memperkecil biaya operasi kendaraan (BOK).

Besarnya biaya operasi kendaraan ditentukan oleh: jenis kendaraan, geometri

dari jalan, dan kondisi dari jalan. Sehingga dengan pemeliharaan jalan yang baik maka

tingkat kerataan dapat dipertahankan dan biaya operasi kendaraan tidak meningkat.

Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa,

peningkatan ketidakrataan dari 2,5 m/km ke 4,0 m/km akan menaikan biaya operasi

kendaraan sebesar 15% dan bila kenaikan besarnya ketidakrataan sampai dengan 10

m/km biaya operasi kendaraan akan meningkat menjadi 50%. Jalan yang semakin

rusak akan menyebabkan ketidakrataan tinggi dan memberikan konsekuensi keausan

kendaraan dan konsumsi bahan bakar semakin tinggi (Richard Robinson dkk, 1998).

Peningkatan ketidakrataan dari 2,5 m/km ke 4,0 m/km akan menaikan biaya

operasi kendaraan sebesar 15% dan bila kenaikan besarnya ketidakrataan sampai

dengan 10 m/km biaya operasi kendaraan akan meningkat menjadi 50%. Jalan yang

semakin rusak akan menyebabkan ketidakrataan tinggi dan memberikan konsekuensi

10
keausan kendaraan dan konsumsi bahan bakar semakin tinggi (Richard Robinson dkk,

1998).

2.4 Penurunan Kondisi Jalan

Indikasi yang menunjukkan terjadinya penurunan kondisi jalan adalah

terjadinya kerusakan jalan, baik kerusakan fungsional dan kerusakan struktural,

dapat bermacam-macam yang dapat dilihat dari bentuk dan proses terjadinya.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kerusakan yang terjadi tersebut akan

mempengaruhi nilai kekasaran pada perkerasan dan pada akhirnya akan menyebab

terganggunya kenyamanan berkendaraan, meningkatkan biaya operasi

kendaraan dan kemungkinan jalan tersebut akan tidak dapat berfungsi.

2.5 Jenis-jenis Kerusakan

Jenis kerusakan pada perkerasan jalan dapat dikelompokkan atas 2

macam, yaitu:

2.5.1 Kerusakan Struktural

Kerusakan struktural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian atau

keseluruhanya, yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu mendukung

beban lalu lintas. Untuk itu perlu adanya perkuatan struktur dari perkerasan dengan cara

pemberian pelapisan ulang (overlay) atau perbaikan kembali terhadap lapisan

perkerasan yang ada.

11
2.5.2 Kerusakan Fungsional

Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang dapat

menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut. Kerusakan ini dapat berhubungan

atau tidak dengan kerusakan struktural. Pada kerusakan fungsional, perkerasan jalan

masih mampu menahan beban yang bekerja namun tidak memberikan tingkat

kenyamanan dan keamanan seperti yang diinginkan. Untuk itu lapisan permukaan

perkerasan harus dirawat agar permukaan kembali baik.

Indikasi yang menunjukkan ke arah kerusakan jalan, baik kerusakan

fungsional dan kerusakan struktural, dapat bermacam-macam yang dapat dilihat

dari bentuk dan proses terjadinya. Indikasi yang timbul pada permukaan perkerasan

dapat mempengaruhi nilai kekasaran pada perkerasan.

Secara garis besar, kerusakan pada perkerasan beraspal dapat dikelompokkan

atas empat modus kejadian, yaitu retak, cacat permukaan, deformasi, dan cacat tepi

perkerasan. Untuk masing-masing modus tersebut dapat dibagi lagi kedalam

beberapa jenis kerusakan seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Jenis Kerusakan Perkerasan Beraspal

MODUS JENIS CIRI


• Retak
Retak memanjang Memanjang searah sumbu jalan
Retak melintang Melintang tegak lurus sumbu jalan
Retak tidak beraturan Tidak berhubungan dgn pola tdk jelas
Retak selip Membentuk parabola atau bulan sabit
Retak blok Membentuk poligon, spasi jarak > 300
Retak buaya mm
Membentuk poligon, spasi jarak < 300
mm

12
• Deformasi Alur Penurunan sepanjang jejak roda
Keriting Penurunan regular melintang,
Amblas berdekatan
Sungkur Cekungan pada lapis permukaan
Peninggian lokal pada lapis permukaan

• Cacat Lubang Tergerusnya lapisan aus di


Permukaan permukaan perkerasanyang
berbentuk seperti mangkok.
Delaminasi Terkelupasnya lapisan tambah
pd perkerasan yanglama.
Pelepasan butiran Lepasnya butir-butir agregat
dari permukaan
Pengausan Ausnya batuan sehingga menjadi licin
Kegemukan Pelelehan aspal pada
permukaan perkerasan
Tambalan Perbaikan lubang pada permukaan
perkerasan

• Cacat Tepi Gerusan tepi Lepasnya bagian tepi perkerasan


Perkerasan Penurunan tepi Penurunan bahu jalan dari tepi
perkerasan

Sumber : Tata cara pemeliharaan jalan Bina Marga,1990

2.6 Penyebab Kerusakan

Faktor penyebab kerusakan perkerasan jalan dapat dikelompokkan sebagai

berikut:

2.6.1 Faktor Lalu Lintas

Kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan terutama disebabkan oleh lalu lintas.

Faktor lalu lintas tersebut ditentukan antara lain oleh beban kendaraan, distribusi beban

kendaraan pada lebar perkerasan, pengulangan beban lalu lintas dan lain sebagainya.

Damage Factor (daya rusak) kendaraan biasanya dinyatakan terhadap daya rusak

kendaraan standar beban 8,16 ton. Untuk kendaraan dengan beban lainnya, daya rusak

kendaraan tersebut terhadap daya rusak kendaraan beban standar dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

13
P 4
DF =
[ 8,16 ] , Untuk sumbu tunggal ...............................Pers 2.1

P 4
DF = 0,086
[ 8,16 ] , Untuk sumbu ganda......................Pers 2.2

dimana:

P = Beban sumbu.

DF = Faktor daya rusak kendaraan (Damage Factor) atau sering disebut dengan

faktor ekivalensi.

Persamaan tersebut di atas menunjukkan bahwa daya rusak suatu beban as

meningkat secara eksponensial apabila beban ditambah.

Sehingga apabila suatu beban as tunggal dinaikkan dari 8.160 kg menjadi 16.320

kg (kurang lebih 2 kalinya) maka kerusakkan pada jalan yang akan terjadi adalah

menjadi 16 kalinya. Dengan adanya pertambahan volume beban lalu lintas yang

ekponensial tersebut maka akan mempercepat terjadinya kerusakan dan umur rencana

dari perkerasan tidak akan tercapai.

2.6.2 Faktor Non Lalu Lintas

Selain faktor lalu lintas, ada pengaruh lain yang memberikan pengaruh yang

besar dalam kerusakan jalan yang termasuk dalam non lalu lintas. Faktor non lalu lintas

tersebut adalah: bahan perkerasan, pelaksanaan pekerjaan, dan lingkungan (cuaca).

Terjadinya kerusakan akibat faktor-faktor non lalu lintas ini dapat disebabkan oleh:

- Kekuatan tanah dasar dan material perkerasan;

- Pemadatan tanah dasar dan lapis perkerasan;

14
- Faktor pengembangan dan penyusutan tanah dasar;

- Kedalaman muka air tanah;

- Curah hujan;

- Variasi temperatur sepanjang tahun.

2.7 Mekanisme Kerusakan

Pada perkerasan beraspal, kerusakan pada perkerasan dapat terjadi melalui

berbagai mekanisme sebagaimana yang diilustrasikan pada Gambar 2.2. Akibat

beban kendaraan, pada setiap lapis perkerasan terjadi tegangan dan regangan.

Pengulangan beban mengakibatkan terjadinya retak lelah pada lapis beraspal serta

deformasi pada semua lapisan. Cuaca mengakibatkan lapis beraspal menjadi rapuh

(getas) sehingga makin rentan terhadap terjadinya retak dan disintegrasi (pelepasan).

Bila retak sudah mulai terjadi, luas dan keparahan retak akan berkembang cepat

hingga akhirnya terjadinya lubang.

Di samping itu, retak memungkinkan air masuk ke dalam perkerasan

sehingga mempercepat deformasi dan memungkinkan terjadinya penurunan

kekuatan geser dan perubahan volume. Deformasi kumulatif pada jejak roda dapat

terjadi dalam bentuk alur pada permukaan, sedangkan perbedaan deformasi akan

mengakibatkan ketidakteraturan bentuk atau distorsi profil yang dikenal sebagai

ketidakrataan (roughness).

15
Gambar 2.2 Mekanisme dan kerusakan beraspal

Ketidakrataan permukaan perkerasan merupakan hasil dari rangkaian

mekanisme kerusakan serta gabungan pengaruh berbagai modus kerusakan.

Besarnya ketidakrataan ini dapat menunjukkan gambaran kondisi perkerasan, dan

juga biasanya digunakan untuk menghitung biaya operasi kendaraan.

2.8 Sistem Penilaian Kondisi Jalan

Hal penting dalam pemeliharaan dalam pengelolaan jalan adalah kemampuan

dalam menentukan kondisi ketika jalan tersebut mulai beroperasi dan

memperkirakan kondisinya pada masa yang akan datang. Untuk memprediksi

kondisi perkerasan dengan baik, maka dibutuhkan suatu sistem penilaian untuk

mengidentifikasi kondisi jalan secara berkala. Sistem ini merpakan alat bagi penilai

dalam melakukan identifikasi kondisi jalan. Dalam hal ini, yang dibahas adalah :

16
- Penilaian Kondisi jalan menurut metode Bina Marga dan,

- Penilaian Kondisi jalan menurut metode Pavement Condition Index (PCI).

2.8.1 Penilaian Kondisi Jalan Menurut Metode Bina Marga

Metode Bina Marga memberikan petunjuk teknis tentang tata cara penyusunan

program pemeliharaan jalan. Terkait dengan metode tersebut dalam memantau

kondisi terkini jalan maka ada beberapa survey yang dilaksanakan yaitu :

2.8.1.1 Survey Penjajagan Kondisi Jalan

Survey ini dilakukan pada jalan mantap ( Kondisi baik / sedang ) setiap

tahunnya untuk memutakhirkan data inventarisasi kondisi jalan.

2.8.1.2 Survey Penyaringan Ruas Jalan

Survei ini dilaksanakan pada sepertiga bagian jaringan jalan yang tidak mantap

(Kondisi rusak / rusak berat) setiap tahunnya, untuk memutakhirkan data

inventarisasi kondisi jalan dan mengumpulkan informasi mengenai kondisi jalan

dengan foto – foto, sehingga memungkinkan untuk digunakan dalam penaksiran

biaya peningkatan jalan dan penilaian manfaat guna keperluan penyaringan program.

2.8.1.3 Survey Kecepatan

Survey ini dilakukan pada semua ruas yang terbuka untuk kendaraan roda

empat, dan telah dilakukan survey penyaringan ruas jalan untuk membantu penilaian

kondisi permukaan jalan.

17
2.8.1.4 Survey Lalulintas

Survei ini dilakukan pada ruas yang terbuka untuk kendaraan roda empat dan

telah disurvey penyaringan ruas jalan. Survey lalulintas berguna untuk mendapatkan

data lalulintas harian rata – rata (LHR) yang akan digunakan dalam memperkirakan

nilai manfaat dari peningkatan jalan dan dalam menentukan standar desain jalan yang

sesuai.

2.8.1.5 Survey Kependudukan

Surey ini dilakukan pada ruas jalan yang tidak terbuka untuk kendaraan roda

empat dan telah disurvey penyaringan ruas jalan. Survey ini berguna untuk

mendapatkan data penyebaran jumlah penduduk yang akan digunakan dalam

memperkirakan potensi jumlah penduduk yang akan menggunakan jalan, jika jalan

ditingkatkan.

2.8.1.5 Survey Hambatan Lalulintas

Survey ini dilaksanakan pada ruas – ruas jalan yang tidak terbuka untuk

kendaraan roda empat dan telah disurvey penyaringan ruas jalan. Survey hambatan

lalulintas berguna untuk mendapatkan data mengenai jenis, lokasi dan lama

hambatan yang mempengaruhi akses jalan yang bersangkutan. Informasi dari survey

kependudukan dan survey hambatan lalulintas berguna untuk memperkirakan nilai

manfaat yang timbul dari peningkatan suatu jalan dan menentukan standar

perancangan jalan yang sesuai.

18
2.8.1.6 Penilaian Kondisi Perkerasan

Survey kondisi permukaan jalan dilakukan dengan berjalan kaki sepanjang

jalan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan survei adalah sebagai berikut:

- Kekasaran Peraukaan (Surface Texture)

- Lubang-lubang (Pot Holes)

- Tambalan (Patching)

- Retak-retak (Cracking)

- Alur (Ruting)

- Amblas (Depression)

Penentuan angka dan nilai untuk masing-masing keadaan dapat dilihat pada

Tabel 2.4. Dengan menjumlahkan nilai - nilai keseluruhan keadaan maka didapatkan

nilai kondisi jalan.

Urutan Prioritas dihitung. dengan memakai rumus sebagai berikut :

Urutan Prioritas = 17 - (Kelas LHR + Nilai - Kondisi Jalan) ....................Pers 2.3

Dengan :

Kelas LHR = Kelas lalu-lintas untuk pekerjaan Pemeliharaan (lihat

Tabel 2.3.)

Nilai Kondisi Jalan = Nilai yang diberikan terhadap

kondisi jalan (lihat Tabel 2.4.)

-. Urutan prioritas 0 – 3, menandakan bahwa jalan harus dimasukkan dalam

program peningkatan.

-. Urutan prioritas 4 – 6, menandakan bahwa jalan perlu dimasukkan dalam

program pemeliharaan berkala.

19
-. Urutan prioritas > 7, menandakan bahwa jalan tersebut cukup dimasukkan

dalam program pemeliharaan rutin.

Tabel 2.3 Kelas lalulintas untuk pekerjaan pemeliharaan

KELAS
LHR
LALU - LINTAS

0 < 20
1 20 - 50
2 50 - 200
3 200 - 500
4 500 - 2.000
5 2.000 - -5.000
6 5.000 - 20.000
7 20.000 - 50.000
8 >50.000

Sumber : Tata cara pemeliharaan jalan Bina Marga,1990

Tabel 2.4 Nilai kondisi jalan


Penilaian Kondisi

Angka Nilai
26 - 29 9
22 - 25 8
19 - 21 7
16 - 18 6
13 - 15 5
10 - 12 4
7-9 3
4-6 2
0-3 1

20
Tabel 2.4 Nilai kondisi jalan (Lanjutan)
Retak - Retak
Tipe Angka
E. Buaya 5
D. Acak 4
C. Melintang 3
B. Memanjang 1
A. Tidak ada 1
Lebar Angka
D. > 2 mm 3
C. 1 - 2 mm 2
B. < 1 mm 1
A. Tidak ada 0
Jumlah Kerusakan
Luas Angka
D. > 30 % 3
C. 10 - 30 % 2
B. < 10 % 1
A. 0 0
Alur
Kedalaman Angka
E. > 20 mm 7
D. 11 - 20 mm 5
C. 6 - 10 mm 3
B. 0 - 5 mm 1
A. Tidak ada 0
Tambalan dan Lubang
Luas Angka
D. > 30 % 3
C. 20 - 30 % 2
B. 10 - 20 % 1
A. < 10 % 0
Kekasaran Permukaan
Angka
E. Desintegration 4
D. Pelepasan Butir 3
C. Rough (Hungry) 2
B. Fatty 1
A. Close Texture 0
Amblas Angka
D. > 5/100 m 4
C. 2 - 5/100 m 2
B. 0 - 2/100 m 1
A. Tidak ada 0
Sumber : Tata cara pemeliharaan jalan Bina Marga,1990

21
2.9.1 Pemeliharaan Jalan Metode Bina Marga

Kegiatan pemeliharaan jalan dapat dikelompokkan atas beberapa kategori

kegiatan pemeliharaan berdasarkan frekuensi penanganan atau waktu pelaksanaan,

bentuk fisik pekerjaan, dan nilai pekerjaannya.

2.9.1.1 Waktu Penanganan

Menurut frekuensi penanganannya, pemeliharaan yang dilakukan tersebut

dapat dikelompokan atas beberapa kategori pemeliharaan yang masing-masing jenis

kegiatan pemeliharaan tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel 2.5. Sedangkan untuk

kegiatan pelebaran jalan, perbaikan geometri jalan, dan sudah tentu juga dengan

pembangunan seksi jalan tidak termasuk dalam kegiatan pemeliharaan jalan,

melainkan masuk dalam kegiatan pembangunan jalan.

Kategori kegiatan pemeliharaan berdasarkan waktu penanganan tersebut

adalah terdiri dari:

2.9.1.2 Pemeliharaan Rutin

Frekuensi pemeliharaan yang dilakukan adalah dengan interval penanganan

kurang dari 1 (satu) tahun. Kegiatan pemeliharaan rutin ini dibedakan atas yang

direncanakan secara rutin (cyclic) dan tidak direncanakan yang tergantung pada

kejadian kerusakan (reactive).

2.9.1.3 Pemeliharaan Periodik

Frekuensi pemeliharaan yang dilakukan adalah secara periodik dengan interval

penanganan beberapa tahun. Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan baik untuk

22
menambah nilai struktural ataupun memperbaiki nilai fungsionalnya yang meliputi

kegiatan- kegiatan yang bersifat pencegahan (preventive), pelaburan (resurfacing),

pelapisan tambah (overlay), dan rekonstruksi perkerasan (rehabilitation).

2.9.1.4 Pekerjaan Darurat

Frekuensi pemeliharaan darurat ini tidak dapat diperkirakan sebelumnya

karena kejadiannya tersebut tidak dapat diperkirakan atau diprediksi. Pekerjaan

pemeliharaan yang termasuk dalam kegiatan ini adalah perbaikan sementara untuk

jalan tertutup akibat longsoran, banjir atau bekas kecelakaan kendaraan.

Tabel 2.5 Kategori Kegiatan Pemeliharaan Jalan (HDM IV: Odoki, 2000)
Aktifitas Kegiatan yang
Kategori Kegiatan Tipe Kegiatan Uraian
dilaksanakan
Pemeliharaan Rutin Mempunyai siklus Kegiatan pemeliharaan Jalan Beraspal/ Tdk Beraspal:
tertentu (Cyclic ) rutin yang dilakukan secara
terjadwal dengan interval
tertentu untuk
mengantisipasi akibat dari
pengaruh lingkungan.
(Routine Maintenance ) • Pembersihan jalan dan
• Pekerjaan tersebut bangun pelengkap jalan.
• Pengendalian
dilaksanakan tiap tahun.
tanaman/pemotongan rumput.
• Dananya dialokasikan • Pemeliharaan gorong-gorong
tiap tahun. dan saluran drainase samping.
Keadaan/ kondisi Kegiatan perbaikan Jalan Beraspal:
kerusakan yang kerusakan jalan secara • Taburan Pasir (Sanding)
ada (Reactive ) responsif berdasarkan
• Laburan Aspal Pasir Setempat
kondisi kerusakan yang
(local sealing)
terjadi untuk
mengantisipasi kerusakan • Penyumbatan Retak (crack
ringan akibat pengaruh lalu sealing)
lintas dan lingkungan. • Penambalan Permukaan/
Perataan Permukaan (sk in
patching/ filling in)
• Penambalan struktural (deep
patching)
• Penambalan Kerikil Setempat
(spot regravelling/ patching)
• Perataan Bahu dan lereng

(filling on shoulder and slopes).

• Perbaikan Drainase
(improvement drainase)
• Perbaikan Bahu Jalan
(shoulder improvement)

23
Tabel 2.5 Kategori Kegiatan Pemeliharaan Jalan (Lanjutan)

Jalan Tidak Beraspal:


• Perbaikan Lubang (Potholes)
• Perbaikan Alur
• Dragging
• Grading
Pemeliharaan Periodik Pencegahan Penambahan lapis tipis Jalan Berasapal:
aspal pada permukaan
guna memperbaiki
integritas permukaan dan
sebagai lapis kedap air
namun tidak meningkatkan
kekuatan struktur dari
perkerasan
(Periodik Maintenance ) (Preventive ) • Laburan Aspal Taburan Pasir–
• Pekerjaan BURAS (Resealing )
direncanakan dengan • Lapis Tipis Aspal Pasir –
interval beberapa tahun. LATASIR/ HRS
• Lapis Bubur Aspal (Slurry
• Secara tipikal dana Seal )
harus dialokasikan
Pelaburan Penambahan lapis Jalan Beraspal:
permukaan guna
memperbaiki integritas dan
kedap air dan tidak untuk
meningktakan kekuatan
strukutr dari perkerasan

untuk tiap tahun atau


(Resurfacing ) • Laburan Permukaan Aspal
hanya pada awalnya saja.
(Surface Dressing ), yaitu Burtu
dan Burda.
• Lapis Tipis Aspal Beton –
LATASTON (Thin Overlay )

Jalan Tidak Beraspal:


• Regravelling

Pelapisan Tambah Penambahan tebal lapisan Jalan Beraspal:


perkerasan dengan tebal
tertentu guna
meningkatkan insgritas
struktural dan
menginkatkan kekuatan
struktur dari perkerasan
(Overlay ) • Lapis Penetrasi Macadam –
LAPEN (Macadam ).
• Lapis Aspal Beton – LASTON
(Asphalt Concrete ).

24
Tabel 2.5 Kategori Kegiatan Pemeliharaan Jalan (Lanjutan)

Rekonsruksi Mengganti sebagai atau Jalan Beraspal:


Perkerasan keseluruhan dari
(Pavement perkerasan dan kemudian
Reconstruction ) menambahnya dengan
yang baru untuk
meningkatkan itegritas
struktural dan kekuatan
struktur perkerasan
• Inlay
• Mill and Replace
• Full pevement Recosntruction

Pemeliharaan Khusus Pekerjaan Darurat Penanganan jalan secara Jalan Beraspal/ Tdk Beraspal:
darurat untuk jalan yang
terhambat atau tertutup
akibat bencana alam atau
kecelakaan kendaraan.
(Emergency
(Special Works ) • Penanggulangan Kecelakaan
works )
• Pekerjaan tsb tidak kendaraan.
dapat dipastikan • Penanggulangan Bencana
diawal. alam.
• Dibutuhkan dana
khusus/ dana
kontigensi & dapat
dimasukkan kedalam
pemeliharaan tahunan.

Sumber : Tata cara pemeliharaan jalan Bina Marga,1990

2.9.1.5 Fisik Pekerjaan

Berdasarkan bentuk fisik pekerjaan atau penanganan kegiatan seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.3, jenis kegiatan pemeliharaan jalan berdasarkan fisik

dalam kegiatan pelaksanaannya dapat dikelompokan menjadi: perawatan,

rehabilitasi, penunjangan, dan peningkatan. Masing-masing jenis kegiatan

pemeliharaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

25
2.9.1.6 Perawatan Jalan

Gambar 2.3 Penanganan kegiatan pemeliharaan (Bina Marga)

Perawatan jalan adalah kegiatan merawat serta memperbaiki kerusakan-

kerusakan setempat yang terjadi pada jalan. Kegiatan ini dilaksanakan secara

terencana sesuai dengan kebutuhan agar kondisi pelayanannya dapat dipertahankan

dan menurun secara wajar seperti yang diperhitungkan.

2.9.1.7 Rehabilitasi

Rehabilitasi jalan merupakan kegiatan penanganan terhadap setiap

kerusakan yang tidak diperhitungkan dalam desain, yang berakibat menurunnya

kondisi kemantapan pada bagian/ tempat tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi

pelayanan mantap. Dengan rehabilitasi, maka penurunan kondisi kemantapan

tersebut dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai rencana yang

26
diperkirakan. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengatasi kerusakan-kerusakan pada

segmen tertentu yang mengakibatkan penurunan yang tidak wajar pada

kemampuan pelayanan jalan pada bagian-bagian tertentu.

2.9.1.8 Penunjangan Jalan

Penunjangan jalan merupakan kegiatan penanganan untuk dapat meningkatkan

kemampuan pelayanan pada ruas jalan pada kondisi kemampuan pelayanan tidak

mantap atau kritis, agar ruas jalan tersebut tetap dapat berfungsi melayani lalu lintas

dan agar kondisi jalan pada setiap saat tidak semakin menurun. Kegiatan ini

merupakan kegiatan pemeliharaan jalan yang bersifat darurat/ sementara.

2.9.1.9 Peningkatan Jalan

Yang dimaksud dengan peningkatan jalan adalah suatu kegiatan untuk

memperbaiki kondisi jalan yang kemampuannya tidak mantap atau kritis, sampai

suatu kondisi pelayanan yang mantap sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan.

Kegiatan ini merupakan kegiatan penanganan jalan yang dapat meningkatkan

kemampuan strukturalnya sesuai dengan umur rencana jalan tersebut. Sedangkan

untuk kondisi pelayanan mantap, tidak mantap, dan kritis didefinisikan sebagai

berikut:

a. Kondisi Pelayanan Mantap

Kondisi pelayanan sejak konstruksi masih baru sampai dengan kondisi

pelayanan pada batas kemantapan (atau akhir umur rencana), dengan penurunan nilai

27
kemantapan wajar seperti yang diperhitungkan. Yang termasuk dalam kondisi ini

adalah jalan dengan kondisi Baik (B) dan Sedang (S).

b. Kondisi Pelayanan Tidak Mantap

Kondisi pelayanan berada diantara batas kemantapan sampai dengan batas

kritis. Termasuk dalam kondisi ini adalah jalan dengan kondisi Rusak (R ) atau

Kurang Baik.

c. Kondisi Kritis

Kondisi pelayanan dengan nilai kemantapan mulai dari batas kekritisan

sampai dengan tidak terukur lagi, dimana kondisi tersebut menyebabkan

kapasitas jalan menurun. Termasuk dalam kondisi ini adalah jalan dengan kondisi

Rusak Berat (RB) atau Buruk.

2.9.1.10 Nilai Pekerjaan

Pengelompokan berdasarkan jenis pemeliharaan berdasarkan nilai pekerjaan

ini umumnya dilakukan untuk kegiatan pengelolaan jalan pada tahapan perencanaan

umum dan pemrograman tahunan. Ditinjau dari biaya dan nilai pekerjaan, jenis

pemeliharaan jalan dibedakan atas: pekerjaan berat, pemeliharaan berkala,

pemeliharaan rutin, penyangga, dan pekerjaan darurat. Masing-masing akan

diuraikan sebagai berikut:

28
2.9.1.11 Pekerjaan Berat (PK)

Pekerjaan ini disebut juga pekerjaan peningkatan dan dilakukan untuk jalan

berkondisi rusak/ rusak berat. Pekerjaan berat ini dimaksudkan untuk meningkatkan

jalan ke arah standar minimum yang sesuai dengan tingkat lalu lintas yang

diperkirakan, dan biasanya merupakan pembangunan kembali perkerasannya.

Pekerjaan berat ini dapat berupa pembangunan baru, peningkatan atau rehabilitasi

dengan umur rencana paling sedikit 10 tahun dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pembangunan Baru

Pada umumnya terdiri atas pekerjaan untuk meningkatkan jalan tanah atau jalan

setapak agar dapat dilintasi oleh kendaraan roda 4 sesuai dengan standar minimalnya.

Kondisi jalan yang berat ini, memerlukan biaya yang besar dan biasanya pekerjaan

tanah yang besar pula.

b. Pekerjaan Peningkatan

Pekerjaan ini untuk meningkatkan standar pelayanan dari jalan yang ada, baik

yang berupa membuat lapisan menjadi lebih halus, seperti pengaspalan terhadap

jalan yang belum diaspal atau menambah lapisan tipis Aspal Beton-Lataston (Hot

Rolled Sheet) atau menambah lapisan struktur lain seperti Lapis Penetrasi Makadam

atau Lapis Aspal Beton ( Asphalt Concrete ) guna memperkuat struktur

perkerasannya atau memperlebar lapisan perkerasan yang ada.

29
2.9.1.11 Pekerjaan Rehabilitasi

Pekerjaan ini dilaksanakan bila pekerjaan pemeliharaan yang secara tetap dan

seharusnya dilaksanakan diabaikan, atau pemeliharaan berkala terlalu lama ditunda

sehingga keadaan lapisan semakin memburuk.

Yang termasuk dalam kategori ini adalah perbaikan terhadap kerusakan lapisan

permukaan seperti lubang-lubang dan kerusakan struktural seperti amblas, asalkan

kerusakan tersebut kurang dari 15-20% dari seluruh perkerasan yang biasanya berkaitan

dengan lapisan aus baru. Pembangunan kembali secara total biasanya diperlukan bila

kerusakan struktural sudah tersebar luas sebagai akibat dari diabaikannya pemeliharaan,

atau kekuatan desain yang tidak sesuai, atau karena umur yang telah terlampau.

2.9.1.12 Pemeliharaan Berkala (MP)

Yaitu pekerjaan perbaikan dengan frekuensi yang direncanakan dalam satu tahun

atau lebih pada suatu lokasi, seperti pengaspalan atau pelapisan ulang permukaan jalan

beraspal berkala dan pengkerikilan ulang jalan kerikil serta pekerjaan drainase. Pekerjaan

ini dilakukan untuk jalan dengan kondisi sedang. Termasuk dalam pekerjaan ini adalah

persiapan dan pekerjaan perbaikan lain untuk mempertahankan, agar jalan tetap pada

kondisi baik. Apabila pekerjaan pengaspalan atau pelapisan ulang dilakukan pada suatu

segmen, maka seluruh pekerjaan pemeliharaan, termasuk pekerjaan drainase, dinyatakan

sebagai pekerjaan berkala.

2.9.1.13 Pemeliharaan Rutin (MR)

Adalah pekerjaan ringan dan pekerjaan rutin umum, yang dilaksanakan pada

30
jangka waktu yang teratur dalam setahun. Dikatakan pekerjaan ringan karena pekerjaan

ini tidak membutuhkan alat berat namun pekerjaannya tersebut dilakukan untuk jalan

yang berkondisi baik yang tersebar dalam suatu jaringan jalan. Jenis kegiatan dalam

pekerjaan ini antara lain dapat berupa penambalan lapis permukaan dan pemotongan

rumput.

2.9.1.14 Pekerjaan Penyangga (H)

Pekerjaan penyangga ini dilakukan untuk jalan yang berkondisi rusak/ rusak

berat namun tidak dapat dilakukan kegiatan peningkatan (karena keterbatasan dana).

Pada intinya dari pekerjaan ini adalah menjaga agar jalan tersebut tidak lebih

memburuk atau makin parah sehingga jalan tersebut masih dapat dilalui oleh

kendaraan. Dana yang memadai perlu dicadangkan untuk kegiatan penyangga ini.

2.9.1.15 Pekerjaan Darurat

Pekerjaan ini sangat diperlukan untuk mengatasi jalan yang berkondisi baik,

sedang, dan rusak. Dimana pada jalan terebut baru saja tertutup untuk lalu lintas

kendaraan roda 4 karena keadaan yang mendadak seperti terjadinya tebing, jembatan

yang roboh atau akibat kecelakaan. Dana untuk kegiatan darurat ini tidak dapat

disiapkan sebelumnya, tetapi sebaiknya perlu dicadangkan dalam jumlah yang

sepadan.

2.9.2 Penilaian Kondisi Jalan Menurut Metode Pavement Condition Index (PCI)

Indeks Kondisi Perkerasan adalah tingkatan dari kondisi permukaan

31
perkerasan dan ukurannya yang ditinjau dari fungsi daya guna yang mengacu pada

kondisi dan kerusakan dipermukaan perkerasan yang terjadi. Metode PCI ini

merupakan indeks numerik yang nilainya diantara 0 sampai 100. Nilai 0, menunjukan

perkerasan dalam kondisi sangat rusak, dan nilai 100 menunjukan perkerasaan masih

sempurna. Metode PCI ini didasarkan pada hasil survey kondisi visual. Tipe

kerusakan, tingkat keparahan kerusakan, dan ukurannya diidentifikasikan saat survey

kondisi tersebut. Metode PCI dikembangkan untuk memberikan indeks dari

integritas struktur perkerasan dan kondisi operasional permukaannya. Informasi

kerusakan yang diperoleh sebagai bagian dari survey kondisi, memberikan informasi

sebab – sebab kerusakan, dan apakah kerusakan terkait dengan beban atau iklim.

2.9.2.1 Istilah-istilah dalam Hitungan PCI

Dalam hitungan PCI, maka terdapat istilah-istilah sebagai berikut ini.

2.9.2.2 Nilai Pengurang (Deduct Value, DV)

Nilai Pengurang (Deduct Value) adalah suatu nilai pengurang untuk setiap

jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan kerapatan (density) dan tingkat

keparahan (severity level) kerusakan. Karena banyaknya kemungkinan kondisi

perkerasan, untuk menghasilkan satu indeks yang memperhitungkan ketiga faktor

tersebut umumnya menjadi masalah. Untuk mengatasi hal ini, nilai pengurang

dipakai sebagai tipe faktor pemberat yang mengindikasikan derajat pengaruh

kombinasi tiap-tiap tipe kerusakan, tingkat keparahan kerusakan, dan kerapatannya.

Didasarkan pada kelapukan perkerasan, masukan dari pengalaman, hasil uji

32
lapangan dan evaluasi prosedur, serta deskripsi akurat dari tipe-tipe kerusakan, maka

tingkat keparahan kerusakan dan nilai pengurang diperoleh, sehingga suatu indeks

kerusakan gabungan, nilai PCI dapat ditentukan.

Untuk menentukan nilai PCI dari bagian perkerasan tertentu, maka bagian

tersebut dibagi-bagi kedalam unit-unit inspeksi yang disebut unit sampel.

2.9.2.3 Kerapatan (Density)

Kerapatan adalah persentase luas atau panjang total dari satu jenis kerusakan

terhadap luas atau panjang total bagian jalan yang diukur, bias dalam sq.ft atau m2,

atau dalam feet atau meter (Hary Christady Hardiyatmo). Dengan demikian,

kerapatan kerusakan dapat dinyatakan oleh persamaan :

Kerapatan (density) (%) = AdAs x 100 ..........................................................Pers 2.4

atau

Kerapatan (density) (%) = LdAs x 100 ..........................................................Pers 2.5

Dengan :

Ad = luas total dari satu jenis perkerasan untuk setiap tingkat

keparahan kerusakan (sq.ft atau m2)

As = luas total unit sampel (sq.ft atau m2)

Ld = panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat keparahan kerusakan

2.9.2.4 Nilai pengurang total (Total Deduct Value, TDV)

Nilai pengurang total atau TDV adalah jumlah total dari nilai pengurang

(Deduct Value) pada masing-masing unit sampel.

33
2.9.2.5 Nilai pengurang terkoreksi (Corrected Deduct Value, CDV)

Nilai pengurang terkoreksi atau CDV diperoleh dari kurva hubungan antara

nilai pengurang total (TDV) dan nilai pengurang (DV) dengan memilih kurva yang

sesuai. Jika nilai CDV yang diperoleh lebih kecil dari nilai pengurang tertinggi

(Highest Deduct Value, HDV), maka CDV yang digunakan adalah nilai pengurang

individual yang tertinggi.

2.9.2.6 Nilai PCI

Setelah CDV diperoleh, maka nilai PCI untuk setiap unit sampel dihitung

dengan menggunakan persamaan :

PCIs = 100 – CDV ..........................................................................................Pers 2.4

Dengan :

PCIs = PCI untuk setiap unit segmen atau unit penelitian

CDV = CDV dari setiap unit sampel.

Nilai PCI perkerasan secara keseluruhan pada ruas jalan tertentu adalah :

PCIf = PCIsN dengan,

PCIf = nilai PCI rata-rata dari seluruh area penelitian.

PCIs = nilai PCI untuk setiap unit sampel

N = jumlah unit sampel

a. Unit Sampel

Unit sampel adalah bagian atau seksi dari suatu perkerasan yang di definisikan

hanya untuk keperluan pemeriksaan. Berikut ini akan disampaikan cara pembagian

dan penentuan unit-unit sampel yang disurvey.

34
b. Cara pembagian unit sampel

Untuk jalan dengan perkerasan aspal (termasuk aspal diatas perkerasan beton)

dan jalan tanpa perkerasan, unit sampel didefenisikan sebagai luasan sekitar 762 ±

305 m2 (2500 ± 1000 sq.ft) (Shahin, 1994). Ukuran unit sampel sebaiknya

mendekati nilai rata-rata yang direkomendasikan agar hasilnya akurat.

c. Penentuan unit sampel yang disurvey

Menurut Shahin (1994), inspeksi dari setiap unit sampel dalam suatu bagian

perkerasan membutuhkan suatu usaha ekstra, khususnya jika bagiannya besar.

Derajat pengambilan contoh yang dibutuhkan bergantung pada tingkat penggunaan

hasil survey apakah survey dilakukan pada tingkat jaringan jalan (Network-level)

ataukah tingkat proyek (project-level).

Jika tujuannya adalah untuk membuat keputusan tingkat proyek, seperti

perencanaan biaya proyek, maka suatu survey dengan jumlah unit sampel terbatas

sudah cukup. Tapi, jika tujuannya adalah untuk mengevaluasi bagian perkerasan

spesifik pada tingkat proyek, maka derajat penelitian sampel yang lebih tinggi

dibutuhkan pada bagian ini.

Pengelolaan pada tingkat proyek membutuhkan data akurat untuk persiapan

proyek perencanaan dan kontrak. Karena itu, dibandingkan dengan pengelolaan

tingkat jaringan, unit sampel yang dibutuhkan dalam tingkat proyek lebih banyak.

35
d. Klasifikasi Kualitas Perkerasan

Dari nilai (PCI) untuk masing-masing unit penelitian dapat diketahui kualitas

lapis perkerasan unit segmen berdasarkan kondisi tertentu yaitu sempurna

(excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), buruk (poor), sangat

buruk (very poor), dan gagal (failed). Adapun besaran Nilai PCI adalah :

Tabel 2.6 Besaran Nilai PCI

Nilai PCI Kondisi Jalan

85 – 100 SEMPURNA (excellent)

70 – 84 SANGAT BAIK (very good)

55 – 69 BAIK (good)

40 – 54 SEDANG (fair)

25 – 39 BURUK (poor)

10 – 24 SANGAT BURUK (very poor)

0 – 10 GAGAL (failed)

Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

2.9.2.7 Jenis Kerusakan pada Perkerasan Lentur Berdasarkan Metode

Pavement Condition Index (PCI)

Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum

mencapai umur rencana. Kegagalan pada perkerasan dapat dilihat dari kondisi

kerusakan fungsional dan struktural.

Kerusakan fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi

sesuai dengan yang direncanakan. Sedangkan kerusakan struktural terjadi ditandai

dengan adanya rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan.

36
Kegagalan fungsional pada dasarnya tergantung pada derajat atau tingkat

kekasaran permukaan, sedangkan kegagalan struktural disebabkan oleh lapisan tanah

dasar yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan pengaruh kondisi

lingkungan sekitar.

Menurut Metode Pavement Condition Index (PCI), jenis dan tingkat kerusakan

perkerasan lentur jalan raya dibedakan menjadi :

2.9.2.8 Retak Kulit Buaya (Aligator Cracks)

Retak yang saling merangkai membentuk kotak-kotak kecil yang menyerupai

kulit buaya. Kerusakan ini disebabkan karena konstruksi perkerasan yang tidak kuat

dalam mendukung beban lalu lintas yang berulang-ulang. Pada mulanya terjadi

retak-retak halus, akibat beban lalu lintas yang berulang menyebabkan retak-retak

halus terhubung membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang memiliki sisi tajam

sehingga menyerupai kulit buaya. Retak buaya biasa terjadi hanya di daerah yang

dilalui beban lalu lintas yang berulang dan biasanya disertai alur, sehingga tidak akan

terjadi di seluruh daerah kecuali seluruh area jalan dikenakan arus lalu lintas. Cara

mengukur kerusakan yang terjadi adalah dengan menghitung luasan retak.

Tingkat kerusakan alligator cracking (retak kulit buaya) dibagi menjadi

kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan serangkaian retak halus yang saling

terhubung tanpa ada retakan yang pecah, kerusakan sedang (medium) yang ditandai

dengan serangkaian retak yang terhubung membentuk kotak-kotak kecil dan pola

retak sudah cukup kelihatan jelas karena sudah terdapat retak yang mulai pecah, dan

kerusakan berat (high) yang ditandai dengan serangkaian retak menyerupai kulit

37
buaya yang keseluruhan retaknya sudah pecah sehingga jika dibiarkan dapat

menyebabkan terjadinya alur bahkan lubang pada jalan.

a. Bentuk dan sifatnya :

-) Lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm saling berangkai.

-) Membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya.

-) Penyebaran setempat atau luas.

-) Bila dibiarkan akan berkembang menjadi lubang akibat pelepasan butiran.

-) Meresapkan air.

b. Faktor penyebab kerusakan :

Terjadinya kerusakan dimungkinkan oleh pemakaian bahan perkerasan yang

kurang baik, karena perubahan lapisan permukaan atau karena lapis pondasi kurang

padat saat pelaksanaan sehingga mengakibatkan air tanah mudah merembes melalui

celah/rongga lapisan yang selanjutnya merembes ke tanah dasar.

Apabila air tanah tidak terkendali, maka pengaruhnya terhadap tanah dasar

akan terjadi pencairan dari tanah keras yang awal mulanya masih utuh (swelling),

sehingga lapisan tidak memiliki kekuatan untuk menahan tekanan beban yang

diterima. Akibatnya terjadilah penurunan badan jalan, selanjutnya badan jalan akan

mengalami retak-retak halus, maka lama - kelamaan akan berkembang menjadi

retak-retak yang menyerupai kulit buaya. Selain itu pula disebabkan oleh drainase

yang tidak baik/tidak ada sehingga air yang meluap masuk kebahu jalan akan masuk

kebadan jalan menyebabkan konstruksi jalan mengalami penurunan kualitas

38
sehingga mempercepat terjadinya kerusakan badan jalan. Untuk lebih jelasnya

kerusakan dapat dilihat pada tabel dan gambar dibawah ini.

Tabel 2.7 Tingkat Kerusakan Retak Kulit Buaya

Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan

Halus, retak rambut/halus memanjang sejajar satu


L dengan yang lain, dengan atau tanpa berhubungan
satu sama lain. Retakan tidak mengalami gompal*.

Retak kulit buaya ringan ters berkembang kedalam


M pola atau jaringan retakan yang diikuti gompal
ringan.

Jaringan dan pola retak telah berlanjut, sehingga


pecahan - pecahan dapat diketahui dengan mudah,
H
dan terjadi gompal di pinggir. Beberapa pecahan
mengalami rocking akibat lalulintas.

* Retak gompal adalah pecahan material di sepanjang sisi retakan.


Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

Gambar 2.4 Retak Kulit Buaya (Aligator Cracks)

39
2.9.2.9 Kegemukan (Bleeding)

Kegemukan (bleeding) biasanya ditandai dengan permukaan jalan yang

menjadi lebih hitam dan licin. Permukaan jalan menjadi lebih lunak dan lengket. Ini

disebabkan pemakaian aspal yang berlebih. Cara mengukur kerusakan adalah dengan

menghitung luasan kegemukan yang terjadi.

Tingkat kerusakan dibagi menjadi kerusakan ringan (low) yang ditandai

dengan permukaan jalan yang hitam, aspal tidak menempel pada roda kendaraan,

kerusakan sedang (medium) yang ditandai dengan permukaan aspal hitam, aspal

menempel pada kendaraan selama beberapa minggu dalam setahun, kerusakan berat

(high) yang di tandai dengan permukaan yang berwarna hitam dan terdapat jejak roda

kendaraan akibat aspal yang menempel pada roda kendaraan.

Tabel 2.8 Tingkat Kerusakan Akibat Kegemukan

Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan

Kegemukan terjadi hanya pada derajat rendah, dan


L nampak hanya beberapa hari dalam setahun. Aspal
tidak melekat pada sepatu atau roda kendaraan.

Kegemukan telah mengakibatkan aspal melekat


M pada sepatu atau roda kendaraan, paling tidak
beberapa minggu dalam setahun.

Kegemukan telah begitu nyata dan banyak aspal


H melekat pada sepatu dan roda kendaraan, paling
tidak lebih dari beberapa minggu dalam setahun.

Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

40
Gambar 2.5 Kegemukan

2.9.2.10 Retak Blok (Block Cracking)

Hampir sama dengan retak kulit buaya, merupakan rangkaian retak berbentuk

persegi dengan sudut tajam, tetapi bentuknya saja yang lebih besar dari retak kulit

buaya. Block craking ini tidak hanya terjadi di daerah yang mengalami arus lalu

lintas berulang, tetapi juga dapat terjadi di daerah yang jarang dilalui arus lalu lintas.

Gambar 2.6 Retak Blok

41
Tabel 2.9 Tingkat Kerusakan Retak Blok

Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan


Blok di definisikan oleh retak dengan tingkat
L
kerusakan rendah.
Blok di definisikan oleh retak dengan tingkat
M
kerusakan sedang.
Blok di definisikan oleh retak dengan tingkat
H
kerusakan tinggi.
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

2.9.2.11 Keriting (Corrugation)

Keriting (corrugation), alur yang terjadi melintang jalan. Dengan timbulnya

lapisan permukaan yang berkeriting ini pengemudi akan merasakan

ketidaknyamanan dalam mengemudi. Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya

stabilitas campuran yang dapat berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu

banyak menggunakan agregat halus, agregat berbentuk butiran dan berpermukaan

licin, atau aspal yang dipergunakan mempunyai penetrasi yang tinggi. Keriting dapat

juga terjadi jika lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan

yang menggunakan aspal cair). Perbaikan terhadap kerusakan ini dapat dilakukan

dengan melakukan metode perbaikan perataan dan juga perbaikan penambalan

lubang jika keriting juga disertai dengan timbulnya lubang-lubang pada permukaan

jalan.

Untuk menentukan tingkat kerusakan keriting perhatikan tabel berikut :

Tabel 2.10 Tingkat Kerusakan Keriting


Tingkat Kerusakan
Identifikasi Kerusakan

Keriting mengakibatkan sedikit gangguan


L
kenyamanan kendaraan.

42
Keriting mengakibatkan agak banyak
M
mengganggu kenyamanan berkendara
Keriting mengakibatkan banyak gangguan
H
kenyamanan kendaraan.
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

Gambar 2.7 Keriting

2.9.2.12 Amblas (Depression)

Amblas (depression) merupakan kerusakan yang terjadi dimana suatu

permukaan lapisan perkerasan lebih rendah daripada lapisan permukaan di

sekitarnya, sehingga kondisi jalan tampak seperti membentuk kubangan atau

lengkungan. Kerusakan ini terjadi karena beban lalu lintas yang berlebih tidak sesuai

dengan perencanaan. Tingkat kerusakan amblas dapat diukur berdasarkan

kedalaman amblas yang terjadi. Lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :

Tabel 2.11 Tingkat Kerusakan Amblas


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Kedalaman alur rata-rata ¼ - ½ in (6 – 13
L
mm)

Kedalaman alur rata-rata 1 – 2 in (25 – 51


M
mm)

43
H Kedalaman amblas >2 in (51 mm)

Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

Gambar 2.8 Amblas

2.9.2.13 Retak Pinggir (Edge Cracks)

Retak pinggir (edge crack), retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang

yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh tidak

baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan

tanah, atau terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar tanaman yang

tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir ini. Di

lokasi retak, air dapat meresap yang dapat semakin merusak lapisan permukaan.

Retak dapat diperbaiki dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir.

Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu diperlebar dan dipadatkan. Jika pinggir

perkerasan mengalami penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan mempergunakan

hotmix. Retak ini lama kelamaan akan bertambah besar disertai dengan terjadinya

lubang-lubang.

44
Tabel 2.12 Tingkat Kerusakan Retak Pinggir

Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan

Retak sedikit sampai sedang dengan tanpa pecahan


L
atau butiran lepas.
Retak sedang dengan beberapa pecahan dan butiran
M
lepas.
Banyak pecahan atau butiran lepas di sepanjang tepi
H
perkerasan.
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

Gambar 2.9 Retak Pinggir (Edge Cracks)

2.9.2.14 Retak Refleksi (Reflection Cracks)

Retak refleksi (reflection cracks), retak memanjang, melintang, diagonal atau

membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan pola

retakan dibawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama

tidak diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan. Retak refleksi

dapat pula terjadi jika terjadi gerakan vertikal/horizontal dibawah lapis tambahan

sebagai akibat perubahan kadar air pada jenis tanah yang ekspansif. Untuk retak

memanjang, melintang dan diagonal perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi

45
celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Untuk retak berbentuk kotak perbaikan

dilakukan dengan membongkar dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai.

Tabel 2.13 Tingkat kerusakan retak Refleksi

Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan

Satu dari kondisi berikut yang terjadi :


1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 in.(10 mm)
L
2. Retak terisi sembarang lebar (pengisi -
kondisi bagus)
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 - 3 in.(10 - 76 mm)
M 2. Retak tak terisi, sembarang lebar sampai 3 in.
(76 mm) dikelilingi retak acak ringan
3. Retak terisi, sembarang lebar yang di kellingi -
retak acak ringan.
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Sembarang retak terisi atau tak terisi di kelilingi
oleh retak acak, kerusakan sedang atau tinggi.
H 2. Retak tak berisi lebih dari 3 in. (76 mm)
3. Retak sembarang lebar, dengan beberapa inci
di sekitar retakan, pecah ( retak berat menjadi -
pecahan ).
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

Gambar 2.10 Retak Refleksi

46
2.9.2.15 Retak Memanjang/Melintang (Longitudinal and Transverse

Cracking)

Retak memanjang (longitudinal cracking) merupakan retak yang terjadi searah

dengan sumbu jalan, sedangkan retak melintang (transverse cracking) merupakan

retak yang terjadi tegak lurus sumbu jalan. Retak ini disebabkan oleh kesalahan

pelaksanaan, terutama pada sambungan perkerasan atau pelebaran, dan juga dapat

disebabkan penyusutan permukaan aspal akibat suhu rendah atau pengerasan aspal.

Tabel 2.14 Tingkat kerusakan retak memanjang/melintang


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
L 1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 in (10 mm) atau
2. Retak terisi sembarangan lebar (pengisi kondisi bagus)
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Retak tak terisi, lebar 3/8 – 3 in (10 – 76 mm)
M
2. Retak tak terisi, sembarangan lebar sampai 3 in (76 mm)
dikelilingi retak acak ringan.
Pengembangan menyebabkan cukup gangguan kenyamanan
H
kendaraan
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

Gambar 2.11 Retak retak memanjang/melintang

47
2.9.2.16 Tambalan (Patching)

Penambalan diseluruh kedalaman cocok untuk perbaikan permanen,

sedangkan perbaikan sementara cukup ditambal dikulit permukaan perkerasan saja.

Penambalan cocok untuk memperbaiki kerusakan: Aligator cracking, pothole,

patching, corrugation, shoving, depression, slippage cracking, dan rutting.

Tabel 2.15 Tingkat Kerusakan Tambalan


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan.
L Kenyamanan kendaraan dinilai terganggu sedikit atau lebih
baik.
Tambalan sedikit rusak. Kenyamanan kendaraan agak
M
terganggu.
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

Gambar 2.12 Patching

2.9.2.17 Pengausan (polished aggregate)

Permukaan menjadi licin, sehingga membahayakan kendaraan. Pengausan

terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus terhadap roda

48
kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan licin, tidak

berbentuk kubikal. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan latasir, buras, atau

latasbum.

Tabel 2.16 Tingkat Kerusakan Pengausan

Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan


Tidak ada definisi derajat kerusakan. Tetapi, derajat
kelicinan harus nampak signifikan, sebelum
dilibatkan dalam survey kondisi dan di nilai sebagai
kerusakan.

Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

Gambar 2.13 Pengausan

2.9.2.18 Lubang (potholes)

Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil sampai besar.

Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan air ke dalam lapis permukaan yang

menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan.

Lubang dapat terjadi karena :

a. Campuran material lapis permukaan jelek, seperti :

- Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas.

49
- Agregat kotor sehingga ikatan antara aspal dan agregat tidak baik.

- Temperatur campuran tidak memenuhi persyaratan.

b. Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas

akibat pengaruh cuaca.

c. Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul pada

lapis permukaan.

d. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap masuk dan

mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.

Berdasarkan tingkat kerusakannya, lubang dapat di bagi menjadi kerusakan

rendah (low), sedang (medium), dan buruk (high). Ketentuannya dapat di jelaskan

pada tabel 2.10 dibawah ini.

Tabel 2.17 Tingkat Kerusakan Lubang (Potholes)

Diameter rata – rata lubang


Kedalaman maksimum 4– 8 in. > 8 – 18 in. > 18 – 30
(102 – 203 mm) (203 – 457 mm) (457 – 762 mm)
0,5 – 1 (12,7 – 25,4 mm) L L M
> 1 – 2 (25,4 – 50,8 mm) L M H
> 2 ( > 50,8 mm) M M H
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

50
Gambar 2.14 Lubang

2.9.2.19 Alur (Ruts)

Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat

merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan,

mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat timbul retak- retak. Terjadinya

alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan demikian terjadi

tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda. Campuran

aspal dengan stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis.

Perbaikan dapat dilakukan dengan melakukan metode perbaikan perataan

untuk kerusakan alur ringan. Untuk kerusakan alur yang cukup parah dilakukan

perbaikan penambalan lubang.

Tabel 2.18 Tingkat Kerusakan alur


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Kedalaman alur rata-rata ¼ - ½ in
L
(6 – 13 mm)
Kedalaman alur rata-rata ½ – 1 in
M
(13 – 25,5 mm)
H Kedalaman alur rata-rata 1 in

51
(25,4 mm)
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

Gambar 2.15 Alur

2.9.2.20 Sungkur (Shoving)

Sungkur (shoving), deformasi plastis yang terjadi setempat, ditempat

kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan terjadi

dengan atau tanpa retak. Penyebab kerusakan sama dengan kerusakan keriting.

Perbaikan dapat dilakukan dengan cara perbaikan perataan dan perbaikan

penambalan lubang.

Tabel 2.19 Tingkat Kerusakan Sungkur


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Sungkur menyebabkan sedikit gangguan
L
kenyamanan kendaraan
Sungkur menyebabkan cukup gangguan
M
kenyamanan kendaraan
Sungkur menyebabkan besar gangguan
H
kenyamanan kendaraan
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

52
Gambar 2.16 Sungkur

2.9.2.21 Retak slip (slippage cracks)

Retak slip (slippage cracks), retak yang bentuknya melengkung seperti bulan

sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antar lapis permukaan

dan lapis dibawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh adanya debu,

minyak air, atau benda non adhesive lainnya, atau akibat tidak diberinya take coat

sebagai bahan pengikat antar kedua lapisan. Retak selip pun dapat terjadi akibat

terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan, atau kurang baiknya

pemadatan lapisan permukaan. Perbaikan dapat dilakukan dengan membongkar

bagian yang rusak dengan dan menggantikannya dengan lapisan yang lebih baik.

Tabel 2.20 Tingkat Kerusakan Retak Slip

Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan


L Retak rata - rata lebar < 3/8 in.(10 mm)
1. Retak rata - rata < 3/8 - 1,5 in.(10 - 38 mm)
M 2. Area di sekitar retakan pecah, ke dalam pecahan
pecahan terikat
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Retak rata - rata < 0,5 in.(38 mm)
H oleh retak acak, kerusakan sedang atau tinggi.
2. Area di sekitar retakan pecah, ke dalam pecahan
pecahan mudah terbongkar
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

53
Gambar 2.17 Retak Slip

2.9.2.22 Pelepasan Butir (Raveling)

Pelepasan butir (raveling), dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek

serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan

memberikan lapisan tambahan diatas lapisan yang mengalami pelepasan butir

setelah lapisan tersebut dibersihkan, dan dikeringkan.

Tabel 2.21 Tingkat Kerusakan Pelepasan Butir


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Agregat atau bahan pengikat mulai lepas. Di
beberapa tempat, permukaan mulai berlubang. Jika
L ada tumpahan oli, genangan oli dapat terlihat, tapi
permukaannya keras, tak dapat ditembus mata uang
logam.
Agregat atau pengikat telah lepas. Tekstur
permukaan agak kasar dan berlubang. Jika ada
M*
tumpahan oli permukaannya lunak, dan dapat
ditembus mata uang logam.
Agregat atau pengikat telah banyak lepas. Tekstur
permukaan sangat kasar dan mengakibatkan banyak
lubang. Diameter luasan lubang < 4 in. (100 mm)
dan kedalaman 0,5 in. (13 mm). Luas lubang lebih
H*
besar dari ukuran ini, dihitung sebagai kerusakan
lubang (pothole). Jika ada tumpahan oli
permukaannya lunak, pengikat aspal telah hilang
ikatannya sehingga agregat menjadi longgar.
* Bila lokal, yaitu tumpahan oli, maka ditambal secara parsial.
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

54
Gambar 2.18 Pelepasan Butiran

2.10 Penilitian Terdahulu

Adapun Penilitian terdahulu yang di ambil Penulis sebagai referensi pada

tugas akhir ini :

1. Penilaian Kondisi Perkerasan dengan Metode Pavement Condition Index

(PCI), Peningkatan Jalan dan Perhitungan Anggaran Biaya Pada Ruas Jalan

Solo – Karang Anyar KM 4+400 – 11+050, Sutari Setyowati.

2. Perbandingan Metode Bina Marga dan Metode PCI (Pavement Condition

Index) Dalam Penilaian Kondisi Perkerasan Jalan (Studi Kasus Ruas Jalan

Kaliurang, Kota Malang), Margareth Evelyn Bolla.

55
56

Anda mungkin juga menyukai